Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 1 Pendahuluan
Jazirah Arab itu sebenarnya tidak hanya terdiri atas gurun pasir. Ada banyak tanah subur yang telah dihuni sejak lama. Tanah-tanah subur itu terutama terletak di daerah pantai, seperti Yaman, Yamamah, Hadramaut, dan Ahsa. Di bagian tengah Jazirah Arab ada sebuah wilayah subur lain bernama Najd. Wilayah ini dikenal sebagai tempat asal kuda Arab yang termahsyur di mana-mana.
Najd dan Yamamah juga terkenal sebagai penghasil gandum. Demikian banyak gandum yang dihasilkan sehingga konon mampu memenuhi kebutuhan seluruh penduduk Jazirah Arab yang ketika Nabi Muhammad dilahirkan berjumlah sekitar 10 juta- 12 juta jiwa.
Di kota Madinah terdapat bukit -bukit yang baik untuk ditanami. Sementara itu, kota Thaif terkenal karena buah-buahannya.
Di luar daerah-daerah subur, Jazirah Arab dipenuhi gunung dan bukit-bukit batu yang besar. Tidak ada sungai mengalir. Suhu udaranya sangat panas. Karenanya, penduduk Arab umumnya suka mengembara. Mereka suka berpindah ke tempat mana saja yang dapat memenuhi keperluan hidup sehari-hari berserta hewan-hewan ternak mereka.
Unta
Unta adalah kendaraan yang sangat diandalkan penduduk gurun pasir. Ia dapat mengarungi gurun selama 17 hari tanpa minum. Walaupun pelan, jika dipacu unta dapat menempuh jarak sampai 300 km dalam sehari. Unta mau melahap ranting dan rumput pahit yang di jauhi kambing. Unta juga mau minum air berlumpur dan mengubahnya menjadi susu bermutu tinggi yang dapat digunakan sebagai obat tetes mata. Dagingnya dimakan, bulunya dibuat tali, kulitnya dapat menjadi aneka alat, mulai dari sandal sampai atap dan perisai perang. Air seninya menjadi sampo pencuci rambut. Kukunya dibakar dan diulek menjadi tepung untuk obat luka atau adonan kue. Kotorannya dapat dipakai sebagai bahan bakar. Unta adalah karunia Allah untuk penduduk gurun pasir.
Letak Mekah
Di Kota Mekah inilah terletak Ka'bah, Baitullah. Ke arah Ka'bahlah seluruh Muslim di dunia menghadapkan diri jika sedang shalat. Di kota Mekah inilah nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم, dilahirkan.
Kota Mekah adalah sebuah lembah yang tidak begitu luas, di tengah lautan pasir. Bukit-bukit mengurung lembah ini rapat-rapat. Begitu rapatnya sehingga cuma ada tiga jalan untuk keluar dan masuk Mekah. Jalan pertama menuju ke Yaman, jalan ke dua menuju ke Laut Merah, dan jalan ketiga adalah jalan menuju Palestina.
Ribuan tahun yang lalu, Lembah Mekah hanyalah sebuah tempat persinggahan rombongan kafilah, baik yang datang dari Yaman menuju Palestina maupun sebaliknya, yang datang dari Palestina menuju Yaman. Nabi Ismail lah yang pertama kali membuat Mekah menjadi sebuah kota.
Pakaian Orang Arab
Penduduk asli Jazirah Arab adalah suku Badui. Pakaian mereka longgar, hangat pada musim dingin, dan sejuk pada musim panas. Pakaian ini menjaga kulit dari sengatan matahari serta angin kering.
Pada zaman para nabi, pakaian ini terdiri atas dua helai. Satu helai melilit tubuh dari bawah ketiak. Satu helai lagi adalah sebuah jubah panjang sampai kaki dan terbuat dari bulu domba atau unta. Warnanya krem dengan lurik tegak berwarna hitam, biru, coklat atau putih.
Pakaian wanitanya panjang menyapu tanah dan sangat longgar. Selendang melilit pinggang, jubahnya berlurik merah, kuning, hitam atau biru. Cadarnya berwarna hitam atau putih. Tudung kepala berwarna merah, putih, atau cokelat melindungi mata, telinga, dan hidung dari debu dan badai pasir.
Badui
Suku Badui adalah penduduk asli Jazirah Arab. Mereka adalah prajurit pengelana yang tangguh. Tinggi mereka sedang, tapi kekar, cekatan, dan kuat menderita dalam alam yang keras. Jika ada anggota keluarga yang tewas, para lelaki Badui akan segera membalas pembunuhnya. Mereka berani dalam bertempur dan sabar dalam kekalahan.
Meski demikian, orang Badui terkenal ramah, senang memberi, dan sangat menghormati tamu. Mereka juga tenang, sabar, dan tidak cepat marah. Orang Badui juga sangat mengagumi keindahan syair. Jiwa orang orang Badui mudah terpanggil pada kebenaran. Mereka adalah orang orang sederhana. Mereka duduk di lantai dengan wadah makanan di lutut. Dengan demikian, tidak bisa dibedakan mana majikan dan mana bawahan.
Sahabat fillahku, kepada orang-orang inilah Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم, diutus. Berkat bimbingan Nabi Muhammadlah orang orang Badui dari padang pasir yang sunyi ini mampu mengguncang dunia. Merekalah yang akhirnya menyebarkan agama Islam ke seluruh dunia. Merekalah yang membangun umat Islam menjadi umat yang besar dan dihormati.
Namun, jauh sebelum menyebar ke penjuru bumi, perjalanan umat Islam di Jazirah Arab dimulai oleh kisah Nabi Ibrahim عَلَيْهِ السَلاَمُ.
Beliau adalah nenek moyang Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم.
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 2
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد*Nenek Moyang Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم *
Salah seorang nenek moyang Nabi Muhammad bernama Hasyim bin Abdul Manaf. Ia adalah pemuka masyarakat dan orang yang berkecukupan. Masyarakat Mekah mematuhi dan menghormatinya.
"Wahai penduduk Mekah, aku membagi perjalanan kalian menurut musim. Jika musim dingin tiba, pergilah berdagang ke Yaman yang hangat. Jika musim panas, giliran kalian pergi ke Syam yang sejuk!" demikian keputusan Hasyim.
Hasyim tambah disayangi penduduk Mekah karena pada suatu musim kemarau yang mencekam, ia pernah membawa persediaan makanan dari tempat yang jauh. Padahal, saat itu makanan amat sulit didapat.
"Terima kasih, wahai Hasyim! Engkau menolong kami dengan pemberian makanan ini!" seru penduduk Mekah.
Di bawah kepemimpinan Hasyim, Mekah berkembang menjadi pusat perdagangan yang makmur. Pasar-pasar didirikan sebagai tempat berniaga kafilah-kafilah dagang yang datang dan pergi silih berganti, baik pada musim panas maupun pada musim dingin. Demikian pandainya penduduk Mekah berdagang, sampai-sampai tidak ada pihak lain yang mampu menyaingi mereka.
Akan tetapi, di samping kemajuan yang besar itu, masyarakat Arab juga mengalami kemunduran luar biasa. Itulah sebabnya mereka dijuluki masyarakat jahiliah alias masyarakat yang diliputi kebodohan. Itulah juga sebabnya sampai Allah mengutus rasul terakhir-Nya di tempat ini.
Pembagian Urusan
Beberapa jabatan pemerintahan di Mekah di antaranya:
Hijabah : Pemegang kunci Ka'bah,
Siqayah : Penyedia air dan makanan buat para peziarah,
Rifadah : Mengatur pembagian dana dari orang kaya untuk fakir miskin, Qiyadah : Mengatur urusan peperangan.
Percaya Takhayul
"Oh, tidak! Burung itu terbang ke kiri! Aku pasti akan tertimpa sial!" umpat seseorang, orang itu kebetulan melihat seekor burung yang terbang di atas kepalanya berbelok ke arah kiri. Sepanjang hari itu, dia jadi murung karena yakin bahwa dia bernasib sial walaupun belum tahu kesialan macam apa yang akan menimpanya.
Orang-orang Arab pada masa jahiliyah amat percaya pada takhayul. Contohnya, mereka percaya jika burung yang mereka lihat terbang ke kiri, nasib sial akan menimpa mereka. Sebaliknya jika burung kebetulan terbang ke kanan, nasib baik akan datang. Kepercayaan semacam ini disebut At Tathayyur
Selain itu, mereka percaya bahwa jika seseorang mati, rohnya akan menjadi burung. Mereka juga percaya bahwa di dalam perut manusia ada ular. Ular inilah yang menggigit di dalam perut sehingga orang merasa lapar.
"Lihat cincin tembagaku ini", kata seorang kepada temannya dengan bangga, "Cincin ini adalah pemberian seorang dukun kepadaku. Tidak sia sia aku memberinya uang banyak agar membuatkan cincin ini. Jangan coba-coba menantangku berkelahi sekarang. Berkat cincin ini, aku merasa jauh lebih kuat!".
Masih banyak kebodohan serupa yang mereka perlihatkan. Mereka juga amat taat menyembah berhala-berhala berbentuk patung. Jika mereka meminta pertolongan kepada berhala, tidak segan-segan mereka mengorbankan binatang ternak dan mengoleskan darahnya di tubuh berhala. Bahkan mereka terkadang sampai hati mengorbankan anak- anaknya sendiri demi mengharap keridhaan berhala.
Selain melakukan kebodohan-kebodohan itu, mereka masih melakukan banyak sekali hal hal yang merusak.
Awal Mula Penyembahan Berhala
Awal mula penyembahan berhala di Mekkah, ketika seorang bernama Amar bin Luhay membawa berhala besar bernama Hubal yang dibelinya dari daerah Syam. Di Mekkah, berhala Hubal ditaruh di Ka'bah dan disuruhnya orang orang datang menyembahnya.
Menjelang menaklukkan Mekkah oleh Nabi Muhammad saw. Ka'bah dipenuhi oleh tiga ratus enam puluh berhala yang terbuat dari batu, kayu, perak, bahkan emas.
Gemar Mabuk dan Berjudi
Bangsa Arab pada masa itu sangat gemar meminum arak. Hampir semua orang adalah peminum kecuali beberapa saja yang tidak.
Para pelayan datang membawakan baki dan botol-botol minuman. Orang orang datang berkumpul sambil tertawa.
Para penari datang disambut tepukan dan sorak sorai. Ketika minuman mulai membuat mereka mabuk, seseorang kembali berseru, "Bawakan alat alat judi kemari!"
Orang pun membawakan alat-alat judi berupa bilah-bilah kayu dan sebuah kantung kulit. Beberapa ekor unta dipotong, yang kalah berjudi harus membayar unta-unta tersebut. Selain berjudi dengan memotong unta, mereka juga berjudi dengan bermacam macam cara.
Demikianlah minum sambil berjudi adalah kebiasaan yang amat digemari oleh bangsa Arab saat itu. Bahkan, setelah Nabi Muhammad SAW mengajarkan Islam, masih banyak pemeluk baru agama Islam yang masih suka meminum arak sampai turunlah perintah Allah yang berangsur-angsur mengharamkan orang meminum minuman keras.
Barm
Judi memotong unta adalah judi yang paling digemari orang Arab Jahiliyah. Bilah-bilah kayu dikocok dalam kantung dan dibagikan. Orang yang mendapat undi kosong dinyatakan kalah dan harus membayar unta yang dipotong. Daging unta kemudian dibagikan kepada fakir miskin. Orang yang tidak suka berjudi semacam ini dipandang sebagai seorang kikir, yang biasa disebut barm.
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 3
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمدPerampok Kejam dan Tidak Sopan
Mencuri dan merampok saat itu adalah hal yang biasa. Hanya sebagian kecil saja orang yang tidak pernah melakukannya. Perampok pun bukan cuma mengincar harta dan benda, tetapi juga orang yang dirampok. Perampok biasa menjadikan orang orang yang telah dirampoknya menjadi tawanan dan budak belian.
Saat itu perilaku bangsa Arab amat kejam, sampai melewati batas perikemanusiaan. Anak-anak perempuannya sendiri mereka bunuh. Ada yang dikubur hidup hidup ke dalam tanah, ada pula yang ditaruh dalam tong dan diluncurkan dari tempat yang tinggi. Mereka malu jika mempunyai anak perempuan.
Mereka juga suka menyiksa binatang. Jika seseorang mati, keluarganya mengikat unta diatas kuburan dan tidak memberikan makan serta minum sampai si unta mati. Mereka beranggapan unta itu kelak akan menjadi tunggangan si mati.
Musuh yang tertangkap diperlakukan sangat kejam. Mereka biasa mengikat musuh pada seekor kuda dan membiarkan kuda tersebut berlari sehingga orang yang diikat itu mati terseret-seret. Telinga atau hidung musuh yang kalah dijadikan kalung, serta tengkorak nya dijadikan tempat minum arak.
Orang jahiliyah juga tidak mengenal sopan santun, Mereka biasa berkeliling Ka'bah tanpa memakai pakaian.
Begitulah kebiasaan Orang Orang Arab saat itu.
Mereka adalah bangsa yang maju perdagangannya, pandai membuat perkakas, membuat obat, ahli astronomi, serta mahir bersyair. Namun mereka juga mempunyai kebiasaan buruk.
Memakan Bangkai Binatang
Dalam urusan makan dan minum pun tidak ada yang dilarang. Segala macam binatang boleh dimakan. Binatang yang sudah mati pun disayat dagingnya, dibakar, dan dimakan. Mereka juga suka meminum darah, binatang, dan makanan darah yang dibekukan.
Muthalib
Suatu hari, Hasyim pergi berdagang menuju Syam. Ketika melewati Yatsrib, (di kemudian hari disebut Madinah), Hasyim melihat seorang wanita baik-baik dan terpandang.
"Siapakah wanita itu?" tanya Hasyim kepada orang-orang Yatsrib.
"Dia adalah Salma binti Amr."
"Suaminya telah tiada. Kini dia seorang janda."
Mendengar itu, Hasyim melamar Salma dan Salma pun menerimanya. Mereka lalu menikah. Hasyim tinggal di Yatsrib beberapa lama. Ketika Salma mengandung, Hasyim melanjutkan perniagaannya. Namun, itulah kali terakhir Salma melihat suaminya karena Hasyim tidak pernah kembali lagi. Ia meninggal dunia di Palestina.
Salma melahirkan seorang anak laki-laki yang kemudian diberi nama Syaibah. Sementara itu, sepeninggal Hasyim, kedudukannya sebagai pemuka masyarakat Mekah dipegang oleh adik Hasyim yang bernama Al Muthalib.
Al Muthalib juga seorang laki-laki terpandang yang dicintai penduduk Mekkah. Orang-orang Quraisy menjulukinya dengan sebutan Al Fayyadh yang berarti Sang Dermawan.
Suatu hari, dia mendengar bahwa Syaibah, keponakannya yang tinggal di Yatsrib, sedang tumbuh remaja.
"Aku harus menemuinya," pikir Al Muthalib,
"dia adalah anak kakakku. Dulu ayahnya adalah pemuka Mekah, maka dia harus pulang untuk melanjutkan kekuasaan ayahnya menggantikan aku."
Ketika Al Muthalib bertemu Syaibah di Yatsrib, dia tersentak,
"Anak ini benar-benar mirip Hasyim."
"Mari Nak, ikut Paman ke Mekah," peluk Al Muthalib.
"Tetapi, jika ibu tidak mengizinkan pergi, aku akan tetap tinggal di sini," jawab Syaibah
Syaibah
Nama Syaibah diberikan karena ada rambut putih (uban) di kepalanya sejak dia kecil. Selain Syaibah, Hasyim telah memiliki empat putra dan lima putri yang tinggal di Mekkah.
ABDUL MUTHALIB
"Tidak. Aku tidak akan membiarkannya pergi" jawab Salma.
"Dia buah hatiku satu-satunya. Wajahnya lah yang senantiasa mengingatkan aku akan wajah ayahnya".
"Aku juga menyayangi Hasyim", jawab Al Muthalib,
"bukan cuma aku, tetapi penduduk kota Mekah juga menyayanginya. mereka pasti akan senang sekali menyambut kedatangan putra Hasyim. Begitu melihat wajah anak ini, rasa sayangku timbul kepadanya. Seolah-olah aku melihat Hasyim hidup kembali dan berdiri di hadapanku.
Izinkan aku membawanya pergi. Sesungguhnya Mekah adalah kerajaan ayahnya dan Mekah adalah tanah suci yang di cintai oleh seluruh bangsa Arab. Tidakkah pantas putramu pergi ke sana dan melanjutkan pemerintahan ayahnya?".
Salma memandang Syaibah dengan mata berkaca-kaca. Hatinya ingin agar putra satu-satunya itu tetap tinggal di sisinya. Namun, ia tahu masa depan Syaibah bukan di Yatsrib, melainkan di Mekkah. Akhirnya, ia pun mengangguk, "Baiklah, kuizinkan ia pergi."
Dengan amat gembira, Al Muthalib mengajak keponakannya itu pulang. Syaibah duduk membonceng unta di belakang pamannya.
Ketika mereka tiba di Mekkah, orang-orang menyangka bahwa anak yang duduk di belakang Al Muthalib adalah budaknya.
"Abdul Muthalib (Budak Al Muthalib)! Abdul Muthalib!" panggil mereka kepada Syaibah.
"Celaka kalian! Dia bukan budakku, dia anak saudaraku, Hasyim!"
Namun, orang-orang telanjur menyebutnya demikian sehingga akhirnya nama Syaibah pun terlupakan. Setelah itu, dia dikenal dengan nama Abdul Muthalib. Dia kelak menjadi kakek Nabi Muhammad ﷺ.
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 4
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Harta Abdul Muthalib
Setelah tumbuh dewasa, Abdul Muthalib pun menjadi seorang pemuka Mekah sebagaimana Hasyim, bapaknya.
Sementera itu, ketika Hasyim meninggal, hartanya dikuasai oleh Naufal, adiknya yang terkecil.
Setelah dewasa, Abdul Muthalib hendak meminta harta ayahnya, tetapi Naufal menolak. Abdul Muthalib pun meminta bantuan kerabat ibunya yang tinggal di Yatsrib. Orang-orang Yatsrib mengirimkan 80 pasukan berkuda. Naufal pun ketakutan dan menyerahkan harta Hasyim kepada Abdul Muthalib
Pada zaman pemerintahannya, Abdul Muthalib melakukan sebuah perbuatan yang akan dikenang orang sepanjang zaman.
Sumber Air Mekah
Abdul Muthalib adalah pengurus air dan makanan bagi tamu-tamu yang datang ke Mekah. Setelah ratusan tahun Sumur Zamzam tertimbun, air harus didatangkan dari beberapa sumur yang terpencar-pencar di sekitar Mekah.
MENGGALI SUMUR ZAMZAM
Saat itu, Sumur Zamzam telah terkubur dan dilupakan orang selama ratusan tahun. Namun, Abdul Muthalib tidak pernah lupa pada sejarah Mekah, bahwa dulu pernah ada mata air yang menghidupi Mekah, mata air yang memancar keluar oleh kaki Ismail.
"Aku harus menemukannya!" pikir Abdul Muthalib. "Aku harus menemukan kembali Sumur Zamzam yang telah dilupakan orang! Apalagi aku bertugas menyediakan air dan makanan bagi penduduk Mekah."
Pikiran seperti itu tidak pernah hilang dari benaknya, "Aku harus menemukannya! Aku harus menemukannya!"
Setelah itu, Abdul Muthalib mengambil tembilang (alat untuk menggali bertangkai panjang) dan memanggil putra satu-satunya, "Harits, temani ayah mencari dan menggali kembali Sumur Zamzam!"
Harits mengangguk. Kemudian, mereka mulai mencari di mana dulu letak Mata Air Zamzam berada. Setelah beberapa kali mencoba menggali di beberapa tempat, Sumur Zamzam tidak juga ditemukan.
"Ayah, mungkin Sumur Zamzam memang telah hilang," kata Harits.
"Tidak Nak, Ayah yakin Sumur itu masih ada! Kita harus menemukannya! Orang-orang Mekah akan hidup lebih baik jika Sumur Zamzam ada di tengah kita!"
Dengan gigih keduanya pun terus mencari sumur Zam-Zam.
Orang-orang Quraisy, penduduk asli Mekah, melihat perbuatan mereka dengan heran.
"Mengapa engkau masih terus menggali, Abdul Muthalib? Bukankah dulu nenek moyang kita, Mudzaz bin Amr pernah menggalinya, tapi tidak berhasil?"
Abdul Muthalib menaruh tembilangnya dan duduk.
Ya, ratusan tahun yang lalu Mudzaz bin Amr mertua Nabi Ismail عليه ااسلام pernah mencoba menggali Zamzam tapi tidak berhasil.
Padahal, saat itu Mudzaz telah mempersembahkan sesaji berupa pedang dan pelana berpangkal emas agar Sumur Zamzam ditemukan.
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 5
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Bernadzar
Abdul Muthalib bernadzar, "Kalau saja aku mempunyai 10 anak laki-laki, kemudian setelah semuanya dewasa, aku tidak memperoleh anak lagi seperti ketika sedang menggali Sumur Zamzam, maka salah seorang diantara 10 anak itu akan kusembelih di Ka'bah sebagai kurban untuk Tuhan."
Ternyata takdir memang menentukan demikian. Abdul Muthalib akhirnya mendapat 10 orang anak laki-laki. Setelah semua anak berangkat dewasa, ia tidak memperoleh anak. Dipanggilnya kesepuluh orang anak itu, termasuk si bungsu Abdullah yang amat disayangi dan dicintainya.
"Aku pernah bernadzar untuk menyembelih salah seorang di antara kalian jika Tuhan memberiku 10 orang anak laki-laki."
Kesepuluh anaknya terdiam. Mereka memahami persoalan itu. Mereka juga melihat kebingungan yang luar biasa di mata ayah mereka yang berkaca-kaca.
"Namun, aku tidak bisa menentukan siapa di antara kalian yang harus kusembelih. Oleh karena, aku berniat memanggil juru qidh untuk menentukannya."
Di hadapan patung dewa tertinggi Ka'bah, juru qidh (Nanak panah) meminta setiap anak menulis namanya masing-masing di atas qidh. Kemudian, ia mengocok anak panah tersebut di hadapan berhala Hubal. Nama anak yang keluar adalah Abdullah.
Melihat itu, serentak orang orang Quraisy datang dan melarangnya melakukan perbuatan itu.
"Batalkan keinginanmu, Abdul Muthalib! Mohon ampunlah kepada Hubal supaya kamu bisa membatalkan nadzarmu!"
Sanggupkah Abdul Muthalib menyembelih anak kesayangannya, apalagi tidak ada orang yang menyetujui niatnya itu?
Menemukan Zamzam
Malam harinya, dengan tubuh lelah, Abdul Muthalib tertidur. Tiba-tiba, dalam tidur, dia bermimpi mendengar suara yang bergema berulang-ulang, "Temukan Sumur Zamzam itu, wahai Abdul Muthalib! Temukan Sumur Zamzam! Temukan!"
Abdul Muthalib terbangun dengan keyakinan dan semangat baru. Esoknya, dia mengajak Harits menggali dan menggali lebih giat.
Rasa heran orang-orang Quraisy yang melihatnya berubah menjadi tawa.
"Kasihan Abdul Muthalib, mungkin dia sudah kehilangan akal sehatnya!" kata mereka satu sama lain.
Suatu saat, ketika mereka sedang menggali di antara berhala Isaf dan Na'ila, air membersit.
"Air! Harits! Lihat, ada air!" seru Abdul Muthalib saking kagetnya.
"Ayo kita gali terus, Ayah! Ayo gali terus!"
Ketika mereka menggali lebih dalam, tampaklah pedang-pedang dan pelana emas yang pernah ditaruh oleh Mudzaz bin Amr dahulu. Melihat penemuan itu, orang-orang Quraisy datang berbondong-bondong.
"Abdul Muthalib, mari kita berbagi air dan harta emas itu!" pinta mereka.
"Tidak! Tetapi, marilah kita mengadu nasib di antara aku dan kamu sekalian dengan permainan qidh (anak panah). Dua anak panah buat Ka'bah, dua buat aku, dan dua buat kamu. Kalau anak panah itu keluar, dia mendapat bagian. Kalau tidak, dia tidak mendapat apa-apa."
Usul ini disetujui. Juru qidh mengundinya di tengah-tengah berhala di depan Ka'bah. Ternyata, anak panah Quraisy tidak ada yang keluar. Pemenangnya adalah Abdul Muthalib dan Ka'bah. Oleh karena itu, Abdul Muthalib dapat meneruskan tugasnya mengurus air dan keperluan para tamu Mekah setelah Sumur Zamzam memancar kembali.
Mengingat beratnya tugas itu. Abdul Muthalib sangat ingin agar dia mempunyai banyak anak laki-laki yang dapat membantunya.
Pedang dan Pelana Emas
Abdul Muthalib memasang pedang-pedang itu di pintu Ka'bah, sedangkan pelana-pelana emas ditaruh di dalam rumah suci itu sebagai perhiasan.
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 6
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
TEBUSAN SERATUS UNTA
Dengan mem"baja"kan hati, Abdul Muthalib menuntun Abdullah menuju sebuah tempat di dekat sumur Zamzam yang terletak di antara dua berhala Isaf dan Na'ila. Di tempat itulah biasanya orang orang Mekah melakukan pengurbanan hewan untuk dewa-dewa mereka. Namun, masyarakat semakin keras menghalangi Abdul Muthalib melakukan niatnya. Akhirnya, kekerasan hatinya pun luluh.
"Baiklah, tetapi apa yang harus kulakukan agar berhala tetap berkenan kepadaku?"
"Kalau penebusannya dapat dilakukan dengan harta kita, kita tebuslah," kata Mughirah bin Abdullah dari suku Makhzum.
Setelah diadakan perundingan, mereka sepakat menemui seorang dukun di Yatsrib.
"Berapa tebusan kalian?" tanya dukun wanita itu.
"Sepuluh ekor unta."
"Kembalilah ke negeri kalian. Sediakan tebusan 10 ekor unta. Kemudian undi antara unta dan anak itu. Jika yang keluar nama anakmu, tambahlah jumlah untanya, kemudian undi lagi sampai nama unta yang keluar."
Mereka pulang dengan lega dan segera mengundi dengan anak panah. Ternyata yang keluar adalah nama Abdullah. Mereka menambahkan tebusan unta dan mengundi lagi. Ternyata, lagi lagi nama Abdullah yang keluar. Demikianlah, Abdul Muthalib menambah dan menambah terus jumlah unta. Ketika jumlah unta sudah mencapai 100 ekor, barulah nama unta yang keluar.
"Dewa sudah berkenan," seru orang orang.
"Tidak," bantah Abdul Muthalib. "Harus dilakukan sampai 3 kali."
Akhirnya, setelah 3 kali dikocok, yang keluar adalah nama unta. 100 ekor unta itu pun disembelih dan dibiarkan begitu saja tanpa disentuh manusia dan hewan karena mereka beranggapan bahwa unta itu untuk dewa.
Keturunan Dua Orang yang Disembelih
Diriwayatkan dari Rasulullah bahwa beliau bersabda,
"Aku adalah anak dua orang yang disembelih."
Yang dimaksud oleh beliau adalah Nabi Ismail nenek moyangnya, dan Abdullah ayahnya.
Si Penguasa Yaman
Saat Abdul Muthalib memimpin Mekah, ada sebuah peristiwa dahsyat. Kejadian ini bermula dari Yaman, sebuah negeri yang terletak jauh di sebelah selatan Mekah. Saat itu, Yaman diperintah oleh seorang penguasa bernama Abrahah Al Asyram.
"Aku tidak habis pikir, mengapa setiap tahun seluruh bangsa Arab datang ke tanah Mekah?" seru Abrahah kepada para menterinya.
"Paduka tahu, di sana ada sebuah bangunan bernama Ka'bah. Bangunan tua itu begitu disucikan oleh penduduk Jazirah Arab sehingga mereka tidak dapat berpaling darinya. Ke sanalah mereka pergi beribadah menyembah para dewa sepanjang tahun," jawab salah seorang menteri.
"Apa istimewanya bangunan tua yang terbuat dari batu kasar itu? Aku ingin negeri kita, Yaman, mempunyai sebuah rumah suci yang akan membuat bangunan tua di Mekah itu menjadi tidak berarti lagi dan dilupakan orang!"
"Namun, apa mungkin kita bisa membuat rumah suci baru yang bisa menandingi Ka'bah?"
"Mengapa tidak? Buat sebuah gereja yang sangat indah! Hiasi dengan perlengkapan paling mewah yang kita miliki! Gerbang emas, jendela perak, lantai pualam yang berkilau!
Semuanya! Kerahkan seluruh ahli bangunan! Aku ingin gereja itu selesai dalam waktu singkat!"
Tidak lama kemudian, berdirilah sebuah gereja seindah yang diinginkan Abrahah. Sang Penguasa Yaman itu mengunjunginya dengan rasa puas.
"Lihat, tidak lama lagi, seluruh orang Arab akan datang ke sini!"
kata Abrahah kepada bawahannya,
"bahkan orang orang Mekah akan melupakan rumah tua mereka begitu melihat bangunan seindah ini!"
Bendungan Ma'rib
Penduduk asli Yaman adalah kaum Saba. Sebelum datangnya Islam, negeri Yaman telah terkenal dengan kemajuan teknologi bangunannya. Salah satu bangunan yang amat terkenal adalah Bendungan Raksasa Ma'rib. Ketika bangunan ini jebol, banjir besar melanda daerah sekitarnya sehingga para penduduk terpaksa pindah ke negeri lain.
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 7
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Penyerbuan
Ternyata, apa yang diharapkan Abrahah tidak terjadi. Orang-orang Arab sudah sangat mencintai rumah purba Ka'bah sehingga mereka tidak dapat berpaling ke rumah suci yang lain, betapa pun indahnya bangunan itu dibuat. Orang-orang Arab merasa ziarah mereka tidak sah jika tidak mengunjungi Ka'bah. Bahkan, penduduk Yaman sendiri tidak mengindahkan rumah suci baru itu. Seperti biasa, mereka tetap berbondong-bondong berziarah ke Mekah.
"Tidak ada jalan lain!" geram Abrahah.
"Gerakkan pasukan gajah kita! Serbu dan hancurkan Ka'bah! Aku sendiri yang akan memimpin! Jika bangunan tua itu hancur dan rata dengan tanah, orang orang Arab tidak akan punya pilihan lain selain datang ke tempat kita!"
Sang Penguasa Yaman memang ditakuti orang karena pasukan gajah yang dimilikinya. Abrahah sendiri naik di atas gajah yang paling besar dan kuat.
"Maju!" perintahnya.
Terompet pun membahana dan bumi seolah-olah pecah oleh gemuruh pasukan yang maju ke medan perang.
Mendengar keberangkatan pasukan ini untuk menghancurkan Ka'bah, penduduk Jazirah Arab terkejut. Walaupun tahu pasukan Abrahah begitu kuat, jiwa kepahlawanan orang-orang Arab menjulang tinggi di hadapan musuh.
Dzu Nafar, seorang bangsawan Arab, mengerahkan masyarakatnya untuk menahan gerak maju Abrahah. Akan tetapi, ia dikalahkan dan ditawan.
Nufail bin Habib Al Khath'ami memimpin pasukan Kabilah Syahran dan Nahis. Namun, ia juga dikalahkan dan dijadikan penunjuk jalan pasukan Abrahah.
Al Qullayus
Al Qullayus adalah nama gereja yang dibangun Abrahah agar orang tidak lagi pergi ziarah ke Mekah, tetapi ke gereja ini. Mengetahui maksud Abrahah ini, bangsa Arab marah karena kecintaan mereka pada Ka'bah sudah mendarah daging.
Sementara itu, seseorang dari suku Kinani malah pergi memasuki Al Qullayus dan membuat kerusakan di dalamnya. Peristiwa inilah yang memicu Abrahah untuk menghancurkan Ka'bah.
Sikap Penduduk Mekah
"Kita lawan mereka, Abdul Muthalib! Berikan peringatan kepada setiap orang untuk bertempur!"
Orang-orang Quraisy di Mekah panik. Mereka meminta pendapat Abdul Muthalib untuk bertempur. Abdul Muthalib tahu, sekeras apa pun mereka melawan, semuanya akan sia-sia. Pasukan Mekah akan ditaklukkan. Karena itu, ia menjawab dengan bijak,
"Tidak, kita tidak akan mampu. Seorang utusan Abrahah telah tiba dan menyampaikan keterangan bahwa Abrahah tidak akan memerangi kita. Abrahah hanya ingin menghancurkan Ka'bah. Kita akan selamat jika tidak menghalanginya. Aku sarankan semua orang pergi mengungsi ke gunung-gunung di sekeliling kota."
Abdul Muthalib kemudian mendatangi markas Abrahah bersama beberapa orang pemuka Mekah.
"Kembalikan unta-unta kami yang dirampas pasukanmu," kata Abdul Muthalib kepada Abrahah.
"Akan kukembalikan unta-unta itu! Apakah ada hal lain yang engkau minta?" tanya Abrahah.
"Urungkan niatmu untuk menghancurkan Ka'bah. Jika engkau mau, kami akan berikan sepertiga harta dari daerah Tihama yang subur."
Abrahah menggeleng, "Tidak."
"Kalau begitu, kami serahkan pengamanan Ka'bah kepada Tuhan pemilik Ka'bah!" jawab Abdul Muthalib, lalu dia pergi.
Kini kota Mekah kosong. Penduduknya telah mengungsi. Jalan lebar terbuka bagi Abrahah untuk menghancurkan Ka'bah yang letaknya sudah di depan mata.
Tidak ada yang mampu menghalangi kekuatan sebesar itu
Catatan
Abrahah Al Asyram
Abrahah Al Asyram bukanlah penduduk asli Yaman. Ia datang dari negeri Habasyah di Afrika, kemudian menduduki Yaman.
70.000 pasukan Habasyah yang dipimpin Aryath berhasil mengalahkan Yaman. Akan tetapi, Aryath kemudian dibunuh oleh Abrahah. Sejak itulah Abrahah memerintah Yaman.
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 8
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Kehancuran Abrahah
Allåhlah yang melindungi rumah suci-Nya. Ketika pasukan Abrahah bergerak mendekat, gajah Abrahah berhenti. Sekeras apa pun Abrahah memukulinya, gajah itu tetap duduk tenang, bahkan akhirnya berusaha berjalan lagi ke arah Yaman.
"Maju! Maju! Apa yang terjadi padamu?" bentak Abrahah pada tunggangannya.
"Dalam berbagai medan pertempuran, belum pernah kamu mengecewakan aku seperti ini! Kamu bahkan tampak ketakutan! Ada apa sebenarnya?"
"Paduka! Ada yang datang dari arah laut!" teriak seorang prajurit sambil menunjuk-nunjuk panik.
Saat itulah, dari arah laut, Allah mengirim kawanan burung yang kepakan sayapnya menutupi sinar matahari seperti iringan awan mendung yang bergerak cepat. Burung-burung itu menjatuhkan batu-batu menyala ke arah pasukan gajah. Dengan panik setiap orang berusaha menyelamatkan diri, tetapi sia-sia. Semua orang, termasuk Abrahah, mati.
Peristiwa ini Allah abadikan dalam surat Al Fil :
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِأَصْحَابِ الْفِيلِ
Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara bergajah?
Surah Al-Fil (105:1)
أَلَمْ يَجْعَلْ كَيْدَهُمْ فِي تَضْلِيلٍ
Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka´bah) itu sia-sia?
Surah Al-Fil (105:2)
وَأَرْسَلَ عَلَيْهِمْ طَيْرًا أَبَابِيلَ
dan Dia mengirimkan kapada mereka burung yang berbondong-bondong,
Surah Al-Fil (105:3)
تَرْمِيهِمْ بِحِجَارَةٍ مِنْ سِجِّيلٍ
yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar,
Surah Al-Fil (105:4)
فَجَعَلَهُمْ كَعَصْفٍ مَأْكُولٍ
lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat).
Surah Al-Fil (105:5)
Wabah Penyakit
Sebagian ahli tafsir berpendapat bahwa yang dibawa burung itu adalah kuman kuman wabah penyakit cacar. Dalam beberapa hari saja seluruh pasukan mati dengan tubuh rusak seperti daun dimakan ulat.
Abrahah berhasil kembali ke Yaman, tetapi tidak lama setelah itu ia pun mati seperti pasukannya.
Kembali ke Mekah
Abdullah bin Abdul Muthalib tidak jadi disembelih karena telah ditebus ayahnya dengan 100 ekor unta.
Abdullah adalah pemuda yang berwajah tampan. Kegagahan parasnya banyak menarik perhatian gadis-gadis Mekah. Apalagi setelah mereka tahu bahwa nyawa Abdullah telah ditebus dengan 100 ekor unta, suatu jumlah yang luar biasa yang tidak pernah dialami seorang pun sebelumnya. Walaupun banyak gadis yang berusaha menggodanya, kesopanan Abdullah tetap terjaga.
Gadis yang Meminang
Setelah penebusan Abdullah, Abdul Muthalib menggandeng tangan putranya menuju rumah Wahb bin Abdul Manaf. Wahb mempunyai seorang putri bernama Aminah. Abdul Muthalib sudah sepakat dengan Wahb untuk menikahkan putra-putri mereka.
Namun, di tengah jalan, seorang gadis cantik menegur Abdullah, "Engkau akan pergi ke mana, wahai Abdullah?"
"Aku akan pergi bersama ayahku."
Tanpa memedulikan Abdul Muthalib, gadis itu berkata, "Kulihat engkau memang dituntun ayahmu, tak ubahnya seperti seekor unta yang akan disembelih. Demi engkau, aku akan menerimamu jika engkau mau menikahi diriku sekarang juga."
Abdullah terperangah. Ia menatap gadis itu dengan gugup.
"Siapakah gadis ini? Pikir Abdullah, "dilihat dari pakaiannya yang dipenuhi perhiasan mahal, ia pasti seorang gadis bangsawan. Matanya yang hitam memancarkan sinar yang teduh seperti yang biasa dimiliki gadis-gadis berperangai lemah lembut dan penuh kasih sayang. Apa yang harus kukatakan kepadanya?"
Ketika Abdullah menoleh kepada ayahnya, dilihatnya Abdul Muthalib memberi isyarat agar Abdullah terus melangkah dan tidak menggubris sang gadis .
"Aku bersama ayahku." Aku tak kuasa menolak kehendaknya dan berpisah dengannya.
Abdullah kembali berjalan bersama ayahnya. Hatinya dipenuhi rasa iba dan simpati kepada gadis yang ditinggalkannya.
Hari itu juga, Abdul Muthalib datang ke rumah Wahb bin Abdul Manaf. Mereka sepakat menjodohkan Abdullah dengan Aminah.
Keesokan harinya, Abdullah bertemu lagi dengan gadis yang kemarin. Abdullah menyapanya, "Mengapa engkau tidak menyapaku seperti kemarin?"
Gadis itu menjawab dengan ketus, "Sinar berseri-seri yang kemarin kulihat pada wajahmu sudah tidak ada lagi. Karena itu, sekarang aku sudah tidak membutuhkanmu!"
Sinar Kenabian
Sinar berseri-seri yang dilihat sang gadis pada wajah Abdullah menurut sebagian ahli sejarah adalah sinar kenabian yang akan diturunkan Abdullah kepada putranya.
Ketika Abdullah sudah dijodohkan dengan Aminah, maka gadis itu sudah tidak bisa lagi berharap akan memiliki putra yang kelak menjadi nabi.
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Pernikahan Abdullah dengan Aminah
Allah sudah menentukan bahwa jodoh yang paling tepat untuk Abdullah adalah Aminah binti Wahb. Aminah adalah gadis yang paling baik keturunan dan kedudukannya di kalangan suku Quraisy.
Musim semi tahun 570 Masehi pun tiba. Batang-batang gandum di Yaman tumbuh menjulang tinggi. Dedaunan kurma di kota Tha'if kembali bersemi. Sementara itu, padang-padang rumput dipenuhi harum bunga-bunga yang tumbuh di kebun-kebun.
Bagi penduduk Mekah, musim semi adalah tanda kebebasan dan dimulainya lagi perdagangan musim panas ke Syria. Abdullah pun berniat pergi musim ini.
"Kanda, sebenarnya hatiku sangat berat melepas kepergianmu. Entah mengapa hatiku diliputi kekhawatiran dan kegelisahan. Aku bahkan berharap dapat menemukan suatu alasan untuk menahan kepergianmu," keluh Aminah kepada suaminya.
Abdullah tersenyum menentramkan, "Hatiku pun terasa tertinggal di sini, Dinda. Aku tahu begitu besar rasa sayangmu kepadaku sehingga engkau berharap dapat terus berada di sisiku."
"Bukan cuma itu, damai rasanya berada di sampingmu, Kanda."
Abdullah mengangguk, "Tetapi Dinda, kini di dalam perutmu ada bayi kita. Kau tahu aku adalah pemuda tak berada. Saat ini, kita hanya mempunyai lima ekor kambing perah. Selain itu, tak ada lagi kekayaan yang dapat menghidupi kita berdua selain sedikit kurma dan daging kering. Karena itu, inilah saatnya bagiku untuk pergi berniaga dan menambah penghasilan kita."
Aminah terpaksa mengangguk menerima kenyataan itu. Ia memandang kepergian Abdullah dengan sendu, seolah itu adalah detik-detik terakhir ia dapat melihat wajah suaminya.
Hamzah bin Abdul Muthalib
Pada hari pernikahan Abdullah dengan Aminah, Abdul Muthalib pun menikahi sepupunya yang bernama Hala. Dari perkawinan ini, lahirlah Hamzah, paman Rasulullah yang seusia dengan beliau.
Abdullah Meninggal
Bersama kafilah dagang, Abdullah tiba di Gaza. Kemudian, dalam perjalanan pulang, ia singgah di Yatsrib. Di sana, ia tinggal bersama saudara-saudara ibunya. Namun, ketika kawan-kawannya dari Mekah hendak mengajaknya pulang, Abdullah jatuh sakit.
"Rasanya, aku takkan kuat menempuh perjalanan pulang," kata Abdullah kepada kawan-kawannya. "Kalian berangkatlah dan sampaikan pesan kepada ayahku bahwa aku jatuh sakit."
Kawan-kawannya mengangguk, "Akan kami sampaikan pesanmu. Baik-baiklah engkau di sini."
Kafilah Mekah pun beranjak pulang. Ketika tiba di rumah, mereka menyampaikan pesan Abdullah kepada Abdul Muthalib.
"Harits!" panggil Abdul Muthalib kepada putra sulungnya. "Pergilah ke Yatsrib. Lihatlah keadaan adikmu. Jika sudah sembuh, jemputlah ia pulang."
Harits pun segera berangkat. Ketika tiba di rumah paman-pamannya di Yatsrib, yang ditemuinya adalah wajah-wajah duka.
"Abdullah telah meninggal," kata mereka kepadanya, "mari, kami antar engkau ke pusaranya."
Harits pun menyampaikan berita sedih itu ke Mekah. Melelehlah air mata di pipi Abdul Muthalib. Namun, kesedihan yang paling berat dirasakan oleh Aminah. Apalagi di saat itu ia tengah menantikan kelahiran bayinya.
"Selamat jalan, Kanda," isak Aminah, "hilanglah seluruh kebahagiaan hidupku bersamamu. Kini, tinggallah aku yang hidup untuk membesarkan bayi kita."
