Menilik Sastra Masa Abbasiyyah
Menilik Sastra Masa Abbasiyyah
Oleh Elmusaddadah
Santriwati Asrama Alya PPM Al-ASHFA Yogyakarta
Santriwati Asrama Alya PPM Al-ASHFA Yogyakarta
Dinasti Abbasiyah mulai berkuasa pada tahun 750 M dengan pusat pemerintahannya di kota Kufah, tetapi pada tahun 758 pusat pemerintahan berpindah ke kota Bagdad. (Muslim, :107). Setelah masa pemerintahan dinasti Umayyah yang didominasi orang-orang Arab asli, Abbasiyah mengubah kendali pemerintahan majemuk yang dikendalikan oleh bukan hanya orang Arab, melainkan orang-orang non Arab. Dengan demikian, kehidupan sosial politik dan budaya masyarakat pada zaman Abbasiyah lebih banyak dipengaruhi oleh kebudayaan non Arab, seperti Persia, Turki, dan India.
Sejak Islam menguasai wilayah-wilayah non Arab, terjadi pencampuran kebudayaan Arab dengan non Arab, berikut juga tradisinya. Sastra Arab pada awal zaman Abbasiyah disebut sastra Abbasiyyah, dan juga disebut dengan sastra baru karena sebagian besar sastrawan Abbasiyyah mengadakan pembaharuan yang berbeda dengan zaman awal Islam ataupun zaman Umayyah. Hal ini ditandai dengan munculnya teme-tema baru yang tidak ada pada zaman sebelumnya, seperti tema cinta kepada laki-laki, tema puisi khusus tentang minuman, deskripsi tentang lingkungaan perkotaan, fanatisme non Arab, melecehkan agama atau zindiq, pembaharuan dalam hal bentuk, terbebas dari ikatan-ikatan sastra klasik dan tidak bertele-tele. Adapun gaya puisi berubah menjadi yang lebih simpel, tidak terlalu mengutamakan keindahan kata, dan lebih menonjolkan makna, serta muncul penggunaan gaya al-jinas dan al-tibaq, dua gaya retorika yang memperhatikan konteks selain keindahan kata-kata dan juga lebih berkembang penulisan prosa.
Sejak zaman Jahiliyah, penyair dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah penyair yang menulis puisi berdasarkan pengalaman, mempelajari, dan membaca puisi-puisi pengarang lain sehingga bentuknya lebih teratur mengikuti pola yang berlaku dalam puisi Arab umumnya. Dalam kelompok ini terdapat Aus bin Hajar, Zuhair bin Abi Sulma, dan Nabigah al-Zubyani. Kelompok kedua ialah para penyair yang menulis puisi dan berpuisi berdasarkan naluri dan bakat pengalaman pribadi. Karya kelompok kedua ini lebih mengutamakan makna, sehingga terkadang pilihan katanya tidak beraturan dan tidak mematuhi aturan perpuisian Arab pada umumnya.
Kedua madzhab tersebut tetap eksis di masa Umayyah. Al-Akhtal, Jarir, dan Farazdaq dapat dikelompokkan dalam kelompok pertama. Puisi mereka pada umumnnya memiliki pola baku dengan pilihan kata yang indah sesuai pakem yang berlakupada puisi Arab. Sementara Umar bin Rabi’ah lebih banyak mengandalkan naluri dan bakat yang tidak sesuai pola umum.
Pada zaman Abbasiyyah pengaruh kebudayaan arab bercampur dengan budaya luar, seperti Romawi, Persia, Turki, dan India. Demikian memberikan pengaruh besar kepada kelompok kedua; bakat dan naluri menjadikan mereka lebih bebas mengungkapkan ide-ide baru dalam bentuk yang baru. Karya karya kelompo ini ialah Basysyar bin Burd, Abu Nawas, dan Ibn al-Rumi. Kelompok kedua pada masa Abbasiyyah ini disebut dengan Mazhab Bagdadi. Sedangkan kelompok pertama disebut juga Mazhab Syami, karena lebih banyak berasal dari Syiria.
Seiring perkembangan sastra zaman Abbasiyyah, mazhab Syami lebih berkembang dibandingkan dengan mazhab Bagdadi, lebih serius dan konsisten mengembangkan nilai-nilai sastra dengan ide-ide baru yang berguna untuk menghadapi kemajuan zaman. Sementara kelompok Bagdadi cenderung lebih mengutamakan unsur-unsur hiburan dan permainan serta hidup bebas menurut hawa nafsu.
Gaya deskriptif dalam kesusastraan zaman Abbasiyyah mengalami perubahan pesat akibat pengaruh perkembangan lingkungan masyarakat Abbasiyyah. Secara fisik terjadi pembangunan sarana dan prasarana untuk kehidupan perkotaan. Adapun secara mental spiritual seperti yang terdapat pada karya Abu Nawas dan Ibnu al-Rumi.
Keberagaman tema sastra yang muncul pada zaman Abbasiyyah mulai dari tema hiburan, zuhud, filsafat, minuman keras, pujian kepada kaum laki-laki, hingga tema tentang alam eskatologis merupakan refleksi sejarah panjang masyarakat Abbasiyah yang plural yang terdiri dari berbagai bangsa, agama, dan budaya. Masalah metafisika dan teologi sering mengundang perdebatan diantara para ahli sekaligus akibat munculnya tuduhan negatif terhadap penulisnya sebagaai sastrawan atheis, mulhid, atau zindiq.
(Bersambung)
Sumber :
Manshur, Fadlil Munawwar. 2011. Perkembangan Sastra Arab da Teori Sastra Islam.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Muslim, Fauzan. 2016. Sastra dan Masyarakat Arab Zaman Umayyah-Abbasiyyah. Jakarta: Penaku.
0 Komentar