Tidak lama lagi, bayi Aminah akan lahir. Bayi yang kelak ditakdirkan Allah menjadi orang besar yang mengubah jalannya sejarah dunia.
Peninggalan Abdullah
Saat meninggal, Abdullah meninggalkan lima ekor unta, sekelompok ternak kambing, dan seorang budak perempuan bernama Ummu Aiman yang kelak menjadi pengasuh Rasulullah. Nama aslinya adalah Barokah. Ia berasal dari Habasyah.
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 9
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Pernikahan Abdullah dengan Aminah
Allah sudah menentukan bahwa jodoh yang paling tepat untuk Abdullah adalah Aminah binti Wahb. Aminah adalah gadis yang paling baik keturunan dan kedudukannya di kalangan suku Quraisy.
Musim semi tahun 570 Masehi pun tiba. Batang-batang gandum di Yaman tumbuh menjulang tinggi. Dedaunan kurma di kota Tha'if kembali bersemi. Sementara itu, padang-padang rumput dipenuhi harum bunga-bunga yang tumbuh di kebun-kebun.
Bagi penduduk Mekah, musim semi adalah tanda kebebasan dan dimulainya lagi perdagangan musim panas ke Syria. Abdullah pun berniat pergi musim ini.
"Kanda, sebenarnya hatiku sangat berat melepas kepergianmu. Entah mengapa hatiku diliputi kekhawatiran dan kegelisahan. Aku bahkan berharap dapat menemukan suatu alasan untuk menahan kepergianmu," keluh Aminah kepada suaminya.
Abdullah tersenyum menentramkan, "Hatiku pun terasa tertinggal di sini, Dinda. Aku tahu begitu besar rasa sayangmu kepadaku sehingga engkau berharap dapat terus berada di sisiku."
"Bukan cuma itu, damai rasanya berada di sampingmu, Kanda."
Abdullah mengangguk, "Tetapi Dinda, kini di dalam perutmu ada bayi kita. Kau tahu aku adalah pemuda tak berada. Saat ini, kita hanya mempunyai lima ekor kambing perah. Selain itu, tak ada lagi kekayaan yang dapat menghidupi kita berdua selain sedikit kurma dan daging kering. Karena itu, inilah saatnya bagiku untuk pergi berniaga dan menambah penghasilan kita."
Aminah terpaksa mengangguk menerima kenyataan itu. Ia memandang kepergian Abdullah dengan sendu, seolah itu adalah detik-detik terakhir ia dapat melihat wajah suaminya.
Hamzah bin Abdul Muthalib
Pada hari pernikahan Abdullah dengan Aminah, Abdul Muthalib pun menikahi sepupunya yang bernama Hala. Dari perkawinan ini, lahirlah Hamzah, paman Rasulullah yang seusia dengan beliau.
Abdullah Meninggal
Bersama kafilah dagang, Abdullah tiba di Gaza. Kemudian, dalam perjalanan pulang, ia singgah di Yatsrib. Di sana, ia tinggal bersama saudara-saudara ibunya. Namun, ketika kawan-kawannya dari Mekah hendak mengajaknya pulang, Abdullah jatuh sakit.
"Rasanya, aku takkan kuat menempuh perjalanan pulang," kata Abdullah kepada kawan-kawannya. "Kalian berangkatlah dan sampaikan pesan kepada ayahku bahwa aku jatuh sakit."
Kawan-kawannya mengangguk, "Akan kami sampaikan pesanmu. Baik-baiklah engkau di sini."
Kafilah Mekah pun beranjak pulang. Ketika tiba di rumah, mereka menyampaikan pesan Abdullah kepada Abdul Muthalib.
"Harits!" panggil Abdul Muthalib kepada putra sulungnya. "Pergilah ke Yatsrib. Lihatlah keadaan adikmu. Jika sudah sembuh, jemputlah ia pulang."
Harits pun segera berangkat. Ketika tiba di rumah paman-pamannya di Yatsrib, yang ditemuinya adalah wajah-wajah duka.
"Abdullah telah meninggal," kata mereka kepadanya, "mari, kami antar engkau ke pusaranya."
Harits pun menyampaikan berita sedih itu ke Mekah. Melelehlah air mata di pipi Abdul Muthalib. Namun, kesedihan yang paling berat dirasakan oleh Aminah. Apalagi di saat itu ia tengah menantikan kelahiran bayinya.
"Selamat jalan, Kanda," isak Aminah, "hilanglah seluruh kebahagiaan hidupku bersamamu. Kini, tinggallah aku yang hidup untuk membesarkan bayi kita."
Tidak lama lagi, bayi Aminah akan lahir. Bayi yang kelak ditakdirkan Allah menjadi orang besar yang mengubah jalannya sejarah dunia.
Peninggalan Abdullah
Saat meninggal, Abdullah meninggalkan lima ekor unta, sekelompok ternak kambing, dan seorang budak perempuan bernama Ummu Aiman yang kelak menjadi pengasuh Rasulullah. Nama aslinya adalah Barokah. Ia berasal dari Habasyah.
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 10
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Kelahiran Muhammad صلى الله عليه وسلم
Pada hari Senin pagi tanggal 12 Rabiul Awwal pada tahun yang sama dengan penyerbuan Abrahah (tahun gajah), Aminah melahirkan seorang bayi laki-laki. Saat itu bertepatan dengan bulan Agustus tahun 570 Masehi. (Sebagian pendapat mengatakan bahwa Aminah melahirkan pada tanggal 20 atau 21 April tahun 571 Masehi).
Aminah mengutus seseorang sambil berkata, "Pergilah kepada Abdul Muthalib dan katakan, 'Sesungguhnya telah lahir bayi untukmu. Oleh karena itu, datang dan lihatlah '."
Abdul Muthalib bergegas datang. Ketika mengambil bayi itu dari pelukan Aminah, dadanya bergemuruh dipenuhi rasa sayang.
"Kehadiranmu mengingatkan aku kepada ayahmu. Sungguh, di hatiku kini dirimu hadir sebagai pengganti Abdullah."
Dengan penuh rasa syukur, orangtua itu menggendong cucunya berthawaf, mengelilingi Ka'bah. Kali ini tidak kepada berhala, tetapi kepada Allah. Abdul Muthalib berdoa dan bersyukur.
"Aku memberimu nama Muhammad," kata Abdul Muthalib.
Muhammad berarti terpuji, sebuah nama yang tidak umum di kalangan masyarakat Arab, tetapi cukup dikenal.
Kemudian, ia memerintahkan orang untuk menyembelih unta dan mengundang makan masyarakat Quraisy.
"Siapa nama putra Abdullah, cucumu itu?" tanya seseorang kepada Abdul Muthalib.
"Muhammad."
"Mengapa tidak engkau beri nama dengan nama nenek moyang kita?"
"Kuinginkan ia menjadi orang yang terpuji, bagi Tuhan di langit dan bagi makhluk-Nya di bumi," jawab Abdul Muthalib.
Cahaya Aminah
Ketika Aminah mengandung Nabi Muhammad, ia melihat seberkas sinar keluar dari perutnya dan dengan sinar tersebut ia melihat istana-istana Busra di Syam.
Saat itu di kalangan bangsawan Arab sudah berlaku tradisi yang baik, yakni mereka mencari wanita-wanita desa yang bisa menyusui anak-anaknya.
Anak-anak disusukan di pedalaman agar terhindar dari penyakit, memiliki tubuh yang kuat dan agar dapat belajar bahasa Arab yang murni di daerah pedesaan.
Tidak lama kemudian ke Mekah datanglah serombongan wanita dari kabilah bani Sa'ad mencari bayi untuk disusui. Di antara mereka ada seorang ibu bernama Halimah binti Abu Dzu'aib.
"Suamiku," Panggil Halimah "tahun ini sungguh tahun kering tak ada tersisa sedikit pun hasil panen di kampung halaman kita. Lihat unta tua kita tidak lagi menghasilkan susu sehingga anak-anak menangis pada malam hari karena lapar."
"Semoga kita mendapat bayi seorang bangsawan kaya yang dapat memberi kita upah yang layak untuk menanggulangi kesengsaraan ini," jawab sang suami.
Namun harapan mereka tak terkabul, hampir semua bayi bangsawan kaya telah diambil oleh teman-teman serombongan mereka. Hanya ada satu bayi dalam gendongan ibunya yang mereka temui.
"Namanya Muhammad" kata Aminah kepada pasangan tersebut "ia anak yatim tinggal aku dan kakeknya yang merawatnya." Halimah dan suaminya, Al-Harits bin Abdul Uzza saling berpandangan.
Mereka enggan menerima anak yatim karena tidak ada Ayah yang dapat memberi mereka upah yang layak. Pasangan tersebut menggeleng dan pergi mencari bayi lain, Aminah memandangi bayi dalam dekapannya dengan sendu. Setiap wanita Bani Saad yang mendapat tawaran untuk menyusui Muhammad, selalu menolaknya karena anak yatim.
Tsuwaibah
Sebelum kedatangan para wanita Bani sa'ad, Muhammad disusui Tsuwaibah budak perempuan Abu Lahab.
Hanya beberapa hari Muhammad disusui oleh Tsuwaibah.
Akan tetapi, di kemudian hari, di sepanjang hidupnya Muhammad selalu memperlakukan Tsuwaibah dengan baik.
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 11
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Halimah
Ketika Halimah dan Harits kembali ke rombongan, mereka melihat semua kawan mereka telah mendapatkan bayi untuk dibawa pulang dan disusui.
Melihat itu, Halimah berkata kepada suaminya,
"Demi Allah, aku tak ingin mereka melihatku pulang tanpa membawa bayi. Demi Allah, aku akan pergi kepada anak yatim itu dan mengambilnya."
"Tidak salah kalau engkau mau melakukannya. Semoga Allah memberi kita keberkahan melalui anak yatim tersebut."
Akhirnya Halimah dan suaminya kembali menemui Aminah dan membawa Muhammad ke dusun mereka. Aminah melepas bayinya itu dengan perasaan lega bercampur sedih. Lega karena akhirnya ada yang mengasuh Muhammad, sedih karena harus berpisah dengannya selama dua tahun ke depan.
"Pergilah, Nak. Ibu menunggumu di sini," bisik Aminah dengan pipi yang hangat dialiri air mata.
Tatkala menggendong Muhammad, Halimah keheranan, "Aku tidak merasa repot membawanya, seakan-akan tidak bertambah beban."
Kemudian, Halimah menyusui Muhammad.
"Lihat, bayi ini menyusu dengan lahap," kata Halimah kepada suaminya.
Setelah menyusui Muhammad, Halimah menyusui bayinya sendiri. Bayi itu juga menyusu dengan lahap. Setelah itu, Muhammad dan bayi Halimah tertidur dengan lelap.
"Anak kita tidur dengan lelap," bisik Halimah kepada suaminya, "padahal, sebelumnya kita hampir tidak bisa tidur karena ia rewel terus sepanjang malam."
Malam itu, keduanya bertambah heran karena unta tua mereka ternyata kini menghasilkan susu.
"Engkau tahu, Halimah. Sebelum ini unta tua kita tidak menghasilkan susu setetes pun," gumam Harits.
Suami istri itu meminum air susu unta sampai kenyang.
"Malam ini benar-benar malam yang indah, " kata Halimah kepada Harits, "bayi kita tertidur lelap dan kita pun bisa beristirahat dengan perut kenyang."
"Demi Allah, tahukah engkau Halimah, engkau telah mengambil anak yang penuh berkah."
"Demi Allah, aku pun berharap demikian."
Kebanggaan Rasulullah
Lingkungan di Bani Sa'ad benar-benar sangat murni. Kelak Rasulullah pun dapat berkata dengan bangga, "Aku adalah keturunan Arab yang paling tulen. Sebab aku anak suku Quraisy yang menyusui di Bani Sa'ad bin Bakr."
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمَّد
Keberkahan
Keberkahan yang dibawa Muhammad kecil tidak berhenti sampai di situ.
Ketika dalam perjalanan kembali ke dusun Bani Sa'ad, terjadi hal yang mengherankan.
"Suamiku, tidakkah engkau melihat hal yang aneh pada keledai tungganganku?" tanya Halimah.
"Saat kita pergi, keledai ini berjalan pelan sekali," Harits menanggapi, "tetapi, kini ia dapat berjalan cepat seolah tak kenal lelah. Padahal, beban yang dibawanya cukup berat."
Keledai itu berjalan cukup cepat sehingga bisa menyusul dan melewati rombongan wanita Bani Sa'ad lainnya yang telah berjalan lebih dulu.
"Halimah putri Abu Dhu'aibi!" panggil para wanita itu keheranan, "tunggulah kami! Bukankah ini keledai yang engkau tunggangi saat kita pergi?"
"Demi Allah, begitulah," balas Halimah, "ini memang keledaiku yang dulu."
"Demi Allah, keledaimu itu kini bertambah perkasa!"
Ketika tiba di rumah, Halimah dan Harits tambah terkejut.
"Sepetak tanah kita!" bisik Halimah tak percaya.
"Sepetak tanah kita ini jadi begitu hijau dan subur! Padahal, saat kita berangkat, tak ada sepetak tanah pun yang lebih gersang dari ini!"
"Domba-domba juga!" seru Harits, "domba domba kita jadi gemuk dan susunya penuh. Kini kita dapat memerah dan meminum susu mereka setiap hari."
Begitulah keberkahan yang mereka terima selama mengasuh Muhammad. Namun, dua tahun pun berlalu, kini tiba saatnya mengembalikan Muhammad kepada ibunya.
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 12
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Muhammad Kembali Ke Dusun
Halimah dan suaminya mengembalikan Muhammad kepada Aminah. Alangkah bahagianya Aminah bertemu lagi dengan putra tunggalnya itu.
"Lihat! Kini engkau tumbuh menjadi anak yang tegap dan sehat!" ujar Aminah.
Aminah memandang Halimah dan suaminya dengan mata berbinar-binar penuh rasa terimakasih," Kalian telah merawat Muhammad dengan baik, bagaimana aku harus berterimakasih?"
Halimah dan suaminya berpandangan dengan gelisah. Sebenarnya mereka merasa berat berpisah dengan Muhammad. Mereka amat menyayangi anak itu. Selain itu, sejak Muhammad datang, kehidupan mereka dipenuhi keberkahan.
"Kami cuma berharap andaikan saja engkau sudi membiarkan anak ini tetap bersama kami hingga menjadi besar. Sebab, aku khawatir ia terserang penyakit menular yang kudengar kini sedang mewabah di Mekah," pinta Halimah.
Aminah menyadari bahwa yang mereka pinta dan katakan ada benarnya, tetapi hatinya bimbang karena hampir tak sanggup berpisah lagi dengan putranya. Ketika, Abdul Muthalib datang. Bangga sekali ia melihat pertumbuhan cucunya yang begitu bagus di daerah pedalaman, maka ia berkata:
"Aku ingin Muhammad kembali ke Dusun Bani Sa'ad sampai ia berusia lima tahun," kata Abdul Muthalib, "agar ia di situ belajar berkata-kata dan telinganya terbiasa mendengarkan bahasa Arab yang murni dengan fasih pula."
Aminah mengerti bahwa ia harus kembali melepas Muhammad demi masa depan putranya sendiri.
"Beri aku waktu beberapa hari bersama putraku, setelah itu bolehlah kalian membawanya kembali," kata Aminah.
Akhirnya, Muhammad pun dibawa kembali ke dusun Bani Sa'ad. Namun, di sana ia mengalami sebuah peristiwa yang sangat mengguncangkan.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمَّد
Pembelahan Dada
Peristiwa itu terjadi tidak lama setelah keluarga Halimah kembali ke pedalaman. Saat itu umur Muhammad belum lagi genap tiga tahun.
Hari itu, Muhammad kecil ikut menggembalakan kambing bersama saudara-saudaranya. Tiba-tiba salah seorang putra Halimah datang berlari-lari sambil menangis.
"Ada apa?" Tanya Halimah dan suaminya panik.
"Saudaraku yang dari Quraisy itu! Dia diambil oleh seorang laki-laki berbaju putih. Dia dibaringkan. Perutnya dibelah sambil dibalik-balikkan!"
Halimah dan Harits segera berlari mencari Muhammad. Mereka menemukan anak itu sedang sendiri. Wajah Muhammad pucat pasi. Halimah dan suaminya memperhatikan wajah Muhammad baik-baik.
"Apa yang terjadi padamu, Nak?" tanya mereka.
"Aku didatangi oleh seorang laki-laki berpakaian putih. Aku dibaringkan lalu perutku dibedah. Mereka mencari sesuatu di dalamnya. Aku tak tahu apa yang mereka cari."
Tanpa bertanya lagi Halimah segera membawa Muhammad pulang. Hatinya dipenuhi kecemasan.
"Aku takut Muhammad didatangi dan digoda oleh jin" kata Halimah kepada suaminya.
"Lebih baik kita membawanya kembali ke Mekah," jawab Harits
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 13
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمَّد
*Percakapan dengan Aminah *
Karena kejadian itu, Halimah kembali ke Mekah dan menyerahkan Muhammad kepada ibunya. Aminah menerima kedatangan mereka dengan rasa heran,
"Mengapa engkau mengantarkannya kepadaku, wahai ibu susuan? Padahal sebelumnya engkau meminta ia tinggal denganmu?"
"Ya," jawab Halimah,
"Allah telah membesarkan Muhammad. Aku sudah menyelesaikan apa yang menjadi tugasku. Aku merasa takut karena ada banyak kejadian terjadi padanya. Jadi, ia aku kembalikan kepadamu seperti yang engkau inginkan."
"Sebenarnya, apa yang terjadi?" tanya Aminah, "berkatalah dengan benar kepadaku."
Halimah terdiam sejenak, lalu bercerita dengan rasa berat, "Ada dua orang berbaju putih membawanya ke puncak bukit. Mereka membelah dan mengeluarkan sesuatu dari dalam dadanya."
Setelah berkata demikian, Halimah mengangkat wajahnya memandang Aminah, tetapi ia terkejut melihat wajah Aminah demikian tenang.
"Apakah engkau takut setanlah yang mengganggunya?" tanya Aminah.
Halimah mengangguk,
"Itulah sebenarnya yang membuatku khawatir sehingga cepat-cepat mengembalikannya kepadamu."
Aminah menarik napas.
"Demi Allah," katanya,
"Setan tidak akan mendapatkan jalan untuk masuk ke dalam jiwa Muhammad. Sesungguhnya, anakku akan menjadi orang besar di kemudian hari. Ketika aku mengandungnya, aku melihat sinar keluar dari perutku. Dengan sinar tersebut aku bisa melihat istana-istana Busra di Syam menjadi terang-benderang.
Demi Allah, aku belum pernah melihat orang mengandung yang lebih ringan dan lebih mudah seperti yang kurasakan. Ketika aku melahirkannya, ia meletakkan tangannya di tanah dan kepalanya menghadap ke langit."
Halimah mendengar semua itu dengan takjub. Aminah menyentuh tangan Halimah dan berkata lembut,
"Biarkan ia bersamamu dan pulanglah dengan tenang."
Muhammad kecil pun kembali dibawa pulang. Namun, lagi-lagi terjadi sebuah peristiwa yang akhirnya membuat Halimah benar-benar kawatir dan mengembalikan Muhammad kepada ibunya.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمَّد
Orang-Orang Habasyah
"Kak, tunggu!" seru Muhammad sambil berlari menuruni bukit. Saat itu, usia Muhammad sudah 5 tahun. Ia sedang berlari mengejar saudara-saudaranya, yaitu anak-anak Halimah. Mereka sedang menggembala kambing.
"Ayo Muhammad kejar kami kalau bisa!" ujar Syaima, anak perempuan sulung Halimah sambil tertawa.
Anak-anak itu terus bermain. Diam-diam, ada beberapa orang Nasrani dari Habasyah sedang memerhatikan mereka.
"Lihat, Kak! Itu Ibu datang!" seru Muhammad.
Anak-anak menoleh. Mereka memekik senang melihat Halimah datang menjemput.
Namun, wajah Halimah tampak khawatir. Ia mencurigai beberapa bayangan yang sedang mengintai sambil berbisik-bisik di kejauhan. Hatinya makin berdebar ketika orang-orang Habasyah itu datang mendekat. Tanpa memedulikan dirinya, mereka langsung mendekati Muhammad.
"Paman mau apa?" tanya Muhammad.
"Berbaliklah, Nak! Kami ingin melihat punggungmu!" perintah salah seorang dari mereka.
Muhammad membalikkan badan, lalu orang-orang Habasyah itu saling pandang dengan wajah terkejut. Tanpa berkata apa-apa lagi, mereka berbalik ke tempat semula dan kembali berunding berbisik-bisik.
"Kalian bermainlah lagi, Ibu akan mencari tahu apa yang mereka bicarakan!" kata Halimah kepada Muhammad dan saudara-saudaranya.
Diam-diam, Halimah mendekati tempat orang-orang Habasyah itu berada dan terkejut mendengar apa yang mereka katakan,
"Kita harus merampas anak ini dan membawanya kepada raja di negeri kita. Kita telah mengetahui seluk beluk tentang dia! Ada tanda di punggungnya yang meramalkan anak ini kelak akan menjadi orang besar."
Diam-diam, Halimah menjauh,
"Aku harus melarikan Muhammad dari mereka sekarang juga!"
Tanda-Tanda Rasul Terakhir pada Injil
Orang-orang Nasrani Habasyah itu tahu bahwa seorang Rasul terakhir akan dibangkitkan dan mereka diperintahkan mengikutinya seperti yang tertera pada Injil di bagian Kitab Ulangan (18): 15-22,
"Bahwa seorang Nabi di antara kamu, dari antara segala saudaramu dan yang seperti aku ini, yaitu akan dibangkitkan oleh Tuhan Allah-mu bagi kamu, maka dia haruslah kamu dengar."
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمَّد
Muhammad Menghilang
Halimah cepat-cepat mengajak Muhammad pergi, namun dari kejauhan orang-orang Habasyah itu terlihat bergegas mengikuti mereka. Untunglah Halimah mengenal daerah itu dengan baik, sehingga mereka bisa melepaskan diri dari kejaran orang-orang Habasyah walaupun dengan susah payah.
Tidak berapa lama kemudian, Halimah berkemas menyiapkan Muhammad untuk segera kembali ke Mekah.
Sedih sekali Muhammad harus berpisah dengan saudara-saudaranya. Syaima, Unaisah, dan Abdullah.
"Muhammad, jangan lupakan kami ya?" pinta Syaima dengan mata berkaca-kaca.
Muhammad mengangguk sambil memeluk mereka satu persatu. Kemudian, berangkatlah Muhammad meninggalkan dusun Bani Sa'ad dengan semua kenangan indah yang tidak akan pernah hilang dari benaknya seumur hidup.
Halimah mengelus kepala Muhammad penuh sayang,
"Bergembiralah, Muhammad. Engkau akan berjumpa dengan ibu dan kakekmu."
Mekah pada malam hari sangat ramai ketika mereka tiba. Saat melalui kerumunan orang itulah, Muhammad terpisah dan hilang. Halimah kebingungan. Ia takut orang-orang Habasyah itu diam-diam masih mengikuti mereka dan mengambil kesempatan ini untuk menculik Muhammad.
Sambil menangis, Halimah mendatangi Abdul Muthalib, "Sungguh, pada malam ini, aku datang dengan Muhammad, namun ketika aku melewati Mekah Atas, ia menghilang dariku. Demi Allah, aku tidak tahu di mana kini ia berada."
Setelah memerintahkan orang untuk mencari, Abdul Muthalib berdiri di samping Ka'bah, lalu berdoa kepada Allah agar Dia mengembalikan Muhammad kepadanya.
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 14
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمَّد
Bertemu Kakek dan Ibunda
Tidak lama kemudian, datanglah seseorang bernama Waraqah bin Naufal dan seorang temannya dari Quraisy. Keduanya menyerahkan Muhammad kepada Abdul Muthalib,
"Ini anakmu, kami menemukannya di Mekah Atas."
Alangkah lega dan gembiranya Abdul Muthalib.
"Cucuku!" katanya sambil mendekap Muhammad.
Abdul Muthalib memperhatikan cucunya dengan wajah berseri-seri, "Apakah kamu mau kakek ajak menunggangi unta yang hebat?"
"Mau. Tetapi, mana untanya kek?"
Sambil tertawa, orang tua itu mengangkat Muhammad dan mendudukkannya di atas bahu.
"Kau kini telah menduduki untanya, Nak! Ha....ha....ha...."
"Wah, unta hebatnya kok sudah tua ya Kek?"
"Biar tua, tapi ini unta yang hebat, cucuku! Lihat unta ini mampu mengajakmu berthawaf mengelilingi Ka'bah."
Abdul Muthalib membawa Muhammad berthawaf di Kabah. Setelah itu ia memintakan perlindungan Tuhan untuk cucunya itu dan mendoakannya.
"Mari kita menemui ibumu sekarang," ajak Abdul Muthalib.
Alangkah senangnya anak dan ibu itu ketika mereka saling bertemu. Walaupun demikian, tersisip kesedihan di hati Muhammad ketika ia melepas Halimah As Sa'diyah, ibu susu yang selama ini telah merawatnya dengan limpahan kasih yang demikian besar.
"Selamat tinggal Muhammad. Jadilah orang besar seperti yang pernah dikatakan ibumu," kata Halimah sambil beranjak pergi.
Sampai dewasa, Muhammad tidak pernah memutuskan tali silaturahim dengan ibu susunya itu.
Gembala Kambing
Mulai dari hidupnya di Bani Sa'ad sampai masa kecilnya di Mekah, hidup Nabi Muhammad dilalui sebagai seorang gembala.
Waraqah bin Naufal
Waraqah bin Naufal adalah paman Khodijah
(kelak menjadi istri Muhammad).
Waraqah bin Naufal tidak menyukai berhala. Ia tetap mengikuti ajaran Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail, menjadi hamba Allah yang setia.
Ia tidak meminum minuman keras dan tidak berjudi. Ia bermurah hati terhadap orang orang miskin yang membutuhkan pertolongannya.
Di Bawah Asuhan Kakek
Sejak itu, Abdul Muthalib bertindak sebagai pengasuh cucunya. Ia mengasuh Muhammad dengan sungguh-sungguh dan mencurahkan segala kasih sayangnya.
Abdul Muthalib adalah pemimpin seluruh Quraisy dan seluruh Mekah. Untuk dia, diletakkan hamparan khusus tempatnya duduk di bawah naungan Ka'bah. Anak-anak beliau, paman-paman Muhammad, tidak ada yang berani duduk di tempat itu. Mereka duduk di sekeliling hamparan itu sebagai penghormatan kepada ayah mereka.
Suatu saat, Muhammad kecil yang montok itu duduk di atas hamparan tersebut. Serentak paman-paman beliau langsung memegang dan menahan Muhammad agar tidak duduk di atas hamparan. Namun, ketika Abdul Muthalib datang dan melihat kejadian tersebut, berkata:
"Biarkan anakku itu," katanya, "Demi Allah, sesungguhnya dia akan memiliki kedudukan yang agung."
Kemudian, Abdul Muthalib duduk di atas hamparan tersebut sambil memangku Muhammad. Dielus-elusnya punggung Muhammad penuh sayang. Abdul Muthalib bergembira dengan apa yang dilakukan cucunya itu.
Lebih-lebih lagi, kecintaan kakek kepada cucunya itu timbul ketika Aminah kemudian berniat membawa Muhammad ke Yatsrib untuk diperkenalkan kepada saudara-saudara ibunya dari keluarga Najjar.
Perjalanan ini juga bertujuan menengok makam Abdullah, ayah Muhammad. Sudah lama Aminah memendam keinginan untuk menengok makam suami tercintanya itu. Kini, ia akan berangkat dengan ditemani putranya seorang.
Aminah Wafat
Dalam perjalanan itu, Aminah membawa Ummu Aiman, budak perempuan peninggalan Abdullah. Sesampainya di Yatsrib, mereka disambut oleh saudara-saudara Aminah. Kepada Muhammad diperlihatkan rumah tempat ayahnya meninggal dulu serta tempat ia dikuburkan.
Itu adalah saat pertama Muhammad benar-benar merasa dirinya sebagai anak yatim. Apalagi ia mendengar ibunya bercerita panjang lebar tentang sang ayah tercinta yang setelah beberapa waktu tinggal bersama-sama, kemudian meninggal dunia.
(Di kemudian hari, setelah hijrah, pernah juga Rasulullah SAW menceritakan kepada sahabat-sahabatnya tentang kisah perjalanan masa kecil beliau ke Yatsrib yang saat itu telah berubah nama menjadi Madinah.
Beliau amat terkenang dengan perjalanan bersama ibunya itu, kisah perjalanan penuh cinta pada Madinah, kisah penuh duka pada orang yang ditinggalkan keluarganya.)
Sesudah cukup sebulan tinggal di Madinah, mereka pun bersiap pulang. Mereka berjalan dengan menggunakan dua ekor unta yang mereka bawa dari Mekah.
Akan tetapi, di tengah perjalanan, di sebuah tempat bernama Abwa*), Aminah menderita sakit hingga kemudian meninggal di tempat itu.
"Ibu! Ibu!" panggil Muhammad kepada ibunya yang sudah wafat.
Dalam pelukan Ummu Aiman, dengan air mata meleleh, Muhammad menyaksikan tubuh ibunya dikuburkan di tempat itu.
Pada usia enam tahun. Muhammad SAW telah menjadi seorang anak yatim piatu.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمَّد
) *Abwa
Abwa adalah sebuah dusun yang terletak di antara Madinah dengan Juhfa. Jaraknya 37 km dari Madinah
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 15
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمَّد
Abdul Muthalib Wafat
Muhammad dibawa pulang oleh Ummu Aiman. Ia pulang sambil menangis hatinya pilu karena kini sebatang kara. Muhammad makin merasa kehilangan. Ia menjalani takdir sebagai seorang anak yatim-piatu. Terasa olehnya hidup yang makin sunyi dan semakin sedih.
Baru beberapa hari yang lalu, ia mendengar dari ibunya cerita keluhan duka kehilangan ayahandanya semasa ia dalam kandungan.
Kini, ia melihat sendiri di hadapannya, ibunya pergi untuk tidak kembali lagi, sebagaimana ayahnya dulu. Muhammad yang masih kecil itu kini memikul beban hidup yang berat, sebagai seorang yatim-piatu.
Ketika tiba di Mekah, Abdul Muthalib menyambut kedatangan cucunya itu dengan rasa iba yang dalam. Kecintaan Abdul Muthalib pun semakin bertambah kepada Muhammad.
Rasa duka Muhammad mungkin agak ringan apabila kakeknya, Abdul Muthalib, dapat hidup lebih lama lagi. Namun, Allah سبحانه و تعال
sudah menentukan lain.
Pada usia 80 tahun, sang kakek pun meninggal dunia. Saat itu, Muhammad berusia delapan tahun. Ia mengiringi jenazah kakeknya ke kubur sambil berlinangan air mata.
Kenangan sedih sebagai anak yatim-piatu membekas begitu dalam pada diri Rasulullah, sehingga di dalam Al Quran pun disebutkan ketika Allah mengingatkan Rasulullah ﷺ akan nikmat yang dianugerahkan kepadanya di tengah kesedihan itu,
أَلَمْ يَجِدْكَ يَتِيمًا فَآوَىٰ
Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu?
Surah Ad-Duha (93:6)
وَوَجَدَكَ ضَالًّا فَهَدَىٰ
Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk.
Surah Ad-Duha (93:7)
Keluarga Umayyah
Kematian Abdul Muthalib merupakan pukulan yang berat bagi keluarga Hasyim. Tidak ada anak-anak Abdul Muthalib yang memiliki keteguhan hati, kewibawaan, pandangan tajam, terhormat, dan berpengaruh di kalangan Arab seperti dirinya.
Kemudian keluarga Umayyah tampil ke depan mengambil tampuk pimpinan yang memang sejak dulu mereka idam-idamkan, tanpa menghiraukan ancaman yang datang dari keluarga Hasyim.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمَّد
Diasuh Abu Thalib
Sebelum wafat, Abdul Muthalib menunjuk salah seorang anaknya untuk mengasuh Muhammad. Ia tidak menunjuk Abbas yang kaya, namun agak kikir. Ia juga tidak menunjuk Harist, putranya yang tertua karena Harist adalah orang yang tidak mampu.
Abdul Muthalib menunjuk Abu Thalib untuk mengasuh Muhammad karena sekalipun miskin, Abu Thalib memiliki perasaan yang halus dan paling terhormat di kalangan Quraisy.
Abu Thalib juga amat menyayangi kemenakannya itu. Budi pekerti Muhammad yang luhur, cerdas, suka berbakti, dan baik hati, sangat menyenangkan Abu Thalib. Ia bahkan lebih mendahulukan kepentingan Muhammad daripada anak-anaknya sendiri.
Begitu pun sebaliknya, Muhammad amat mencintai pamannya. Ia tahu pamannya memiliki banyak anak kecil dan hidup dalam kemiskinan. Namun demikian, pamannya tidak pernah berhutang kepada orang lain. Abu Thalib lebih suka bekerja keras memeras keringat untuk menafkahi keluarganya. Karena itulah, tanpa ragu, Muhammad ikut bekerja seperti anak-anak Abu Thalib yang lain. Ia ikut membantu pekerjaan keluarga Abu Thalib, menggembalakan kambing, dan mencari rumput.
Abu Thalib merasa bahwa Muhammad kelak akan menjadi orang yang bersih hatinya dan dijauhkan dari dosa. Ia yakin, jika mengajak Muhammad berdoa, Tuhan akan mengabulkan permohonannya. Seperti yang dilakukannya ketika orang-orang Quraisy berseru "Wahai Abu Thalib, lembah sedang kekeringan dan kemiskinan melanda. Marilah berdoa meminta hujan".
Maka, Abu Thalib keluar bersama Muhammad. Ia menempelkan punggung Muhammad ke dinding Ka'bah dan berdoa. Kemudian, mendung pun datang dari segala penjuru, lalu menurunkan hujan yang sangat deras hingga tanah di lembah-lembah dan di ladang menjadi gembur.
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 16
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمَّد
Mengikuti Paman
Hati Muhammad kecil merasa pengap dengan kehidupan di Mekah. Setiap hari, dilihatnya anak-anak fakir miskin seusianya bekerja bersama-sama dengan bertelanjang tanpa rasa malu.
Muhammad juga melihat setiap malam pintu rumah orang-orang kaya tertutup rapat. Di dalam, mereka berpesta pora, menyaksikan para penari, dan bermabuk-mabukan sampai pagi sambil dijaga oleh para budak. Padahal, di tempat lain, ia melihat orang-orang berjuang mencari rezeki antara hidup dan mati.
Muhammad sering sekali melintas di depan gubuk-gubuk reyot dan rumah-rumah kumuh. Pintu-pintu mereka juga tertutup rapat, tetapi di dalamnya tinggal orang-orang yang hidup menderita. Orang-orang itu jika tidak memiki bahan makanan, besok atau lusa terpaksa menggadaikan anak gadis, istri atau ibunya untuk dikumpulkan menjadi budak para saudagar demi melepaskan diri dari lilitan hutang.
Di depan gubuk-gubuk itu, Muhammad melihat para pemuda berkumpul. Pikiran mereka dipenuhi impian tentang datangnya mukjizat yang akan mampu membebaskan Mekah dari kebiadaban. Para pemuda itu berkumpul mengelilingi seorang laki-laki yang bercerita tentang legenda-legenda indah orang-orang terdahulu yang berjuang melawan raja yang sewenang-wenang.
Suatu saat, pada usia Muhammad 12 tahun, Abu Thalib berniat pergi berdagang ke Syam untuk mencari nafkah.
"Ajaklah aku, Paman!" pinta Muhammad
"Tetapi, perjalanan padang pasir begitu sulit dan jauh! Aku tidak tega mengajak anak sekecilmu menempuh kesulitan sedemikian berat!".
Saat itu, hanya Abu Thalib tempat Muhammad berlindung. Ia merasa amat kesepian jika harus menghadapi kehidupan Mekah seorang diri, tanpa ada paman di sampingnya.
"Kepada siapakah Paman akan meninggalkan aku seorang diri apabila Paman pergi nanti?" tanya Muhammad begitu mengiba.
Abu Thalib sangat terharu,
"Demi Allah, aku pasti membawanya pergi. Ia tidak boleh berpisah denganku dan aku tidak boleh berpisah dengannya selama-lamanya."
Lihb Si Peramal
Orang-orang Quraisy sering mendatangi Lihb dengan membawa anak-anaknya untuk diramal.
Suatu hari, Lihb melihat Muhammad.
"Kemarilah, hai anak muda!" serunya. Namun, Abu Thalib segera menyembunyikan Muhammad dan membawanya pergi hingga Lihb berteriak-teriak,
"Celakalah kalian, bawa ke sini anak muda yang aku lihat tadi! Demi Allah, anak ini akan menjadi orang besar di kemudian hari!"
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمَّد
Jamuan Buhaira
Berangkatlah rombongan kafilah Quraisy menuju ke Syam 1). Ketika tiba di Busra, mereka melewati rumah ibadah seorang pendeta Nasrani bernama Buhaira. Ia adalah pendeta yang pandai. Di rumah ibadahnya, selalu ada pendeta dan umat Nasrani yang menuntut ilmu kepada Buhaira.
Biasanya, Buhaira tidak pernah menggubris rombongan Quraisy yang setiap tahun melintas di tempat itu. Namun, kali ini ada yang berubah pada diri Buhaira. Ketika rombongan Quraisy, termasuk Abu Thalib dan Muhammad, singgah di dekat rumah ibadahnya, Buhaira memerintahkan para pembantunya untuk membuat masakan yang banyak.
Buhaira berbuat begitu karena dari jendela rumah ibadahnya, ia melihat hal yang aneh pada rombongan Quraisy. Ada awan kecil yang bergerak pelan mengikuti ke mana pun kafilah pergi. Ada sesuatu atau seorang di dalam kafilah yang dilindungi awan itu dari terik matahari.
Buhaira bergegas mendatangi kafilah yang tengah beristirahat di bawah pepohonan rindang dan berkata
"Hai orang-orang Quraisy, sungguh aku telah membuat makanan untuk kalian. Aku ingin kalian semua, anak kecil, orang dewasa, budak, dan orang merdeka, singgah di rumahku"
Salah seorang Quraisy bertanya,
"Demi Allah, hai Buhaira, alangkah istimewanya apa yang engkau perbuat kepada kami hari ini. Padahal, kami sering melewati tempat mu ini. Apa yang sebenarnya terjadi padamu?"
"Engkau benar," jawab Buhaira,
"dulu aku memang seperti yang engkau katakan. Namun, kalian, semuanya, adalah tamuku kali ini dan aku ingin menjamu kalian. Aku telah membuat makanan dan kalian semuanya harus ikut makan."
Dengan senang hati, rombongan Quraisy pun masuk ke rumah Buhaira untuk memenuhi undangannya. Hanya saja, Muhammad tidak ikut karena ia masih kecil. Ia ditugaskan menjaga perbekalan kafilah.
______
1) Negeri Syam
Abu Thalib berangkat tahun 582 Masehi ke negeri Syam.
Syam saat itu adalah sebuah negeri yang wilayahnya (sekarang) meliputi Syria, Yordania, dan Palestina.
Syam berada di bawah pemerintahan Romawi Timur
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 17
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمَّد
Percakapan Buhaira
Akan tetapi, segera saja Buhaira merasakan ada sesuatu yang kurang dari rombongan Quraisy itu. Maka, ia kembali mengulangi permintaannya,
"Hai Orang-orang Quraisy, jangan sampai ada yang tidak makan makananku ini."
Salah seorang Quraisy berkata,
"Hai Buhaira, tidak ada seorang pun tertinggal yang layak datang kepadamu, kecuali anak muda yang paling kecil di antara kami. Ia berada di tempat perbekalan rombongan."
Buhaira menggeleng-geleng kepala,
"Kalian jangan seperti itu. Panggil dia untuk makan bersama kalian!."
Orang-orang Quraisy merasa malu. Salah seorang dari mereka bahkan berkata,
"Demi Lata dan Uzza, adalah aib dari kami kalau putra Abdullah bin Abdul Muthalib tidak ikut makan bersama kami."
Setelah Muhammad dipanggil, Buhaira memeluknya dan mendudukkannya bersama rombongan Quraisy yang lain. Sambil menyaksikan tamu-tamunya makan, sebenarnya mata Buhaira tertuju kepada Muhammad dengan seksama. Dari hasil pengamatannya itulah, Buhaira mengambil kesimpulan dalam hati, "Anak ini mempunyai sifat-sifat kenabian."
Jamuan selesai. Sambil mengucapkan terimakasih, rombongan Quraisy pun membubarkan diri menuju tempat perkemahan mereka untuk beristirahat.
Namun, Buhaira tidak membiarkan Muhammad pergi. Diajaknya anak itu untuk duduk dan bicara.
"Hai anak muda," panggil Buhaira,
"dengan menyebut nama Lata dan Uzza, aku akan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepadamu dan engkau harus menjawabnya."
Wajah Muhammad tampak berubah dan ia menjawab,
"Jangan bertanya tentang apa pun kepadaku sambil menyebut nama Lata dan Uzza. Demi Allah, tidak ada yang sangat aku benci melainkan keduanya."
Buhaira tersenyum dan mengulangi permintaannya, "Baiklah, kalau begitu aku akan bertanya kepadamu dengan menyebut nama Allah dan engkau harus menjawab pertanyaanku."
Wajah Muhammad berubah cerah dan ia mengangguk,
"Tanyakan kepadaku apa saja yang ingin engkau tanyakan."
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمَّد
Saran Buhaira kepada Abu Thalib
Buhaira menanyakan banyak sekali hal kepada Muhammad, tentang tidur Muhammad, tentang postur tubuh Muhammad, dan banyak lagi hal lainnya.
Muhammad menjawab semua itu dan semua jawaban itu sesuai benar dengan perkiraan Buhaira. Kemudian, Buhaira melihat punggung Muhammad dan mendapati tanda kenabian di antara kedua bahu Muhammad. Tanda kenabian itu seperti bekas orang berbekam.
Setelah itu, Buhaira mendekati Abu Thalib dan bertanya kepada nya, ''apakah anak muda ini anakmu? ''
''Iya, dia anakku." Jawab Abu Thalib
Buhaira menggeleng.
"Tidak, dia bukan anakmu. Anak muda ini tidak pantas mempunyai ayah yang masih hidup"
Abu Thalib agak tercengang, lalu dia pun mengangguk.
"Kau benar. Dia bukan anakku, dia anak saudaraku"
Buhaira mengangguk-angguk puas lalu bertanya lagi.
"Apa yang dikerjakan ayahnya?"
"Ayahnya telah meninggal dunia ketika dia masih berada dalam kandungan ibunya "
"Engkau benar" kata Buhaira menghela nafas dalam-dalam. Kemudian, sambil berbisik, dia menyampaikan sebuah saran dengan sangat sungguh-sungguh.
"Sekarang, dengar saranku baik-baik. Bawa anak saudara mu ini ke negeri asalmu sekarang juga! Jaga dia dari orang-orang Yahudi! Demi Allah, jika mereka melihat padanya seperti apa yang aku lihat, mereka pasti akan membunuhnya. sesungguhnya, akan terjadi sesuatu yang besar pada diri anak saudaramu ini. Karena itu, segera bawa pulang dia ke negeri asalmu!"
Abu Thalib tampak ketakutan dengan peringatan itu. Dia yakin bahwa apa yang dikatakan Buhaira itu benar. Maka dari itu, segera setelah urusan perdagangannya selesai, Abu Thalib segera membawa Muhammad pulang. Sesulit apa pun beban hidupnya, Abu Thalib tidak pernah lagi pergi berdagang ke tempat jauh demi melindungi keponakannya itu.
Bushra (kota di mana Buhaira tinggal)
Jalur yang dilewati kafilah Abu Thalib adalah jalan kafilah Barat yang menyusuri Laut Merah, Madyan, Wadi Al Qurra, Hijir, dan Kota Bushra.
Kota Bushra atau Bostra telah lama didirikan Romawi sebagai ibu kota wilayah Hauran, untuk menahan serbuan Badui pedalaman.
Di kota ini, Romawi memusatkan pasukan dan mengumpulkan pajak dari para kafilah.
Bagi kafilah sendiri, Bostra adalah pusat perdagangan paling ramai sebelum tiba di Syria yang terletak lebih ke Utara.
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 18
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمَّد
Perlindungan Allah
Abu Thalib segera melaksanakan apa yg disarankan oleh Buhaira, karena peringatan itu memang beralasan.
Segera, setelah Abu Thalib dan Muhammad meninggalkan rumah Buhaira, datanglah 3 orang ahli kitab bernama Zurair, Daris, dan Tammam kepada Buhaira. Ketiganya menyandang senjata di pinggang. Mereka bertanya kepada Buhaira apakah ia juga melihat seorang anak dengan ciri-ciri seperti ini dan itu.
Buhaira tahu bahwa mereka mencari Muhammad. Rupanya, ketiga orang ini juga telah mendengar tentang Muhammad. Buhaira memandang senjata2 yang mereka bawa dengan perasaan ngeri.
Buhaira tahu mereka mencari Muhammad dengan maksud membunuhnya. Oleh karena itu, Buhaira berusaha memberikan perlindungan kepada Muhammad.
Tidak henti-hentinya Buhaira menasihati ketiga tamunya akan adanya kekuasaan Allah. Diingatkannya bahwa bagaimanapun usaha mereka, mereka tidak akan mampu mendekati Muhammad untuk membunuhnya.
Akhirnya, ketiganya pun melihat kebenaran dalam perkataan Buhaira. Batallah niat mereka untuk mengejar dan membunuh Muhammad, kemudian berlalulah mereka dari hadapan Buhaira.
Allah menjaga Muhammad dari kejahatan dan kotoran-kotoran jahiliyah. Allah membimbing Muhammad tumbuh menjadi orang yang paling ksatria, paling baik akhlaknya, paling mulia asal-usulnya, paling baik pergaulannya, paling agung sikap santunnya, paling murni kejujurannya, paling jauh dari keburukan dan akhlak yang mengotori kaum lelaki sehingga semua orang menjulukinya "Al Amin" karena Allah mengumpulkan sifat-sifat itu pada diri Muhammad.
Kelak setelah menjadi Rasul, Muhammad bercerita tentang perlindungan Allah kepadanya sejak masa kecil dari segala bentuk kejahiliyahan. Rasulullah bersabda,
"Pada masa kecilku, aku bersama anak-anak kecil Quraisy mengangkut batu untuk satu permainan yang biasa dilakukan anak-anak. Semua dari kami melepas baju untuk alas di atas pundak (sebagai ganjalan) untuk memikul batu.
"Aku maju dan mundur bersama mereka. Namun, tiba-tiba seseorang yang belum pernah aku lihat sebelumnya menamparku dengan tamparan yang amat menyakitkan. Ia berkata, 'Kenakan pakaianmu!' Kemudian, aku mengambil pakaianku dan memakainya. Setelah itu, aku memikul batu di atas pundakku dengan tetap mengenakan pakaian dan tidak seperti teman temanku."
Membantu Paman
Muhammad juga pernah menjadi gembala sewaan, untuk membantu Abu Thalib yang hidup dalam kemiskinan
Perang Fijar
Sebagai seorang remaja yang tumbuh di lingkungan Jazirah Arab. Muhammad juga mengalami perang. Perang itu disebut Perang Fijar.
Saat peperangan dimulai, Umur Muhammad memasuki lima belas tahun.
Perang itu sendiri disebabkan sebuah pembunuhan.
Barradz bin Qois dari Bani Kinanah membunuh Urwa Ar-Rahhal bin Utba dari Bani Hawazin, hanya karena Barradz jengkel ketika Urwa dipilih untuk memimpin kafilah dagang Nu'man bin Mundhir yang kaya.
Diam diam , Barradz mengikuti kafilah Urwa dari belakang dan membunuh Urwa.
Padahal ketika itu adalah bulan suci, bulan yang tidak diperkenankan bagi siapa pun untuk menumpahkan darah.
Karena Quraisy pelindung Barradz, Bani Hawazin mengumumkan perang terhadap Quraisy untuk membalas kematian Urwa. Perang pun pecah pada bulan suci. Selama empat tahun berturut-turut, kedua belah pihak saling menyerang.
Dalam pertempuran itu, awalnya Muhammad bertugas memunguti anak panah lawan yang berjatuhan dan memberikannya kepada paman-pamannya. Namun, pada tahun-tahun berikutnya, dia juga meluncurkan panah ke arah lawan untuk melindungi paman-pamannya.
Perang pun berakhir dengan perdamaian ala pedalaman: pihak yang menderita lebih sedikit korban manusianya harus membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sejumlah selisih kelebihan korban. Dalam hal ini, pihak Quraisy yang lebih sedikit menderita korban harus membayar kelebihan korban sebanyak dua puluh orang Hawazin.
Barradz bin Qois
Barradz bin Qois, si penyebab Perang Fijar, adalah seorang pemabuk.
Karena merusak citra sukunya, dia diusir dan mendapat naungan suku lain. Namun di sana, dia juga mabuk berat dan membuat onar kemudian diusir lagi.
Akhirnya, Harb bin Muawiyah, ayah Abu Sofyan, menampungnya walaupun hampir saja Barradz bin Qois diusir lagi, karena terus berbuat onar.
Dikarenakan perlindungan Harb dari Quraisy inilah, Bani Hawazin menyerang Quraisy ketika Barradz bin Qois membunuh Urwa bin Utba.
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 19
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمَّد
HILFUL FUDHUL
Selain mengikuti peperangan, Muhammad yang masih remaja juga mengikuti sebuah perjanjian yang amat baik. Perjanjian itu kelak dikenal dengan nama Hilful Fudhul.
Perjanjian ini bertujuan untuk melindungi hak-hak para pedagang asing yang sering kali terdzalimi. Pencetus perjanjian ini adalah protes seorang pedagang asing dari Yaman.
Saat itu, Ash bin Wa'il, seorang saudagar Mekah, tidak mau membayar utang kepada si pedagang. Pedagang itu lalu menggubah syair dan membacakannya di depan umum.
Syair ini amat menggugah perasaan para pemuka Quraisy. Mereka khawatir apabila dibiarkan terus, para pedagang Asing tidak mau lagi memasuki Mekah. Apalagi Perang Fijar mengakibatkan mulai terjadinya perpecahan di pihak Quraisy.
Sepeninggal Abdul Munthalib, orang-orang Quraisy dari keluarga yang lain sudah mulai berani mencoba menentang kekuasaan pemerintahan Quraisy. Maka dari itu, atas usulan Zubair bin Abdul Munthalib, seorang paman Muhammad, orang-orang Quraisy dari keluarga Hasyim, Zuhra, Taim berkumpul. Mereka bersepakat dan berjanji atas nama Tuhan Maha Pembalas bahwa Tuhan akan berada di pihak yang terdzalimi, sampai orang itu tertolong.
Pertemuan ini sendiri berlangsung di rumah Abdullah bin Jud'an At Taimi yang megah. Perjanjian Hilful Fudhul ini menjamin perlindungan terhadap hak-hak orang lemah. Muhammad ikut menyaksikan perjanjian dan amat menyukainya.
Di kemudian hari, setelah diutus menjadi seorang Rosullullah, Muhammad bersabda: " Aku tidak suka mengganti perjanjian yang kuhadiri di rumah Ibn Jud'an itu dengan jenis unta yang baik. Kalau sekarang aku diajak, pasti akan kutolak"
Besarnya Diyat
Diyat adalah pembayaran ganti rugi.
Untuk kematian/wajah cacat total ganti ruginya sebanyak 100 ekor unta. Satu kaki/tangan/mata jadi buta diganti dg 50 ekor unta.
Jika wajah cacat total, nilai gantinya 100 unta.
Luka sampai menembus otak, 33 ekor unta.
Cacat kelopak mata, 25 ekor unta.
Satu jari hilang/tulang retak, 15 ekor unta.
Luka sampai tulang kelihatan, 10 ekor unta.
Satu gigi copot, 5 ekor unta.
Demikian seterusnya dalam ketetapan yang rinci.
MENGGEMBALAKAN KAMBING
Muhammad melewati masa remajanya dengan menggembalakan kambing. Beliau pernah berkata kepada para sahabatnya,
"Musa diutus, dia menggembala kambing. Daud diutus, dia menggembala kambing. Aku diutus juga menggembala kambing keluargaku di Ajyad."
Sambil menggembala, pikiran Muhammad menerawang,
"Siapa yang menciptakan bintang-bintang yang begitu kemilau? Siapa yang membuat udara untuk kuhirup? Siapa yang membuat jantungku berdetak? Siapa yang membuat matahari mengejar bulan dan bulan mengejar matahari?"
Ribuan pertanyaan seperti itu membuat Muhammad selalu sibuk berpikir. Hal itu membuat akhlak beliau terjaga demikian baik dari perbuatan buruk yang sering terjadi di Mekah.
Pada saat itu, orang menyembah patung di mana-mana, laki-laki dan perempuan yang bukan suami istri sering pergi berduaan, orang-orang melakukan thawaf tanpa busana, pesta mabuk-mabukan setiap malam, dan masih banyak keburukan lain.
Meski demikian, pernah juga Muhammad ingin pergi ke kota untuk melihat sebuah pesta pernikahan.
"Tolong jaga kambing-kambingku," pinta Muhammad kepada seorang teman gembalanya.
"Baiklah, memang sudah giliranmu yang pergi bersenang-senang," kata teman Muhammad.
"Selama ini, kami selalu ada di padang gembala seperti seorang pertapa."
Muhammad pun pergi memasuki Mekah.
Di ujung kota, ia melihat ada sebuah pesta pernikahan yang dipenuhi berbagai hiburan dan musik.
Namun, belum sempat Muhammad tiba dirumah itu, tubuhnya tiba tiba disergap keletihan. Muhammad duduk bersandar di dinding dan tertidur lelap sampai pagi. Ia tidak sempat melihat tontonan di pesta sedikit pun.
Esok harinya, Muhammad datang lagi ke Mekah dengan maksud yang sama. Kali ini, sebelum ia tiba di tempat pesta, telinganya mendengar musik indah yang turun dari langit, musik yang jauh lebih indah daripada semua musik di dunia ini. Musik itu membuai Muhammad dan ia pun kembali tertidur.
Sejak itu, Muhammad tidak lagi berminat untuk melihat pertunjukan musik di pesta. Agar terhindar dari kenakalan yang sering dibuat para pemuda seusianya.
Akhlak Muhammad yang demikian baik selagi muda membuatnya disayang dan dipercaya semua orang hingga ia pun dijuluki Al Amin, artinya "Yang Dipercaya".
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 20
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمَّد
Khadijah
Namanya Khadijah binti Khuwalid. Sosoknya cantik dan anggun. Setelah ayah dan ibunya meninggal, saudara-saudara Khadijah saling membagi harta kekayaan peninggalan orangtuanya. Namun, Khadijah sadar bahwa kekayaan dapat membuat orang hidup menganggur dan berfoya-foya.
Dia dikaruniai kecerdasan yang luar biasa dan kekuatan sikap untuk mengatasi godaan harta. Maka dari itu, Khadijah pun memutuskan untuk membangun kekayaannya sendiri berbekal warisan orangtuanya.
Tidak lama kemudian, Khadijah telah membuktikan bahwa kalau pun tidak mendapat harta warisan, dia mampu mendapatkan kekayaan itu dari hasil jerih payahnya sendiri.
Dengan harta yang diperolehnya, Khadijah membantu orang-orang miskin, janda, anak-anak yatim, dan orang-orang cacat. Jika ada seorang gadis yang tidak mampu, Khadijah menikahkan dan memberi mas kawinnya. Khadijah lembut dan ramah. Walau menjadi pemimpin tertinggi dalam menjalankan bisnis keluarga sepeninggal Ayahnya, dia juga mau menerima saran-saran orang lain. Khadijah tidak menyukai adanya jarak hubungan antara atasan dan bawahan. Dia menganggap bawahan sebagai rekan kerja yang pantas dihormati.
Khadijah sendiri selalu tinggal di rumah. Karena itu, biasanya dia minta bantuan seorang agen, jika sebuah kafilah sedang dipersiapkan untuk pergi ke luar negeri. Orang yang dimintai bantuan itu bertanggungjawab membawa barang-barang dagangannya untuk dijual ke pasar-pasar asing. Khadijah sangat teliti memilih seorang agen. Dia juga sangat lihai merencanakan waktu keberangkatan kafilah dan tempat tujuannya sebab barang akan terjual dengan cepat pada waktu dan tempat yang tepat.
Begitu suksesnya Khadijah sebagai seorang saudagar, sampai-sampai jika sebuah kafilah Quraisy berangkat dari Mekah, bisa dipastikan lebih dari separuhnya adalah harta perdagangan milik Khadijah. Dia seperti mempunyai sentuhan emas. Diibaratkan jika dia menyentuh debu, debu ini akan berubah menjadi "emas". Karena itu penduduk Mekah menjulukinya "Ratu Quraisy" atau "Ratu Mekah".
Kalau hanya kekayaan yang menjadi ukuran, tentu Allah tidak akan menjadikan Khadijah (kelak) sebagai istri seorang rosul. Pasti ada sifat lain yang lebih utama yang membuatnya sepadan dengan Muhammad
Catatan
Sebuah kafilah dagang pada masa itu ibarat kampung bergerak. Hewan beban berjumlah 1000 sampai 2500 ekor dan diiringi seratus sampai tiga ratus orang. Kafilah perlu organisasi yang baik, biaya besar, dan keberanian yang cukup. Jika ada perampok, seluruh anggota kafilah harus berani menyabung nyawa untuk mempertahankan harta yang dibawanya.
Wanita Suci
Khadijah mempunyai seorang paman bernama Waraqah bin Naufal. Waraqah adalah sanak saudara Khadijah yang paling tua. Dia Sangat mengutuk kebiasaan bangsa Arab Jahiliah yang menyembah berhala sehingga menyimpang jauh dari apa yang diajarkan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Waraqah sendiri adalah hamba Allah yang setia dan lurus. Dia tidak pernah meminum minuman keras dan berjudi. Dia murah hati terhadap orang-orang miskin yang membutuhkan pertolongannya.
Khadijah sangat terpengaruh pemikiran Waraqah bin Naufal. Khadijah juga sangat membenci berhala dan patung-patung sesembahan.
Bersama beberapa keluarganya, Khadijah adalah pengikut setia ajaran Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail.
Jika mendengar ada seorang anak perempuan akan dikubur hidup-hidup. Waraqah dan Khadijah akan segera menemui sang Ayah dan mencegah perbuatannya. Jika kemiskinan yang menjadi alasan rencana pembunuhan itu, Khadijah dan Waraqah akan membeli anak itu dan membesarkannya seperti anak kandung sendiri.
Sering kali beberapa waktu setelah itu, ayah si anak menyesali perbuatannya dan mengambil putrinya kembali. Waraqah dan Khadijah akan memastikan dulu bahwa anak itu akan diasuh dengan benar dan disayangi, setelah itu barulah dia mengizinkan sang Ayah membawa pulang anaknya kembali.
Budi pekerti Khadijah yang agung, santun, lembut dan penuh keteladanan ini membuat semua orang menjulukinya juga sebagai Khadijah At Thahirah atau Khadijah yang suci.
Pertama kalinya dalam bangsa Arab seorang wanita dijuluki demikian, padahal orang Arab pada masa jahiliah itu sangat mengagungkan laki-laki dan merendahkan wanita.
Catatan
Selain Khadijah, ada pula beberapa saudagar wanita terkenal.
Di antaranya adalah:
~ Hindun, istri Abu Sofyan dan
~ Asma binti Mukharribah, ibu Abu Jahl.
Para Saudagar wanita ini biasanya juga menjual keperluan wanita, seperti pakaian, parfum, perhiasan emas dan perak, permata dan obat-obatan. Barang-barang ini tidak memerlukan banyak ruang, ringan dan laku keras di mana-mana.
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 21
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمَّد
Pembicaraan Abu Thalib
Pada musim semi tahun 595 Masehi, para pedagang Mekah kembali mulai menyusun kafilah perdagangan musim panas mereka, untuk membawa barang dagangan ke Syria. Khadijah juga sedang mempersiapkan barang dagangannya, tetapi ia belum menemukan seseorang untuk menjadi pemimpin kafilahnya. Beberapa nama diusulkan orang, namun, tidak satu pun yang berkenan di hatinya.
Mendengar itu, Abu Thalib mendatangi Khadijah dan menawarkan kepadanya Muhammad, keponakannya yang baru berusia 25 tahun, untuk menjadi agen Khadijah. Abu Thalib tahu bahwa Muhammad belum cukup berpengalaman, tetapi ia sangat yakin bahwa Muhammad lebih dari sekadar mampu.
Sebagaimana penduduk Mekah yang lain, Khadijah pun telah mendengar nama Muhammad. Satu hal yang Khadijah yakin adalah kejujuran Muhammad. Bukankah orang Mekah menjulukinya "Al Amin" atau "Orang yang bisa dipercaya". Maka, Khadijah menyetujui tawaran Abu Thalib. Bahkan ia hendak memberi imbalan dua kali lipat kepada Muhammad dari yang biasa diberikan kepada orang lain. Oleh karena itu, Abu Thalib pulang dengan gembira.
Segera saja Abu Thalib dan Muhammad menemui Khadijah yang kemudian menerangkan tentang seluk beluk perdagangan. Otak Muhammad yang cerdas bekerja dengan tangkas. Ia segera memahami semuanya. Tidak satu penjelasan pun yang ia minta untuk diterangkan ulang.
Maka, kafilah pun disiapkan dengan suara riuh rendah. Khadijah menyertakan seorang pembantu laki-lakinya yang terpercaya, Maisarah, untuk mendampingi Muhammad di perjalanan. Diantar Abu Thalib dan paman-pamannya yang lain, Muhammad datang pada hari yang telah ditentukan. Mereka disambut seorang paman Khadijah yang sedang menanti mereka dengan surat-surat perdagangan.
Pemimpin kafilah membunyikan tanda dan semuanya segera berangkat. Pada musim panas, kafilah Mekah berangkat menjelang senja dan terus berjalan pada malam hari. Mereka beristirahat pada siang hari karena perjalanan siang akan sangat melelahkan semua orang.
Maka, berangkatlah Muhammad menempuh jalur yang pernah ditempuh bersama pamannya 13 tahun yang lalu.
Imbalan untuk Muhammad
Imbalan yang diberikan Khadijah untuk seorang agen adalah dua ekor unta. Akan tetapi, Abu Thalib minta empat ekor unta. Maka, Khadijah pun menjawab,
"Kalau permintaan itu bagi orang yang jauh dan tidak kusukai saja akan kukabulkan, apalagi buat orang yang dekat dan kusukai."
Berdagang ke Syam
Dalam perjalanan, Muhammad mengenali bahwa Maisarah adalah teman yang baik. Dengan senang hati, Maisarah menunjukkan dan menceritakan sejarah berbagai tempat menarik yang mereka lewati. Muhammad juga menemui bahwa anggota kafilah yang lain sangat ramah dan akrab terhadapnya.
Setelah satu bulan berjalan, tibalah mereka di Syria.
Setelah beristirahat beberapa hari, mulailah para pedagang menuju ke pasar. Walaupun ini adalah pengalaman pertama. Muhammad sama sekali tidak bingung dengan tugasnya. Maisarah tercengang melihat kelihaian Muhammad mengambil keputusan, pikirannya yang tajam, serta kejujurannya. Semua barang yang mereka bawa laku terjual dengan jumlah keuntungan yang belum pernah didapatkan Khadijah sebelum itu.
Setelah itu, Muhammad membeli barang-barang berkualitas yang akan dibawa pulang ke Mekah untuk dijual dengan harga tinggi.
Di Syria, setiap orang yang berjumpa dengan Muhammad pasti sangat terkesan olehnya. Penampilan Muhammad sangat memesona, ramah, dan sangat besar perhatiannya pada setiap orang. Di tengah-tengah kesibukan itu, Maisarah melihat bahwa Muhammad selalu memanfaatkan setiap waktu senggang untuk menyendiri dan berpikir. Ini benar-benar tidak lazim bagi Maisarah. Ia tidak menyadari bahwa tuan mudanya ini memang sangat terbiasa meluangkan waktu untuk memikirkan nasib umat manusia.
Muhammad juga amat heran melihat perpecahan berbagai kelompok Nasrani di Syria. Setiap masing-masing dari mereka memiliki jalan dan pendapat sendiri padahal seharusnya mereka bergabung dalam satu kelompok. Manakah yang paling benar dari semuanya itu. Pikiran-pikiran seperti ini membuat mata Muhammad selalu terbuka pada saat orang-orang lain terlelap tidur.
Akhirnya, waktu untuk pulang pun tiba. Oleh-oleh untuk handai tolan pun dibeli dan semua barang dikemas. Waktu pulang adalah waktu yang paling menggembirakan karena mereka akan berjumpa lagi dengan orang-orang tercinta di kampung halaman. Mereka tidak sabar lagi mendengar tawa ria anak-anak mereka saat kembali nanti dan mereka sadar jika waktu itu tiba, tidak akan kuat lagi mereka menahan air mata.
Hari Jum'at
Hari Jum'at pada zaman jahiliyah adalah hari bersuka ria di seluruh jazirah. Semua orang sibuk di pasar.
Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa, pernah terjadi, khutbah Jum'at Rasulullah hampir terganggu, karena saat itu datang kafilah membawa barang dagangan.
Pada hari Jum'at, semangat berdagang mengaliri darah semua orang pada saat itu.
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 22
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمَّد
Perasaan Khadijah
Setelah beberapa bulan, kafilah Mekah pun datang kembali. Di tempat perhentian Marr Al Zahran, sehari perjalanan dari Mekah, para agen biasanya mendahului datang ke Mekah untuk memberi laporan perdagangan. Muhammad pun demikian. Ia lebih dulu tiba di Mekah. Namun, sebelum bertemu Khadijah, ia berthåwaf dulu tujuh keliling mengelilingi Ka'bah.
Dari atas balkonnya yang megah, Khadijah bergegas datang menyambut dan Muhammad pun melaporkan hasil penjualan, barang yang dibeli, serta berbagai pengalaman kecil dalam perjalanan. Saat itu, Khadijah sudah sangat terkesan dengan hasil yang diperoleh Muhammad, tetapi itu belum seberapa. Setelah Muhammad pulang, Maisaråh menceritakan sendiri kesan-kesannya terhadap Muhammad.
"Sungguh, belum pernah aku melihat pemuda yang demikian sempurna memandang masa depan. Keputusan-keputusannya selalu tepat dan perkiraannya tidak pernah salah. Ia juga sangat jujur dan sopan," demikian sebagian kisah Maisaråh.
Khadijah betul-betul sangat terkesan dengan agen barunya itu. Waraqah bin Naufal pun datang dan mendengar sendiri kisah Maisarah tentang Muhammad. Ada hal yang aneh pada diri Maisarah. Biasanya, ia sangat menekankan laporannya pada masalah-masalah bisnis. Akan tetapi, kini persoalan dagang seolah-olah menjadi hal kecil. Yang dibicarakan Maisarah kali ini hanya tentang Muhammad, Muhammad, dan Muhammad. Padahal, keuntungan yang mereka dapat kali ini benar-benar luar biasa. Jika dikatakan bahwa Khadijah memiliki "Sentuhan Emas", tepatlah apabila Muhammad disebut memiliki "Sentuhan penuh berkah".
Ketika Waraqah telah mendengar semua itu, ia tenggelam dalam pemikiran yang sungguh-sungguh. Setelah cukup lama berdiam diri, ia berkata kepada Khadijah,
"Mendengar darimu dan dari Maisarah mengenai Muhammad dan juga dari apa yang kulihat sendiri, aku berpendapat bahwa ia memiliki semua sifat dan kemampuan sebagai seorang utusan Allah. Mungkin dialah yang ditakdirkan untuk menjadi salah seorang di antara para rasul pada masa yang akan datang."
Pernikahan Agung
Khadijah memiliki teman seorang wanita bangsawan bernama Nafisah binti Munyah. Nafisah tahu setelah suami kedua Khadijah meninggal, banyak bangsawan Quraisy yang melamarnya, namun Khadijah menolak. Nafisah tahu bahwa Khadijah takut semua lamaran itu hanya bertujuan mengincar hartanya. Lebih dari itu, Nafisah juga tahu bahwa yang diinginkan Khadijah adalah seorang laki-laki berakhlak agung. Nafisah juga tahu bahwa ada satu laki-laki yang seperti itu di Mekah, ia adalah Muhammad.
Karena itulah, begitu Khadijah membuka diri kepadanya tentang Muhammad, Nafisah tidak terkejut lagi. Khadijah meminta Nafisah mencari jalan untuk mengetahui bagaimana pandangan Muhammad tentang dirinya. Maka, ketika Muhammad dalam perjalanan pulang dari Ka'bah, Nafisah menghentikannya. Nafisah pun bertanya,
"Wahai Muhammad, Anda telah menjadi seorang pemuda. Banyak lelaki yang lebih muda dari Anda telah menikah dan beberapa di antaranya bahkan telah mempunyai anak. Mengapa Anda tidak menikah?"
"Aku belum mampu menikah, ya Nafisah. Aku belum mempunyai kekayaan yang cukup untuk menikah."
"Apa jawaban Anda jika ada seorang wanita yang cantik, kaya, dan terhormat mau menikah dengan Anda walaupun Anda belum mampu?"
Muhammad balik bertanya dengan sedikit terperangah,
"Siapakah wanita itu?"
Nafisah tersenyum, "Wanita itu adalah Khadijah putri Khuwailid."
Alis Muhammad tambah terangkat,
"Khadijah? Bagaimana mungkin Khadijah mau menikah denganku? Bukankah Anda tahu bahwa banyak bangsawan kaya raya dan kepala-kepala suku di Arab ini yang telah melamarnya dan ia telah menolak mereka semua?"
"Jika Anda mau menikahinya, katakan saja dan serahkan semuanya kepadaku. Aku akan mengurus semuanya."
Ketika itu Abu Thalib menyetujuinya, Muhammad pun mengiyakan Nafisah. Maka, pernikahan pun dilangsungkan.
Sebagai pengantin, Muhammad datang didampingi paman-pamannya yang ikut berbahagia.
Perawakan Muhammad
Jarang ada pernikahan dilangsungkan demikian agung. Dalam acara itu, semua pemimpin Quraisy dan pembesar Mekah diundang. Mempelai laki-laki menunggang kuda yang gagah diiringi para pemuda Bani Hasyim yang menghunus pedang. Sementara itu, kaum wanita Bani Hasyim berjalan lebih dulu dan telah diterima di rumah mempelai wanita.
Rumah Khadijah yang megah saat itu telah diterangi cahaya lilin dalam lampion-lampion yang digantung dengan rantai-rantai emas. Setiap lampion terdiri atas 7 batang lilin.
Semua pembantu Khadijah diberi seragam khusus untuk menyambut para tamu yang datang menjelang sore hari. Kamar pengantin benar-benar istimewa. Kain sutera dan brokat digantung begitu serasi. Lantainya tertutup karpet putih dan diharumi dupa dari guci perak.
Khadijah sendiri begitu anggun hingga tampak bercahaya seperti matahari terbit. Ia mengenakan pakaian pengantin yang sangat indah dan jarang ada duanya saat itu. Abu Thalib adalah wakil mempelai laki-laki dalam memberi sambutan, sedangkan Waraqah bin Naufal adalah wakil pengantin wanita.
Tidak ada laki-laki segagah Muhammad. Paras wajahnya tampan dan indah. Perawakannya sedang, tidak terlampau tinggi, juga tidak pendek. Rambutnya hitam sekali dan bergelombang. Dahinya lebar dan rata di atas sepasang alis yang lengkung, lebat dan bertaut. Sepasang matanya lebar dan hitam, di tepi putih matanya agak kemerahan, tampak lebih menarik dan kuat. Pandangannya tajam dengan bulu mata yang hitam pekat. Hidungnya halus dengan barisan gigi yang bercelah-celah.
Cambangnya lebar, berleher jenjang, dan indah. Dadanya lebar dengan kedua bahu yang bidang. Warna kulitnya terang dan jernih dengan kedua telapak tangan dan kaki yang tebal. Jika berjalan, badannya agak condong ke depan, melangkah cepat-cepat, dan pasti. Air mukanya membayangkan renungan dan penuh pikiran, pandangan matanya menunjukkan kewibawaan, membuat orang patuh kepadanya.
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 23
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمَّد
Sifat Muhammad
Muhammad telah mendapat karunia Allah dengan pernikahan ini. Dari seorang pemuda tidak kaya, Allah telah mengangkatnya menjadi laki-laki berkedudukan tinggi dengan harta yang mencukupi.
Seluruh penduduk Mekah memandang pernikahan ini dengan gembira dan penuh rasa hormat. Semua undangan yang hadir berharap bahwa dari pasangan yang sangat ideal ini kelak lahir keturunan yang akan mengharumkan nama Quraisy.
Para sesepuh dari kedua keluarga tahu bahwa Khadijah akan mendukung suaminya dengan kasih sayang dan harta berlimpah. Sebaliknya, mereka juga berharap bahwa Muhammad yang bijak dan cerdas akan membimbing istrinya menuju kebahagiaan hidup.
Kehidupan berlanjut dan keikutsertaan suami istri itu dalam pergaulan yang baik dengan masyarakat membuat orang semakin menghormati mereka. Walau telah mendapat kehormatan demikian itu, Muhammad tetaplah seorang yang rendah hati. Itu adalah sifatnya yang menonjol. Jika ada yang mengajaknya berbicara, tidak peduli siapa pun itu, ia akan mendengarkan dengan penuh perhatian tanpa menoleh kepada orang lain. Tidak saja mendengarkan dengan hati-hati, Muhammad bahkan memutar badannya untuk menghadap orang yang mengajaknya berbicara.
Semua orang tahu bahwa bicara Muhammad sedikit. Ia justru lebih banyak mendengarkan pembicaraan orang lain. Selain bicara, Muhammad bukanlah orang yang tidak bisa diajak bergurau. Ia sering juga membuat humor dan mengajak orang lain tertawa, tetapi apa yang ia katakan dalam bergurau sekali pun adalah sesuatu yang benar.
Orang menyukai Muhammad yang apabila tertawa, tidak pernah sampai terlihat gerahamnya. Apabila marah, tidak pernah sampai tampak kemarahannya. Orang tahu ia marah hanya dari keringat yang tiba-tiba muncul di keningnya. Muhammad selalu menahan marah dan tidak menampakkannya keluar.
Orang-orang menyayangi Muhammad karena ia lapang dada, berkemauan baik, dan menghargai orang lain. Ia bijaksana, murah hati, dan sangat mudah bergaul dengan siapa saja. Namun, dibalik semua kelembutan itu, ia mempunyai tujuan yang pasti, berkemauan keras, tegas, dan tidak pernah ragu-ragu dalam tujuannya. Sifat-sifat demikian berpadu dalam dirinya sehingga menimbulkan rasa hormat yang dalam bagi orang-orang yang bergaul dengan Muhammad.
Mahar Pernikahan
"Saksikanlah para hadirin," kata Waraqah bin Naufal dengan suara agak keras. "Saksikanlah bahwa aku menikahkan Khadijah dengan Muhammad, dengan mas kawin senilai 12 ekor unta betina."
Kambing Sedekah
Setelah upacara resmi pernikahan selesai, Muhammad memerintahkan agar seekor kambing disembelih di depan pintu rumah Khadijah dan membagikan dagingnya kepada fakir miskin. Itu belum termasuk para undangan yang menghadiri jamuan pada malam harinya.
Jadi, selain diundang jamuan makan, fakir miskin pun dapat membawa pulang ke rumah beberapa kantung daging.
Baqum Si Pedagang Romawi
Muhammad bukankah orang yang suka berpangku tangan, tetapi aktif bergaul dalam masyarakat. Suatu hari terjadilah sebuah peristiwa yang membuat nama Muhammad menjadi semakin harum. Peristiwa itu didahului oleh banjir besar yang melanda Mekah. Bukit-bukit di sekitar Mekah tanpa ampun menumpahkan air hujan yang jarang turun itu ke kota yang tepat berada di bawah. Banjir itu menyebabkan dinding Ka'bah yang memang sudah lapuk jadi retak dan terancam runtuh.
Sebenarnya, sebelum banjir tiba, sudah ada gagasan untuk memperbaiki Ka'bah, tetapi orang-orang takut apabila Tuhan Ka'bah marah. Setelah banjir, tidak bisa dielakkan lagi bahwa dinding Ka'bah harus diperbaiki dan ditinggikan.
Sudah menjadi takdir Allah bahwa waktu itu juga tersiar berita ada sebuah kapal Romawi terdampar di laut Merah, dekat dengan pelabuhan Syu'aibah. Kapten kapal Romawi itu adalah seorang Nasrani yang berasal dari Mesir. Baqum, namanya.
Orang-orang Mekah mengutus Walid bin Mughirah dan serombongan orang untuk membeli kapal itu, membongkar kayu kayunya, dan mengangkutnya untuk membangun kembali Ka'bah. Baqum pun akhirnya dikontrak sebagai ahli kayu.
Pada mulanya, tidak seorang pun berani membongkar dinding Ka'bah walau sedikit, karena takut dikutuk Tuhan. Mungkin mereka masih ingat dengan jelas apa yang menimpa Abrahah dan pasukan gajahnya saat ingin menghancurkan Ka'bah.
Akan tetapi, akhirnya, Walid bin Mughirah memberanikan diri merombak sudut bangunan bagian selatan. Setelah itu, ia menunggu sampai besok. Ketika pagi tiba dan ia tidak juga dikutuk, mereka pun mulai melakukan pembenahan Ka'bah.
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 24
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمَّد
Membangun Ka'bah
Dalam pengerjaan Ka'bah orang-orang Quraisy dibagi menjadi empat bagian. Setiap kabilah masing-masing mendapat pekerjaan satu sudut yang harus dirombak dan dibangun kembali.
Pemugaran Ka'bah dimulai dengan memindahkan patung Hubal dan patung kecil lainnya. Setelah itu, pekerjaan dilanjutkan dengan membersihkan pelataran dan membongkar dinding serta fondasi. Muhammad ikut terlibat dalam pekerjaan yang berlangsung berhari-hari itu.
Ada sebuah batu fondasi berwarna hijau yang tidak bisa dibongkar dengan cara apa pun. Karena itu, batu itu mereka biarkan. Selanjutnya, didatangkanlah batu-batu granit biru dari bukit sekitarnya. Sebuah bahan pencampur semen bernama bitumen yang didatangkan dari Syria pun mulai digunakan.
Pemugaran Ka'bah ini sebenarnya lebih menyerupai perbaikan hasil karya Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail.
Pondasi Ka'bah ditinggikan sampai empat hasta ditambah satu jengkal atau sekitar dua meter. Dalamnya diuruk tanah menjadi lantai yang sulit dicapai air apabila banjir datang kembali. Bersamaan dengan itu, pintu di sisi timur laut pun diangkat setinggi pondasi. Dinding dinaikkan sampai 18 hasta. Saat itulah Ka'bah mulai diberi atap bekas kapal yang kandas itu. Sebuah tangga untuk naik turun juga disiapkan. Kini Ka'bah bebas dari banjir. Isinya terlindungi dari hujan, panas dan tangan jahil pencuri.
Pembangunan berjalan lancar sesuai dengan rencana sampai dinding tembok mencapai tinggi satu setengah meter dan tiba saatnya batu hitam, Hajar Aswad, ditempatkan kembali ke tempatnya semula di sudut timur.
Karena ini merupakan upacara suci penuh kehormatan, berebut lah setiap kabilah untuk melaksanakannya. Kabilah Abdu Dar merasa lebih berhak daripada Kabilah lain sehingga kedua kelompok saling beradu mulut sampai suasana menjadi semakin panas.
Di tengah keadaan itu, muncul Abu Umayyah bin Al Mughirah. Ia adalah orangtua yang dihormati dan dipatuhi. Ia pun mengajukan sebuah usul yang disetujui oleh semua pihak, "Serahkanlah putusan ini di tangan orang yang pertama kali memasuki pintu Shafa."
HAJAR ASWAD
Ternyata yang datang pertama kali dari pintu Shafa adalah Muhammad. Orang-orang pun bersorak lega.
"Ini dia Al Amin" seru mereka.
"Dia adalah orang yang bisa dipercaya. Kami yakin dia bisa memecahkan persoalan ini. Kami akan menerima putusannya."
Orang-orang Quraisy pun menceritakan persoalan yang mereka alami. Muhammad yang saat itu belum berumur 30 tahun, memandang mereka dengan matanya yang teduh dan bijaksana. Muhammad melihat berkobarnya api permusuhan pada mata setiap orang dari masing-masing kabilah Quraisy. Keadaan ini benar-benar genting. Kalau salah mengambil keputusan, akan terjadi pertumpahan darah di antara kabilah-kabilah itu.
Muhammad berpikir sejenak, lalu dia berkata,
"tolong bawakan sehelai kain."
Kain pun segera diberikan. Muhammad mengambil dan menghamparkan kain itu. Dia lalu mendekati Hajar Aswad. Diangkatnya batu hitam itu dan diletakkan di tengah-tengah.
"Hendaknya, setiap ketua kabilah memegang ujung kain ini," kata beliau lagi.
Kemudian, para ketua kabilah memegang ujung kain dan bersama-sama mengangkat Hajar Aswad. Di tempat Hajar Aswad semula berada. Muhammad mengangkat dan meletakkannya kembali.
Semua pihak merasa amat puas dengan keputusan Muhammad yang adil itu. Demikianlah, pada waktu muda. Rasulullah telah menjadi orang yang cerdas dan bijaksana.
Putra Putri Muhammad
Khadijah adalah wanita teladan yang terbaik. Beliau wanita yang penuh kasih, setia, dan menyerahkan seluruh hidupnya untuk suami tercinta. Khadijah juga wanita yang subur. Setelah lima belas tahun berumah tangga, Khadijah melahirkan enam orang anak. Mereka adalah:
Ruqayyah, Zainab, Ummi Kultsum, Fatimah, Qasim dan Abdullah.
Namun, Qasim dan Abdullah wafat ketika masih bayi, sedangkan keempat anak perempuan yang lain tetap hidup hingga dewasa. Kita dapat membayangkan betapa sedihnya Muhammad dan Khadijah kehilangan kedua putra mereka.
Ketika pulang ke rumah dan duduk di samping Khadijah, Muhammad sering melihat kesedihan di wajah istrinya itu. Saat itu, mempunyai anak laki-laki bagi masyarakat jahiliah adalah hal yang amat penting dan dianggap sebagai sebuah kebanggaan. Sebaliknya, mempunyai anak perempuan adalah hal yang amat memalukan, bahkan banyak orang yang memilih mengubur bayi perempuannya hidup-hidup dari pada membesarkannya.
Tentu saja Muhammad dan Khadijah tidak merasa malu memiliki anak-anak perempuan. Mereka menyayangi semua anak mereka tanpa pilih kasih. Apalagi putri bungsu mereka, Fatimah, yang saat itu masih berusia lima tahun, anak cantik yang sedang lucu-lucunya. Hanya saja kehilangan dua anak laki-laki yang masih bayi merupakan derita yang berat bagi orangtua mana pun.
Kekayaan Terbesar
Rasulullah pernah berkata bahwa kekayaan terbesar adalah istri yang salehah. Khadijah adalah kekayaan terbesar Rasulullah pada saat-saat paling sulit dalam hidup beliau.
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 25
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمَّد
Rumah Tangga Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam
Muhammad selalu membuat suasana rumahnya menjadi hidup dengan canda dan keramahan. Beliau suka berkelakar kepada siapa pun. Bukan hanya kepada istri dan putri-putrinya, beliau juga amat ramah kepada pembantunya.
Sejak muda, Rasulullah amat gemar memakai parfum. Bau wewangian itu akan membuat orang-orang di sekitar beliau merasa senang. Rasulullah tidak menyukai baju berwarna merah. Beliau lebih suka baju berwarna lurik atau putih. Rasulullah juga gemar memakai surban dengan salah satu ujungnya menggelantung antara pundak.
Beliau tidak pernah menggunakan baju yang seluruhnya terbuat dari sutera.
Kemudian datanglah satu orang yang amat Rasulullah sayangi. Begitu sayangnya sampai beliau mengangkatnya sebagai anak.
Zaid bin Haritsah
Suatu hari, keponakan Khadijah yang bernama Hakim bin Hizam membawa seorang budak laki-laki bernama Zaid bin Haritsah. Zaid dibawa ke rumah Khadijah dalam keadaan mengenaskan. Lehernya dibelenggu sehingga ia terpaksa merangkak seperti seekor kuda. Bunda Khadijah membeli Zaid dan memperlakukannya dengan baik.
Muhammad amat menyukai Zaid. Apalagi ketika Zaid bercerita bahwa ia dijadikan budak dengan cara diculik.
Lima belas tahun yang lalu, Zaid kecil sedang berjalan pulang bersama ibunya ketika datang para perampok gurun. Zaid disergap dan dibawa lari. Sejak itulah ia hidup sebagai seorang budak yang diperjualbelikan ke sana kemari. Nasiblah yang membawanya bertemu dengan Rasulullah, orang yang amat Zaid cintai.
Melihat Muhammad amat menyayangi Zaid, Khadijah memberikan Zaid kepada suaminya itu. Khadijah yang bijaksana mengerti bahwa suaminya menganggap Zaid seolah sebagai pengganti Qasim dan Abdullah yang telah tiada. Muhammad segera memerdekakan Zaid. Namun, secara tidak terduga, datanglah Haritsah, ayah Zaid.
Haritsah telah bertahun-tahun mencari Zaid sejak anaknya itu menghilang. Haritsah amat menyayangi dan merindukan Zaid sehingga ia membuat puisi kesedihan tentang anaknya itu. Zaid pun amat menyayangi ayahnya.
"Silakan membawa Zaid pulang," kata Muhammad kepada Haritsah. "Tetapi, seandainya Zaid memilih tetap bersama saya, saya tidak akan menolaknya."
Ternyata, Zaid lebih memilih tinggal bersama Muhammad. Muhammad amat bahagia sehingga mengangkat Zaid sebagai putra beliau. Sejak saat itu, Zaid sering dipanggil Zaid bin Muhammad.
Di kemudian hari, Allah melarang anak angkat mewarisi harta ayah angkatnya yang telah wafat. Harta seorang ayah tetaplah menjadi hak anak kandung, bukan anak angkat. Maha adil Allah Yang Agung.
Gua Hira
"Berhala berhala yang bernama Hubal, Lata dan Uzza itu tidak pernah menciptakan seekor lalat sekali pun, bagaimana mungkin mereka akan mendatangkan kebaikan bagi manusia?" demikian pikir Muhammad.
"Siapakah yang berada di balik semua ini? Siapa yang berada di balik luasnya langit dan tebaran bintang? Siapa yang berada di balik padang pasir yang panas terbakar kilauan matahari? Siapa pencipta langit yang jernih dan indah, langit yang bermandi cahaya bulan dan bintang yang begitu lembut, begitu sejuk? Siapa pembuat ombak yang berdebur dan penggali laut yang begitu dalam? Siapa yang berada di balik semua keindahan ini?"
Demikianlah Muhammad tidak mencari kebenaran dalam kisah-kisah lama atau tulisan para pendeta. Ia mencari kebenaran lewat alam. Ia mengasingkan dirinya dari keramaian dan pergi ke Gua Hira.
"Betapa sia-sianya hidup manusia, waktu terus berlalu, sementara jiwa-jiwa rusak karena dikuasai khayal tentang berhala-berhala yang mampu melakukan ini dan itu. Betapa sia-sianya hidup manusia karena tertipu dengan segala macam kemewahan yang tiada berguna.'"
Beliau mengasingkan diri seperti itu beberapa hari setiap bulan dan sepanjang bulan Ramadhan. Semakin lama, jiwanya semakin matang dan semakin terisi penuh. Sampai suatu ketika, saat usia Muhammad menginjak 40 tahun, datanglah seseorang yang bukan dari dunia ini menemui beliau di Gua Hira. Muhammad yang pemberani dan tenang itu amat terkejut melihatnya.
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 26
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمَّد
Diangkat Menjadi Utusan Allah
Makhluk yang datang itu adalah Malaikat Jibril. Ia datang membangunkan Muhammad yang sedang tidur karena kelelahan. Jibril berkata kepada Muhammad, "Iqra (Bacalah)!"
Dengan hati yang masih rasa terkejut, Muhammad menjawab, "Apa yang harus saya baca."
Kemudian Malaikat Jibril mendekap sehingga Muhammad merasa lemas. Jibril melepaskan dekapannya, lalu berkata lagi, "Bacalah!"
Kejadian itu berulang sampai tiga kali. Kemudian, setelah Muhammad berkata, "Apa yang harus saya baca?" barulah Jibril membacakan Surat Al 'Alaq ayat pertama hingga ayat kelima:
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan,
Surah Al-'Alaq (96:1)
خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ
Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
Surah Al-'Alaq (96:2)
اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ
Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah,
Surah Al-'Alaq (96:3)
الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ
Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam,
Surah Al-'Alaq (96:4)
عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ
Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
Surah Al-'Alaq (96:5)
Setelah mengucapkan ayat-ayat itu, Malaikat Jibril pun pergi meninggalkan Muhammad yang hatinya terhujam oleh firman Allah tadi.
Muhammad mendadak tersentak sadar. Beliau terbangun dari ketakutan sambil bertanya-tanya dalam hati, "Siapa gerangan yang kulihat tadi? Apakah aku telah diganggu jin?"
Beliau menoleh ke kiri dan ke kanan, tetapi tidak ada siapa pun. Muhammad diam sebentar dengan tubuh gemetar. Beliau lalu lari ke luar gua, menyusuri celah-celah gunung sambil mengulang pertanyaan dalam hati, "Siapa gerangan yang menyuruhku membaca tadi?"
Mendadak, Muhammad mendengar namanya dipanggil. Panggilan tersebut terasa dahsyat sekali. Beliau memandang ke cakrawala dan melihat malaikat dalam bentuk manusia. Muhammad tertegun ketakutan dan terpaku di tempatnya. Ia memalingkan wajah, tetapi di seluruh cakrawala, ke mana pun beliau memandang rupa malaikat yang indah itu tidak juga berlalu.
Ketulusan Khadijah
Di rumah, Khadijah tiba-tiba merasa khawatir dengan nasib suaminya. Beliau mengutus orang untuk mencari suaminya itu, tetapi tidak berhasil menemukannya.
Sementara itu, setelah rupa malaikat menghilang, Muhammad berjalan pulang dengan hati yang sudah di penuhi wahyu Allah. Dengan jantung yang terus berdenyut keras dan hati berdebar ketakutan, beliau pulang ke rumah.
"Selimuti aku," pinta Muhammad kepada Khadijah.
Khadijah segera menyelimuti suaminya yang menggigil kedinginan seperti terkena demam. Setelah rasa takutnya mereda, beliau memandang Khadijah dengan tatapan mata meminta kekuatan dan perlindungan.
"Khadijah, kenapa aku?" kata Muhammad.
Kemudian, Muhammad menceritakan semua yang telah terjadi. Beliau juga berkata bahwa ia takut semua itu bukan datang dari Allah, melainkan gangguan jin.
"Wahai putra pamanku," jawab Khadijah penuh sayang, "bergembiralah dan tabahkan hatimu. Demi Dia yang memegang hidup Khadijah, aku berharap kiranya engkau akan menjadi nabi atas umat ini. Sama sekali Allah takkan mencemoohkanmu sebab engkaulah yang mempererat tali kekeluargaan dan jujur dalam berkata-kata. Engkau selalu mau memikul beban orang lain dan menghormati tamu serta menolong mereka yang dalam kesulitan atas jalan yang benar."
Kata-kata Khadijah itu menuangkan rasa damai dan tenteram ke dalam hati suaminya yang sedang gelisah. Khadijah benar-benar yakin bahwa suaminya itu bukan diganggu jin. Beliau malah memandang suaminya itu dengan penuh rasa hormat.
Muhammad pun segera tenang kembali. Beliau memandang Khadijah dengan penuh kasih dan rasa terimakasih.
Tiba tiba, sekujur tubuhnya terasa amat letih dan beliau pun tertidur lelap.
Sejak saat itu, berakhirlah kehidupan tentang seorang Muhammad. Mulai saat itu, kehidupan penuh perjuangan keras dan pahit akan dilaluinya sebagai seorang Rasulullah, utusan Allah.
Kabar dari Waraqah bin Naufal
Khadijah menatap suaminya yang tertidur pulas itu. Dilihatnya kembali suaminya yang tertidur dengan nyenyak dan tenang sekali. Khadijah membayangkan apa yang baru saja dituturkan suaminya. Firman Allah dan Malaikat yang indah. Luar biasa!
"Semoga kekasihku ini memang akan menjadi seorang nabi untuk menuntun umat ini keluar dari kegelapan," demikian pikir Khadijah.
Saat berpikir demikian, senyumnya mengembang. Namun, senyum itu segera menghilang, berganti rasa takut memenuhi hati tatkala dibayangkan nasib yang bakal menimpa suaminya itu apabila orang-orang ramai menentangnya.
Demikianlah, pikiran bahagia dan sedih terus berganti-ganti dalam benak Khadijah. Akhirnya, beliau memutuskan untuk menceritakan hal ini kepada seseorang bijak yang dipercayanya.
Khadijah pun pergi menemui pamannya, Waraqah bin Naufal, seorang pendeta Nasrani yang jujur, dan menceritakan semua yang didengarnya dari suaminya.
Waraqah bertafakur sejenak, lalu berkata, "Mahasuci Ia, Mahasuci. Demi Dia yang memegang hidup Waraqah. Khadijah, percayalah, suamimu telah menerima 'namus besar' 1) seperti yang pernah diterima Musa. Sungguh, dia adalah nabi umat ini. Katakan kepadanya supaya tetap tabah."
Khadijah pulang. Dilihatnya suaminya masih tertidur. Dipandanginya suaminya itu dengan rasa kasih dan penuh ikhlas, bercampur harap dan cemas. Tiba-tiba, tubuh suaminya menggigil, napasnya terlihat sesak dengan keringat memenuhi wajah.
_______
1) Namus Besar
Namus besar yang dimaksud Waraqah bin Naufal berasal dari bahasa Yunani, noms, artinya kitab undang-undang atau kitab suci yang diwahyukan. Namus bukan istilah dalam Al Qur'an.
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 27
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمَّد
Orang yang Berselimut
Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam yang kini telah menjadi Rasulullah terbangun karena mendengar Malaikat Jibril membawakan wahyu kepadanya,
يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ
Hai orang yang berkemul (berselimut), (QS: Al-Muddassir 74:1)
قُمْ فَأَنْذِرْ
bangunlah, lalu berilah peringatan! (74:2)
وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ
dan Tuhanmu agungkanlah! (74:3)
وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ
dan pakaianmu bersihkanlah, (74:4)
وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ
dan perbuatan dosa tinggalkanlah, (74:5)
وَلَا تَمْنُنْ تَسْتَكْثِرُ
dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. (74:6)
وَلِرَبِّكَ فَاصْبِرْ
Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah. (74:7)
Khadijah memandang Rasulullah dengan kasih yang bertambah besar. Beliau perlahan mendekati suaminya. Khadijah dengan lembut memintanya agar kembali tidur.
"Waktu tidur dan istirahat sudah tidak ada lagi, Khadijah," demikian jawab Rasulullah.
"Jibril membawa perintah supaya aku memberi peringatan kepada umat manusia, mengajak mereka, dan supaya mereka beribadah hanya kepada Allah. Namun, siapa yang akan kuajak? Siapa pula yang akan mendengarkan?"
Khadijah cepat cepat menentramkan hati suaminya. Diceritakannya apa yang tadi dikatakan Waraqah. Dengan penuh semangat, Khadijah menyatakan diri sebagai orang yang mengimani Rasulullah.
Dengan demikian, tercatat dalam sejarah bahwa orang pertama yang memeluk Islam adalah Khadijah.
Untuk lebih menentramkan Rasulullah, Khadijah meminta suaminya memberitahu dirinya apabila malaikat datang.
Kemudian Jibril memang datang, namun hanya Rasulullah yang dapat melihatnya. Khadijah mendudukkan Rasulullah di pangkuan sebelah kiri, lalu ke pangkuan sebelah kanan. Malaikat Jibril masih terlihat oleh Rasulullah. Namun, ketika Khadijah melepas penutup wajahnya, Rasulullah melihat Sang Malaikat menghilang.
Dari kejadian itu, Bunda Khadijah merasa yakin bahwa yang datang itu benar-benar malaikat, bukan jin.
Bertemu Waraqah
Tidak lama kemudian, Rasulullah bertemu dengan Waraqah bin Naufal. Saat itu, Rasulullah sedang melaksanakan thawaf. Sesudah Rasulullah menceritakan keadaannya, Waraqah berkata, "Demi Dia yang memegang hidup Waraqah, engkau adalah nabi atas umat ini. Engkau telah menerima Namus Besar seperti yang pernah disampaikan kepada Musa. Pastilah kau akan didustakan, disiksa, diusir, dan diperangi orang. Kalau sampai pada waktu itu aku masih hidup, pasti aku akan membela yang di pihak Allah dengan pembelaan yang sudah diketahui-Nya pula."
Kemudian, Waraqah mendekat dan mencium ubun-ubun Rasulullah.
Kini Rasulullah memalingkan wajah ke sekitarnya, melihat orang-orang yang menyembah patung-patung batu. Orang-orang ini juga menjalankan riba dan memakan harta anak yatim. Mereka jelas-jelas berada dalam kesesatan. Kepada orang orang inilah Rasulullah diperintahkan untuk menyeru agar mereka menghentikan perbuatan perbuatan itu.
Namun, apakah mereka mau berhenti begitu saja? Orang orang Quraisy itu benar-benar amat kuat dalam memegang keyakinan mereka.
Orang orang itu bahkan siap berperang dan mati untuk mempertahankan keyakinan mereka. Untuk itu, Rasulullah memerlukan datangnya wahyu penuntun lagi.
Namun, wahyu yang dinanti Rasulullah ternyata tidak juga turun. Jibril tidak pernah datang lagi untuk waktu yang lama. Rasulullah merasa amat terasing. Rasa takutnya kembali muncul. Beliau takut jika Allah melupakan bahkan tidak menyukainya. Rasulullah kembali pergi ke bukit dan menyendiri lagi di Gua Hira. Ingin rasanya beliau membumbung tinggi dengan sepenuh jiwa, menghadap Allah, dan bertanya mengapa dirinya seolah ditinggalkan.
Apa gunanya hidup ini kalau harapan besar Rasulullah untuk menuntun umat ternyata menjadi kering. Rasulullah saat itu, benar benar hampir merasa putus asa.
Surat Adh Dhuha
Tiba-tiba, wahyu itu turun:
وَالضُّحَىٰ
Demi waktu matahari sepenggalahan naik,
Surah Ad-Duha (93:1)
وَاللَّيْلِ إِذَا سَجَىٰ
dan demi malam apabila telah sunyi (gelap), (93:2)
مَا وَدَّعَكَ رَبُّكَ وَمَا قَلَىٰ
Tuhanmu tiada meninggalkan kamu dan tiada (pula) benci kepadamu. (93:3)
وَلَلْآخِرَةُ خَيْرٌ لَكَ مِنَ الْأُولَىٰ
Dan sesungguhnya hari kemudian itu lebih baik bagimu daripada yang sekarang (permulaan). (93:4)
وَلَسَوْفَ يُعْطِيكَ رَبُّكَ فَتَرْضَىٰ
Dan kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu , lalu (hati) kamu menjadi puas. (93:5)
أَلَمْ يَجِدْكَ يَتِيمًا فَآوَىٰ
Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu? (93:6)
وَوَجَدَكَ ضَالًّا فَهَدَىٰ
Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk. (93:7)
وَوَجَدَكَ عَائِلًا فَأَغْنَىٰ
Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan. (93:8)
فَأَمَّا الْيَتِيمَ فَلَا تَقْهَرْ
Sebab itu, terhadap anak yatim janganlah kamu berlaku sewenang-wenang.
(93:9)
وَأَمَّا السَّائِلَ فَلَا تَنْهَرْ
Dan terhadap orang yang minta-minta, janganlah kamu menghardiknya.
(93:10)
وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ
Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu siarkan. (93:11)
Rasa cemas dan takut di hati Rasulullah kini hilang sudah. Betapa damainya firman Allah itu terasa di hati beliau. Rasulullah harus menjauhi setiap perbuatan mungkar dan membersihkan pakaian. Beliau harus mengajak orang mengingat Allah. Beliau harus tabah menghadapi gangguan, tidak boleh menolak orang yang meminta bantuan, dan berlaku lembut kepada anak yatim.
Allah juga mengingatkan bahwa Rasulullah yatim, lalu Allah melindunginya lewat asuhan kakeknya, Abdul Muthalib, dan pamannya, Abu Thalib.
Dulu, Rasulullah hidup miskin, lalu Allah memberinya kekayaan. Allah pula yang telah menyandingkan beliau dengan Khadijah, yang menjadi kawan semasa muda, kawan semasa beliau ber-tahannuts, kawan yang penuh cinta kasih, yang memberi nasihat dengan rasa kasih sayang.
Allah telah mendapati Rasulullah tidak tahu jalan, lalu diberi-Nya beliau petunjuk kenabian. Cukuplah semua itu. Hendaklah mulai sekarang, Rasulullah mengajak orang kepada kebenaran, sedapat mungkin, sekuat mungkin.
Orang yang Berselimut
Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam yang kini telah menjadi Rasulullah terbangun karena mendengar Malaikat Jibril membawakan wahyu kepadanya,
يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ
Hai orang yang berkemul (berselimut), (QS: Al-Muddassir 74:1)
قُمْ فَأَنْذِرْ
bangunlah, lalu berilah peringatan! (74:2)
وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ
dan Tuhanmu agungkanlah! (74:3)
وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ
dan pakaianmu bersihkanlah, (74:4)
وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ
dan perbuatan dosa tinggalkanlah, (74:5)
وَلَا تَمْنُنْ تَسْتَكْثِرُ
dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. (74:6)
وَلِرَبِّكَ فَاصْبِرْ
Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah. (74:7)
Khadijah memandang Rasulullah dengan kasih yang bertambah besar. Beliau perlahan mendekati suaminya. Khadijah dengan lembut memintanya agar kembali tidur.
"Waktu tidur dan istirahat sudah tidak ada lagi, Khadijah," demikian jawab Rasulullah.
"Jibril membawa perintah supaya aku memberi peringatan kepada umat manusia, mengajak mereka, dan supaya mereka beribadah hanya kepada Allah. Namun, siapa yang akan kuajak? Siapa pula yang akan mendengarkan?"
Khadijah cepat cepat menentramkan hati suaminya. Diceritakannya apa yang tadi dikatakan Waraqah. Dengan penuh semangat, Khadijah menyatakan diri sebagai orang yang mengimani Rasulullah.
Dengan demikian, tercatat dalam sejarah bahwa orang pertama yang memeluk Islam adalah Khadijah.
Untuk lebih menentramkan Rasulullah, Khadijah meminta suaminya memberitahu dirinya apabila malaikat datang.
Kemudian Jibril memang datang, namun hanya Rasulullah yang dapat melihatnya. Khadijah mendudukkan Rasulullah di pangkuan sebelah kiri, lalu ke pangkuan sebelah kanan. Malaikat Jibril masih terlihat oleh Rasulullah. Namun, ketika Khadijah melepas penutup wajahnya, Rasulullah melihat Sang Malaikat menghilang.
Dari kejadian itu, Bunda Khadijah merasa yakin bahwa yang datang itu benar-benar malaikat, bukan jin.
Bertemu Waraqah
Tidak lama kemudian, Rasulullah bertemu dengan Waraqah bin Naufal. Saat itu, Rasulullah sedang melaksanakan thawaf. Sesudah Rasulullah menceritakan keadaannya, Waraqah berkata, "Demi Dia yang memegang hidup Waraqah, engkau adalah nabi atas umat ini. Engkau telah menerima Namus Besar seperti yang pernah disampaikan kepada Musa. Pastilah kau akan didustakan, disiksa, diusir, dan diperangi orang. Kalau sampai pada waktu itu aku masih hidup, pasti aku akan membela yang di pihak Allah dengan pembelaan yang sudah diketahui-Nya pula."
Kemudian, Waraqah mendekat dan mencium ubun-ubun Rasulullah.
Kini Rasulullah memalingkan wajah ke sekitarnya, melihat orang-orang yang menyembah patung-patung batu. Orang-orang ini juga menjalankan riba dan memakan harta anak yatim. Mereka jelas-jelas berada dalam kesesatan. Kepada orang orang inilah Rasulullah diperintahkan untuk menyeru agar mereka menghentikan perbuatan perbuatan itu.
Namun, apakah mereka mau berhenti begitu saja? Orang orang Quraisy itu benar-benar amat kuat dalam memegang keyakinan mereka.
Orang orang itu bahkan siap berperang dan mati untuk mempertahankan keyakinan mereka. Untuk itu, Rasulullah memerlukan datangnya wahyu penuntun lagi.
Namun, wahyu yang dinanti Rasulullah ternyata tidak juga turun. Jibril tidak pernah datang lagi untuk waktu yang lama. Rasulullah merasa amat terasing. Rasa takutnya kembali muncul. Beliau takut jika Allah melupakan bahkan tidak menyukainya. Rasulullah kembali pergi ke bukit dan menyendiri lagi di Gua Hira. Ingin rasanya beliau membumbung tinggi dengan sepenuh jiwa, menghadap Allah, dan bertanya mengapa dirinya seolah ditinggalkan.
Apa gunanya hidup ini kalau harapan besar Rasulullah untuk menuntun umat ternyata menjadi kering. Rasulullah saat itu, benar benar hampir merasa putus asa.
Surat Adh Dhuha
Tiba-tiba, wahyu itu turun:
وَالضُّحَىٰ
Demi waktu matahari sepenggalahan naik,
Surah Ad-Duha (93:1)
وَاللَّيْلِ إِذَا سَجَىٰ
dan demi malam apabila telah sunyi (gelap), (93:2)
مَا وَدَّعَكَ رَبُّكَ وَمَا قَلَىٰ
Tuhanmu tiada meninggalkan kamu dan tiada (pula) benci kepadamu. (93:3)
وَلَلْآخِرَةُ خَيْرٌ لَكَ مِنَ الْأُولَىٰ
Dan sesungguhnya hari kemudian itu lebih baik bagimu daripada yang sekarang (permulaan). (93:4)
وَلَسَوْفَ يُعْطِيكَ رَبُّكَ فَتَرْضَىٰ
Dan kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu , lalu (hati) kamu menjadi puas. (93:5)
أَلَمْ يَجِدْكَ يَتِيمًا فَآوَىٰ
Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu? (93:6)
وَوَجَدَكَ ضَالًّا فَهَدَىٰ
Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk. (93:7)
وَوَجَدَكَ عَائِلًا فَأَغْنَىٰ
Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan. (93:8)
فَأَمَّا الْيَتِيمَ فَلَا تَقْهَرْ
Sebab itu, terhadap anak yatim janganlah kamu berlaku sewenang-wenang.
(93:9)
وَأَمَّا السَّائِلَ فَلَا تَنْهَرْ
Dan terhadap orang yang minta-minta, janganlah kamu menghardiknya.
(93:10)
وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ
Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu siarkan. (93:11)
Rasa cemas dan takut di hati Rasulullah kini hilang sudah. Betapa damainya firman Allah itu terasa di hati beliau. Rasulullah harus menjauhi setiap perbuatan mungkar dan membersihkan pakaian. Beliau harus mengajak orang mengingat Allah. Beliau harus tabah menghadapi gangguan, tidak boleh menolak orang yang meminta bantuan, dan berlaku lembut kepada anak yatim.
Allah juga mengingatkan bahwa Rasulullah yatim, lalu Allah melindunginya lewat asuhan kakeknya, Abdul Muthalib, dan pamannya, Abu Thalib.
Dulu, Rasulullah hidup miskin, lalu Allah memberinya kekayaan. Allah pula yang telah menyandingkan beliau dengan Khadijah, yang menjadi kawan semasa muda, kawan semasa beliau ber-tahannuts, kawan yang penuh cinta kasih, yang memberi nasihat dengan rasa kasih sayang.
Allah telah mendapati Rasulullah tidak tahu jalan, lalu diberi-Nya beliau petunjuk kenabian. Cukuplah semua itu. Hendaklah mulai sekarang, Rasulullah mengajak orang kepada kebenaran, sedapat mungkin, sekuat mungkin.
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 28
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمدShalat
Shalat adalah satu di antara ibadah pertama yang diajarkan Allah kepada Rasulullah ﷺ. Suatu saat, ketika Rasulullah ﷺ dan Khadijah sedang melaksanakan shalat, datanglah Ali bin Abu Thalib. Ali yang saat itu masih anak-anak, tertegun melihat Rasulullah ﷺ dan Khadijah rukuk, sujud, serta membaca ayat-ayat Al Qur'an.
"Kepada siapa kalian sujud?" tanya Ali ketika Rasulullah ﷺ dan Khadijah selesai shalat.
"Kami sujud kepada Allah," jawab Rasulullah, "Allah telah mengutusku dan memerintahkan aku mengajak manusia menyembah Allah."
Kemudian, Rasulullah ﷺ mengajak sepupunya itu untuk beribadah kepada Allah semata serta meninggalkan berhala-berhala semacam Lata dan Uzza. Rasulullah pun membacakan beberapa ayat Al Qur'an yang membuat Ali bin Abu Thalib terpesona karena ayat-ayat itu demikian indah.
Ali meminta waktu untuk berunding dengan ayahnya terlebih dahulu. Semalaman itu, Ali merasa gelisah.
Esoknya, ia memberitahukan kepada Rasulullah ﷺ dan Khadijah bahwa ia akan mengikuti mereka berdua, tidak perlu meminta pendapat ayahnya, Abu Thalib.
"Allah menjadikan saya tanpa saya perlu berunding dulu dengan Abu Thalib," demikian kata Ali, "apa gunanya saya harus berunding dengan dia untuk menyembah Allah?"
Jadi, Ali adalah anak pertama yang memeluk Islam. Kemudian, Zaid bin Haritsah, bekas budak yang ikut Rasulullah ﷺ, ikut masuk Islam juga.
Sampai di situ, Islam masih terbatas pada keluarga Rasulullah: istri beliau, sepupu beliau, serta bekas budak yang ikut beliau. Apa yang harus beliau lakukan untuk menyebarkan Islam lebih luas lagi? Beliau tahu betul betapa kerasnya dan betapa kuatnya orang-orang Quraisy menyembah berhala yang diwarisi dari nenek moyang mereka.
Walau demikian, Islam ini harus disebarkan, betapa pun kerasnya perlawanan orang.
Keislaman Abu Bakar
Abu Bakar bin Abu Quhafa dari kabilah bani Taim adalah teman akrab Rasulullah ﷺ sejak zaman sebelum Rasulullah diangkat menjadi utusan Allah. Rasulullah amat menyukai sahabatnya itu karena Abu Bakar adalah orang yang bersih, jujur, dan dapat dipercaya.
Suatu hari, Abu Bakar mendengar desas-desus tentang Rasulullah ﷺ. Beliau segera keluar mencari sahabatnya itu. Ketika mereka bertemu, Abu Bakar bertanya kepada Rasulullah,
"Wahai Abu Qasim (salah satu panggilan Rasulullah), ada apa denganmu? Kini engkau tidak lagi terlihat di majelis kaummu dan kudengar orang-orang menuduh, bahwa engkau telah berkata buruk tentang nenek moyangmu dan masih banyak lagi yang mereka katakan."
"Sesungguhnya, aku adalah utusan Allah," sabda Rasulullah ﷺ,
"Allah mengutusku untuk menyampaikan risalah-Nya. Sekarang, aku mengajak kamu kepada agama Allah dengan keyakinan yang benar. Demi Allah, sesungguhnya, apa yang kusampaikan adalah kebenaran. Wahai Abu Bakar, aku mengajak kamu untuk menyembah Allah yang Maha Esa, yang tidak ada sekutu bagi-Nya, dan janganlah menyembah kepada selain-Nya, dan untuk selamanya kamu taat kepada-Nya."
Rasulullah ﷺ memperdengarkan beberapa ayat Al Qur'an. Selesai Rasulullah berbicara, Abu Bakar langsung memeluk Islam. Melihat keislaman sahabatnya itu, Rasulullah amat gembira. Tidak seorang pun yang ada di antara dua gunung di Mekah yang kegembiraannya melebihi kegembiraan Rasulullah saat itu.
Abu Bakar segera mengumumkan keislamannya itu kepada teman-temannya. Beliau juga mengajak mereka mengikuti Rasulullah.
Dalam waktu singkat, Utsman bin Affan, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, dan Sa'ad bin Abu Waqash pun menemui Rasulullah dan masuk Islam.
Keislaman Utsman bin Affan
Utsman bin Affan menuturkan sendiri tentang keislamannya:
"Aku datang kepada bibiku Urwah binti Abdul Muthalib untuk menjenguknya karena ia sakit. Tidak lama kemudian, Rasulullah ﷺ datang ke tempat itu juga dan aku perhatikan beliau. Waktu itu, tampak jelas kebesarannya. Beliau pun menghampiri aku dan berkata,
"Wahai Utsman, mengapa kau memerhatikan aku begitu rupa?"
"Aku menjawab, 'Aku merasa kagum terhadap engkau dan terhadap kedudukan engkau di antara kami. Aku juga kagum dengan apa yang dibicarakan orang-orang mengenai dirimu."
Utsman melanjutkan, "Kemudian, Rasulullah mengucapkan kalimat 'Laa illaha illallah'. Demi Allah, mendengar kalimat itu, aku langsung bergetar. Kemudian, Rasulullah membacakan ayat,
وَفِي السَّمَاءِ رِزْقُكُمْ وَمَا تُوعَدُونَ ٢٢
فَوَرَبِّ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ إِنَّهُ لَحَقٌّ مِثْلَ مَا أَنَّكُمْ تَنْطِقُونَ ٢٣
"Dan di langit terdapat (sebab-sebab) rezekimu dan apa yang dijanjikan kepadamu. Maka, demi Tuhan langit dan bumi, sungguh, apa yang dijanjikan itu pasti terjadi seperti apa yang kamu ucapkan."
(Adz Dzariyat, 51: 22-23).
Kemudian, Rasulullah ﷺ berdiri dan pergi keluar. Aku pun mengikuti beliau dari belakang. Kemudian, aku menghadap beliau dan aku masuk Islam."
Pengorbanan Seorang Istri
Khadijah yang berasal dari kalangan bangsawan Mekah, sadar betul bahwa suaminya kelak akan dibenci oleh orang-orang kafir. Beliau berjuang di sisi suaminya, memilih Islam, dan menjadi pengikut pertama.
Khadijah menukar segala harta miliknya dengan kejayaan Islam yang tidak pernah beliau nikmati.
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 29
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمدKaum Muslimin Awal
Mengetahui betapa kerasnya kebencian orang-orang Quraisy, kaum Muslimin permulaan (Assaabiquunal Awaluun), melaksanakan ibadah mereka secara sembunyi-sembunyi. Jika hendak shalat mereka pergi ke celah-celah gunung di Mekah. Keadaan ini berlangsung selama tiga tahun berturut-turut. Sementara itu, sedikit demi sedikit Islam semakin meluas. Firman Allah yang turun satu demi satu semakin memperkuat keyakinan kaum Muslimin.
Ada satu hal yang membuat dakwah Islam berkembang, yaitu keteladan Rasulullah ﷺ, yang beliau contohkan dengan sangat baik. Beliau adalah orang yang penuh bakti dan penuh kasih sayang. Beliau juga sangat rendah hati sekaligus gagah berani. Tutur kata beliau lembut dan selalu berlaku adil. Hak setiap orang pasti ditunaikan sebagaimana mestinya. Perlakuan Rasulullah ﷺ terhadap orang-orang yang lemah, yatim piatu, orang sengsara, dan orang miskin adalah perlakuan yang penuh kasih, lembut dan sayang.
Pada malam hari beliau tidak cepat tidur, Beliau bertahajud dan membaca wahyu yang disampaikan Allah padanya. Beliau selalu merenung tentang nasib umatnya. Beliau juga merenungkan betapa luar biasanya penciptaan langit, bumi dan segala isinya. Seluruh permohonannya dihadapkan kepada Allah. Hal-hal seperti itu membuat orang-orang yang sudah beriman semakin bertambah cintanya kepada Islam dan semakin kukuh keimanannya. Mereka sudah berketetapan hati meninggalkan sesembahan nenek moyang mereka dan tidak takut siksaan orang-orang kafir yang membencinya.
Kalau orang lain telah Rasulullah ﷺ dakwahi bagaimana dengan keluarga beliau? Apakah beliau juga berdakwah kepada paman-paman beliau yang sebagiannya merupakan para pembesar Quraisy yang disegani? Apa yang mereka lakukan ketika mereka tahu bahwa Rasulullah ﷺ mengajak meninggalkan sesembahan berhala yang telah begitu lama diwariskan oleh nenek moyang mereka.
Jamuan Makan Untuk Kerabat
Tidak ada yang lebih dicintai Rasulullah ﷺ daripada kaum kerabatnya sendiri. Setelah tiga tahun, turunlah firman Allah yang memerintahkan agar beliau berdakwah kepada kerabatnya.
وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ
Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat,
Surah Asy-Syu'ara' (26:214)
وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِمَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ
dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman.
Surah Asy-Syu'ara' (26:215)
فَإِنْ عَصَوْكَ فَقُلْ إِنِّي بَرِيءٌ مِمَّا تَعْمَلُونَ
Jika mereka mendurhakaimu maka katakanlah: Sesungguhnya aku tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kamu kerjakan;
Surah Asy-Syu'ara' (26:216)
وَتَوَكَّلْ عَلَى الْعَزِيزِ الرَّحِيمِ
Dan bertawakkallah kepada (Allah) Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang,
Surah Asy-Syu'ara' (26:217)
Rasulullah ﷺ mengundang makan keluarga besar beliau. Mereka pun datang,
"Muhammad beri aku arak!" seru seorang paman beliau yang bernama Zubair.
Namun Rasulullah SAW hanya menyuguhkan susu. Setelah mereka makan, Rasulullah ﷺ berdiri dan berkata,
"Saya tidak melihat ada seorang manusia di kalangan Arab yang dapat membawa sesuatu ke tengah-tengah masyarakat lebih baik dari yang saya bawakan kepada kamu sekalian ini. Kubawakan kepada kamu dunia dan akhirat yang terbaik. Allah telah menyuruhku mengajak kamu sekalian. Siapa di antara kamu yang mau mendukungku?"
Setelah sesaat terpesona, semua orang menggerutu dan bangkit hendak pulang. Namun mereka kembali terperangah ketika Ali bin Abu Thalib yang masih remaja bangkit seraya berseru lantang,
"Rasulullah saya akan membantumu! Saya adalah lawan siapa saja yang engkau tentang!"
Rasulullah ﷺ menepuk bahu Ali sambil berkata kepada yang lain,
"Inilah saudara saya, pembantu, dan pengganti saya. Ikuti dan patuhilah dia!"
Mendadak tawa hadirin meledak. Seseorang berkata kepada Abu Thalib,
"Ia memerintahkan engkau supaya mendengar dan mematuhi anakmu sendiri"
Kemudian, semua orang bubar begitu saja. Tidak seorang pun di antara para undangan yang tertawa terbahak-bahak itu menyadari bahwa di antara mereka akan ditebas Ali memang bersungguh-sungguh dengan kata-katanya itu.
Walid bin Mughirah
Pada awal kenabian, ada seorang bernama Walid bin Mughirah. Ia mempunyai dua sahabat yang merupakan penyair hebat. Dengan syair-syairnya, mereka berusaha menjelek-jelekkan Rasulullah SAW. Dengan syair, Walid mempengaruhi orang banyak dengan dua sahabat penyairnya.
Penduduk Mekah Tidak Hirau
Meski ajaran Rasulullah ﷺ meluas dengan cepat, penduduk Mekah masih berhati-hati dan tidak terlalu hirau. Mereka menduga ajakan Rasulullah ﷺ akan hilang dengan sendirinya dan orang akan kembali menyembah kepercayaan nenek moyang mereka. Yang akhirnya, yang menang pasti Hubal, Latta dan Uza pikir mereka, tidak sadar bahwa keimanan murni yang diajarkan Rasulullah ﷺ tidak dapat dikalahkan.
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 30
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمدSeruan dari Bukit Shafa
"Wahai orang-orang Quraisy! Wahai orang-orang Quraisy!"
Penduduk Mekah yang sibuk dengan urusannya terkejut dan menoleh.
"Muhammad berseru dari atas Shafa!" seru mereka.
Seketika, orang-orang datang berduyun sambil bertanya-tanya khawatir,
"Ada apa?"
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memandang kerumunan orang di bawah yang menatapnya dengan wajah penuh tanda tanya.
"Bagaimana pendapat kalian kalau kuberi tahu bahwa di balik-bukit ini ada pasukan berkuda yang siap menyerbu. Percayakah kamu kepadaku?"
tanya Rasulullah ﷺ.
"Kami percaya!" jawab orang-orang yang di berkerumun itu.
"Kami tidak akan meragukan kata-katamu. Tidak pernah kami mendengar engkau berdusta."
Rasulullah ﷺ menarik napas dan menyampaikan seruannya,
"Aku mengingatkan kalian sebelum datang siksa yang amat berat! Wahai orang-orang Quraisy, Allah memerintahkan aku untuk memberi peringatan kepada kalian bahwa yang terbaik bagi kehidupan dunia dan akhirat adalah mengucapkan kalimat 'Laa ilaaha illallaah Muhammadurrasulullah."
Sejenak orang-orang tampak terpesona. Namun, Abu Lahab yang juga hadir di situ, dengan cepat naik darah. Ia berseru keras-keras mencaci Rasulullah ﷺ,
"Celaka engkau, Muhammad! Binasa dan celakalah seluruh hari-harimu! Hanya untuk omong kosong itukah kamu mengumpulkan kami?"
Rasulullah ﷺ tidak berkata apa-apa dihina sekeras itu. Beliau hanya menatap tajam wajah Abu Lahab. Setelah teriakan Abu Lahab itu, orang-orang Quraisy seperti disadarkan dari rasa terpesonanya. Mereka bubar dengan bermacam tingkah. Ada yang mengerutkan kening, ada yang berbisik-bisik, ada yang melirik Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam sambil tersenyum mencibir.
Hinaan Abu Lahab itu tidak dibiarkan Allah.Turunlah firman yang mengutuk perbuatan itu.
Turunnya Surat Al-Lahab
Allah berfirman: mengutuk Abu Lahab
تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ
Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa.
Surah Al-Lahab (111:1)
مَا أَغْنَىٰ عَنْهُ مَالُهُ وَمَا كَسَبَ
Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan.
Surah Al-Lahab (111:2)
سَيَصْلَىٰ نَارًا ذَاتَ لَهَبٍ
Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak.
Surah Al-Lahab (111:3)
وَامْرَأَتُهُ حَمَّالَةَ الْحَطَبِ
Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar.
Surah Al-Lahab (111:4)
فِي جِيدِهَا حَبْلٌ مِنْ مَسَدٍ
Yang di lehernya ada tali dari sabut.
Surah Al-Lahab (111:5)
Wahai Abu Lahab, sekarang apa yang akan engkau katakan? Dengarlah, keponakanmu Muhammad tidak akan pernah lagi bungkam terhadap orang yang menentangnya. Keponakanmu Muhammad tidak akan pernah lagi menerima caci maki dan hinaan dari siapa pun sekali pun dari pamannya sendiri. Jika caci maki itu ditujukan pada ajaran Allah yang dibawanya. Keponakanmu Muhammad bahkan siap terjun ke medan laga untuk menghadapi orang-orang yang sombong dan congkak seperti dirimu.
Wahai Abu Lahab dengarkanlah! Dengarkanlah firman Allah yang baru turun itu! Bukankah firman itu seperti gelegar petir yang menyambar dirimu?
Dirimulah yang binasa, Abu Lahab! Seluruh hari-harimulah yang binasa! Binasalah kedua tanganmu dan sungguh engkau akan benar-benar binasa!
Abu Lahab
Nama asli Abu Lahab adalah Abdul Uzza. Abu Lahab artinya si "Umpan Api".
Bisa dibayangkan betapa sakitnya hati Rasulullah ﷺ dihina Abu Lahab. Abu Lahab adalah paman Rasulullah ﷺ.
Lebih dari itu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam menikahkan kedua putrinya, Ruqayyah dan Ummu Kultsum dengan ke dua putra Abu Lahab, Utbah dan Utaibah.
Ummu Jamil
Selain Abu Lahab, ada seorang lagi yang amat murka dengan turunnya Surat Al Lahab. Dia adalah Ummu Jamil, istri Abu Lahab. Begitu mendengar bunyi Surat Al Lahab yang disampaikan orang kepadanya, hati Ummu Jamil menggelegak marah. Ia keluar rumah dan berjalan ke sana kemari mencari sasaran pelampaisan kemarahan. Tidak lama kemudian, ia bertemu dengan Abu Bakar. Amarahnya naik ke ubun ubun.
"Apa maksud temanmu melantunkan syair tentang diriku?" bentak Ummu Jamil kepada Abu Bakar.
Abu Bakar mengerti bahwa yang dimaksud Ummu Jamil adalah Rasulullah. Sebenarnya, saat itu Rasulullah ada di sisi Abu Bakar, tetapi Allah menutupi beliau dari pandangan Ummu Jamil.
"Demi Allah, temanku itu tidak pandai bersyair!" sanggah Abu Bakar.
"Bukankah temanmu itu mengatakan bahwa di leherku ada tali dari sabut yang dipintal?"
Ummu Jamil meraba-raba lehernya. Di leher itu, ada untaian kalung yang amat indah. Ia mempertontonkan perhiasannya itu kepada Abu Bakar sampai Abu Bakar merasa jengah dan memalingkan wajahnya.
"Inilah tali sabut yang dimaksud temanmu itu?" ejek Ummu Jamil sambil tersenyum. "Tidakkah ini merupakan tali sabut paling indah di dunia?"
Ummu Jamil kemudian berlenggak-lenggok genit sambil mempermainkan kalungnya. Ia tertawa dengan congkak. Abu Bakar tidak membalas, beliau cuma memejamkan mata.
Melihat Abu Bakar yang tetap tenang, Ummu Jamil melengos pergi sambil mengomel,
"Semua orang Quraisy tahu bahwa aku adalah putri kebanggaan mereka!"
Ummu Jamil adalah wanita yang sangat cantik. Ummu Jamil berarti "Ibu Kecantikan". Namun, seperti suaminya, Ummu Jamil sangat membenci Rasulullah dan kaum Muslimin. Begitu bencinya sampai ia menyuruh budak-budaknya melemparkan kotoran dan batu kepada Rasulullah setiap kali beliau lewat.
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 31
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Minta Mukjizat
Bersungguh-sungguh atau hanya sekedar mengejek, orang-orang Quraisy sering meminta mukjizat kepada Rasulullah.
"Kalau Tuhanmu bisa menurunkan mukjizat, kami pasti akan beriman kepadamu!" demikian seru salah seorang dari mereka kepada Rasulullah.
"Muhammad! Kalau engkau benar benar Rasulullah, mintalah Tuhan agar menyulap Bukit Shafa dan Marwa menjadi bukit-bukit emas!" seru yang lain.
"Ya, itu benar! Tetapi kalau Tuhanmu tidak sanggup membuat bukit emas, cobalah turunkan ayat-ayat Allah itu dalam sebuah kitab yang diturunkan langsung dari langit! Itu pun sudah akan membuat kami beriman!"
Rasulullah tidak menanggapi permintaan-permintaan aneh itu. Melihat Rasulullah yang tetap diam dan tenang, orang-orang Quraisy jadi semakin kesal. Dari waktu ke waktu, sering di muka umum dan disaksikan orang banyak, mereka mengajukan permintaan-permintaan lain yang lebih mustahil.
"Muhammad, kami dengar engkau sering membicarakan Jibril. Mengapa engkau tidak menampakkan Jibril di hadapan kami agar kami yakin?"
"Muhammad, kalau Tuhammu memang sehebat yang engkau katakan, mintalah Ia menghidupkan orangtua-orangtua kami yang sudah mati!"
"Muhammad, katamu engkau membawa agama kasih sayang buat seluruh alam! Kalau begitu, mintalah Tuhanmu agar memunculkan mata air yang lebih sedap dari sumur Zamzam! Bukankah engkau tahu bahwa penduduk Mekah sangat memerlukan air?"
"Ya, setidaknya mintalah Tuhanmu melenyapkan bukit-bukit yang mengurung Mekah agar kota ini dapat mudah dicapai orang dari arah mana pun!"
Jawaban untuk Kaum Quraisy
Allah sendirilah yang menjawab permintaan-permintaan itu melalui firman-Nya:
قُلْ لَا أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلَا ضَرًّا إِلَّا مَا شَاءَ اللَّهُ ۚ وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لَاسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ ۚ إِنْ أَنَا إِلَّا نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
Katakanlah: Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman.
Surah Al-A'raf (7:188)
Melalui ayat ini, Allah menyuruh Rasulullah mengatakan, "Wahai orang Quraisy, aku hanyalah seorang pemberi peringatan. Bukankah aku tidak meminta kepadamu hal-hal di luar kemampuan akal? Mengapa kamu justru memintaku menunjukkan hal-hal yang tidak masuk akal?
"Wahai orang Quraisy, bukankah Al Qur'an itu sendiri merupakan sebuah mukjizat? Kemudian, mengapa kamu masih meminta mukjizat yang lain? Apakah jika mukjizat itu benar-benar diturunkan, kamu akan beriman kepadaku? Bukankah jika mukjizat itu turun, kamu akan mengatakan bahwa aku hanyalah seorang penyihir yang mengada-ada?
"Wahai orang Quraisy, kalau kamu tidak mau menyembah Allah dan tetap menyembah berhala, mengapa tidak kamu minta saja mukjizat-mukjizat tadi kepada para berhala itu? Bukankah kamu tahu bahwa berhala-berhala itu tidak dapat mendatangkan kebajikan? Bukankah mereka tidak bergerak, tidak hidup, dan hanya terbuat dari batu dan kayu? Bukankah mereka tidak dapat membela diri jika ada orang yang datang dan menghancurkannya?
Demikianlah, Rasulullah menjawab dengan kata-kata yang tidak dapat lagi dibantah kebenarannya. Namun, apakah orang-orang kafir itu seketika mau menerima Islam? Tidak, mereka bahkan melakukan hal-hal lain untuk menyingkirkan Rasulullah.
Ammarah bin Walid
Sekali pun tidak memeluk Islam, Abu Thalib adalah pelindung Rasulullah. Jika ada orang yang membahayakan Rasulullah, Abu Thalib dan kabilahnya siap membelanya sampai titik darah penghabisan. Tidak ada musuh Rasulullah yang berani membunuh beliau tanpa menghadapi Abu Thalib dan kabilahnya. Karena mengetahui kokohnya perlindungan Abu Thalib ini, para pemuka Quraisy mendatangi orangtua itu di rumahnya.
"Abu Thalib," demikian mereka mengajak bicara,
"keponakanmu itu sudah memaki berhala-berhala kita, mencaci agama kita, dan menganggap sesat nenek moyang kita. Engkau harus menghentikan dia sekarang. Jika tidak, biarlah kami yang akan menghadapinya. Kalau kamu melindunginya juga, biar kabilah-kabilah kami yang akan menghadapi kabilahmu."
Abu Thalib menghela napas berat,
"Demi Tuhan Ka'bah, biar seluruh Mekah menghalangi jalanku, aku akan tetap melindungi kemenakanku itu."
Para pemimpin Quraisy itu saling berpandangan, lalu pergi tanpa berkata apa-apa. Bagaimanapun, mereka belum sanggup menghadapi perang saudara yang akan menghancurkan kota Mekah. Mereka memutar akal dan menemukan muslihat lain.
Para pemimpin Quraisy itu kembali mendatangi Abu Thalib sambil membawa serta Ammarah bin Walid. Ia adalah pemuda Quraisy yang gagah perkasa dan paling tampan wajahnya.
"Ambillah dia! Jadikan dia sebagai anak. Ia jadi milikmu. Namun, serahkanlah keponakanmu yang menyalahi agama kita dan agama nenek moyang kita, yang memecah belah persatuan kita itu untuk kami bunuh!"
"Bagaimana, Abu Thalib? Bukankah ini pertukaran yang adil? Seorang laki-laki ditukar pula dengan seorang laki-laki!"
Wajah Abu Thalib berubah murka. Dengan mata menyala, ditatapinya para bangsawan itu satu demi satu.
"Betapa buruknya tawaran kalian kepadaku ini!" geram Abu Thalib.
"Bayangkan, kalian memberikan anakmu kepadaku untuk aku beri makan, sedangkan aku harus menyerahkan anakku untuk kalian bunuh! Demi Tuhan Ka'bah, ini adalah hal yang tidak boleh terjadi buat selamanya!"
Abu Thalib adalah pemimpin kabilah Bani Hasyim. Kini Bani Hasyim terpecah dua. Kaum miskinnya membela Abu Thalib, sedang kaum kayanya membela Abu Lahab.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Minta Mukjizat
Bersungguh-sungguh atau hanya sekedar mengejek, orang-orang Quraisy sering meminta mukjizat kepada Rasulullah.
"Kalau Tuhanmu bisa menurunkan mukjizat, kami pasti akan beriman kepadamu!" demikian seru salah seorang dari mereka kepada Rasulullah.
"Muhammad! Kalau engkau benar benar Rasulullah, mintalah Tuhan agar menyulap Bukit Shafa dan Marwa menjadi bukit-bukit emas!" seru yang lain.
"Ya, itu benar! Tetapi kalau Tuhanmu tidak sanggup membuat bukit emas, cobalah turunkan ayat-ayat Allah itu dalam sebuah kitab yang diturunkan langsung dari langit! Itu pun sudah akan membuat kami beriman!"
Rasulullah tidak menanggapi permintaan-permintaan aneh itu. Melihat Rasulullah yang tetap diam dan tenang, orang-orang Quraisy jadi semakin kesal. Dari waktu ke waktu, sering di muka umum dan disaksikan orang banyak, mereka mengajukan permintaan-permintaan lain yang lebih mustahil.
"Muhammad, kami dengar engkau sering membicarakan Jibril. Mengapa engkau tidak menampakkan Jibril di hadapan kami agar kami yakin?"
"Muhammad, kalau Tuhammu memang sehebat yang engkau katakan, mintalah Ia menghidupkan orangtua-orangtua kami yang sudah mati!"
"Muhammad, katamu engkau membawa agama kasih sayang buat seluruh alam! Kalau begitu, mintalah Tuhanmu agar memunculkan mata air yang lebih sedap dari sumur Zamzam! Bukankah engkau tahu bahwa penduduk Mekah sangat memerlukan air?"
"Ya, setidaknya mintalah Tuhanmu melenyapkan bukit-bukit yang mengurung Mekah agar kota ini dapat mudah dicapai orang dari arah mana pun!"
Jawaban untuk Kaum Quraisy
Allah sendirilah yang menjawab permintaan-permintaan itu melalui firman-Nya:
قُلْ لَا أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلَا ضَرًّا إِلَّا مَا شَاءَ اللَّهُ ۚ وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لَاسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ ۚ إِنْ أَنَا إِلَّا نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
Katakanlah: Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman.
Surah Al-A'raf (7:188)
Melalui ayat ini, Allah menyuruh Rasulullah mengatakan, "Wahai orang Quraisy, aku hanyalah seorang pemberi peringatan. Bukankah aku tidak meminta kepadamu hal-hal di luar kemampuan akal? Mengapa kamu justru memintaku menunjukkan hal-hal yang tidak masuk akal?
"Wahai orang Quraisy, bukankah Al Qur'an itu sendiri merupakan sebuah mukjizat? Kemudian, mengapa kamu masih meminta mukjizat yang lain? Apakah jika mukjizat itu benar-benar diturunkan, kamu akan beriman kepadaku? Bukankah jika mukjizat itu turun, kamu akan mengatakan bahwa aku hanyalah seorang penyihir yang mengada-ada?
"Wahai orang Quraisy, kalau kamu tidak mau menyembah Allah dan tetap menyembah berhala, mengapa tidak kamu minta saja mukjizat-mukjizat tadi kepada para berhala itu? Bukankah kamu tahu bahwa berhala-berhala itu tidak dapat mendatangkan kebajikan? Bukankah mereka tidak bergerak, tidak hidup, dan hanya terbuat dari batu dan kayu? Bukankah mereka tidak dapat membela diri jika ada orang yang datang dan menghancurkannya?
Demikianlah, Rasulullah menjawab dengan kata-kata yang tidak dapat lagi dibantah kebenarannya. Namun, apakah orang-orang kafir itu seketika mau menerima Islam? Tidak, mereka bahkan melakukan hal-hal lain untuk menyingkirkan Rasulullah.
Ammarah bin Walid
Sekali pun tidak memeluk Islam, Abu Thalib adalah pelindung Rasulullah. Jika ada orang yang membahayakan Rasulullah, Abu Thalib dan kabilahnya siap membelanya sampai titik darah penghabisan. Tidak ada musuh Rasulullah yang berani membunuh beliau tanpa menghadapi Abu Thalib dan kabilahnya. Karena mengetahui kokohnya perlindungan Abu Thalib ini, para pemuka Quraisy mendatangi orangtua itu di rumahnya.
"Abu Thalib," demikian mereka mengajak bicara,
"keponakanmu itu sudah memaki berhala-berhala kita, mencaci agama kita, dan menganggap sesat nenek moyang kita. Engkau harus menghentikan dia sekarang. Jika tidak, biarlah kami yang akan menghadapinya. Kalau kamu melindunginya juga, biar kabilah-kabilah kami yang akan menghadapi kabilahmu."
Abu Thalib menghela napas berat,
"Demi Tuhan Ka'bah, biar seluruh Mekah menghalangi jalanku, aku akan tetap melindungi kemenakanku itu."
Para pemimpin Quraisy itu saling berpandangan, lalu pergi tanpa berkata apa-apa. Bagaimanapun, mereka belum sanggup menghadapi perang saudara yang akan menghancurkan kota Mekah. Mereka memutar akal dan menemukan muslihat lain.
Para pemimpin Quraisy itu kembali mendatangi Abu Thalib sambil membawa serta Ammarah bin Walid. Ia adalah pemuda Quraisy yang gagah perkasa dan paling tampan wajahnya.
"Ambillah dia! Jadikan dia sebagai anak. Ia jadi milikmu. Namun, serahkanlah keponakanmu yang menyalahi agama kita dan agama nenek moyang kita, yang memecah belah persatuan kita itu untuk kami bunuh!"
"Bagaimana, Abu Thalib? Bukankah ini pertukaran yang adil? Seorang laki-laki ditukar pula dengan seorang laki-laki!"
Wajah Abu Thalib berubah murka. Dengan mata menyala, ditatapinya para bangsawan itu satu demi satu.
"Betapa buruknya tawaran kalian kepadaku ini!" geram Abu Thalib.
"Bayangkan, kalian memberikan anakmu kepadaku untuk aku beri makan, sedangkan aku harus menyerahkan anakku untuk kalian bunuh! Demi Tuhan Ka'bah, ini adalah hal yang tidak boleh terjadi buat selamanya!"
Abu Thalib adalah pemimpin kabilah Bani Hasyim. Kini Bani Hasyim terpecah dua. Kaum miskinnya membela Abu Thalib, sedang kaum kayanya membela Abu Lahab.
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 32
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Dahsyatnya Iman
Abu Thalib memanggil Rasulullah dan berkata,
"Muhammad, orang-orang Quraisy kembali datang padaku dan mengatakan, 'Wahai Abu Thalib, engkau adalah orang terhormat dan terpandang di kalangan kami. Oleh karena itu, kami meminta baik-baik kepadamu untuk menghentikan keponakanmu itu, tetapi tidak juga engkau lakukan. Ingatlah, kami tidak akan tinggal diam terhadap orang yang memaki nenek moyang kita, tidak menghargai harapan-harapan kita, dan mencela berhala-berhala kita. Suruh diam dia atau kami lawan dia hingga salah satu pihak nanti binasa! ' "
Abu Thalib memandang wajah keponakannya lekat-lekat, hampir seperti memohon, lalu katanya,
"Jagalah Aku, Nak. Jaga juga dirimu. Jangan Aku dibebani dengan hal-hal yang tidak dapat kupikul. "
Rasullullah tertegun. Beliau tahu, pamannya seolah sudah tidak berdaya lagi membelanya. Pamannya hendak meninggalkan dan melepasnya. Sementara itu, kaum muslimin masih lemah dan belum mampu membela diri. Namun, semua diserahkan pada kehendak Allah. Rasullullah bertekad untuk terus berdakwah. Lebih baik mati membawa iman daripada menyerah atau ragu-ragu.
Oleh karena itu, dengan seluruh kekuatan jiwa, Rasulullah berkata,
"Paman, demi Allah, kalau pun mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku agar aku meninggalkan tugas ini, sungguh tidak akan kutinggalkan. Biar nanti Allah yang akan membuktikan apakah kemenangan itu ada di tanganku atau aku binasa karenanya."
Begitulah kedahsyatan iman Rasulullah. Abu Thalib sampai tertegun dan gemetar mendengar tekad keponakannya itu. Rasulullah pergi sambil menitikkan airmata, tetapi Abu Thalib memanggilnya kembali sambil berkata,
"Anakku katakanlah sekehendakmu. Aku tidak akan menyerahkan engkau apa pun yang terjadi."
Utsman dan Ruqayyah
Sore itu, Rasulullah pulang ke rumah dengan hati yang sangat sedih. Seharian, beliau melihat para pengikutnya disiksa.
Betapa berat penderitaan orang-orang Muslim saat itu. Khadijah menghampiri suaminya tercinta. Dihibur dan dikuatkannya kembali diri Rasulullah .
Tiba-tiba, pintu terbuka. Ruqayyah, putri kedua Rasulullah, tiba-tiba masuk sambil menangis. Ruqayyah mendekap pangkuan ibunya sambil menangis tersedu-sedu.
"Ada apa, sayang?" tanya Khadijah begitu lembut, menutupi kekhawatirannya sendiri akan berita buruk yang dibawa putrinya itu.
"Suamiku menceraikan aku, Bunda," isak Ruqayyah. "Ayah mertuaku, Abu Lahab, menyuruh suamiku menceraikan aku dan suamiku menurut. Ia dijanjikan akan dinikahkan kembali dengan putri bangsawan."
Rasulullah dan Khadijah saling bertatapan sedih. Sudah sekejam itu Abu Lahab bertindak untuk menyakiti Rasulullah dan keluarganya.
"Ummu Jamil, ibu mertuaku, merobek-robek bajuku," lanjut Ruqayyah pilu. "Abu Lahab memukuliku. Abu Lahab, Ummu Jamil, dan suamiku, Utbah, bersumpah tidak akan menerima lagi kehadiranku selama ayah masih tetap mendakwahkan Islam."
Seberapa pun tabahnya Khadijah, akhirnya air matanya menitik juga melihat putrinya yang kini menjadi orang terusir. Dengan lembut, Rasulullah memeluk putrinya itu dan menghapus air mata di pipinya.
"Aku lebih sayang Ayah dan Bunda daripada siapa pun di dunia ini," bisik Ruqayyah kepada Rasulullah.
Dengan hati pilu, Rasulullah pergi menemui Abu Bakar. Rasulullah menceritakan kejadian yang menimpa Ruqayyah.
"Ya Rasulullah," kata Abu Bakar dengan lembut.
"Sebenarnya, dari dulu, Utsman bin Affan sudah menaruh hati pada Ruqayyah, tetapi Utbah mendahuluinya. Utsman sangat menyesal tidak dapat menyunting putri Anda."
Mendengar penuturan Abu Bakar, Rasulullah pun kemudian menikahkan Utsman dengan Ruqayyah. Untuk sementara, berakhir satu kesedihan.
Masih banyak lagi cobaan dan ujian lain yang akan mendera Rasulullah, keluarga, dan para sahabatnya.
Duri-duri di Jalan
Gangguan Ummu Jamil dan Abu Lahab semakin menjadi jadi. Setiap kali Rasulullah ﷺ berjalan untuk menemui para pengikutnya, setiap itu pula beliau menemukan duri-duri bertebaran di jalan. Perlahan dan berhati-hati, Rasulullah ﷺ melangkah agar duri tidak menembus kakinya. Namun, hampir setiap kali pula dalam keadaan itu, kotoran dan batu melayang ke arah beliau.
Suara tawa melengking terdengar jika Rasulullah ﷺ tengah sibuk menghindari lemparan batu dan kotoran. Sambil menghapus kotoran yang melekat di pakaian, Rasulullah menoleh ke arah suara tawa. Ummu Jamil dan Abu Lahab kelihatan begitu menikmati penderitaan Rasulullah ﷺ. Ummu Jamil berpakaian mencolok dan selalu menatap Rasulullah ﷺ dengan tatapan menghina.
"Lihat!" lengking Ummu Jamil,
"Inilah Muhammad, anak gembel yang berani membawa agama baru! Agama yang dikiranya dapat menyamakan kedudukan para bangsawan dan budak!"
Rasulullah ﷺ tidak berkata apa-apa untuk membalas. Beliau hanya balik menatap dengan tatapan yang tajam.
"Percuma kamu banyak berkata, istriku! Telinganya sudah tuli!" Sembur Abu Lahab. "Hai, para budak! Lanjutkan kesenangan kalian!”
Seketika itu juga, budak-budak kuat bertubuh besar milik Abu Lahab dan Ummu Jamil kembali melempari Rasullulah ﷺ dengan batu, kotoran, dan pasir. Diperlakukan seperti itu, Rasulullah ﷺ tidak membalas sedikit pun. Beliau hanya menghindar, menahan sakit, seraya bersabar dan terus bersabar.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Dahsyatnya Iman
Abu Thalib memanggil Rasulullah dan berkata,
"Muhammad, orang-orang Quraisy kembali datang padaku dan mengatakan, 'Wahai Abu Thalib, engkau adalah orang terhormat dan terpandang di kalangan kami. Oleh karena itu, kami meminta baik-baik kepadamu untuk menghentikan keponakanmu itu, tetapi tidak juga engkau lakukan. Ingatlah, kami tidak akan tinggal diam terhadap orang yang memaki nenek moyang kita, tidak menghargai harapan-harapan kita, dan mencela berhala-berhala kita. Suruh diam dia atau kami lawan dia hingga salah satu pihak nanti binasa! ' "
Abu Thalib memandang wajah keponakannya lekat-lekat, hampir seperti memohon, lalu katanya,
"Jagalah Aku, Nak. Jaga juga dirimu. Jangan Aku dibebani dengan hal-hal yang tidak dapat kupikul. "
Rasullullah tertegun. Beliau tahu, pamannya seolah sudah tidak berdaya lagi membelanya. Pamannya hendak meninggalkan dan melepasnya. Sementara itu, kaum muslimin masih lemah dan belum mampu membela diri. Namun, semua diserahkan pada kehendak Allah. Rasullullah bertekad untuk terus berdakwah. Lebih baik mati membawa iman daripada menyerah atau ragu-ragu.
Oleh karena itu, dengan seluruh kekuatan jiwa, Rasulullah berkata,
"Paman, demi Allah, kalau pun mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku agar aku meninggalkan tugas ini, sungguh tidak akan kutinggalkan. Biar nanti Allah yang akan membuktikan apakah kemenangan itu ada di tanganku atau aku binasa karenanya."
Begitulah kedahsyatan iman Rasulullah. Abu Thalib sampai tertegun dan gemetar mendengar tekad keponakannya itu. Rasulullah pergi sambil menitikkan airmata, tetapi Abu Thalib memanggilnya kembali sambil berkata,
"Anakku katakanlah sekehendakmu. Aku tidak akan menyerahkan engkau apa pun yang terjadi."
Utsman dan Ruqayyah
Sore itu, Rasulullah pulang ke rumah dengan hati yang sangat sedih. Seharian, beliau melihat para pengikutnya disiksa.
Betapa berat penderitaan orang-orang Muslim saat itu. Khadijah menghampiri suaminya tercinta. Dihibur dan dikuatkannya kembali diri Rasulullah .
Tiba-tiba, pintu terbuka. Ruqayyah, putri kedua Rasulullah, tiba-tiba masuk sambil menangis. Ruqayyah mendekap pangkuan ibunya sambil menangis tersedu-sedu.
"Ada apa, sayang?" tanya Khadijah begitu lembut, menutupi kekhawatirannya sendiri akan berita buruk yang dibawa putrinya itu.
"Suamiku menceraikan aku, Bunda," isak Ruqayyah. "Ayah mertuaku, Abu Lahab, menyuruh suamiku menceraikan aku dan suamiku menurut. Ia dijanjikan akan dinikahkan kembali dengan putri bangsawan."
Rasulullah dan Khadijah saling bertatapan sedih. Sudah sekejam itu Abu Lahab bertindak untuk menyakiti Rasulullah dan keluarganya.
"Ummu Jamil, ibu mertuaku, merobek-robek bajuku," lanjut Ruqayyah pilu. "Abu Lahab memukuliku. Abu Lahab, Ummu Jamil, dan suamiku, Utbah, bersumpah tidak akan menerima lagi kehadiranku selama ayah masih tetap mendakwahkan Islam."
Seberapa pun tabahnya Khadijah, akhirnya air matanya menitik juga melihat putrinya yang kini menjadi orang terusir. Dengan lembut, Rasulullah memeluk putrinya itu dan menghapus air mata di pipinya.
"Aku lebih sayang Ayah dan Bunda daripada siapa pun di dunia ini," bisik Ruqayyah kepada Rasulullah.
Dengan hati pilu, Rasulullah pergi menemui Abu Bakar. Rasulullah menceritakan kejadian yang menimpa Ruqayyah.
"Ya Rasulullah," kata Abu Bakar dengan lembut.
"Sebenarnya, dari dulu, Utsman bin Affan sudah menaruh hati pada Ruqayyah, tetapi Utbah mendahuluinya. Utsman sangat menyesal tidak dapat menyunting putri Anda."
Mendengar penuturan Abu Bakar, Rasulullah pun kemudian menikahkan Utsman dengan Ruqayyah. Untuk sementara, berakhir satu kesedihan.
Masih banyak lagi cobaan dan ujian lain yang akan mendera Rasulullah, keluarga, dan para sahabatnya.
Duri-duri di Jalan
Gangguan Ummu Jamil dan Abu Lahab semakin menjadi jadi. Setiap kali Rasulullah ﷺ berjalan untuk menemui para pengikutnya, setiap itu pula beliau menemukan duri-duri bertebaran di jalan. Perlahan dan berhati-hati, Rasulullah ﷺ melangkah agar duri tidak menembus kakinya. Namun, hampir setiap kali pula dalam keadaan itu, kotoran dan batu melayang ke arah beliau.
Suara tawa melengking terdengar jika Rasulullah ﷺ tengah sibuk menghindari lemparan batu dan kotoran. Sambil menghapus kotoran yang melekat di pakaian, Rasulullah menoleh ke arah suara tawa. Ummu Jamil dan Abu Lahab kelihatan begitu menikmati penderitaan Rasulullah ﷺ. Ummu Jamil berpakaian mencolok dan selalu menatap Rasulullah ﷺ dengan tatapan menghina.
"Lihat!" lengking Ummu Jamil,
"Inilah Muhammad, anak gembel yang berani membawa agama baru! Agama yang dikiranya dapat menyamakan kedudukan para bangsawan dan budak!"
Rasulullah ﷺ tidak berkata apa-apa untuk membalas. Beliau hanya balik menatap dengan tatapan yang tajam.
"Percuma kamu banyak berkata, istriku! Telinganya sudah tuli!" Sembur Abu Lahab. "Hai, para budak! Lanjutkan kesenangan kalian!”
Seketika itu juga, budak-budak kuat bertubuh besar milik Abu Lahab dan Ummu Jamil kembali melempari Rasullulah ﷺ dengan batu, kotoran, dan pasir. Diperlakukan seperti itu, Rasulullah ﷺ tidak membalas sedikit pun. Beliau hanya menghindar, menahan sakit, seraya bersabar dan terus bersabar.
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 33
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Bilal bin Rabbah
Beberapa pengikut Rasulullah yang pertama berasal dari kalangan miskin dan lemah. Ajaran Islam yang melarang penindasan membuat banyak budak dengan segera menjadi seorang Muslim. Namun, jika tuan mereka tahu akan hal ini, para budak itu dipaksa harus memilih:
kembali menyembah berhala atau disiksa habis-habisan.
"Lemparkan dia dan baringkan tubuhnya di atas pasir!" raung Umayyah bin Khalaf Al Juhmi. Rupanya, ia sangat murka mengetahui seorang budaknya, Bilal bin Rabbah, menjadi pengikut Rasulullah. Lebih murka lagi ia ketika tahu bahwa Bilal, si pemuda hitam itu, lebih memilih menghadapi siksa dan membangkang kehendaknya daripada harus keluar dari agama barunya itu.
Orang-orang suruhan Umayyah membuka seluruh baju Bilal. Kemudian, budak malang itu ditelentangkan di atas padang pasir yang panasnya begitu menyengat saat matahari berada di atas kepala.
"Budak jelek, engkau akan diperlakukan seperti ini hingga engkau mati atau engkau mengingkari Muhammad dan kembali menyembah Lata dan Uzza!".
Menghadapi ancaman itu, Bilal hanya berkata,
"Ahad! Ahad!" ("Maha Esa Allah! Maha Esa Allah! ")
Suara cambuk memerihkan telinga ketika Bilal disiksa, "Ahad! Ahad!"
"Letakkan batu besar di atas dadanya!" raung Umayyah.
Bilal merasa dadanya hampir remuk dan terasa sesak sekali, sehingga nyaris ia tidak dapat lagi bernapas atau pun bersuara, tetapi ia tetap melantunkan kalimat juangngya. "Ahad! Ahad! Ahad!"
Ibu Bilal, Hamamah, juga disiksa tuannya. Menurut suatu riwayat, ia gugur dalam penyiksaan itu dan wafat sebagai syuhada.
(Dalam riwayat yang lain, Hamamah, dimerdekakan Rasulullah).
Khalid bin Sa'id
Seperti Bilal, Khalid bin Sa'id termasuk orang-orang pertama yang beriman. Khalid adalah orang ke kelima yang masuk Islam. Ia bermimpi akan jatuh ke jurang api, tapi diselamatkan oleh seseorang yang ternyata ia adalah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam.
Siksaan Demi Siksaan
Setelah melihat Umayyah menyiksa Bilal sedemikian kejam, para pemilik budak dan pembesar Quraisy yang lain ikut menyiksa para budak mereka yang ketahuan memeluk agama Islam. Beragam siksaan sangat kejam ditimpakan kepada para pemeluk Islam pertama itu.
"Hukuman apa yang harus kutimpakan kepada budak pembangkang ini, Tuan?" Tanya algojo.
Sang Tuan tersenyum sinis, "Cambuk dia sampai tanganmu tidak mampu lagi!"
Algojo melaksanakan tugasnya dengan patuh. Suara lecutan cambuk disertai erangan orang terdengar dari detik ke detik. Setiap lecutan membuat rasa sakit lebih perih dari lecutan sebelumnya. Sebagian orang yang kuat bertahan hingga pingsan. Sebagian yang lain gugur karena tidak kuat menahan derita.
Lebih dari itu, ternyata bukan hanya cambuk yang bicara.
"Buka pakaiannya!" perintah seorang bangsawan kepada tukang pukulnya.
Beberapa budak Muslim yang malang itu segera saja menjadi tidak berbaju.
"Pakaikan mereka pakaian besi yang ketat menempel di kulit!" seringai sang bangsawan.
Para tukang pukul segera menurut.
"Sekarang, bakar baju besi yang telah dikenakan itu!" seru bangsawan dengan buas.
Jerit kesakitan budak-budak Muslim itu amat memilukan karena baju besi yang dibakar itu menghanguskan seluruh kulit tubuh mereka.
Ummu Ubais dan Zinnirah
Ummu Ubais dan Zinnirah adalah dua perempuan Muslim yang disiksa sampai jadi buta. Orang-orang Quraisy mengejek dengan mengatakan bahwa kebutaan itu disebabkan mereka dikutuk berhala.
Akan tetapi, dengan izin Allah, keduanya kemudian dapat melihat lagi sehingga orang-orang Muslim dapat membalas ejekan orang-orang kafir.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Bilal bin Rabbah
Beberapa pengikut Rasulullah yang pertama berasal dari kalangan miskin dan lemah. Ajaran Islam yang melarang penindasan membuat banyak budak dengan segera menjadi seorang Muslim. Namun, jika tuan mereka tahu akan hal ini, para budak itu dipaksa harus memilih:
kembali menyembah berhala atau disiksa habis-habisan.
"Lemparkan dia dan baringkan tubuhnya di atas pasir!" raung Umayyah bin Khalaf Al Juhmi. Rupanya, ia sangat murka mengetahui seorang budaknya, Bilal bin Rabbah, menjadi pengikut Rasulullah. Lebih murka lagi ia ketika tahu bahwa Bilal, si pemuda hitam itu, lebih memilih menghadapi siksa dan membangkang kehendaknya daripada harus keluar dari agama barunya itu.
Orang-orang suruhan Umayyah membuka seluruh baju Bilal. Kemudian, budak malang itu ditelentangkan di atas padang pasir yang panasnya begitu menyengat saat matahari berada di atas kepala.
"Budak jelek, engkau akan diperlakukan seperti ini hingga engkau mati atau engkau mengingkari Muhammad dan kembali menyembah Lata dan Uzza!".
Menghadapi ancaman itu, Bilal hanya berkata,
"Ahad! Ahad!" ("Maha Esa Allah! Maha Esa Allah! ")
Suara cambuk memerihkan telinga ketika Bilal disiksa, "Ahad! Ahad!"
"Letakkan batu besar di atas dadanya!" raung Umayyah.
Bilal merasa dadanya hampir remuk dan terasa sesak sekali, sehingga nyaris ia tidak dapat lagi bernapas atau pun bersuara, tetapi ia tetap melantunkan kalimat juangngya. "Ahad! Ahad! Ahad!"
Ibu Bilal, Hamamah, juga disiksa tuannya. Menurut suatu riwayat, ia gugur dalam penyiksaan itu dan wafat sebagai syuhada.
(Dalam riwayat yang lain, Hamamah, dimerdekakan Rasulullah).
Khalid bin Sa'id
Seperti Bilal, Khalid bin Sa'id termasuk orang-orang pertama yang beriman. Khalid adalah orang ke kelima yang masuk Islam. Ia bermimpi akan jatuh ke jurang api, tapi diselamatkan oleh seseorang yang ternyata ia adalah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam.
Siksaan Demi Siksaan
Setelah melihat Umayyah menyiksa Bilal sedemikian kejam, para pemilik budak dan pembesar Quraisy yang lain ikut menyiksa para budak mereka yang ketahuan memeluk agama Islam. Beragam siksaan sangat kejam ditimpakan kepada para pemeluk Islam pertama itu.
"Hukuman apa yang harus kutimpakan kepada budak pembangkang ini, Tuan?" Tanya algojo.
Sang Tuan tersenyum sinis, "Cambuk dia sampai tanganmu tidak mampu lagi!"
Algojo melaksanakan tugasnya dengan patuh. Suara lecutan cambuk disertai erangan orang terdengar dari detik ke detik. Setiap lecutan membuat rasa sakit lebih perih dari lecutan sebelumnya. Sebagian orang yang kuat bertahan hingga pingsan. Sebagian yang lain gugur karena tidak kuat menahan derita.
Lebih dari itu, ternyata bukan hanya cambuk yang bicara.
"Buka pakaiannya!" perintah seorang bangsawan kepada tukang pukulnya.
Beberapa budak Muslim yang malang itu segera saja menjadi tidak berbaju.
"Pakaikan mereka pakaian besi yang ketat menempel di kulit!" seringai sang bangsawan.
Para tukang pukul segera menurut.
"Sekarang, bakar baju besi yang telah dikenakan itu!" seru bangsawan dengan buas.
Jerit kesakitan budak-budak Muslim itu amat memilukan karena baju besi yang dibakar itu menghanguskan seluruh kulit tubuh mereka.
Ummu Ubais dan Zinnirah
Ummu Ubais dan Zinnirah adalah dua perempuan Muslim yang disiksa sampai jadi buta. Orang-orang Quraisy mengejek dengan mengatakan bahwa kebutaan itu disebabkan mereka dikutuk berhala.
Akan tetapi, dengan izin Allah, keduanya kemudian dapat melihat lagi sehingga orang-orang Muslim dapat membalas ejekan orang-orang kafir.
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 34
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Syahidah Pertama
Sabar, demikian sabda Rasulullah ﷺ, setiap kali para pengikutnya mengadukan penderitaan mereka. Saat itu memang tidak ada lagi yang dapat diperbuat selain sabar sampai mati. Sabar yang demikian membuat para pemeluk Muslim pertama sanggup menanggung derita siksa di luar batas kemampuan fisik manusia.
Khabbab bin Al Arat pernah meminta agar Rasulullah ﷺ berdo'a kepada Allah dalam menghadapi penindasan ini. Mendengar ini, Rasulullah duduk dengan wajah merah padam seraya bersabda,
"Sungguh telah terjadi sebelum kamu, ada orang yang disisir badannya dengan sisir besi hingga dagingnya mengelupas dan terlihat tulang-tulangnya. Akan tetapi, ia tetap teguh memegang keyakinannya. Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى akan menyempurnakan urusan ini sampai seorang penunggang kuda berjalan dari Shan'a ke Hadramaut dan ia tidak takut kecuali kepada Allah. Ingatlah, serigala akan tetap ada di tengah-tengah gembalaan, hanya saja kalian lengah."
Sumayyah adalah ibu Ammar bin Yasir. Beserta suami dan anaknya, Sumayyah disiksa karena mengikuti ajaran Rasulullah. Ia diseret di jalan-jalan Kota Mekah, lalu dilempar ke padang pasir.
"Pukuli dia! Pukuli dia sekuat-kuatnya!" Perintah Abu Jahal.
Sumayyah pun dipukuli sampai pingsan. Kejadian ini dilakukan berulang-ulang selama berhari-hari. Namun, semakin sakit tubuhnya, iman Sumayyah malah semakin tinggi.
"Engkau mengikuti Muhammad karena tertarik pada ketampanannya!" ejek Abu Jahal.
"Tidak," geleng Sumayyah,
"Aku mengikuti Rasulullah karena percaya pada apa yang beliau sampaikan. Aku mengikuti Rasulullah karena beliau mengajarkan ada Tuhan yang lebih patut disembah daripada berhala-berhala kalian!"
Akhirnya, kesabaran Abu Jahal pun habis. Dia mengambil tombak dan menusuk Sumayyah.
Sumayyah tercatat dalam sejarah sebagai perempuan muslim pertama yang syahid (syahidah) karena membela Islam.
Surga Untuk Keluarga Yasir
Ketika Rasulullah ﷺ menyaksikan Yasir, Sumayyah dan putra Yasir yang bernama Ammar disiksa habis-habisan, beliau bersabda, "Sabar wahai keluarga Yasir, tempat yang telah dijanjikan bagi kalian adalah surga."
PENEBUSAN
Melihat saudara-saudara baru mereka disiksa demikian kejam, Abu Bakar, Utsman bin Affan, dan semua orang kaya yang beriman segera bertindak. Abu Bakar mendatangi Umayyah bin Khalaf yang sedang menyiksa Bilal.
"Bebaskan dia," pinta Abu Bakar.
"Tidak!" Cibir Umayyah.
"Engkau dan temanmu telah meracuni pikirannya! Justru aku yang minta kamu menghentikan pengaruh jahatmu terhadap budakku ini!"
Abu Bakar merasa bahwa hati Umayyah tidak mungkin dibujuk lagi, maka dia segera mengajukan penawaran.
"Kubeli Bilal darimu! Lihat, ini lima uqiyah emas! Ambil uang itu, dan berikan Bilal kepadaku!"
Dengan seringai penuh kemenangan, Umayyah menyambar uang-uang emas itu.
"Wahai Abu Bakar! Andaikata engkau menawar satu uqiyah saja, sudah tentu aku menjualnya! Dia sudah tidak berharga lagi bagiku!"
Wajah Abu Bakar memerah, bukan karena marah, melainkan karena dipenuhi rasa bahagia bisa menolong saudaranya yang tertindas.
"Jangan hanya lima uqiyah" ujar Abu Bakar sepenuh hatinya, "Andaikan engkau menjual seratus uqiyah pun, aku akan tetap membelinya!"
Kini giliran wajah Umayyah yang memerah. Terbayang keuntungan yang akan didapatnya seandainya ia menawar lebih tinggi lagi.
Abu Bakar yang baik hati kemudian membebaskan Bilal. Tidak berhenti sampai di situ, beliau pun terus menggunakan hartanya untuk membebaskan lima kaum muslimin lain yang tengah disiksa. Budak terakhir yang dibebaskan adalah budak milik Umar bin Khattab.
Orang-orang Quraisy mengejek Abu Bakar, "Alangkah sia-sianya Abu Bakar itu! Dia membuang-buang uang untuk membebaskan orang!"
Namun, semangat Abu Bakar justru membakar kaum muslimin lain untuk turut berusaha keras membebaskan saudara-saudara mereka.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Syahidah Pertama
Sabar, demikian sabda Rasulullah ﷺ, setiap kali para pengikutnya mengadukan penderitaan mereka. Saat itu memang tidak ada lagi yang dapat diperbuat selain sabar sampai mati. Sabar yang demikian membuat para pemeluk Muslim pertama sanggup menanggung derita siksa di luar batas kemampuan fisik manusia.
Khabbab bin Al Arat pernah meminta agar Rasulullah ﷺ berdo'a kepada Allah dalam menghadapi penindasan ini. Mendengar ini, Rasulullah duduk dengan wajah merah padam seraya bersabda,
"Sungguh telah terjadi sebelum kamu, ada orang yang disisir badannya dengan sisir besi hingga dagingnya mengelupas dan terlihat tulang-tulangnya. Akan tetapi, ia tetap teguh memegang keyakinannya. Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى akan menyempurnakan urusan ini sampai seorang penunggang kuda berjalan dari Shan'a ke Hadramaut dan ia tidak takut kecuali kepada Allah. Ingatlah, serigala akan tetap ada di tengah-tengah gembalaan, hanya saja kalian lengah."
Sumayyah adalah ibu Ammar bin Yasir. Beserta suami dan anaknya, Sumayyah disiksa karena mengikuti ajaran Rasulullah. Ia diseret di jalan-jalan Kota Mekah, lalu dilempar ke padang pasir.
"Pukuli dia! Pukuli dia sekuat-kuatnya!" Perintah Abu Jahal.
Sumayyah pun dipukuli sampai pingsan. Kejadian ini dilakukan berulang-ulang selama berhari-hari. Namun, semakin sakit tubuhnya, iman Sumayyah malah semakin tinggi.
"Engkau mengikuti Muhammad karena tertarik pada ketampanannya!" ejek Abu Jahal.
"Tidak," geleng Sumayyah,
"Aku mengikuti Rasulullah karena percaya pada apa yang beliau sampaikan. Aku mengikuti Rasulullah karena beliau mengajarkan ada Tuhan yang lebih patut disembah daripada berhala-berhala kalian!"
Akhirnya, kesabaran Abu Jahal pun habis. Dia mengambil tombak dan menusuk Sumayyah.
Sumayyah tercatat dalam sejarah sebagai perempuan muslim pertama yang syahid (syahidah) karena membela Islam.
Surga Untuk Keluarga Yasir
Ketika Rasulullah ﷺ menyaksikan Yasir, Sumayyah dan putra Yasir yang bernama Ammar disiksa habis-habisan, beliau bersabda, "Sabar wahai keluarga Yasir, tempat yang telah dijanjikan bagi kalian adalah surga."
PENEBUSAN
Melihat saudara-saudara baru mereka disiksa demikian kejam, Abu Bakar, Utsman bin Affan, dan semua orang kaya yang beriman segera bertindak. Abu Bakar mendatangi Umayyah bin Khalaf yang sedang menyiksa Bilal.
"Bebaskan dia," pinta Abu Bakar.
"Tidak!" Cibir Umayyah.
"Engkau dan temanmu telah meracuni pikirannya! Justru aku yang minta kamu menghentikan pengaruh jahatmu terhadap budakku ini!"
Abu Bakar merasa bahwa hati Umayyah tidak mungkin dibujuk lagi, maka dia segera mengajukan penawaran.
"Kubeli Bilal darimu! Lihat, ini lima uqiyah emas! Ambil uang itu, dan berikan Bilal kepadaku!"
Dengan seringai penuh kemenangan, Umayyah menyambar uang-uang emas itu.
"Wahai Abu Bakar! Andaikata engkau menawar satu uqiyah saja, sudah tentu aku menjualnya! Dia sudah tidak berharga lagi bagiku!"
Wajah Abu Bakar memerah, bukan karena marah, melainkan karena dipenuhi rasa bahagia bisa menolong saudaranya yang tertindas.
"Jangan hanya lima uqiyah" ujar Abu Bakar sepenuh hatinya, "Andaikan engkau menjual seratus uqiyah pun, aku akan tetap membelinya!"
Kini giliran wajah Umayyah yang memerah. Terbayang keuntungan yang akan didapatnya seandainya ia menawar lebih tinggi lagi.
Abu Bakar yang baik hati kemudian membebaskan Bilal. Tidak berhenti sampai di situ, beliau pun terus menggunakan hartanya untuk membebaskan lima kaum muslimin lain yang tengah disiksa. Budak terakhir yang dibebaskan adalah budak milik Umar bin Khattab.
Orang-orang Quraisy mengejek Abu Bakar, "Alangkah sia-sianya Abu Bakar itu! Dia membuang-buang uang untuk membebaskan orang!"
Namun, semangat Abu Bakar justru membakar kaum muslimin lain untuk turut berusaha keras membebaskan saudara-saudara mereka.
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 35
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Darul Arqam
Waktu terus berjalan. Kegigihan dakwah Rasulullah ﷺ mulai berbuah, sedikit demi sedikit, para pemeluk Islam mulai bertambah. Rumah Rasulullah yang kecil itu mulai terasa sempit.
"Ya Rasulullah, alangkah baiknya jika kita memindahkan tempat pertemuan ke rumahku," usul Arqam. "Rumahku cukup luas untuk menampung jumlah kita yang sudah puluhan orang. Lagi pula, letaknya ada di puncak bukit. Orang-orang jahat tidak mudah mencapai tempat itu untuk mengganggu kita."
Rasulullah pun setuju. Oleh karena itu, pertemuan setiap malam pun pindah ke rumah Arqam. Sebagian pemeluk Islam waktu itu adalah orang-orang lemah: para budak, buruh, orang miskin, perempuan-perempuan fakir, serta orang tertindas lain. Sisanya adalah golongan orang terpelajar dan pedagang kaya.
Sebenarnya, kebanyakan pedagang mulanya agak ragu.
"Bagaimana jika nanti ajaran baru ini menutup Mekah dari rombongan saudagar dari tempat-tempat lain? Kalau demikian yang terjadi, kita akan bangkrut." Ujar seorang pedagang.
Namun, keraguan itu ditepis Rasulullah. Islam tidak akan menutup Mekah. Islam juga tidak akan mengubah musim ziarah ketika justru banyak pedagang mancanegara berdatangan ke Mekah. Islam tidak melarang semua itu.
Hal yang dilarang adalah:
1. Menyembah berhala
2. Menyerahkan persembahan dan korban kepada bangsawan Quraisy
3. Bertelanjang ketika thawaf di Ka'bah
4. Menyelenggarakan pelacuran
5. Mengeluarkan kata-kata kotor dan tindakan buruk lain saat melaksanakan ziarah
Rencana Para Pemuka Quraisy
Setelah mendengar penjelasan Rasulullah, para pedagang pun merasa lega. Kebanyakan mereka bukan pedagang budak dan tidak menarik untung dari korban yang dipersembahkan untuk bangsawan-bangsawan Quraisy. Iman mereka pun semakin kuat.
Melihat Islam semakin dicintai para pengikutnya, para pembesar Quraisy pun menyusun rencana lain...
"Apa yang harus kita lakukan?" teriak seorang pemuka Quraisy.
"Abu Bakar dan teman-temannya terus membebaskan budak-budak kita! Tidak ada jalan lain, bunuh budak-budak itu agar yang lain ketakutan!"
"Tidak," geleng Abu Jahal lemah. "Sumayyah telah kubunuh, tapi itu tidak membuat yang lain takut. Cari saja cara yang lain!"
Seorang pemuka Quraisy berdiri cepat,
"Pukuli Muhammad sampai remuk! Dengan demikian, wibawanya akan hancur dan pengikutnya pun bubar ketakutan!"
"Namun, keluarga Muhammad dari Bani Hasyim akan membelanya!" lengking yang lain.
"Siapa? Abu Thalib sudah terlalu tua! Yang harus kita takuti dari Bani Hasyim adalah Hamzah! Namun, engkau lihat sendiri, Hamzah sibuk berfoya-foya sendiri! Ia tidak peduli pada nasib keponakannya itu! Pilihlah dua orang yang paling ditakuti di Mekah untuk melaksanakan tugas ini!"
Sejenak, orang-orang terdiam sambil memandang berkeliling. Kemudian, seorang dari mereka menunjukkan jarinya kepada pemuda bertubuh tinggi besar,
"Engkau, Umar bin Khattab! Engkau dan Abu Jahal! Tidak ada orang lain yang berani melawan kalau kalian memukuli Muhammad!"
Orang-orang berseru "setuju."
"Sabar," tiba-tiba seseorang berseru,
"langkah awal bukanlah serangan fisik! Hancurkan dulu wibawanya! Ku usulkan agar kita suruh para budak melempari Muhammad dan meneriakinya sebagai pembohong, orang gila, dan tukang sihir!"
Usul itu disetujui. Mulai hari itu, setiap Rasulullah melewati jalan-jalan di Mekah, para budak, para wanita yang nasibnya justru sedang diperjuangkan Rasulullah, meneriaki beliau,
"Pembohong besar! Orang gila! Tukang sihir!"
Suara mereka keras dan tajam layaknya orang sedang mengusir kucing yang masuk dapur. Kemudian, apa yang terjadi jika Abu Jahal atau Umar mulai memukuli Rasulullah
Kuda Jantan
Saat itu merupakan masa yang berat bagi Rasulullah. Beliau pergi ke sebuah tempat yang teduh, berbaring di atas batu, dan berusaha menahan air matanya agar tidak jatuh. Tidak ada yang lebih menyakitkan dibanding cacian dan celaan dari orang-orang yang justru sedang diperjuangkan Rasulullah mati-matian.
Sementara itu, di depan Ka'bah, Abu Jahal berkoar di depan teman temannya,
"Aku bersumpah untuk menghantam kepala Muhammad dengan sebuah batu ketika dia sedang sujud kepada Tuhannya!"
Beberapa orang bersorak memberi semangat, sedangkan yang lain saling pandang dengan terkejut. Itu adalah sebuah tindakan kejam yang dapat menimbulkan kematian. Jika Muhammad meninggal, Bani Hasyim pasti akan menuntut balas dan Mekah akan terpecah oleh perang saudara. Namun, Abu Jahal telah mengucapkan sumpah yang tidak dapat ditarik lagi tanpa mencoreng mukanya sendiri. Oleh karena itu, mereka memilih untuk mengamati apa yang terjadi dengan dada berdebar-debar.
Kesempatan yang ditunggu Abu Jahal pun tiba. Saat itu, Rasulullah sedang shalat di depan Ka'bah. Ketika beliau sujud, Abu Jahal dengan cepat melangkah mendekat. Kedua tanganya yang menggenggam batu terangkat tinggi-tinggi, matanya menyala buas.
Namun, ketika batu akan dihujamkan sekuat tenaga, mendadak Abu Jahal berbalik pergi. Batu di tangannya lepas dan wajahnya pucat ketakutan.
"Ada apa?" semua teman- temannya bertanya kebingungan.
Dengan napas tersendat-sendat, Abu Jahal berkata,
"Demi Tuhan, di depanku tadi berdiri seekor kuda jantan. Belum pernah aku menyaksikan seekor kuda jantan serupa itu. Kepala, tengkuk, dan giginya sungguh mengerikan. Aku yakin dia akan menelanku seandainya batu tadi kuhantamkan!"
Abu Jahal pergi cepat-cepat untuk menenangkan diri.
Orang-orang memandang Rasulullah dengan heran dan takjub. Sementara itu, Rasulullah tetap melanjutkan shalat dengan khusyuk. Wajah beliau begitu teduh dan tenteram.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Darul Arqam
Waktu terus berjalan. Kegigihan dakwah Rasulullah ﷺ mulai berbuah, sedikit demi sedikit, para pemeluk Islam mulai bertambah. Rumah Rasulullah yang kecil itu mulai terasa sempit.
"Ya Rasulullah, alangkah baiknya jika kita memindahkan tempat pertemuan ke rumahku," usul Arqam. "Rumahku cukup luas untuk menampung jumlah kita yang sudah puluhan orang. Lagi pula, letaknya ada di puncak bukit. Orang-orang jahat tidak mudah mencapai tempat itu untuk mengganggu kita."
Rasulullah pun setuju. Oleh karena itu, pertemuan setiap malam pun pindah ke rumah Arqam. Sebagian pemeluk Islam waktu itu adalah orang-orang lemah: para budak, buruh, orang miskin, perempuan-perempuan fakir, serta orang tertindas lain. Sisanya adalah golongan orang terpelajar dan pedagang kaya.
Sebenarnya, kebanyakan pedagang mulanya agak ragu.
"Bagaimana jika nanti ajaran baru ini menutup Mekah dari rombongan saudagar dari tempat-tempat lain? Kalau demikian yang terjadi, kita akan bangkrut." Ujar seorang pedagang.
Namun, keraguan itu ditepis Rasulullah. Islam tidak akan menutup Mekah. Islam juga tidak akan mengubah musim ziarah ketika justru banyak pedagang mancanegara berdatangan ke Mekah. Islam tidak melarang semua itu.
Hal yang dilarang adalah:
1. Menyembah berhala
2. Menyerahkan persembahan dan korban kepada bangsawan Quraisy
3. Bertelanjang ketika thawaf di Ka'bah
4. Menyelenggarakan pelacuran
5. Mengeluarkan kata-kata kotor dan tindakan buruk lain saat melaksanakan ziarah
Rencana Para Pemuka Quraisy
Setelah mendengar penjelasan Rasulullah, para pedagang pun merasa lega. Kebanyakan mereka bukan pedagang budak dan tidak menarik untung dari korban yang dipersembahkan untuk bangsawan-bangsawan Quraisy. Iman mereka pun semakin kuat.
Melihat Islam semakin dicintai para pengikutnya, para pembesar Quraisy pun menyusun rencana lain...
"Apa yang harus kita lakukan?" teriak seorang pemuka Quraisy.
"Abu Bakar dan teman-temannya terus membebaskan budak-budak kita! Tidak ada jalan lain, bunuh budak-budak itu agar yang lain ketakutan!"
"Tidak," geleng Abu Jahal lemah. "Sumayyah telah kubunuh, tapi itu tidak membuat yang lain takut. Cari saja cara yang lain!"
Seorang pemuka Quraisy berdiri cepat,
"Pukuli Muhammad sampai remuk! Dengan demikian, wibawanya akan hancur dan pengikutnya pun bubar ketakutan!"
"Namun, keluarga Muhammad dari Bani Hasyim akan membelanya!" lengking yang lain.
"Siapa? Abu Thalib sudah terlalu tua! Yang harus kita takuti dari Bani Hasyim adalah Hamzah! Namun, engkau lihat sendiri, Hamzah sibuk berfoya-foya sendiri! Ia tidak peduli pada nasib keponakannya itu! Pilihlah dua orang yang paling ditakuti di Mekah untuk melaksanakan tugas ini!"
Sejenak, orang-orang terdiam sambil memandang berkeliling. Kemudian, seorang dari mereka menunjukkan jarinya kepada pemuda bertubuh tinggi besar,
"Engkau, Umar bin Khattab! Engkau dan Abu Jahal! Tidak ada orang lain yang berani melawan kalau kalian memukuli Muhammad!"
Orang-orang berseru "setuju."
"Sabar," tiba-tiba seseorang berseru,
"langkah awal bukanlah serangan fisik! Hancurkan dulu wibawanya! Ku usulkan agar kita suruh para budak melempari Muhammad dan meneriakinya sebagai pembohong, orang gila, dan tukang sihir!"
Usul itu disetujui. Mulai hari itu, setiap Rasulullah melewati jalan-jalan di Mekah, para budak, para wanita yang nasibnya justru sedang diperjuangkan Rasulullah, meneriaki beliau,
"Pembohong besar! Orang gila! Tukang sihir!"
Suara mereka keras dan tajam layaknya orang sedang mengusir kucing yang masuk dapur. Kemudian, apa yang terjadi jika Abu Jahal atau Umar mulai memukuli Rasulullah
Kuda Jantan
Saat itu merupakan masa yang berat bagi Rasulullah. Beliau pergi ke sebuah tempat yang teduh, berbaring di atas batu, dan berusaha menahan air matanya agar tidak jatuh. Tidak ada yang lebih menyakitkan dibanding cacian dan celaan dari orang-orang yang justru sedang diperjuangkan Rasulullah mati-matian.
Sementara itu, di depan Ka'bah, Abu Jahal berkoar di depan teman temannya,
"Aku bersumpah untuk menghantam kepala Muhammad dengan sebuah batu ketika dia sedang sujud kepada Tuhannya!"
Beberapa orang bersorak memberi semangat, sedangkan yang lain saling pandang dengan terkejut. Itu adalah sebuah tindakan kejam yang dapat menimbulkan kematian. Jika Muhammad meninggal, Bani Hasyim pasti akan menuntut balas dan Mekah akan terpecah oleh perang saudara. Namun, Abu Jahal telah mengucapkan sumpah yang tidak dapat ditarik lagi tanpa mencoreng mukanya sendiri. Oleh karena itu, mereka memilih untuk mengamati apa yang terjadi dengan dada berdebar-debar.
Kesempatan yang ditunggu Abu Jahal pun tiba. Saat itu, Rasulullah sedang shalat di depan Ka'bah. Ketika beliau sujud, Abu Jahal dengan cepat melangkah mendekat. Kedua tanganya yang menggenggam batu terangkat tinggi-tinggi, matanya menyala buas.
Namun, ketika batu akan dihujamkan sekuat tenaga, mendadak Abu Jahal berbalik pergi. Batu di tangannya lepas dan wajahnya pucat ketakutan.
"Ada apa?" semua teman- temannya bertanya kebingungan.
Dengan napas tersendat-sendat, Abu Jahal berkata,
"Demi Tuhan, di depanku tadi berdiri seekor kuda jantan. Belum pernah aku menyaksikan seekor kuda jantan serupa itu. Kepala, tengkuk, dan giginya sungguh mengerikan. Aku yakin dia akan menelanku seandainya batu tadi kuhantamkan!"
Abu Jahal pergi cepat-cepat untuk menenangkan diri.
Orang-orang memandang Rasulullah dengan heran dan takjub. Sementara itu, Rasulullah tetap melanjutkan shalat dengan khusyuk. Wajah beliau begitu teduh dan tenteram.
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 36
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Singa Padang Pasir
Orang-orang terus menertawakan Rasulullah setiap kali lewat. "Pembohong besar! Orang gila! Tukang sihir!"
Abu Jahal terus menyemangati orang-orang yang mengejek sambil kerap kali melontarkan caci maki juga.
Rasulullah mendadak berhenti melangkah. Beliau berpaling dengan tenang menghadap Abu Jahal, dengan sorot matanya tajam. Abu Jahal berhenti dan terdiam. Dengan wajah sayu penuh belas kasihan, Rasulullah memandang orang-orang kecil yang mengejeknya. Seketika, sorak-sorai pun mereda. Semua orang yang berada di sekitar tempat itu terpesona melihat keadaan Rasulullah. Baru kali ini mereka seolah disadarkan, betapa menyakitkannya ejekan mereka itu diterima Rasulullah.
Sorot mata Rasulullah seolah berkata, "Mengapa kalian mengejekku? Bukankah aku sedang berjuang menyelamatkan kalian dari kekejaman bangsa Quraisy dengan membawa Islam yang mulia? Seandainya kalian tahu, ejekan Abu Jahal itu tidak begitu menyakitkan dibanding kata-kata kalian, sebab kepada kalianlah Allah meyuruhku menebar kasih sayang."
Tanpa sepatah kata pun, Rasulullah berlalu. Orang-orang bubar dengan membawa perasaan masing-masing. Tatapan Rasulullah tadi sangat berkesan di hati seorang budak perempuan. Ketika budak itu berjalan pulang, ia melihat Hamzah bin Abdul Muthalib datang.
Hamzah adalah paman Nabi, usia mereka hampir sebaya. Dari kecil, Rasulullah dan Hamzah dibesarkan bersama, bermain bersama, dan menjadi sahabat karib. Karena itulah Hamzah begitu menyayangi Rasulullah.
Hamzah berjalan gagah dan bangga memasuki Mekah. Ia betul-betul laki-laki perkasa dengan perawakan tinggi dan kekar. Dengan wajah angkuh, Hamzah melangkah sambil menyandang busurnya. Ia habis berburu.
Orang-orang yang melihatnya pun berbisik kagum. Namun, budak perempuan tadi merasa ada yang janggal, mengapa orang segagah ini tidak membela Muhammad, keponakannya sendiri?
Mengapa ia bisa setenang itu?
Tahukah ia bahwa Muhammad keponakannya, dicaci maki orang?
Muhammad dihina pemimpin kabilah lain yang menjadi saingan Bani Hasyim!
Pantaskah ia disebut sebagai pemuda perkasa yang pantang menyerah pada lawan, sedangkan ia tidak berbuat apa pun ketika seorang keluarga Bani Hasyim dicaci maki orang?
Dengan dada hampir meluap, budak perempuan itu menegur Hamzah, "Tuan, tidak tahukah Anda apa yang menimpa kemenakanmu itu?"
Hamzah berhenti dan budak perempuan itu menceritakan apa yang dilihatnya. Dalam sekejap saja, wajah Hamzah memerah. Tanpa berkata apa pun, ia berbalik menuju Ka'bah dengan langkah bergegas. Ia mencari Abu Jahal.
Kebimbangan Hamzah
Di depan Ka'bah, Abu Jahal bercerita kepada beberapa temannya, "Puas rasanya melihat Muhammad dicaci begitu banyak orang", ujar Abu Jahal, "Kalau kuberi semangat sedikit lagi, bukan tidak mungkin mereka akan memukulinya."
Teman-temannya terlihat ikut bersemangat. Beberapa orang mulai ikut bicara, tetapi mendadak semuanya terdiam dan memandang ke satu arah. Abu Jahal ikut menoleh dan seketika kerongkongannya tercekat. Hamzah bin Abdul Muthalib, sang pahlawan Bani Hasyim, menjulang di belakangnya dengan mata menyala tanpa ampun.
"Beraninya engkau mencaci maki Muhammad, padahal aku telah memeluk agamanya? Coba lakukan penghinaanmu kepadaku jika engkau benar-benar jantan!"
Setelah berkata begitu, Hamzah melayangkan busurnya. Bunyinya mendecit, cepat , dan keras sehingga kepala Abu Jahal pun terluka.
Beberapa teman Abu Jahal serempak berdiri. Tampaknya, perkelahian tidak terhindarkan lagi. Ketika Abu Jahal melihat ini, ia mengangkat tangan untuk mencegah teman temannya. Abu Jahal yakin, dalam keadaan seperti itu, Hamzah tidak akan ragu-ragu membunuh orang.
Dengan napas tersengal, Abu Jahal memegangi kepalanya. Ia berkata sambil menahan marah, "Kita tinggalkan saja dia! Aku memang telah mencaci maki kemenakannya."
Mereka pun pergi dengan geram dan murung. Namun, hati Hamzah belum lagi lega. Ia pulang dengan bimbang, "Mengapa begitu mudah kutinggalkan agama nenek moyangku?"
Setelah melewati malam yang gelisah, Hamzah akhirnya berdoa, "Ya Tuhan, jika Muhammad benar, teguhkanlah hatiku. Jika Muhammad salah, jauhkanlah aku darinya!"
Hamzah menemui Rasulullah dengan sedih dan menceritakan semua kegelisahan hatinya. Rasulullah lalu membacakan beberapa ayat Al Qur'an.
Perlahan, hati Hamzah dipenuhi rasa tenang, haru, dan kagum. Dengan bulat hati, ia pun berkata,
"Aku menyaksikan bahwa engkau itu sungguh benar, maka itu tampakkanlah agamamu, hai anak saudaraku!"
Bukan main bersyukurnya Rasulullah. Kini, Islam telah memiliki benteng yang kuat dalam menghadapi kekerasan Quraisy. Hamzah memeluk Islam pada akhir tahun ke enam kenabian (nubuwwah).
Orang-orang Quraisy tidak putus asa, Mereka mempunyai cara lain untuk menekan perjuangan Rasulullah.
Singa Allah dan Singa Rasul-Nya
Kemudian seluruh kegagahan Hamzah dibaktikannya untuk membela Allah dan agama-Nya, sehingga Rasulullah memberi Hamzah julukan istimewa, Singa Allah dan Singa Rasulullah. Hamzah adalah komandan Sariyah yang pertama.
Sariyah adalah pasukan Muslim yang berangkat tanpa disertai Rasulullah.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Singa Padang Pasir
Orang-orang terus menertawakan Rasulullah setiap kali lewat. "Pembohong besar! Orang gila! Tukang sihir!"
Abu Jahal terus menyemangati orang-orang yang mengejek sambil kerap kali melontarkan caci maki juga.
Rasulullah mendadak berhenti melangkah. Beliau berpaling dengan tenang menghadap Abu Jahal, dengan sorot matanya tajam. Abu Jahal berhenti dan terdiam. Dengan wajah sayu penuh belas kasihan, Rasulullah memandang orang-orang kecil yang mengejeknya. Seketika, sorak-sorai pun mereda. Semua orang yang berada di sekitar tempat itu terpesona melihat keadaan Rasulullah. Baru kali ini mereka seolah disadarkan, betapa menyakitkannya ejekan mereka itu diterima Rasulullah.
Sorot mata Rasulullah seolah berkata, "Mengapa kalian mengejekku? Bukankah aku sedang berjuang menyelamatkan kalian dari kekejaman bangsa Quraisy dengan membawa Islam yang mulia? Seandainya kalian tahu, ejekan Abu Jahal itu tidak begitu menyakitkan dibanding kata-kata kalian, sebab kepada kalianlah Allah meyuruhku menebar kasih sayang."
Tanpa sepatah kata pun, Rasulullah berlalu. Orang-orang bubar dengan membawa perasaan masing-masing. Tatapan Rasulullah tadi sangat berkesan di hati seorang budak perempuan. Ketika budak itu berjalan pulang, ia melihat Hamzah bin Abdul Muthalib datang.
Hamzah adalah paman Nabi, usia mereka hampir sebaya. Dari kecil, Rasulullah dan Hamzah dibesarkan bersama, bermain bersama, dan menjadi sahabat karib. Karena itulah Hamzah begitu menyayangi Rasulullah.
Hamzah berjalan gagah dan bangga memasuki Mekah. Ia betul-betul laki-laki perkasa dengan perawakan tinggi dan kekar. Dengan wajah angkuh, Hamzah melangkah sambil menyandang busurnya. Ia habis berburu.
Orang-orang yang melihatnya pun berbisik kagum. Namun, budak perempuan tadi merasa ada yang janggal, mengapa orang segagah ini tidak membela Muhammad, keponakannya sendiri?
Mengapa ia bisa setenang itu?
Tahukah ia bahwa Muhammad keponakannya, dicaci maki orang?
Muhammad dihina pemimpin kabilah lain yang menjadi saingan Bani Hasyim!
Pantaskah ia disebut sebagai pemuda perkasa yang pantang menyerah pada lawan, sedangkan ia tidak berbuat apa pun ketika seorang keluarga Bani Hasyim dicaci maki orang?
Dengan dada hampir meluap, budak perempuan itu menegur Hamzah, "Tuan, tidak tahukah Anda apa yang menimpa kemenakanmu itu?"
Hamzah berhenti dan budak perempuan itu menceritakan apa yang dilihatnya. Dalam sekejap saja, wajah Hamzah memerah. Tanpa berkata apa pun, ia berbalik menuju Ka'bah dengan langkah bergegas. Ia mencari Abu Jahal.
Kebimbangan Hamzah
Di depan Ka'bah, Abu Jahal bercerita kepada beberapa temannya, "Puas rasanya melihat Muhammad dicaci begitu banyak orang", ujar Abu Jahal, "Kalau kuberi semangat sedikit lagi, bukan tidak mungkin mereka akan memukulinya."
Teman-temannya terlihat ikut bersemangat. Beberapa orang mulai ikut bicara, tetapi mendadak semuanya terdiam dan memandang ke satu arah. Abu Jahal ikut menoleh dan seketika kerongkongannya tercekat. Hamzah bin Abdul Muthalib, sang pahlawan Bani Hasyim, menjulang di belakangnya dengan mata menyala tanpa ampun.
"Beraninya engkau mencaci maki Muhammad, padahal aku telah memeluk agamanya? Coba lakukan penghinaanmu kepadaku jika engkau benar-benar jantan!"
Setelah berkata begitu, Hamzah melayangkan busurnya. Bunyinya mendecit, cepat , dan keras sehingga kepala Abu Jahal pun terluka.
Beberapa teman Abu Jahal serempak berdiri. Tampaknya, perkelahian tidak terhindarkan lagi. Ketika Abu Jahal melihat ini, ia mengangkat tangan untuk mencegah teman temannya. Abu Jahal yakin, dalam keadaan seperti itu, Hamzah tidak akan ragu-ragu membunuh orang.
Dengan napas tersengal, Abu Jahal memegangi kepalanya. Ia berkata sambil menahan marah, "Kita tinggalkan saja dia! Aku memang telah mencaci maki kemenakannya."
Mereka pun pergi dengan geram dan murung. Namun, hati Hamzah belum lagi lega. Ia pulang dengan bimbang, "Mengapa begitu mudah kutinggalkan agama nenek moyangku?"
Setelah melewati malam yang gelisah, Hamzah akhirnya berdoa, "Ya Tuhan, jika Muhammad benar, teguhkanlah hatiku. Jika Muhammad salah, jauhkanlah aku darinya!"
Hamzah menemui Rasulullah dengan sedih dan menceritakan semua kegelisahan hatinya. Rasulullah lalu membacakan beberapa ayat Al Qur'an.
Perlahan, hati Hamzah dipenuhi rasa tenang, haru, dan kagum. Dengan bulat hati, ia pun berkata,
"Aku menyaksikan bahwa engkau itu sungguh benar, maka itu tampakkanlah agamamu, hai anak saudaraku!"
Bukan main bersyukurnya Rasulullah. Kini, Islam telah memiliki benteng yang kuat dalam menghadapi kekerasan Quraisy. Hamzah memeluk Islam pada akhir tahun ke enam kenabian (nubuwwah).
Orang-orang Quraisy tidak putus asa, Mereka mempunyai cara lain untuk menekan perjuangan Rasulullah.
Singa Allah dan Singa Rasul-Nya
Kemudian seluruh kegagahan Hamzah dibaktikannya untuk membela Allah dan agama-Nya, sehingga Rasulullah memberi Hamzah julukan istimewa, Singa Allah dan Singa Rasulullah. Hamzah adalah komandan Sariyah yang pertama.
Sariyah adalah pasukan Muslim yang berangkat tanpa disertai Rasulullah.
Singa Padang Pasir
Orang-orang terus menertawakan Rasulullah setiap kali lewat. "Pembohong besar! Orang gila! Tukang sihir!"
Abu Jahal terus menyemangati orang-orang yang mengejek sambil kerap kali melontarkan caci maki juga.
Rasulullah mendadak berhenti melangkah. Beliau berpaling dengan tenang menghadap Abu Jahal, dengan sorot matanya tajam. Abu Jahal berhenti dan terdiam. Dengan wajah sayu penuh belas kasihan, Rasulullah memandang orang-orang kecil yang mengejeknya. Seketika, sorak-sorai pun mereda. Semua orang yang berada di sekitar tempat itu terpesona melihat keadaan Rasulullah. Baru kali ini mereka seolah disadarkan, betapa menyakitkannya ejekan mereka itu diterima Rasulullah.
Sorot mata Rasulullah seolah berkata, "Mengapa kalian mengejekku? Bukankah aku sedang berjuang menyelamatkan kalian dari kekejaman bangsa Quraisy dengan membawa Islam yang mulia? Seandainya kalian tahu, ejekan Abu Jahal itu tidak begitu menyakitkan dibanding kata-kata kalian, sebab kepada kalianlah Allah meyuruhku menebar kasih sayang."
Tanpa sepatah kata pun, Rasulullah berlalu. Orang-orang bubar dengan membawa perasaan masing-masing. Tatapan Rasulullah tadi sangat berkesan di hati seorang budak perempuan. Ketika budak itu berjalan pulang, ia melihat Hamzah bin Abdul Muthalib datang.
Hamzah adalah paman Nabi, usia mereka hampir sebaya. Dari kecil, Rasulullah dan Hamzah dibesarkan bersama, bermain bersama, dan menjadi sahabat karib. Karena itulah Hamzah begitu menyayangi Rasulullah.
Hamzah berjalan gagah dan bangga memasuki Mekah. Ia betul-betul laki-laki perkasa dengan perawakan tinggi dan kekar. Dengan wajah angkuh, Hamzah melangkah sambil menyandang busurnya. Ia habis berburu.
Orang-orang yang melihatnya pun berbisik kagum. Namun, budak perempuan tadi merasa ada yang janggal, mengapa orang segagah ini tidak membela Muhammad, keponakannya sendiri?
Mengapa ia bisa setenang itu?
Tahukah ia bahwa Muhammad keponakannya, dicaci maki orang?
Muhammad dihina pemimpin kabilah lain yang menjadi saingan Bani Hasyim!
Pantaskah ia disebut sebagai pemuda perkasa yang pantang menyerah pada lawan, sedangkan ia tidak berbuat apa pun ketika seorang keluarga Bani Hasyim dicaci maki orang?
Dengan dada hampir meluap, budak perempuan itu menegur Hamzah, "Tuan, tidak tahukah Anda apa yang menimpa kemenakanmu itu?"
Hamzah berhenti dan budak perempuan itu menceritakan apa yang dilihatnya. Dalam sekejap saja, wajah Hamzah memerah. Tanpa berkata apa pun, ia berbalik menuju Ka'bah dengan langkah bergegas. Ia mencari Abu Jahal.
Kebimbangan Hamzah
Di depan Ka'bah, Abu Jahal bercerita kepada beberapa temannya, "Puas rasanya melihat Muhammad dicaci begitu banyak orang", ujar Abu Jahal, "Kalau kuberi semangat sedikit lagi, bukan tidak mungkin mereka akan memukulinya."
Teman-temannya terlihat ikut bersemangat. Beberapa orang mulai ikut bicara, tetapi mendadak semuanya terdiam dan memandang ke satu arah. Abu Jahal ikut menoleh dan seketika kerongkongannya tercekat. Hamzah bin Abdul Muthalib, sang pahlawan Bani Hasyim, menjulang di belakangnya dengan mata menyala tanpa ampun.
"Beraninya engkau mencaci maki Muhammad, padahal aku telah memeluk agamanya? Coba lakukan penghinaanmu kepadaku jika engkau benar-benar jantan!"
Setelah berkata begitu, Hamzah melayangkan busurnya. Bunyinya mendecit, cepat , dan keras sehingga kepala Abu Jahal pun terluka.
Beberapa teman Abu Jahal serempak berdiri. Tampaknya, perkelahian tidak terhindarkan lagi. Ketika Abu Jahal melihat ini, ia mengangkat tangan untuk mencegah teman temannya. Abu Jahal yakin, dalam keadaan seperti itu, Hamzah tidak akan ragu-ragu membunuh orang.
Dengan napas tersengal, Abu Jahal memegangi kepalanya. Ia berkata sambil menahan marah, "Kita tinggalkan saja dia! Aku memang telah mencaci maki kemenakannya."
Mereka pun pergi dengan geram dan murung. Namun, hati Hamzah belum lagi lega. Ia pulang dengan bimbang, "Mengapa begitu mudah kutinggalkan agama nenek moyangku?"
Setelah melewati malam yang gelisah, Hamzah akhirnya berdoa, "Ya Tuhan, jika Muhammad benar, teguhkanlah hatiku. Jika Muhammad salah, jauhkanlah aku darinya!"
Hamzah menemui Rasulullah dengan sedih dan menceritakan semua kegelisahan hatinya. Rasulullah lalu membacakan beberapa ayat Al Qur'an.
Perlahan, hati Hamzah dipenuhi rasa tenang, haru, dan kagum. Dengan bulat hati, ia pun berkata,
"Aku menyaksikan bahwa engkau itu sungguh benar, maka itu tampakkanlah agamamu, hai anak saudaraku!"
Bukan main bersyukurnya Rasulullah. Kini, Islam telah memiliki benteng yang kuat dalam menghadapi kekerasan Quraisy. Hamzah memeluk Islam pada akhir tahun ke enam kenabian (nubuwwah).
Orang-orang Quraisy tidak putus asa, Mereka mempunyai cara lain untuk menekan perjuangan Rasulullah.
Singa Allah dan Singa Rasul-Nya
Kemudian seluruh kegagahan Hamzah dibaktikannya untuk membela Allah dan agama-Nya, sehingga Rasulullah memberi Hamzah julukan istimewa, Singa Allah dan Singa Rasulullah. Hamzah adalah komandan Sariyah yang pertama.
Sariyah adalah pasukan Muslim yang berangkat tanpa disertai Rasulullah.
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 37
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Tawaran Utbah bin Rabi'ah
"Sesak dadaku melihat Muhammad dan para pengikutnya!" teriak seorang pembesar Quraisy. "Setiap hari mereka semakin kuat!" geram yang lain. "Semua gangguan dan siksaan kita seolah tidak berpengaruh apa-apa. Sangat mengherankan!" gerutu yang lain menggelengkan kepala.
Ketika suasana bertambah panas, Utbah bin Rabi'ah berdiri. Semua orang memandangnya dan menunggu.
"Kalau jalan kekerasan tidak membuahkan hasil, sudah saatnya kita mencoba cara lain, " kata Utbah bin Rabi'ah.
Suaranya pelan dan tenang.
"Kalau kalian setuju, aku akan bicara dengan Muhammad dan menawarkan beberapa hal menarik kepadanya. Apakah kalian setuju?"
Setelah terdiam sejenak, akhirnya orang orang Quraisy itu pun setuju.
"Coba laksanakan usulmu! Kami bersedia memberi apa saja asal Muhammad mau bungkam!" kata mereka.
Utbah bin Rabi'ah pun menemui Rasulullah.
"Anakku," katanya lembut,
"engkau adalah orang terhormat. Namun kini, engkau membawa soal besar sehingga masyarakat kita tercerai-berai. Sekarang dengarlah, kami menawarkan kepadamu beberapa hal, mungkin sebagiannya bisa engkau terima. Anakku, kalau yang engkau inginkan adalah harta, kami siap mengumpulkan dan memberikan harta kami sehingga engkau akan menjadi seorang paling kaya. Kalau engkau ingin kedudukan, akan kami angkat engkau sebagai pemimpin kami sehingga kami tidak akan mengambil keputusan tanpa persetujuanmu. Kalau engkau ingin menjadi raja, akan kami nobatkan engkau menjadi raja kami. Jika engkau diserang penyakit yang tidak dapat engkau sembuhkan sendiri, akan kami biayai pengobatannya dengan harta kami sampai engkau sembuh."
Rasulullah terdiam sejenak. Utbah bin Rabi'ah merasa kata katanya yang berbunga itu seolah menguap tanpa jejak ke udara.
Surat Fushilat
Rasulullah lalu membaca ayat-ayat Al Qur'an Surat Fushilat mulai dari ayat pertama:
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
(1). حم
Haa Miim. (Haa Miim) hanya Allah saja yang mengetahui arti dan maksudnya.
(2). تَنْزِيلٌ مِنَ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ
Diturunkan dari Tuhan Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
(3). كِتَابٌ فُصِّلَتْ آيَاتُهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
Kitab yang dijelaskan ayat-ayatnya, yakni bacaan dalam bahasa Arab, untuk kaum yang mengetahui,
(4). بَشِيرًا وَنَذِيرًا فَأَعْرَضَ أَكْثَرُهُمْ فَهُمْ لَا يَسْمَعُونَ
yang membawa berita gembira dan yang membawa peringatan, tetapi kebanyakan mereka berpaling (daripadanya); maka mereka tidak (mau) mendengarkan.
(5). وَقَالُوا قُلُوبُنَا فِي أَكِنَّةٍ مِمَّا تَدْعُونَا إِلَيْهِ وَفِي آذَانِنَا وَقْرٌ وَمِنْ بَيْنِنَا وَبَيْنِكَ حِجَابٌ فَاعْمَلْ إِنَّنَا عَامِلُونَ
Mereka berkata: "Hati kami berada dalam tutupan (yang menutupi) apa yang kamu seru kami kepadanya dan di telinga kami ada sumbatan dan antara kami dan kamu ada dinding, maka lakukanlah (sesuai kehendak kamu); sesungguhnya kami akan melakukan (sesuai kehendak kami)".
Rasulullah terus membacakan ayat-ayat lanjutannya yang menuturkan tentang Rasulullah hanyalah seorang pemberi peringatan, tentang gunung-gunung yang kokoh, tentang penciptaan langit dan tujuh lapisannya, tentang azab petir yang menimpa kaum Tsamud, tentang ngerinya nasib kaum kafir yang menolak wahyu dari Allah.
Ayat-ayat itu begitu memesona Utbah sampai ia lupa pada apa yang ia tawarkan kepada Rasulullah. Hatinya semakin hanyut, larut, dan...
"Cukuplah Muhammad. Cukuplah sekian saja!" seru Utbah. Ia diam sejenak, lalu kemudian bertanya lagi,
"Apakah engkau dapat menjawab selain yang tadi engkau baca?"
"Tidak".
Utbah terpana.
"Jadi, inilah Muhammad," pikirnya.
"Laki laki ini bukanlah orang yang ingin memiliki gunungan harta, kedudukan, kerajaan, dan sama sekali bukan orang sakit. Ia hanyalah orang yang ingin mempertahankan tugasnya dengan baik sekali dan ia tadi mengucapkan kata kata penuh mukjizat..."
Begitulah, akhirnya Utbah bin Rabi'ah kembali dengan tangan hampa. Para pembesar Quraisy pun kecewa karena Rasulullah menolak tawaran mereka. Kemudian, penganiayaan dan siksaan terhadap kaum Muslimin pun berlanjut dan semakin ganas.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Tawaran Utbah bin Rabi'ah
"Sesak dadaku melihat Muhammad dan para pengikutnya!" teriak seorang pembesar Quraisy. "Setiap hari mereka semakin kuat!" geram yang lain. "Semua gangguan dan siksaan kita seolah tidak berpengaruh apa-apa. Sangat mengherankan!" gerutu yang lain menggelengkan kepala.
Ketika suasana bertambah panas, Utbah bin Rabi'ah berdiri. Semua orang memandangnya dan menunggu.
"Kalau jalan kekerasan tidak membuahkan hasil, sudah saatnya kita mencoba cara lain, " kata Utbah bin Rabi'ah.
Suaranya pelan dan tenang.
"Kalau kalian setuju, aku akan bicara dengan Muhammad dan menawarkan beberapa hal menarik kepadanya. Apakah kalian setuju?"
Setelah terdiam sejenak, akhirnya orang orang Quraisy itu pun setuju.
"Coba laksanakan usulmu! Kami bersedia memberi apa saja asal Muhammad mau bungkam!" kata mereka.
Utbah bin Rabi'ah pun menemui Rasulullah.
"Anakku," katanya lembut,
"engkau adalah orang terhormat. Namun kini, engkau membawa soal besar sehingga masyarakat kita tercerai-berai. Sekarang dengarlah, kami menawarkan kepadamu beberapa hal, mungkin sebagiannya bisa engkau terima. Anakku, kalau yang engkau inginkan adalah harta, kami siap mengumpulkan dan memberikan harta kami sehingga engkau akan menjadi seorang paling kaya. Kalau engkau ingin kedudukan, akan kami angkat engkau sebagai pemimpin kami sehingga kami tidak akan mengambil keputusan tanpa persetujuanmu. Kalau engkau ingin menjadi raja, akan kami nobatkan engkau menjadi raja kami. Jika engkau diserang penyakit yang tidak dapat engkau sembuhkan sendiri, akan kami biayai pengobatannya dengan harta kami sampai engkau sembuh."
Rasulullah terdiam sejenak. Utbah bin Rabi'ah merasa kata katanya yang berbunga itu seolah menguap tanpa jejak ke udara.
Surat Fushilat
Rasulullah lalu membaca ayat-ayat Al Qur'an Surat Fushilat mulai dari ayat pertama:
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
(1). حم
Haa Miim. (Haa Miim) hanya Allah saja yang mengetahui arti dan maksudnya.
(2). تَنْزِيلٌ مِنَ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ
Diturunkan dari Tuhan Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
(3). كِتَابٌ فُصِّلَتْ آيَاتُهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
Kitab yang dijelaskan ayat-ayatnya, yakni bacaan dalam bahasa Arab, untuk kaum yang mengetahui,
(4). بَشِيرًا وَنَذِيرًا فَأَعْرَضَ أَكْثَرُهُمْ فَهُمْ لَا يَسْمَعُونَ
yang membawa berita gembira dan yang membawa peringatan, tetapi kebanyakan mereka berpaling (daripadanya); maka mereka tidak (mau) mendengarkan.
(5). وَقَالُوا قُلُوبُنَا فِي أَكِنَّةٍ مِمَّا تَدْعُونَا إِلَيْهِ وَفِي آذَانِنَا وَقْرٌ وَمِنْ بَيْنِنَا وَبَيْنِكَ حِجَابٌ فَاعْمَلْ إِنَّنَا عَامِلُونَ
Mereka berkata: "Hati kami berada dalam tutupan (yang menutupi) apa yang kamu seru kami kepadanya dan di telinga kami ada sumbatan dan antara kami dan kamu ada dinding, maka lakukanlah (sesuai kehendak kamu); sesungguhnya kami akan melakukan (sesuai kehendak kami)".
Rasulullah terus membacakan ayat-ayat lanjutannya yang menuturkan tentang Rasulullah hanyalah seorang pemberi peringatan, tentang gunung-gunung yang kokoh, tentang penciptaan langit dan tujuh lapisannya, tentang azab petir yang menimpa kaum Tsamud, tentang ngerinya nasib kaum kafir yang menolak wahyu dari Allah.
Ayat-ayat itu begitu memesona Utbah sampai ia lupa pada apa yang ia tawarkan kepada Rasulullah. Hatinya semakin hanyut, larut, dan...
"Cukuplah Muhammad. Cukuplah sekian saja!" seru Utbah. Ia diam sejenak, lalu kemudian bertanya lagi,
"Apakah engkau dapat menjawab selain yang tadi engkau baca?"
"Tidak".
Utbah terpana.
"Jadi, inilah Muhammad," pikirnya.
"Laki laki ini bukanlah orang yang ingin memiliki gunungan harta, kedudukan, kerajaan, dan sama sekali bukan orang sakit. Ia hanyalah orang yang ingin mempertahankan tugasnya dengan baik sekali dan ia tadi mengucapkan kata kata penuh mukjizat..."
Begitulah, akhirnya Utbah bin Rabi'ah kembali dengan tangan hampa. Para pembesar Quraisy pun kecewa karena Rasulullah menolak tawaran mereka. Kemudian, penganiayaan dan siksaan terhadap kaum Muslimin pun berlanjut dan semakin ganas.
Tawaran Utbah bin Rabi'ah
"Sesak dadaku melihat Muhammad dan para pengikutnya!" teriak seorang pembesar Quraisy. "Setiap hari mereka semakin kuat!" geram yang lain. "Semua gangguan dan siksaan kita seolah tidak berpengaruh apa-apa. Sangat mengherankan!" gerutu yang lain menggelengkan kepala.
Ketika suasana bertambah panas, Utbah bin Rabi'ah berdiri. Semua orang memandangnya dan menunggu.
"Kalau jalan kekerasan tidak membuahkan hasil, sudah saatnya kita mencoba cara lain, " kata Utbah bin Rabi'ah.
Suaranya pelan dan tenang.
"Kalau kalian setuju, aku akan bicara dengan Muhammad dan menawarkan beberapa hal menarik kepadanya. Apakah kalian setuju?"
Setelah terdiam sejenak, akhirnya orang orang Quraisy itu pun setuju.
"Coba laksanakan usulmu! Kami bersedia memberi apa saja asal Muhammad mau bungkam!" kata mereka.
Utbah bin Rabi'ah pun menemui Rasulullah.
"Anakku," katanya lembut,
"engkau adalah orang terhormat. Namun kini, engkau membawa soal besar sehingga masyarakat kita tercerai-berai. Sekarang dengarlah, kami menawarkan kepadamu beberapa hal, mungkin sebagiannya bisa engkau terima. Anakku, kalau yang engkau inginkan adalah harta, kami siap mengumpulkan dan memberikan harta kami sehingga engkau akan menjadi seorang paling kaya. Kalau engkau ingin kedudukan, akan kami angkat engkau sebagai pemimpin kami sehingga kami tidak akan mengambil keputusan tanpa persetujuanmu. Kalau engkau ingin menjadi raja, akan kami nobatkan engkau menjadi raja kami. Jika engkau diserang penyakit yang tidak dapat engkau sembuhkan sendiri, akan kami biayai pengobatannya dengan harta kami sampai engkau sembuh."
Rasulullah terdiam sejenak. Utbah bin Rabi'ah merasa kata katanya yang berbunga itu seolah menguap tanpa jejak ke udara.
Surat Fushilat
Rasulullah lalu membaca ayat-ayat Al Qur'an Surat Fushilat mulai dari ayat pertama:
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
(1). حم
Haa Miim. (Haa Miim) hanya Allah saja yang mengetahui arti dan maksudnya.
(2). تَنْزِيلٌ مِنَ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ
Diturunkan dari Tuhan Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
(3). كِتَابٌ فُصِّلَتْ آيَاتُهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
Kitab yang dijelaskan ayat-ayatnya, yakni bacaan dalam bahasa Arab, untuk kaum yang mengetahui,
(4). بَشِيرًا وَنَذِيرًا فَأَعْرَضَ أَكْثَرُهُمْ فَهُمْ لَا يَسْمَعُونَ
yang membawa berita gembira dan yang membawa peringatan, tetapi kebanyakan mereka berpaling (daripadanya); maka mereka tidak (mau) mendengarkan.
(5). وَقَالُوا قُلُوبُنَا فِي أَكِنَّةٍ مِمَّا تَدْعُونَا إِلَيْهِ وَفِي آذَانِنَا وَقْرٌ وَمِنْ بَيْنِنَا وَبَيْنِكَ حِجَابٌ فَاعْمَلْ إِنَّنَا عَامِلُونَ
Mereka berkata: "Hati kami berada dalam tutupan (yang menutupi) apa yang kamu seru kami kepadanya dan di telinga kami ada sumbatan dan antara kami dan kamu ada dinding, maka lakukanlah (sesuai kehendak kamu); sesungguhnya kami akan melakukan (sesuai kehendak kami)".
Rasulullah terus membacakan ayat-ayat lanjutannya yang menuturkan tentang Rasulullah hanyalah seorang pemberi peringatan, tentang gunung-gunung yang kokoh, tentang penciptaan langit dan tujuh lapisannya, tentang azab petir yang menimpa kaum Tsamud, tentang ngerinya nasib kaum kafir yang menolak wahyu dari Allah.
Ayat-ayat itu begitu memesona Utbah sampai ia lupa pada apa yang ia tawarkan kepada Rasulullah. Hatinya semakin hanyut, larut, dan...
"Cukuplah Muhammad. Cukuplah sekian saja!" seru Utbah. Ia diam sejenak, lalu kemudian bertanya lagi,
"Apakah engkau dapat menjawab selain yang tadi engkau baca?"
"Tidak".
Utbah terpana.
"Jadi, inilah Muhammad," pikirnya.
"Laki laki ini bukanlah orang yang ingin memiliki gunungan harta, kedudukan, kerajaan, dan sama sekali bukan orang sakit. Ia hanyalah orang yang ingin mempertahankan tugasnya dengan baik sekali dan ia tadi mengucapkan kata kata penuh mukjizat..."
Begitulah, akhirnya Utbah bin Rabi'ah kembali dengan tangan hampa. Para pembesar Quraisy pun kecewa karena Rasulullah menolak tawaran mereka. Kemudian, penganiayaan dan siksaan terhadap kaum Muslimin pun berlanjut dan semakin ganas.
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 38
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Ke Habasyah
Gangguan terhadap kaum Muslimin semakin berat dari hari ke hari. Bahkan, beberapa orang gugur karena disiksa terlalu keras. Berdasarkan wahyu dari Allah, Rasulullah pun memerintahkan agar mereka berhijrah.
"Wahai Rasulullah, ke mana kami akan pergi?"
Rasulullah menasehati agar mereka pergi ke Habasyah yang rakyatnya menganut agama Kristen.
"Tempat itu diperintah oleh seorang raja dan tidak ada orang yang dianiaya di situ. Itu bumi yang jujur, sampai nanti Allah membukakan jalan buat kita semua," demikian sabda Rasulullah.
Mematuhi perintah Rasulullah, berangkatlah rombongan pertama kaum Muslimin ke Habasyah pada bulan Rajab, tahun ke lima kenabian. Rombongan itu terdiri atas 12 orang pria dan 4 perempuan. Dengan sembunyi-sembunyi, mereka meninggalkan Mekah, menyeberangi laut ke benua Afrika, dan tiba di pantai Habasyah. Seperti yang dikatakan Rasulullah, Najasyi, Raja Habasyah itu, memberi mereka perlindungan dan tempat yang baik.
Kelak, ketika mendengar bahwa orang Quraisy tidak lagi menyiksa kaum Muslimin, mereka kembali pulang. Namun, ternyata berita itu tidak benar.
Di Mekah, keadaan justru semakin buruk bagi kaum Muslimin. Mereka pun berangkat kembali ke Habasyah, kali ini dengan jumlah rombongan yang lebih besar, terdiri atas 83 orang pria dan 18 wanita dipimpin oleh Ja'far bin Abu Thalib.
Habasyah
Saat itu Habasyah adalah negara yang meliputi bagian selatan Mesir, Erytrea, Ethiopia, dan Sudan. Habasyah artinya 'persekutuan'. Dahulu Habasyah bersekutu dengan kerajaan Saba atau Himyar. Kaum Muslimin berangkat dari Teluk Syu'aibah, sebelah selatan Jeddah.
Amarah Umar
Umar bin Khattab duduk termenung di rumahnya. Di seluruh Mekah, tidak ada seorang pun yang mampu melunakkan hati Umar. Ia begitu cepat naik pitam dan garang. Ia tidak pernah luluh oleh rayuan gadis-gadis penghibur setiap kali ia mendatangi para penjual khamr.
Ia tidak pula pernah terbujuk ikut bergabung dengan para pejalan malam yang suka bergerombol di pelataran rumah sambil mendengarkan para penabuh rebana.
Segalanya tidak mampu melembutkan kekerasan hatinya yang suka bertindak garang dan menakutkan.
Namun kini, ia tengah duduk termenung sendiri.
"Hamzah, apa yang terjadi padamu? Engkau menaklukkan dan mempermalukan Abu Jahal, temanmu sendiri! Apa yang membuatmu jadi seperti ini? Bahkan, engkau berani meninggalkan agama nenek moyang kita dan bergabung dengan Muhammad! Ini jelas akan membuat pengikut agama baru ini jadi sombong dan besar kepala!
Hamzah, bukankah engkau, Abu Jahal, Khalid bin Walid dan aku telah bersama membuat Quraisy jadi suku paling disegani? Semua itu berkat kerja keras dan keuletan kita berempat. Suku-suku yang lain iri kepada Quraisy karena Quraisy memiliki kita. Ini semua gara-gara Muhammad! Hamzah tidak lagi mau minum-minum bersamaku. Betapa sepinya malam-malam tanpa Hamzah!"
"Muhammad, engkau membuat pusing kepala orang-orang miskin, para budak, buruh kasar, dan para perempuan lemah! Engkau membuat mereka berani menentang para majikan! Apa yang engkau sampaikan pasti sebuah sihir.
Muhammad, tegakah engkau melihat para pengikut mu pergi meninggalkan tanah air nya ke Habasyah yang begitu jauh?
Ini benar-benar keterlaluan! Aku harus membunuh Muhammad sekarang juga! Meski aku harus berhadapan dengan Hamzah, aku akan membunuhmu dan membuat Mekah kembali seperti dulu!"
Setelah berpikir begitu, Umar bin Khattab mencabut pedangnya. Amarahnya dengan cepat naik ke ubun-ubun. Dengan langkah-langkah yang tidak bisa dirintangi, Umar berjalan cepat menuju Darul Arqam. Matanya mengandung api dan pedangnya membara! Tidak seorang pun bisa menghalangi Umar jika ia sudah bertekat dengan sunguh-sunguh!
Duka Umar
Ummu Abdillah adalah seorang perempuan tua. Ia juga tetangga Umar bin Khattab. Setelah ia sekeluarga memeluk Islam, Umar suka mengganggunya. Padahal sebelum itu, Umar cukup hormat dan bahkan menyayanginya.
Saat itu, Ummu Abdillah tengah membereskan barang-barang untuk dibawa hijrah ke Habasyah. Tiba-tiba, hatinya berdebar. Ia melihat Umar bin Khattab melangkah dengan pedang terhunus! Karena tidak ada waktu lagi untuk lari ke dalam rumah, Ummu Abdillah bersembunyi di balik barang-barangnya. Hatinya berdebar tidak karuan. Tanpa sadar, ia menahan napas ketika Umar semakin mendekat.
Akan tetapi, Umar melihatnya dan berhenti.
"Jadi engkau benar benar akan berangkat, wahai Ummu Abdillah?"
Ummu Abdillah keluar dari tempat persembunyiannya. Ia heran karena suara Umar tidak terdengar marah seperti biasanya.
"Ya, demi Allah. Engkau telah menyakitiku dan menindasku. Aku akan benar-benar pergi ke bumi Allah hingga Allah memberikan jalan keluar bagiku," sahut Ummu Abdillah.
Sesaat, Umar tampak merenung, "Ini dia tetanggaku, mereka akan pergi juga meninggalkan Mekah."
Umar berpaling, menatap wajah tua Ummu Abdillah dan berkata dalam hati, "Begitu jauh jalan yang akan ditempuh orang tua ini, begitu sedikit barang yang bisa dibawanya."
Akhirnya Umar melangkah pergi sambil berkata parau, "Semoga Allah senantiasa menyertaimu."
Ummu Abdillah terpana. Belum pernah Umar berlaku selembut ini sejak mereka memeluk Islam.
"Tidakkah engkau melihat kelemahlembutan dan kedukaan Umar terhadap kita?" tanya Ummu Abdillah kepada putranya.
"Apakah Ibu berharap ia akan memeluk Islam?" tanya sang putra. "Dia tidak akan pernah memeluk Islam sebelum keledai bapaknya juga masuk Islam!"
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Ke Habasyah
Gangguan terhadap kaum Muslimin semakin berat dari hari ke hari. Bahkan, beberapa orang gugur karena disiksa terlalu keras. Berdasarkan wahyu dari Allah, Rasulullah pun memerintahkan agar mereka berhijrah.
"Wahai Rasulullah, ke mana kami akan pergi?"
Rasulullah menasehati agar mereka pergi ke Habasyah yang rakyatnya menganut agama Kristen.
"Tempat itu diperintah oleh seorang raja dan tidak ada orang yang dianiaya di situ. Itu bumi yang jujur, sampai nanti Allah membukakan jalan buat kita semua," demikian sabda Rasulullah.
Mematuhi perintah Rasulullah, berangkatlah rombongan pertama kaum Muslimin ke Habasyah pada bulan Rajab, tahun ke lima kenabian. Rombongan itu terdiri atas 12 orang pria dan 4 perempuan. Dengan sembunyi-sembunyi, mereka meninggalkan Mekah, menyeberangi laut ke benua Afrika, dan tiba di pantai Habasyah. Seperti yang dikatakan Rasulullah, Najasyi, Raja Habasyah itu, memberi mereka perlindungan dan tempat yang baik.
Kelak, ketika mendengar bahwa orang Quraisy tidak lagi menyiksa kaum Muslimin, mereka kembali pulang. Namun, ternyata berita itu tidak benar.
Di Mekah, keadaan justru semakin buruk bagi kaum Muslimin. Mereka pun berangkat kembali ke Habasyah, kali ini dengan jumlah rombongan yang lebih besar, terdiri atas 83 orang pria dan 18 wanita dipimpin oleh Ja'far bin Abu Thalib.
Habasyah
Saat itu Habasyah adalah negara yang meliputi bagian selatan Mesir, Erytrea, Ethiopia, dan Sudan. Habasyah artinya 'persekutuan'. Dahulu Habasyah bersekutu dengan kerajaan Saba atau Himyar. Kaum Muslimin berangkat dari Teluk Syu'aibah, sebelah selatan Jeddah.
Amarah Umar
Umar bin Khattab duduk termenung di rumahnya. Di seluruh Mekah, tidak ada seorang pun yang mampu melunakkan hati Umar. Ia begitu cepat naik pitam dan garang. Ia tidak pernah luluh oleh rayuan gadis-gadis penghibur setiap kali ia mendatangi para penjual khamr.
Ia tidak pula pernah terbujuk ikut bergabung dengan para pejalan malam yang suka bergerombol di pelataran rumah sambil mendengarkan para penabuh rebana.
Segalanya tidak mampu melembutkan kekerasan hatinya yang suka bertindak garang dan menakutkan.
Namun kini, ia tengah duduk termenung sendiri.
"Hamzah, apa yang terjadi padamu? Engkau menaklukkan dan mempermalukan Abu Jahal, temanmu sendiri! Apa yang membuatmu jadi seperti ini? Bahkan, engkau berani meninggalkan agama nenek moyang kita dan bergabung dengan Muhammad! Ini jelas akan membuat pengikut agama baru ini jadi sombong dan besar kepala!
Hamzah, bukankah engkau, Abu Jahal, Khalid bin Walid dan aku telah bersama membuat Quraisy jadi suku paling disegani? Semua itu berkat kerja keras dan keuletan kita berempat. Suku-suku yang lain iri kepada Quraisy karena Quraisy memiliki kita. Ini semua gara-gara Muhammad! Hamzah tidak lagi mau minum-minum bersamaku. Betapa sepinya malam-malam tanpa Hamzah!"
"Muhammad, engkau membuat pusing kepala orang-orang miskin, para budak, buruh kasar, dan para perempuan lemah! Engkau membuat mereka berani menentang para majikan! Apa yang engkau sampaikan pasti sebuah sihir.
Muhammad, tegakah engkau melihat para pengikut mu pergi meninggalkan tanah air nya ke Habasyah yang begitu jauh?
Ini benar-benar keterlaluan! Aku harus membunuh Muhammad sekarang juga! Meski aku harus berhadapan dengan Hamzah, aku akan membunuhmu dan membuat Mekah kembali seperti dulu!"
Setelah berpikir begitu, Umar bin Khattab mencabut pedangnya. Amarahnya dengan cepat naik ke ubun-ubun. Dengan langkah-langkah yang tidak bisa dirintangi, Umar berjalan cepat menuju Darul Arqam. Matanya mengandung api dan pedangnya membara! Tidak seorang pun bisa menghalangi Umar jika ia sudah bertekat dengan sunguh-sunguh!
Duka Umar
Ummu Abdillah adalah seorang perempuan tua. Ia juga tetangga Umar bin Khattab. Setelah ia sekeluarga memeluk Islam, Umar suka mengganggunya. Padahal sebelum itu, Umar cukup hormat dan bahkan menyayanginya.
Saat itu, Ummu Abdillah tengah membereskan barang-barang untuk dibawa hijrah ke Habasyah. Tiba-tiba, hatinya berdebar. Ia melihat Umar bin Khattab melangkah dengan pedang terhunus! Karena tidak ada waktu lagi untuk lari ke dalam rumah, Ummu Abdillah bersembunyi di balik barang-barangnya. Hatinya berdebar tidak karuan. Tanpa sadar, ia menahan napas ketika Umar semakin mendekat.
Akan tetapi, Umar melihatnya dan berhenti.
"Jadi engkau benar benar akan berangkat, wahai Ummu Abdillah?"
Ummu Abdillah keluar dari tempat persembunyiannya. Ia heran karena suara Umar tidak terdengar marah seperti biasanya.
"Ya, demi Allah. Engkau telah menyakitiku dan menindasku. Aku akan benar-benar pergi ke bumi Allah hingga Allah memberikan jalan keluar bagiku," sahut Ummu Abdillah.
Sesaat, Umar tampak merenung, "Ini dia tetanggaku, mereka akan pergi juga meninggalkan Mekah."
Umar berpaling, menatap wajah tua Ummu Abdillah dan berkata dalam hati, "Begitu jauh jalan yang akan ditempuh orang tua ini, begitu sedikit barang yang bisa dibawanya."
Akhirnya Umar melangkah pergi sambil berkata parau, "Semoga Allah senantiasa menyertaimu."
Ummu Abdillah terpana. Belum pernah Umar berlaku selembut ini sejak mereka memeluk Islam.
"Tidakkah engkau melihat kelemahlembutan dan kedukaan Umar terhadap kita?" tanya Ummu Abdillah kepada putranya.
"Apakah Ibu berharap ia akan memeluk Islam?" tanya sang putra. "Dia tidak akan pernah memeluk Islam sebelum keledai bapaknya juga masuk Islam!"
Ke Habasyah
Gangguan terhadap kaum Muslimin semakin berat dari hari ke hari. Bahkan, beberapa orang gugur karena disiksa terlalu keras. Berdasarkan wahyu dari Allah, Rasulullah pun memerintahkan agar mereka berhijrah.
"Wahai Rasulullah, ke mana kami akan pergi?"
Rasulullah menasehati agar mereka pergi ke Habasyah yang rakyatnya menganut agama Kristen.
"Tempat itu diperintah oleh seorang raja dan tidak ada orang yang dianiaya di situ. Itu bumi yang jujur, sampai nanti Allah membukakan jalan buat kita semua," demikian sabda Rasulullah.
Mematuhi perintah Rasulullah, berangkatlah rombongan pertama kaum Muslimin ke Habasyah pada bulan Rajab, tahun ke lima kenabian. Rombongan itu terdiri atas 12 orang pria dan 4 perempuan. Dengan sembunyi-sembunyi, mereka meninggalkan Mekah, menyeberangi laut ke benua Afrika, dan tiba di pantai Habasyah. Seperti yang dikatakan Rasulullah, Najasyi, Raja Habasyah itu, memberi mereka perlindungan dan tempat yang baik.
Kelak, ketika mendengar bahwa orang Quraisy tidak lagi menyiksa kaum Muslimin, mereka kembali pulang. Namun, ternyata berita itu tidak benar.
Di Mekah, keadaan justru semakin buruk bagi kaum Muslimin. Mereka pun berangkat kembali ke Habasyah, kali ini dengan jumlah rombongan yang lebih besar, terdiri atas 83 orang pria dan 18 wanita dipimpin oleh Ja'far bin Abu Thalib.
Habasyah
Saat itu Habasyah adalah negara yang meliputi bagian selatan Mesir, Erytrea, Ethiopia, dan Sudan. Habasyah artinya 'persekutuan'. Dahulu Habasyah bersekutu dengan kerajaan Saba atau Himyar. Kaum Muslimin berangkat dari Teluk Syu'aibah, sebelah selatan Jeddah.
Amarah Umar
Umar bin Khattab duduk termenung di rumahnya. Di seluruh Mekah, tidak ada seorang pun yang mampu melunakkan hati Umar. Ia begitu cepat naik pitam dan garang. Ia tidak pernah luluh oleh rayuan gadis-gadis penghibur setiap kali ia mendatangi para penjual khamr.
Ia tidak pula pernah terbujuk ikut bergabung dengan para pejalan malam yang suka bergerombol di pelataran rumah sambil mendengarkan para penabuh rebana.
Segalanya tidak mampu melembutkan kekerasan hatinya yang suka bertindak garang dan menakutkan.
Namun kini, ia tengah duduk termenung sendiri.
"Hamzah, apa yang terjadi padamu? Engkau menaklukkan dan mempermalukan Abu Jahal, temanmu sendiri! Apa yang membuatmu jadi seperti ini? Bahkan, engkau berani meninggalkan agama nenek moyang kita dan bergabung dengan Muhammad! Ini jelas akan membuat pengikut agama baru ini jadi sombong dan besar kepala!
Hamzah, bukankah engkau, Abu Jahal, Khalid bin Walid dan aku telah bersama membuat Quraisy jadi suku paling disegani? Semua itu berkat kerja keras dan keuletan kita berempat. Suku-suku yang lain iri kepada Quraisy karena Quraisy memiliki kita. Ini semua gara-gara Muhammad! Hamzah tidak lagi mau minum-minum bersamaku. Betapa sepinya malam-malam tanpa Hamzah!"
"Muhammad, engkau membuat pusing kepala orang-orang miskin, para budak, buruh kasar, dan para perempuan lemah! Engkau membuat mereka berani menentang para majikan! Apa yang engkau sampaikan pasti sebuah sihir.
Muhammad, tegakah engkau melihat para pengikut mu pergi meninggalkan tanah air nya ke Habasyah yang begitu jauh?
Ini benar-benar keterlaluan! Aku harus membunuh Muhammad sekarang juga! Meski aku harus berhadapan dengan Hamzah, aku akan membunuhmu dan membuat Mekah kembali seperti dulu!"
Setelah berpikir begitu, Umar bin Khattab mencabut pedangnya. Amarahnya dengan cepat naik ke ubun-ubun. Dengan langkah-langkah yang tidak bisa dirintangi, Umar berjalan cepat menuju Darul Arqam. Matanya mengandung api dan pedangnya membara! Tidak seorang pun bisa menghalangi Umar jika ia sudah bertekat dengan sunguh-sunguh!
Duka Umar
Ummu Abdillah adalah seorang perempuan tua. Ia juga tetangga Umar bin Khattab. Setelah ia sekeluarga memeluk Islam, Umar suka mengganggunya. Padahal sebelum itu, Umar cukup hormat dan bahkan menyayanginya.
Saat itu, Ummu Abdillah tengah membereskan barang-barang untuk dibawa hijrah ke Habasyah. Tiba-tiba, hatinya berdebar. Ia melihat Umar bin Khattab melangkah dengan pedang terhunus! Karena tidak ada waktu lagi untuk lari ke dalam rumah, Ummu Abdillah bersembunyi di balik barang-barangnya. Hatinya berdebar tidak karuan. Tanpa sadar, ia menahan napas ketika Umar semakin mendekat.
Akan tetapi, Umar melihatnya dan berhenti.
"Jadi engkau benar benar akan berangkat, wahai Ummu Abdillah?"
Ummu Abdillah keluar dari tempat persembunyiannya. Ia heran karena suara Umar tidak terdengar marah seperti biasanya.
"Ya, demi Allah. Engkau telah menyakitiku dan menindasku. Aku akan benar-benar pergi ke bumi Allah hingga Allah memberikan jalan keluar bagiku," sahut Ummu Abdillah.
Sesaat, Umar tampak merenung, "Ini dia tetanggaku, mereka akan pergi juga meninggalkan Mekah."
Umar berpaling, menatap wajah tua Ummu Abdillah dan berkata dalam hati, "Begitu jauh jalan yang akan ditempuh orang tua ini, begitu sedikit barang yang bisa dibawanya."
Akhirnya Umar melangkah pergi sambil berkata parau, "Semoga Allah senantiasa menyertaimu."
Ummu Abdillah terpana. Belum pernah Umar berlaku selembut ini sejak mereka memeluk Islam.
"Tidakkah engkau melihat kelemahlembutan dan kedukaan Umar terhadap kita?" tanya Ummu Abdillah kepada putranya.
"Apakah Ibu berharap ia akan memeluk Islam?" tanya sang putra. "Dia tidak akan pernah memeluk Islam sebelum keledai bapaknya juga masuk Islam!"
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 39
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Berita untuk Umar
Umar melanjutkan langkahnya menuju Darul Arqam.
"Sudah jelas, Muhammad-lah yang menyebabkan semua kesengsaraan ini! Aku harus membunuhnya agar Mekah kembali damai dan tenang. Mengenai Hamzah, aku akan bertarung dengannya. Aku yang mati atau Hamzah yang mati, itu tidak terlalu membuatku risau."
Tiba-tiba, lamunannya buyar ketika Nu'aim bin Abdullah menegurnya, "Hendak kemana, wahai putra Khattab?"
"Aku akan menemui Muhammad! Dia yang menukar agama nenek moyang kita. Dia yang memecah belah masyarakat Quraisy. Dia memiliki banyak angan-angan bodoh. Dia yang mencaci tuhan-tuhan kita. Untuk semua kesalahannya itu, aku akan menebas lehernya!"
"Demi Allah, engkau telah tertipu oleh dirimu sendiri, wahai Umar! Apakah tindakanmu membunuh Muhammad akan dibiarkan saja oleh Bani Abdi Manaf? Tidakkah lebih baik engkau pulang dan mengurusi keluarga mu sendiri?"
Umar berhenti melangkah dan bertanya tajam, "Keluarga ku yang mana?"
"Saudara sepupumu sendiri, Sa'id bin Zaid bin Ammar dan istrinya yang tak lain adalah adik perempuanmu, Fathimah binti Khattab. Mereka telah mengikuti ajaran Muhammad, urusi saja mereka dulu!"
Umar segera membalikkan badan dan melangkah cepat menuju ke rumah adiknya.
"Kalau itu benar, aku akan bertindak pada Sa'id bin Zaid seperti yang pernah dilakukan oleh ayahku yang garang. Al Khattab, kepada ayah Sa'id, Zaid bin Ammar! Berani-beraninya dia memeluk Islam, sedangkan dia tahu aku membenci agama itu!"
Dengan keras, Umar bin Khattab menggedor pintu rumah Sa'id bin Zaid dan Fatimah. Suaranya berdentum-dentum keras mengejutkan siapa saja yang ada di dalam rumah. Sudah bisa diduga, kali ini akan jatuh lagi korban dalam penganiayaan yang menimpa kaum Muslimin.
Amuk Umar bin Khattab
Di dalam rumah, Sa'id dan Fathimah binti Khattab sedang mengikuti ayat Al Qur'an yang dibacakan oleh Khabbab bin Al Arat. Begitu pintu berguncang diketuk Umar, Sa'id dan Fathimah segera menyembunyikan Khabbab. Fathimah segera menyembunyikan lembaran-lembaran yang tadi mereka baca di bawah pahanya.
Sa'id membuka pintu dan Umar bergegas masuk.
"Suara apa yang baru kudengar itu?" bentak Umar.
" Tidak.... kami tidak mendengar suara apa pun tadi "
Seketika amarah Umar bin Khattab meledak, "Kudengar kalian telah mengikuti ajaran Muhammad!"
Belum sepatah kata pun keluar dari mulut kedua suami istri itu, pedang Umar sudah terayun dan gagangnya mengenai Sa'id hingga ia jatuh terjerembab di lantai dan luka. Melihat suaminya berdarah, Fathimah bangkit berusaha melerai, tetapi tangan Umar cepat sekali menampar wajahnya.
Fathimah jatuh di samping suaminya dengan darah mengucur dari wajahnya.
Meski garang, Umar terkenal lembut dan penyayang kepada keluarganya sendiri. Melihat darah Fathimah, Umar tertegun.
"Fathimah berdarah," pikirnya, "Mengapa aku bisa sampai begitu? Aku menyayangi adikku itu sepenuh hati, bahkan lebih mirip rasa sayang antara ayah kepada putrinya!"
Fathimah yang lembut dan biasanya selalu patuh kepada Umar, kali ini mengangkat wajah, menentang langsung paras kakaknya itu.
"Baiklah," seru Fathimah
"lakukanlah apa saja yang engkau kehendaki!"
Fathimah sudah siap menghadapi berbagai kemungkinan yang akan terjadi. Ia siap disiksa oleh kakaknya sendiri yang dari kecil begitu menyayanginya, ia bahkan siap untuk mati. Kedua tangannya terentang, seolah siap menerima tikaman pedang Umar ke dadanya.
Al Qur'an bukan Mantra Syair
Suatu malam, Umar bin Khattab diam-diam mendengar Rasulullah ﷺ membaca Al Qur'an pada malam hari, Umar terpesona. Namun, ia berkata dalam hati, "Ah, ini pasti ucapan seorang penyair". Bisik hati Umar.
Saat itu Rasulullah ﷺ membaca surah Al Haqqah ayat 41,
وَمَا هُوَ بِقَوْلِ شَاعِرٍ ۚ قَلِيلًا مَا تُؤْمِنُونَ
"Dan Al Quran itu bukanlah perkataan seorang penyair. Sedikit sekali kamu beriman kepadanya."
Kembali, Umar bin Khattab diam-diam datang ke rumah Rasulullah pada tengah malam dan mendengar Rasulullah membaca Al Qur'an. Umar berkata dalam hati, "Kalau ini bukan ucapan tukang tenung, ini pasti ucapan Muhammad, bukan Firman Tuhan."
Namun, sesegera itu juga, Rasulullah membaca Surah Al Haqqah ayat 43:
تَنْزِيلٌ مِنْ رَبِّ الْعَالَمِينَ
"Ia (Al Qur'an) adalah wahyu yang diturunkan dari Tuhan seluruh alam."
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Berita untuk Umar
Umar melanjutkan langkahnya menuju Darul Arqam.
"Sudah jelas, Muhammad-lah yang menyebabkan semua kesengsaraan ini! Aku harus membunuhnya agar Mekah kembali damai dan tenang. Mengenai Hamzah, aku akan bertarung dengannya. Aku yang mati atau Hamzah yang mati, itu tidak terlalu membuatku risau."
Tiba-tiba, lamunannya buyar ketika Nu'aim bin Abdullah menegurnya, "Hendak kemana, wahai putra Khattab?"
"Aku akan menemui Muhammad! Dia yang menukar agama nenek moyang kita. Dia yang memecah belah masyarakat Quraisy. Dia memiliki banyak angan-angan bodoh. Dia yang mencaci tuhan-tuhan kita. Untuk semua kesalahannya itu, aku akan menebas lehernya!"
"Demi Allah, engkau telah tertipu oleh dirimu sendiri, wahai Umar! Apakah tindakanmu membunuh Muhammad akan dibiarkan saja oleh Bani Abdi Manaf? Tidakkah lebih baik engkau pulang dan mengurusi keluarga mu sendiri?"
Umar berhenti melangkah dan bertanya tajam, "Keluarga ku yang mana?"
"Saudara sepupumu sendiri, Sa'id bin Zaid bin Ammar dan istrinya yang tak lain adalah adik perempuanmu, Fathimah binti Khattab. Mereka telah mengikuti ajaran Muhammad, urusi saja mereka dulu!"
Umar segera membalikkan badan dan melangkah cepat menuju ke rumah adiknya.
"Kalau itu benar, aku akan bertindak pada Sa'id bin Zaid seperti yang pernah dilakukan oleh ayahku yang garang. Al Khattab, kepada ayah Sa'id, Zaid bin Ammar! Berani-beraninya dia memeluk Islam, sedangkan dia tahu aku membenci agama itu!"
Dengan keras, Umar bin Khattab menggedor pintu rumah Sa'id bin Zaid dan Fatimah. Suaranya berdentum-dentum keras mengejutkan siapa saja yang ada di dalam rumah. Sudah bisa diduga, kali ini akan jatuh lagi korban dalam penganiayaan yang menimpa kaum Muslimin.
Amuk Umar bin Khattab
Di dalam rumah, Sa'id dan Fathimah binti Khattab sedang mengikuti ayat Al Qur'an yang dibacakan oleh Khabbab bin Al Arat. Begitu pintu berguncang diketuk Umar, Sa'id dan Fathimah segera menyembunyikan Khabbab. Fathimah segera menyembunyikan lembaran-lembaran yang tadi mereka baca di bawah pahanya.
Sa'id membuka pintu dan Umar bergegas masuk.
"Suara apa yang baru kudengar itu?" bentak Umar.
" Tidak.... kami tidak mendengar suara apa pun tadi "
Seketika amarah Umar bin Khattab meledak, "Kudengar kalian telah mengikuti ajaran Muhammad!"
Belum sepatah kata pun keluar dari mulut kedua suami istri itu, pedang Umar sudah terayun dan gagangnya mengenai Sa'id hingga ia jatuh terjerembab di lantai dan luka. Melihat suaminya berdarah, Fathimah bangkit berusaha melerai, tetapi tangan Umar cepat sekali menampar wajahnya.
Fathimah jatuh di samping suaminya dengan darah mengucur dari wajahnya.
Meski garang, Umar terkenal lembut dan penyayang kepada keluarganya sendiri. Melihat darah Fathimah, Umar tertegun.
"Fathimah berdarah," pikirnya, "Mengapa aku bisa sampai begitu? Aku menyayangi adikku itu sepenuh hati, bahkan lebih mirip rasa sayang antara ayah kepada putrinya!"
Fathimah yang lembut dan biasanya selalu patuh kepada Umar, kali ini mengangkat wajah, menentang langsung paras kakaknya itu.
"Baiklah," seru Fathimah
"lakukanlah apa saja yang engkau kehendaki!"
Fathimah sudah siap menghadapi berbagai kemungkinan yang akan terjadi. Ia siap disiksa oleh kakaknya sendiri yang dari kecil begitu menyayanginya, ia bahkan siap untuk mati. Kedua tangannya terentang, seolah siap menerima tikaman pedang Umar ke dadanya.
Al Qur'an bukan Mantra Syair
Suatu malam, Umar bin Khattab diam-diam mendengar Rasulullah ﷺ membaca Al Qur'an pada malam hari, Umar terpesona. Namun, ia berkata dalam hati, "Ah, ini pasti ucapan seorang penyair". Bisik hati Umar.
Saat itu Rasulullah ﷺ membaca surah Al Haqqah ayat 41,
وَمَا هُوَ بِقَوْلِ شَاعِرٍ ۚ قَلِيلًا مَا تُؤْمِنُونَ
"Dan Al Quran itu bukanlah perkataan seorang penyair. Sedikit sekali kamu beriman kepadanya."
Kembali, Umar bin Khattab diam-diam datang ke rumah Rasulullah pada tengah malam dan mendengar Rasulullah membaca Al Qur'an. Umar berkata dalam hati, "Kalau ini bukan ucapan tukang tenung, ini pasti ucapan Muhammad, bukan Firman Tuhan."
Namun, sesegera itu juga, Rasulullah membaca Surah Al Haqqah ayat 43:
تَنْزِيلٌ مِنْ رَبِّ الْعَالَمِينَ
"Ia (Al Qur'an) adalah wahyu yang diturunkan dari Tuhan seluruh alam."
Berita untuk Umar
Umar melanjutkan langkahnya menuju Darul Arqam.
"Sudah jelas, Muhammad-lah yang menyebabkan semua kesengsaraan ini! Aku harus membunuhnya agar Mekah kembali damai dan tenang. Mengenai Hamzah, aku akan bertarung dengannya. Aku yang mati atau Hamzah yang mati, itu tidak terlalu membuatku risau."
Tiba-tiba, lamunannya buyar ketika Nu'aim bin Abdullah menegurnya, "Hendak kemana, wahai putra Khattab?"
"Aku akan menemui Muhammad! Dia yang menukar agama nenek moyang kita. Dia yang memecah belah masyarakat Quraisy. Dia memiliki banyak angan-angan bodoh. Dia yang mencaci tuhan-tuhan kita. Untuk semua kesalahannya itu, aku akan menebas lehernya!"
"Demi Allah, engkau telah tertipu oleh dirimu sendiri, wahai Umar! Apakah tindakanmu membunuh Muhammad akan dibiarkan saja oleh Bani Abdi Manaf? Tidakkah lebih baik engkau pulang dan mengurusi keluarga mu sendiri?"
Umar berhenti melangkah dan bertanya tajam, "Keluarga ku yang mana?"
"Saudara sepupumu sendiri, Sa'id bin Zaid bin Ammar dan istrinya yang tak lain adalah adik perempuanmu, Fathimah binti Khattab. Mereka telah mengikuti ajaran Muhammad, urusi saja mereka dulu!"
Umar segera membalikkan badan dan melangkah cepat menuju ke rumah adiknya.
"Kalau itu benar, aku akan bertindak pada Sa'id bin Zaid seperti yang pernah dilakukan oleh ayahku yang garang. Al Khattab, kepada ayah Sa'id, Zaid bin Ammar! Berani-beraninya dia memeluk Islam, sedangkan dia tahu aku membenci agama itu!"
Dengan keras, Umar bin Khattab menggedor pintu rumah Sa'id bin Zaid dan Fatimah. Suaranya berdentum-dentum keras mengejutkan siapa saja yang ada di dalam rumah. Sudah bisa diduga, kali ini akan jatuh lagi korban dalam penganiayaan yang menimpa kaum Muslimin.
Amuk Umar bin Khattab
Di dalam rumah, Sa'id dan Fathimah binti Khattab sedang mengikuti ayat Al Qur'an yang dibacakan oleh Khabbab bin Al Arat. Begitu pintu berguncang diketuk Umar, Sa'id dan Fathimah segera menyembunyikan Khabbab. Fathimah segera menyembunyikan lembaran-lembaran yang tadi mereka baca di bawah pahanya.
Sa'id membuka pintu dan Umar bergegas masuk.
"Suara apa yang baru kudengar itu?" bentak Umar.
" Tidak.... kami tidak mendengar suara apa pun tadi "
Seketika amarah Umar bin Khattab meledak, "Kudengar kalian telah mengikuti ajaran Muhammad!"
Belum sepatah kata pun keluar dari mulut kedua suami istri itu, pedang Umar sudah terayun dan gagangnya mengenai Sa'id hingga ia jatuh terjerembab di lantai dan luka. Melihat suaminya berdarah, Fathimah bangkit berusaha melerai, tetapi tangan Umar cepat sekali menampar wajahnya.
Fathimah jatuh di samping suaminya dengan darah mengucur dari wajahnya.
Meski garang, Umar terkenal lembut dan penyayang kepada keluarganya sendiri. Melihat darah Fathimah, Umar tertegun.
"Fathimah berdarah," pikirnya, "Mengapa aku bisa sampai begitu? Aku menyayangi adikku itu sepenuh hati, bahkan lebih mirip rasa sayang antara ayah kepada putrinya!"
Fathimah yang lembut dan biasanya selalu patuh kepada Umar, kali ini mengangkat wajah, menentang langsung paras kakaknya itu.
"Baiklah," seru Fathimah
"lakukanlah apa saja yang engkau kehendaki!"
Fathimah sudah siap menghadapi berbagai kemungkinan yang akan terjadi. Ia siap disiksa oleh kakaknya sendiri yang dari kecil begitu menyayanginya, ia bahkan siap untuk mati. Kedua tangannya terentang, seolah siap menerima tikaman pedang Umar ke dadanya.
Al Qur'an bukan Mantra Syair
Suatu malam, Umar bin Khattab diam-diam mendengar Rasulullah ﷺ membaca Al Qur'an pada malam hari, Umar terpesona. Namun, ia berkata dalam hati, "Ah, ini pasti ucapan seorang penyair". Bisik hati Umar.
Saat itu Rasulullah ﷺ membaca surah Al Haqqah ayat 41,
وَمَا هُوَ بِقَوْلِ شَاعِرٍ ۚ قَلِيلًا مَا تُؤْمِنُونَ
"Dan Al Quran itu bukanlah perkataan seorang penyair. Sedikit sekali kamu beriman kepadanya."
Kembali, Umar bin Khattab diam-diam datang ke rumah Rasulullah pada tengah malam dan mendengar Rasulullah membaca Al Qur'an. Umar berkata dalam hati, "Kalau ini bukan ucapan tukang tenung, ini pasti ucapan Muhammad, bukan Firman Tuhan."
Namun, sesegera itu juga, Rasulullah membaca Surah Al Haqqah ayat 43:
تَنْزِيلٌ مِنْ رَبِّ الْعَالَمِينَ
"Ia (Al Qur'an) adalah wahyu yang diturunkan dari Tuhan seluruh alam."
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 40
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Surat Thohaa
Akan tetapi, Umar tidak bisa melawan rasa sayang kepada adiknya. Amarahnya padam seperti api terguyur hujan. Ia duduk, diam dalam penyesalan. Ditatapnya wajah adiknya dalam-dalam, disesalinya luka akibat tamparannya tadi.
"Perlihatkan lembaran-lembaran tadi yang kalian baca agar aku tahu apa yang Muhammad bawa," pinta Umar.
"Kami khawatir engkau merampas lembaran-lembaran itu."
"Tidak perlu takut, perlihatkanlah. Aku bersumpah akan mengembalikannya."
Saat itu, timbul harapan di hati Fatimah agar kakaknya memeluk Islam.
"Kakak engkau adalah penyembah berhala, karena itu engkau kotor. Sesungguhnya, lembaran ini tidak boleh disentuh kecuali orang yang suci."
Tanpa berkata lagi, Umar berdiri lalu mandi. Setelah itu ia kembali dan membaca lembaran-lembaran yang berisi surat Thohaa.
طه
Thaahaa.
مَا أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْقُرْآنَ لِتَشْقَىٰ
Kami tidak menurunkan Al Quran ini kepadamu agar kamu menjadi susah;
إِلَّا تَذْكِرَةً لِمَنْ يَخْشَىٰ
tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah),
تَنْزِيلًا مِمَّنْ خَلَقَ الْأَرْضَ وَالسَّمَاوَاتِ الْعُلَى
yaitu diturunkan dari Allah yang menciptakan bumi dan langit yang tinggi.
الرَّحْمَٰنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَىٰ
(Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah. Yang bersemayam di atas ´Arsy.
لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا وَمَا تَحْتَ الثَّرَىٰ
Kepunyaan-Nya-lah semua yang ada di langit, semua yang di bumi, semua yang di antara keduanya dan semua yang di bawah tanah.
وَإِنْ تَجْهَرْ بِالْقَوْلِ فَإِنَّهُ يَعْلَمُ السِّرَّ وَأَخْفَى
Dan jika kamu mengeraskan ucapanmu, maka sesungguhnya Dia mengetahui rahasia dan yang lebih tersembunyi.
اللَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۖ لَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ
Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Dia mempunyai al asmaaul husna (nama-nama yang baik),
............
Umar terus membaca sebagian besar lembaran-lembaran tadi, lalu berhenti. Tangannya terkulai. Matanya sayu.
Dikembalikannya lembaran-lembaran tadi ke tangan Fatimah. Dengan rasa heran dan penuh harap, Fatimah memerhatikan wajah kakaknya.
Kemudian di dengarnya Umar mendesah. "Alangkah bagus dan agung kata-kata ini."
Seolah mendadak matahari yang terang benderang muncul dari balik awan. Khattab bin Al Arat segera keluar dari persembunyiannya.
"Wahai Umar!" serunya meluap-luap, "aku sungguh berharap mudah-mudahan Allah mengistimewakan dirimu. Kemarin kudengar Rasulullah berdoa, "Ya Allah! kuatkanlah Islam dari dua Umar, Abu Jahal bin 'Amr bin Hisyam atau Umar bin Khattab!"
Mendengar itu, Umar segera bangkit dan bergegas menuju Darul Arqam. Namun, tangannya masih menghunus pedang dan wajahnya seperti singa padang pasir yang siap bertarung.
Keislaman Umar bin Khattab
Berdentum-dentum pintu Darul Arqam diketuk Umar. Sebelum membuka pintu, seorang sahabat mengintip keluar dan terkejut, seperti baru mengalami mimpi buruk.
"Pengetuk pintu adalah Umar bin Khattab!" desisnya panik kepada Rasulullah dan orang-orang di dalam, "Dia datang dengan pedang terhunus!"
Hamzah bin Abdul Muthalib berdiri dan berkata tenang. "Biarkan saja dia masuk. Jika dia datang dengan maksud baik, kita sambut dengan baik. Namun, jika dia datang dengan maksud jahat, kita bunuh saja dia dengan pedangnya"
Setelah berkata begitu, tangan Hamzah bergerak meraba gagang pedangnya. Suasana tambah mencekam ketika pintu dibuka. Namun, Umar tidak juga masuk, ia tetap berdiri dengan sikap garang di depan pintu.
Melihat itu, Rasulullah pun berdiri dan berjalan cepat menghampiri Umar. Dengan kecepatan yang bahkan tidak terduga oleh Umar sendiri, tangan Rasulullah yang mulia bergerak dan mencengkeram leher baju Umar dengan kuat.
Dengan suara tegas yang tidak bisa dibantah, Rasulullah berkata,
"Wahai Umar! Dengan maksud apa engkau datang? Demi Allah, aku tidak akan melihat engkau berhenti dengan sikap dan tindakanmu terhadap kami hingga Allah menurunkan bencana untukmu"
Kerongkongan Umar tersekat karena begitu terkejut. Kesombongannya runtuh, bahkan rasa takut menguasai dirinya. Dengan suara lirih ia berkata "Wahai Rasulullah....... "
Semua orang di Darul Arqam tercengang. Mereka lebih tercengang lagi mendengar Umar bin Khattab, sang Singa Quraisy, melanjutkan kata-katanya,
"Aku datang kepadamu untuk beriman kepada Allah dan Utusan-Nya"
Rasulullah melepaskan cengkeramannya dan berkata penuh rasa syukur, "Subhanallah ....."
Takbir Hamzah membahana. Pada bulan Dzulhijjah tahun keenam kenabian itu, Umar bin Khattab, Sahabat berperang dan teman minumnya, menjadi saudara seiman. Hati mereka terikat dalam tali yang tidak bisa putus lagi sampai ke akhirat. Dengan kegembiraan yang tiada tara, Rasulullah mengusap dada Umar agar sahabat barunya itu tetap dalam keimanan.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Surat Thohaa
Akan tetapi, Umar tidak bisa melawan rasa sayang kepada adiknya. Amarahnya padam seperti api terguyur hujan. Ia duduk, diam dalam penyesalan. Ditatapnya wajah adiknya dalam-dalam, disesalinya luka akibat tamparannya tadi.
"Perlihatkan lembaran-lembaran tadi yang kalian baca agar aku tahu apa yang Muhammad bawa," pinta Umar.
"Kami khawatir engkau merampas lembaran-lembaran itu."
"Tidak perlu takut, perlihatkanlah. Aku bersumpah akan mengembalikannya."
Saat itu, timbul harapan di hati Fatimah agar kakaknya memeluk Islam.
"Kakak engkau adalah penyembah berhala, karena itu engkau kotor. Sesungguhnya, lembaran ini tidak boleh disentuh kecuali orang yang suci."
Tanpa berkata lagi, Umar berdiri lalu mandi. Setelah itu ia kembali dan membaca lembaran-lembaran yang berisi surat Thohaa.
طه
Thaahaa.
مَا أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْقُرْآنَ لِتَشْقَىٰ
Kami tidak menurunkan Al Quran ini kepadamu agar kamu menjadi susah;
إِلَّا تَذْكِرَةً لِمَنْ يَخْشَىٰ
tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah),
تَنْزِيلًا مِمَّنْ خَلَقَ الْأَرْضَ وَالسَّمَاوَاتِ الْعُلَى
yaitu diturunkan dari Allah yang menciptakan bumi dan langit yang tinggi.
الرَّحْمَٰنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَىٰ
(Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah. Yang bersemayam di atas ´Arsy.
لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا وَمَا تَحْتَ الثَّرَىٰ
Kepunyaan-Nya-lah semua yang ada di langit, semua yang di bumi, semua yang di antara keduanya dan semua yang di bawah tanah.
وَإِنْ تَجْهَرْ بِالْقَوْلِ فَإِنَّهُ يَعْلَمُ السِّرَّ وَأَخْفَى
Dan jika kamu mengeraskan ucapanmu, maka sesungguhnya Dia mengetahui rahasia dan yang lebih tersembunyi.
اللَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۖ لَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ
Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Dia mempunyai al asmaaul husna (nama-nama yang baik),
............
Umar terus membaca sebagian besar lembaran-lembaran tadi, lalu berhenti. Tangannya terkulai. Matanya sayu.
Dikembalikannya lembaran-lembaran tadi ke tangan Fatimah. Dengan rasa heran dan penuh harap, Fatimah memerhatikan wajah kakaknya.
Kemudian di dengarnya Umar mendesah. "Alangkah bagus dan agung kata-kata ini."
Seolah mendadak matahari yang terang benderang muncul dari balik awan. Khattab bin Al Arat segera keluar dari persembunyiannya.
"Wahai Umar!" serunya meluap-luap, "aku sungguh berharap mudah-mudahan Allah mengistimewakan dirimu. Kemarin kudengar Rasulullah berdoa, "Ya Allah! kuatkanlah Islam dari dua Umar, Abu Jahal bin 'Amr bin Hisyam atau Umar bin Khattab!"
Mendengar itu, Umar segera bangkit dan bergegas menuju Darul Arqam. Namun, tangannya masih menghunus pedang dan wajahnya seperti singa padang pasir yang siap bertarung.
Keislaman Umar bin Khattab
Berdentum-dentum pintu Darul Arqam diketuk Umar. Sebelum membuka pintu, seorang sahabat mengintip keluar dan terkejut, seperti baru mengalami mimpi buruk.
"Pengetuk pintu adalah Umar bin Khattab!" desisnya panik kepada Rasulullah dan orang-orang di dalam, "Dia datang dengan pedang terhunus!"
Hamzah bin Abdul Muthalib berdiri dan berkata tenang. "Biarkan saja dia masuk. Jika dia datang dengan maksud baik, kita sambut dengan baik. Namun, jika dia datang dengan maksud jahat, kita bunuh saja dia dengan pedangnya"
Setelah berkata begitu, tangan Hamzah bergerak meraba gagang pedangnya. Suasana tambah mencekam ketika pintu dibuka. Namun, Umar tidak juga masuk, ia tetap berdiri dengan sikap garang di depan pintu.
Melihat itu, Rasulullah pun berdiri dan berjalan cepat menghampiri Umar. Dengan kecepatan yang bahkan tidak terduga oleh Umar sendiri, tangan Rasulullah yang mulia bergerak dan mencengkeram leher baju Umar dengan kuat.
Dengan suara tegas yang tidak bisa dibantah, Rasulullah berkata,
"Wahai Umar! Dengan maksud apa engkau datang? Demi Allah, aku tidak akan melihat engkau berhenti dengan sikap dan tindakanmu terhadap kami hingga Allah menurunkan bencana untukmu"
Kerongkongan Umar tersekat karena begitu terkejut. Kesombongannya runtuh, bahkan rasa takut menguasai dirinya. Dengan suara lirih ia berkata "Wahai Rasulullah....... "
Semua orang di Darul Arqam tercengang. Mereka lebih tercengang lagi mendengar Umar bin Khattab, sang Singa Quraisy, melanjutkan kata-katanya,
"Aku datang kepadamu untuk beriman kepada Allah dan Utusan-Nya"
Rasulullah melepaskan cengkeramannya dan berkata penuh rasa syukur, "Subhanallah ....."
Takbir Hamzah membahana. Pada bulan Dzulhijjah tahun keenam kenabian itu, Umar bin Khattab, Sahabat berperang dan teman minumnya, menjadi saudara seiman. Hati mereka terikat dalam tali yang tidak bisa putus lagi sampai ke akhirat. Dengan kegembiraan yang tiada tara, Rasulullah mengusap dada Umar agar sahabat barunya itu tetap dalam keimanan.
Surat Thohaa
Akan tetapi, Umar tidak bisa melawan rasa sayang kepada adiknya. Amarahnya padam seperti api terguyur hujan. Ia duduk, diam dalam penyesalan. Ditatapnya wajah adiknya dalam-dalam, disesalinya luka akibat tamparannya tadi.
"Perlihatkan lembaran-lembaran tadi yang kalian baca agar aku tahu apa yang Muhammad bawa," pinta Umar.
"Kami khawatir engkau merampas lembaran-lembaran itu."
"Tidak perlu takut, perlihatkanlah. Aku bersumpah akan mengembalikannya."
Saat itu, timbul harapan di hati Fatimah agar kakaknya memeluk Islam.
"Kakak engkau adalah penyembah berhala, karena itu engkau kotor. Sesungguhnya, lembaran ini tidak boleh disentuh kecuali orang yang suci."
Tanpa berkata lagi, Umar berdiri lalu mandi. Setelah itu ia kembali dan membaca lembaran-lembaran yang berisi surat Thohaa.
طه
Thaahaa.
مَا أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْقُرْآنَ لِتَشْقَىٰ
Kami tidak menurunkan Al Quran ini kepadamu agar kamu menjadi susah;
إِلَّا تَذْكِرَةً لِمَنْ يَخْشَىٰ
tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah),
تَنْزِيلًا مِمَّنْ خَلَقَ الْأَرْضَ وَالسَّمَاوَاتِ الْعُلَى
yaitu diturunkan dari Allah yang menciptakan bumi dan langit yang tinggi.
الرَّحْمَٰنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَىٰ
(Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah. Yang bersemayam di atas ´Arsy.
لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا وَمَا تَحْتَ الثَّرَىٰ
Kepunyaan-Nya-lah semua yang ada di langit, semua yang di bumi, semua yang di antara keduanya dan semua yang di bawah tanah.
وَإِنْ تَجْهَرْ بِالْقَوْلِ فَإِنَّهُ يَعْلَمُ السِّرَّ وَأَخْفَى
Dan jika kamu mengeraskan ucapanmu, maka sesungguhnya Dia mengetahui rahasia dan yang lebih tersembunyi.
اللَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۖ لَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ
Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Dia mempunyai al asmaaul husna (nama-nama yang baik),
............
Umar terus membaca sebagian besar lembaran-lembaran tadi, lalu berhenti. Tangannya terkulai. Matanya sayu.
Dikembalikannya lembaran-lembaran tadi ke tangan Fatimah. Dengan rasa heran dan penuh harap, Fatimah memerhatikan wajah kakaknya.
Kemudian di dengarnya Umar mendesah. "Alangkah bagus dan agung kata-kata ini."
Seolah mendadak matahari yang terang benderang muncul dari balik awan. Khattab bin Al Arat segera keluar dari persembunyiannya.
"Wahai Umar!" serunya meluap-luap, "aku sungguh berharap mudah-mudahan Allah mengistimewakan dirimu. Kemarin kudengar Rasulullah berdoa, "Ya Allah! kuatkanlah Islam dari dua Umar, Abu Jahal bin 'Amr bin Hisyam atau Umar bin Khattab!"
Mendengar itu, Umar segera bangkit dan bergegas menuju Darul Arqam. Namun, tangannya masih menghunus pedang dan wajahnya seperti singa padang pasir yang siap bertarung.
Keislaman Umar bin Khattab
Berdentum-dentum pintu Darul Arqam diketuk Umar. Sebelum membuka pintu, seorang sahabat mengintip keluar dan terkejut, seperti baru mengalami mimpi buruk.
"Pengetuk pintu adalah Umar bin Khattab!" desisnya panik kepada Rasulullah dan orang-orang di dalam, "Dia datang dengan pedang terhunus!"
Hamzah bin Abdul Muthalib berdiri dan berkata tenang. "Biarkan saja dia masuk. Jika dia datang dengan maksud baik, kita sambut dengan baik. Namun, jika dia datang dengan maksud jahat, kita bunuh saja dia dengan pedangnya"
Setelah berkata begitu, tangan Hamzah bergerak meraba gagang pedangnya. Suasana tambah mencekam ketika pintu dibuka. Namun, Umar tidak juga masuk, ia tetap berdiri dengan sikap garang di depan pintu.
Melihat itu, Rasulullah pun berdiri dan berjalan cepat menghampiri Umar. Dengan kecepatan yang bahkan tidak terduga oleh Umar sendiri, tangan Rasulullah yang mulia bergerak dan mencengkeram leher baju Umar dengan kuat.
Dengan suara tegas yang tidak bisa dibantah, Rasulullah berkata,
"Wahai Umar! Dengan maksud apa engkau datang? Demi Allah, aku tidak akan melihat engkau berhenti dengan sikap dan tindakanmu terhadap kami hingga Allah menurunkan bencana untukmu"
Kerongkongan Umar tersekat karena begitu terkejut. Kesombongannya runtuh, bahkan rasa takut menguasai dirinya. Dengan suara lirih ia berkata "Wahai Rasulullah....... "
Semua orang di Darul Arqam tercengang. Mereka lebih tercengang lagi mendengar Umar bin Khattab, sang Singa Quraisy, melanjutkan kata-katanya,
"Aku datang kepadamu untuk beriman kepada Allah dan Utusan-Nya"
Rasulullah melepaskan cengkeramannya dan berkata penuh rasa syukur, "Subhanallah ....."
Takbir Hamzah membahana. Pada bulan Dzulhijjah tahun keenam kenabian itu, Umar bin Khattab, Sahabat berperang dan teman minumnya, menjadi saudara seiman. Hati mereka terikat dalam tali yang tidak bisa putus lagi sampai ke akhirat. Dengan kegembiraan yang tiada tara, Rasulullah mengusap dada Umar agar sahabat barunya itu tetap dalam keimanan.
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 41
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Berdakwah Terang-Terangan
Keesokan harinya, Umar mengingat-ingat siapa yang paling keras memusuhi Rasulullah. Jawabannya pun langsung ditemukan, "Abu Jahal!" Tanpa membuang waktu, Umar pergi mengetuk pintu rumah Abu Jahal. Abu Jahal keluar dan menyambut Umar,
"Selamat datang, wahai kemenakanku! Kabar apakah gerangan yang engkau bawa?"
"Aku datang untuk memberitahukan kepadamu bahwa aku telah memercayai ajaran-ajaran Muhammad!"
Wajah Abu Jahal pucat. Sambil membanting pintu, ia berseru lantang,
"Mudah-mudahan tuhan mengutukmu. Alangkah buruknya kabar yang engkau bawa!"
Tidak berhenti sampai disitu, di sepanjang jalan, Umar memberi tahu setiap orang bahwa ia telah memeluk Islam.
Setelah itu, Umar pergi ke Ka'bah dan mengumumkan keislamannya. Rasa takut bercampur benci semakin membengkak di hati orang-orang Quraisy yang masih kafir.
Setelah masuk Islam, Umar bertanya,
"Wahai Rasulullah, bukankah kita berada di atas kebenaran mati maupun hidup?"
Ketika Rasulullah membenarkannya dengan tegas, Umar meminta agar Rasulullah dan kaum Muslimin keluar secara terang-terangan. Rasulullah menyetujui hal itu. Beliau dan umatnya pun keluar ke jalan-jalan Kota Mekah dalam dua barisan menuju Masjidil Haram. Barisan sebelah kanan Rasulullah dipimpin oleh Hamzah dan barisan di sebelah kiri dipimpin oleh Umar bin Khattab.
Sejak itulah Umar digelari Al Faruq (sang pembeda kebenaran dan kebathilan).
Islam Mengajarkan Kebaikan
Islam kemudian menjadi bahan diskusi hangat di Kota Mekah. Mereka yang penasaran terus bertanya kepada temannya yang Muslim. Sementara itu, mereka yang benci tidak henti-hentinya menjelekkan agama ini.
"Apa yang diajarkan agama baru ini? Katakan kepadaku, Sobat. Biar aku paham mengapa kamu begitu mudah meninggalkan agama nenek moyang kita," kata seseorang kepada sahabatnya.
"Engkau tahu bahwa hidupku sangat sulit," jawab teman Muslimnya,
"setiap kali kulihat orang-orang kaya mengendarai kuda-kuda istimewa, mengenakan pakaian mewah, dan memasuki rumah megah, aku jadi bertanya, untuk apa sebenarnya Tuhan menciptakan aku ini? Aku tidak bisa menikmati hidup kecuali bekerja keras untuk makan sehari-hari. Aku tidak tahu setelah aku mati akan ke mana aku pergi. Sungguh sulit rasanya menjadi orang yang berharga dan mulia."
Sang muslim menoleh dan melihat wajah temannya itu tampak bersungguh-sungguh.
"Namun kemudian, Islam datang dan mengajarkan bahwa kemuliaan bukan terletak pada tumpukan emas dan perak kita, akan tetapi pada sebanyak apa kebaikan yang telah kita buat. Islam tidak melarang perdagangan dan orang menjadi kaya, tetapi Islam mengajarkan bahwa nilai cinta kasih, persaudaraan, tolong-menolong, dan kebersamaan berada jauh di atas nilai setumpuk harta.
Tahukah engkau, setelah datangnya Islam, aku merasa menjadi yang lebih berarti daripada sebelumnya."
Sang teman mengangguk-angguk.
"Lebih dari itu," lanjut si Muslim,
"Islam mengenalkan aku kepada siapa sebenarnya Pencipta alam yang patut disembah: bukan berhala yang tidak bisa apa-apa, melainkan Allah.
Melalui Rasulullah, Allah menurunkan perkataan-Nya buat kita. Coba dengarkan beberapa ayat berikut ini. Engkau akan tahu bahwa tidak seorang penyair pun yang mampu menandingi keindahan bahasanya apalagi kebenaran isinya."
Kemudian, beberapa ayat Al Qur'an mengalun dari mulut si Muslim dan langsung menembus hati temannya yang kini kian larut dan kian dekat pada kebenaran.
Kesaksian Musuh
Bahkan para musuh Rasulullah pun tidak dapat mengingkari kejujuran Rasulullah.
Tirmidzi meriwayatkan dari Ali bin Abu Thalib bahwa Abu Jahal pernah berkata kepada Rasulullah,
"Sesungguhnya kami tidak mendustakanmu, tapi kami mendustakan apa yang engkau bawa."
Utusan Quraisy
Apa yang terjadi dengan Muslim yang berhijrah ke Habasyah.
"Kita tidak bisa membiarkan mereka berlindung di Habasyah!" Seru seseorang pembesar Quraisy.
"Dengan perlindungan yang diberikan Raja Najasyi, aku khawatir mereka akan bertambah kuat dan membahayakan kita!"
"Kirim utusan kepada Najasyi!" Sambut pembesar yang lain,
"bujuk dia, katakan apa saja agar dia memulangkan para pengikut Muhammad SAW itu!"
Amr bin Ash dan Abdullah bin Abi Rabi'ah diutus menemui Raja Habasyah, Najasyi. Tiba di Habasyah, mereka mempersembahkan hadiah-hadiah berharga untuk raja dan para pembesarnya.
"Paduka Raja," kata mereka, "kaum Muslim yang datang ke negeri Paduka ini adalah budak-budak kami yang tidak punya malu. Mereka meninggalkan agama bangsanya dan tidak pula menganut agama Paduka. Mereka membawa agama yang mereka ciptakan sendiri yang tidak kami kenal dan tidak juga Paduka kenal. Kami diutus kepada Paduka oleh pemimpin-pemimpin masyarakat mereka, oleh orangtua-orangtua mereka, paman mereka, dan keluarga mereka sendiri, agar Paduka sudi mengembalikan orang-orang itu kepada kami. Kami lebih mengetahui betapa orang-orang itu mencemarkan dan memaki-maki tuhan-tuhan kami.
Sebenarnya, kedua utusan tersebut telah menyogok para pembesar istana untuk membantu meyakinkan raja. Namun, Najasyi adalah raja yang bijaksana. Dia sama sekali tidak terpengaruh hadiah-hadiah yang dibawa kedua utusan Quraisyi. Dia tidak mau mengusir kaum Muslimin kembali sebelum ia mendengar sendiri apa alasan mereka pergi meninggalkan Mekah.
"Bawa para pengungsi itu ke hadapanku!" perintah Najasyi.
Seluruh kaum Muslimin menghadap, Raja bertanya, Agama apa ini yang sampai membuat Tuan-Tuan meninggalkan masyarakat Tuan sendiri, tetapi tidak juga Tuan-Tuan menganut agamaku atau agama lain?"
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Berdakwah Terang-Terangan
Keesokan harinya, Umar mengingat-ingat siapa yang paling keras memusuhi Rasulullah. Jawabannya pun langsung ditemukan, "Abu Jahal!" Tanpa membuang waktu, Umar pergi mengetuk pintu rumah Abu Jahal. Abu Jahal keluar dan menyambut Umar,
"Selamat datang, wahai kemenakanku! Kabar apakah gerangan yang engkau bawa?"
"Aku datang untuk memberitahukan kepadamu bahwa aku telah memercayai ajaran-ajaran Muhammad!"
Wajah Abu Jahal pucat. Sambil membanting pintu, ia berseru lantang,
"Mudah-mudahan tuhan mengutukmu. Alangkah buruknya kabar yang engkau bawa!"
Tidak berhenti sampai disitu, di sepanjang jalan, Umar memberi tahu setiap orang bahwa ia telah memeluk Islam.
Setelah itu, Umar pergi ke Ka'bah dan mengumumkan keislamannya. Rasa takut bercampur benci semakin membengkak di hati orang-orang Quraisy yang masih kafir.
Setelah masuk Islam, Umar bertanya,
"Wahai Rasulullah, bukankah kita berada di atas kebenaran mati maupun hidup?"
Ketika Rasulullah membenarkannya dengan tegas, Umar meminta agar Rasulullah dan kaum Muslimin keluar secara terang-terangan. Rasulullah menyetujui hal itu. Beliau dan umatnya pun keluar ke jalan-jalan Kota Mekah dalam dua barisan menuju Masjidil Haram. Barisan sebelah kanan Rasulullah dipimpin oleh Hamzah dan barisan di sebelah kiri dipimpin oleh Umar bin Khattab.
Sejak itulah Umar digelari Al Faruq (sang pembeda kebenaran dan kebathilan).
Islam Mengajarkan Kebaikan
Islam kemudian menjadi bahan diskusi hangat di Kota Mekah. Mereka yang penasaran terus bertanya kepada temannya yang Muslim. Sementara itu, mereka yang benci tidak henti-hentinya menjelekkan agama ini.
"Apa yang diajarkan agama baru ini? Katakan kepadaku, Sobat. Biar aku paham mengapa kamu begitu mudah meninggalkan agama nenek moyang kita," kata seseorang kepada sahabatnya.
"Engkau tahu bahwa hidupku sangat sulit," jawab teman Muslimnya,
"setiap kali kulihat orang-orang kaya mengendarai kuda-kuda istimewa, mengenakan pakaian mewah, dan memasuki rumah megah, aku jadi bertanya, untuk apa sebenarnya Tuhan menciptakan aku ini? Aku tidak bisa menikmati hidup kecuali bekerja keras untuk makan sehari-hari. Aku tidak tahu setelah aku mati akan ke mana aku pergi. Sungguh sulit rasanya menjadi orang yang berharga dan mulia."
Sang muslim menoleh dan melihat wajah temannya itu tampak bersungguh-sungguh.
"Namun kemudian, Islam datang dan mengajarkan bahwa kemuliaan bukan terletak pada tumpukan emas dan perak kita, akan tetapi pada sebanyak apa kebaikan yang telah kita buat. Islam tidak melarang perdagangan dan orang menjadi kaya, tetapi Islam mengajarkan bahwa nilai cinta kasih, persaudaraan, tolong-menolong, dan kebersamaan berada jauh di atas nilai setumpuk harta.
Tahukah engkau, setelah datangnya Islam, aku merasa menjadi yang lebih berarti daripada sebelumnya."
Sang teman mengangguk-angguk.
"Lebih dari itu," lanjut si Muslim,
"Islam mengenalkan aku kepada siapa sebenarnya Pencipta alam yang patut disembah: bukan berhala yang tidak bisa apa-apa, melainkan Allah.
Melalui Rasulullah, Allah menurunkan perkataan-Nya buat kita. Coba dengarkan beberapa ayat berikut ini. Engkau akan tahu bahwa tidak seorang penyair pun yang mampu menandingi keindahan bahasanya apalagi kebenaran isinya."
Kemudian, beberapa ayat Al Qur'an mengalun dari mulut si Muslim dan langsung menembus hati temannya yang kini kian larut dan kian dekat pada kebenaran.
Kesaksian Musuh
Bahkan para musuh Rasulullah pun tidak dapat mengingkari kejujuran Rasulullah.
Tirmidzi meriwayatkan dari Ali bin Abu Thalib bahwa Abu Jahal pernah berkata kepada Rasulullah,
"Sesungguhnya kami tidak mendustakanmu, tapi kami mendustakan apa yang engkau bawa."
Utusan Quraisy
Apa yang terjadi dengan Muslim yang berhijrah ke Habasyah.
"Kita tidak bisa membiarkan mereka berlindung di Habasyah!" Seru seseorang pembesar Quraisy.
"Dengan perlindungan yang diberikan Raja Najasyi, aku khawatir mereka akan bertambah kuat dan membahayakan kita!"
"Kirim utusan kepada Najasyi!" Sambut pembesar yang lain,
"bujuk dia, katakan apa saja agar dia memulangkan para pengikut Muhammad SAW itu!"
Amr bin Ash dan Abdullah bin Abi Rabi'ah diutus menemui Raja Habasyah, Najasyi. Tiba di Habasyah, mereka mempersembahkan hadiah-hadiah berharga untuk raja dan para pembesarnya.
"Paduka Raja," kata mereka, "kaum Muslim yang datang ke negeri Paduka ini adalah budak-budak kami yang tidak punya malu. Mereka meninggalkan agama bangsanya dan tidak pula menganut agama Paduka. Mereka membawa agama yang mereka ciptakan sendiri yang tidak kami kenal dan tidak juga Paduka kenal. Kami diutus kepada Paduka oleh pemimpin-pemimpin masyarakat mereka, oleh orangtua-orangtua mereka, paman mereka, dan keluarga mereka sendiri, agar Paduka sudi mengembalikan orang-orang itu kepada kami. Kami lebih mengetahui betapa orang-orang itu mencemarkan dan memaki-maki tuhan-tuhan kami.
Sebenarnya, kedua utusan tersebut telah menyogok para pembesar istana untuk membantu meyakinkan raja. Namun, Najasyi adalah raja yang bijaksana. Dia sama sekali tidak terpengaruh hadiah-hadiah yang dibawa kedua utusan Quraisyi. Dia tidak mau mengusir kaum Muslimin kembali sebelum ia mendengar sendiri apa alasan mereka pergi meninggalkan Mekah.
"Bawa para pengungsi itu ke hadapanku!" perintah Najasyi.
Seluruh kaum Muslimin menghadap, Raja bertanya, Agama apa ini yang sampai membuat Tuan-Tuan meninggalkan masyarakat Tuan sendiri, tetapi tidak juga Tuan-Tuan menganut agamaku atau agama lain?"
Berdakwah Terang-Terangan
Keesokan harinya, Umar mengingat-ingat siapa yang paling keras memusuhi Rasulullah. Jawabannya pun langsung ditemukan, "Abu Jahal!" Tanpa membuang waktu, Umar pergi mengetuk pintu rumah Abu Jahal. Abu Jahal keluar dan menyambut Umar,
"Selamat datang, wahai kemenakanku! Kabar apakah gerangan yang engkau bawa?"
"Aku datang untuk memberitahukan kepadamu bahwa aku telah memercayai ajaran-ajaran Muhammad!"
Wajah Abu Jahal pucat. Sambil membanting pintu, ia berseru lantang,
"Mudah-mudahan tuhan mengutukmu. Alangkah buruknya kabar yang engkau bawa!"
Tidak berhenti sampai disitu, di sepanjang jalan, Umar memberi tahu setiap orang bahwa ia telah memeluk Islam.
Setelah itu, Umar pergi ke Ka'bah dan mengumumkan keislamannya. Rasa takut bercampur benci semakin membengkak di hati orang-orang Quraisy yang masih kafir.
Setelah masuk Islam, Umar bertanya,
"Wahai Rasulullah, bukankah kita berada di atas kebenaran mati maupun hidup?"
Ketika Rasulullah membenarkannya dengan tegas, Umar meminta agar Rasulullah dan kaum Muslimin keluar secara terang-terangan. Rasulullah menyetujui hal itu. Beliau dan umatnya pun keluar ke jalan-jalan Kota Mekah dalam dua barisan menuju Masjidil Haram. Barisan sebelah kanan Rasulullah dipimpin oleh Hamzah dan barisan di sebelah kiri dipimpin oleh Umar bin Khattab.
Sejak itulah Umar digelari Al Faruq (sang pembeda kebenaran dan kebathilan).
Islam Mengajarkan Kebaikan
Islam kemudian menjadi bahan diskusi hangat di Kota Mekah. Mereka yang penasaran terus bertanya kepada temannya yang Muslim. Sementara itu, mereka yang benci tidak henti-hentinya menjelekkan agama ini.
"Apa yang diajarkan agama baru ini? Katakan kepadaku, Sobat. Biar aku paham mengapa kamu begitu mudah meninggalkan agama nenek moyang kita," kata seseorang kepada sahabatnya.
"Engkau tahu bahwa hidupku sangat sulit," jawab teman Muslimnya,
"setiap kali kulihat orang-orang kaya mengendarai kuda-kuda istimewa, mengenakan pakaian mewah, dan memasuki rumah megah, aku jadi bertanya, untuk apa sebenarnya Tuhan menciptakan aku ini? Aku tidak bisa menikmati hidup kecuali bekerja keras untuk makan sehari-hari. Aku tidak tahu setelah aku mati akan ke mana aku pergi. Sungguh sulit rasanya menjadi orang yang berharga dan mulia."
Sang muslim menoleh dan melihat wajah temannya itu tampak bersungguh-sungguh.
"Namun kemudian, Islam datang dan mengajarkan bahwa kemuliaan bukan terletak pada tumpukan emas dan perak kita, akan tetapi pada sebanyak apa kebaikan yang telah kita buat. Islam tidak melarang perdagangan dan orang menjadi kaya, tetapi Islam mengajarkan bahwa nilai cinta kasih, persaudaraan, tolong-menolong, dan kebersamaan berada jauh di atas nilai setumpuk harta.
Tahukah engkau, setelah datangnya Islam, aku merasa menjadi yang lebih berarti daripada sebelumnya."
Sang teman mengangguk-angguk.
"Lebih dari itu," lanjut si Muslim,
"Islam mengenalkan aku kepada siapa sebenarnya Pencipta alam yang patut disembah: bukan berhala yang tidak bisa apa-apa, melainkan Allah.
Melalui Rasulullah, Allah menurunkan perkataan-Nya buat kita. Coba dengarkan beberapa ayat berikut ini. Engkau akan tahu bahwa tidak seorang penyair pun yang mampu menandingi keindahan bahasanya apalagi kebenaran isinya."
Kemudian, beberapa ayat Al Qur'an mengalun dari mulut si Muslim dan langsung menembus hati temannya yang kini kian larut dan kian dekat pada kebenaran.
Kesaksian Musuh
Bahkan para musuh Rasulullah pun tidak dapat mengingkari kejujuran Rasulullah.
Tirmidzi meriwayatkan dari Ali bin Abu Thalib bahwa Abu Jahal pernah berkata kepada Rasulullah,
"Sesungguhnya kami tidak mendustakanmu, tapi kami mendustakan apa yang engkau bawa."
Utusan Quraisy
Apa yang terjadi dengan Muslim yang berhijrah ke Habasyah.
"Kita tidak bisa membiarkan mereka berlindung di Habasyah!" Seru seseorang pembesar Quraisy.
"Dengan perlindungan yang diberikan Raja Najasyi, aku khawatir mereka akan bertambah kuat dan membahayakan kita!"
"Kirim utusan kepada Najasyi!" Sambut pembesar yang lain,
"bujuk dia, katakan apa saja agar dia memulangkan para pengikut Muhammad SAW itu!"
Amr bin Ash dan Abdullah bin Abi Rabi'ah diutus menemui Raja Habasyah, Najasyi. Tiba di Habasyah, mereka mempersembahkan hadiah-hadiah berharga untuk raja dan para pembesarnya.
"Paduka Raja," kata mereka, "kaum Muslim yang datang ke negeri Paduka ini adalah budak-budak kami yang tidak punya malu. Mereka meninggalkan agama bangsanya dan tidak pula menganut agama Paduka. Mereka membawa agama yang mereka ciptakan sendiri yang tidak kami kenal dan tidak juga Paduka kenal. Kami diutus kepada Paduka oleh pemimpin-pemimpin masyarakat mereka, oleh orangtua-orangtua mereka, paman mereka, dan keluarga mereka sendiri, agar Paduka sudi mengembalikan orang-orang itu kepada kami. Kami lebih mengetahui betapa orang-orang itu mencemarkan dan memaki-maki tuhan-tuhan kami.
Sebenarnya, kedua utusan tersebut telah menyogok para pembesar istana untuk membantu meyakinkan raja. Namun, Najasyi adalah raja yang bijaksana. Dia sama sekali tidak terpengaruh hadiah-hadiah yang dibawa kedua utusan Quraisyi. Dia tidak mau mengusir kaum Muslimin kembali sebelum ia mendengar sendiri apa alasan mereka pergi meninggalkan Mekah.
"Bawa para pengungsi itu ke hadapanku!" perintah Najasyi.
Seluruh kaum Muslimin menghadap, Raja bertanya, Agama apa ini yang sampai membuat Tuan-Tuan meninggalkan masyarakat Tuan sendiri, tetapi tidak juga Tuan-Tuan menganut agamaku atau agama lain?"
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 42
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Jawaban Kaum Muslimin
Saat itu, yang menjadi juru bicara kaum Muslimin adalah sepupu Rasulullah yang amat tampan, Ja'far bin Abu Thalib.
"Paduka Raja," Ucap Ja'far penuh hormat,
"ketika itu, kami masyarakat yang bodoh, kami menyembah berhala, bangkai pun kami makan, segala kejahatan kami lakukan, memutuskan hubungan dengan kerabat, dengan tetangga pun kami tidak baik, yang kuat menindas yang lemah.
Demikian keadaan kami sampai Tuhan mengutus seorang utusan-Nya dari kalangan kami yang sudah kami kenal asal-usulnya. Dia jujur, dapat dipercaya, dan bersih pula.
Dia mengajak kami menyembah Allah Yang Mahatunggal, meninggalkan batu-batu dan patung-patung yang selama ini kami dan nenek moyang kami menyembah.
Dia menganjurkan kami untuk tidak berdusta, untuk berperilaku jujur, mengadakan hubungan baik dengan keluarga dan tetangga, menyudahi pertumpahan darah, serta menghentikan perbuatan terlarang lainnya.
Dia melarang kami melakukan segala kejahatan dan menggunakan kata-kata dusta, melarang memakan harta anak yatim, dan melarang mencemarkan perempuan-perempuan bersih.
Dia minta kami menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya. Selanjutnya, disuruhnya kami melakukan shalat, zakat, dan shaum (lalu Ja'far menyebut beberapa ketentuan Islam).
Kami pun membenarkannya. Kami turut segala yang diperintahkan Allah. Lalu, yang kami sembah hanya Allah Yang Mahatunggal, tidak menyekutukan-Nya dengan apa dan siapa pun juga.
Segala yang diharamkan kami jauhi dan yang dihalalkan kami lakukan. Oleh karena itulah, masyarakat kami memusuhi kami, menyiksa kami, dan menghasut kami, dan supaya kami meninggalkan agama kami dan kembali menyembah berhala supaya kami membenarkan segala keburukan yang pernah kami lakukan dulu.
Oleh karena mereka memaksa kami, menganiaya kami, menekan kami, dan menghalang-halangi kami dari agama kami, maka kami pun keluar, pergi ke negeri Tuan ini. Tuan jugalah yang menjadi pilihan kami. Senang sekali kami berada di dekat Tuan, dengan harapan, di sini tidak akan ada penganiayaan."
Najasyi mendengarkan penuh dengan kesungguhan, lalu katanya, "Adakah ajaran Tuhan yang dibawanya itu yang dapat Tuan-tuan bacakan kepada kami?"
Surat Maryam
"Ya," jawab Ja'far.
Lalu, ia membaca surat Maryam, ayat 29-33:
فَأَشَارَتْ إِلَيْهِ ۖ قَالُوا كَيْفَ نُكَلِّمُ مَنْ كَانَ فِي الْمَهْدِ صَبِيًّا
maka Maryam menunjuk kepada anaknya. Mereka berkata: Bagaimana kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih di dalam ayunan?
Surah Maryam (19:29)
قَالَ إِنِّي عَبْدُ اللَّهِ آتَانِيَ الْكِتَابَ وَجَعَلَنِي نَبِيًّا
Berkata Isa: Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi,
Surah Maryam (19:30)
وَجَعَلَنِي مُبَارَكًا أَيْنَ مَا كُنْتُ وَأَوْصَانِي بِالصَّلَاةِ وَالزَّكَاةِ مَا دُمْتُ حَيًّا
dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup;
Surah Maryam (19:31)
وَبَرًّا بِوَالِدَتِي وَلَمْ يَجْعَلْنِي جَبَّارًا شَقِيًّا
dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka.
Surah Maryam (19:32)
وَالسَّلَامُ عَلَيَّ يَوْمَ وُلِدْتُ وَيَوْمَ أَمُوتُ وَيَوْمَ أُبْعَثُ حَيًّا
Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali.
Surah Maryam (19:33)
Ayat-ayat Al-Qur'an itu membenarkan kitab Injil. Semua pemuka istana dibuat terkejut. Mereka berkata,
"Itu kata-kata yang keluar dari sumber yang mengeluarkan kata-kata Isa Al Masih."
Penuh haru, Najasyi membenarkan para pembesar istananya,
"Kata- kata ini dan yang dibawa oleh Musa, keluar dari sumber cahaya yang sama."
Najasyi berpaling kepada kedua utusan Quraisy,
"Pergilah. Kami takkan menyerahkan mereka kepada Tuan-Tuan!"
Kaum Muslimin saling berpandangan penuh syukur. Sementara itu, Amr bin Ash dan Abdullah bin Rabi'ah berjalan keluar istana dengan wajah murung.
"Tidak bisa begini," keluh Abdullah.
"Tidak bisa kita jauh-jauh datang kesini untuk kemudian pulang dengan tangan hampa dan terhina."
Amr bin Ash, yang terkenal lihai dalam bersiasat, merenung sejenak.
"Rasanya, aku masih punya siasat lain," katanya. "Namun, biar kita kembali esok hari. Biarkan para pengikut Muhammad itu merasa senang. Besok, akan kita kejutkan mereka dengan pertanyaan yang akan kita ajukan kepada Najasyi."
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Jawaban Kaum Muslimin
Saat itu, yang menjadi juru bicara kaum Muslimin adalah sepupu Rasulullah yang amat tampan, Ja'far bin Abu Thalib.
"Paduka Raja," Ucap Ja'far penuh hormat,
"ketika itu, kami masyarakat yang bodoh, kami menyembah berhala, bangkai pun kami makan, segala kejahatan kami lakukan, memutuskan hubungan dengan kerabat, dengan tetangga pun kami tidak baik, yang kuat menindas yang lemah.
Demikian keadaan kami sampai Tuhan mengutus seorang utusan-Nya dari kalangan kami yang sudah kami kenal asal-usulnya. Dia jujur, dapat dipercaya, dan bersih pula.
Dia mengajak kami menyembah Allah Yang Mahatunggal, meninggalkan batu-batu dan patung-patung yang selama ini kami dan nenek moyang kami menyembah.
Dia menganjurkan kami untuk tidak berdusta, untuk berperilaku jujur, mengadakan hubungan baik dengan keluarga dan tetangga, menyudahi pertumpahan darah, serta menghentikan perbuatan terlarang lainnya.
Dia melarang kami melakukan segala kejahatan dan menggunakan kata-kata dusta, melarang memakan harta anak yatim, dan melarang mencemarkan perempuan-perempuan bersih.
Dia minta kami menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya. Selanjutnya, disuruhnya kami melakukan shalat, zakat, dan shaum (lalu Ja'far menyebut beberapa ketentuan Islam).
Kami pun membenarkannya. Kami turut segala yang diperintahkan Allah. Lalu, yang kami sembah hanya Allah Yang Mahatunggal, tidak menyekutukan-Nya dengan apa dan siapa pun juga.
Segala yang diharamkan kami jauhi dan yang dihalalkan kami lakukan. Oleh karena itulah, masyarakat kami memusuhi kami, menyiksa kami, dan menghasut kami, dan supaya kami meninggalkan agama kami dan kembali menyembah berhala supaya kami membenarkan segala keburukan yang pernah kami lakukan dulu.
Oleh karena mereka memaksa kami, menganiaya kami, menekan kami, dan menghalang-halangi kami dari agama kami, maka kami pun keluar, pergi ke negeri Tuan ini. Tuan jugalah yang menjadi pilihan kami. Senang sekali kami berada di dekat Tuan, dengan harapan, di sini tidak akan ada penganiayaan."
Najasyi mendengarkan penuh dengan kesungguhan, lalu katanya, "Adakah ajaran Tuhan yang dibawanya itu yang dapat Tuan-tuan bacakan kepada kami?"
Surat Maryam
"Ya," jawab Ja'far.
Lalu, ia membaca surat Maryam, ayat 29-33:
فَأَشَارَتْ إِلَيْهِ ۖ قَالُوا كَيْفَ نُكَلِّمُ مَنْ كَانَ فِي الْمَهْدِ صَبِيًّا
maka Maryam menunjuk kepada anaknya. Mereka berkata: Bagaimana kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih di dalam ayunan?
Surah Maryam (19:29)
قَالَ إِنِّي عَبْدُ اللَّهِ آتَانِيَ الْكِتَابَ وَجَعَلَنِي نَبِيًّا
Berkata Isa: Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi,
Surah Maryam (19:30)
وَجَعَلَنِي مُبَارَكًا أَيْنَ مَا كُنْتُ وَأَوْصَانِي بِالصَّلَاةِ وَالزَّكَاةِ مَا دُمْتُ حَيًّا
dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup;
Surah Maryam (19:31)
وَبَرًّا بِوَالِدَتِي وَلَمْ يَجْعَلْنِي جَبَّارًا شَقِيًّا
dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka.
Surah Maryam (19:32)
وَالسَّلَامُ عَلَيَّ يَوْمَ وُلِدْتُ وَيَوْمَ أَمُوتُ وَيَوْمَ أُبْعَثُ حَيًّا
Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali.
Surah Maryam (19:33)
Ayat-ayat Al-Qur'an itu membenarkan kitab Injil. Semua pemuka istana dibuat terkejut. Mereka berkata,
"Itu kata-kata yang keluar dari sumber yang mengeluarkan kata-kata Isa Al Masih."
Penuh haru, Najasyi membenarkan para pembesar istananya,
"Kata- kata ini dan yang dibawa oleh Musa, keluar dari sumber cahaya yang sama."
Najasyi berpaling kepada kedua utusan Quraisy,
"Pergilah. Kami takkan menyerahkan mereka kepada Tuan-Tuan!"
Kaum Muslimin saling berpandangan penuh syukur. Sementara itu, Amr bin Ash dan Abdullah bin Rabi'ah berjalan keluar istana dengan wajah murung.
"Tidak bisa begini," keluh Abdullah.
"Tidak bisa kita jauh-jauh datang kesini untuk kemudian pulang dengan tangan hampa dan terhina."
Amr bin Ash, yang terkenal lihai dalam bersiasat, merenung sejenak.
"Rasanya, aku masih punya siasat lain," katanya. "Namun, biar kita kembali esok hari. Biarkan para pengikut Muhammad itu merasa senang. Besok, akan kita kejutkan mereka dengan pertanyaan yang akan kita ajukan kepada Najasyi."
Jawaban Kaum Muslimin
Saat itu, yang menjadi juru bicara kaum Muslimin adalah sepupu Rasulullah yang amat tampan, Ja'far bin Abu Thalib.
"Paduka Raja," Ucap Ja'far penuh hormat,
"ketika itu, kami masyarakat yang bodoh, kami menyembah berhala, bangkai pun kami makan, segala kejahatan kami lakukan, memutuskan hubungan dengan kerabat, dengan tetangga pun kami tidak baik, yang kuat menindas yang lemah.
Demikian keadaan kami sampai Tuhan mengutus seorang utusan-Nya dari kalangan kami yang sudah kami kenal asal-usulnya. Dia jujur, dapat dipercaya, dan bersih pula.
Dia mengajak kami menyembah Allah Yang Mahatunggal, meninggalkan batu-batu dan patung-patung yang selama ini kami dan nenek moyang kami menyembah.
Dia menganjurkan kami untuk tidak berdusta, untuk berperilaku jujur, mengadakan hubungan baik dengan keluarga dan tetangga, menyudahi pertumpahan darah, serta menghentikan perbuatan terlarang lainnya.
Dia melarang kami melakukan segala kejahatan dan menggunakan kata-kata dusta, melarang memakan harta anak yatim, dan melarang mencemarkan perempuan-perempuan bersih.
Dia minta kami menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya. Selanjutnya, disuruhnya kami melakukan shalat, zakat, dan shaum (lalu Ja'far menyebut beberapa ketentuan Islam).
Kami pun membenarkannya. Kami turut segala yang diperintahkan Allah. Lalu, yang kami sembah hanya Allah Yang Mahatunggal, tidak menyekutukan-Nya dengan apa dan siapa pun juga.
Segala yang diharamkan kami jauhi dan yang dihalalkan kami lakukan. Oleh karena itulah, masyarakat kami memusuhi kami, menyiksa kami, dan menghasut kami, dan supaya kami meninggalkan agama kami dan kembali menyembah berhala supaya kami membenarkan segala keburukan yang pernah kami lakukan dulu.
Oleh karena mereka memaksa kami, menganiaya kami, menekan kami, dan menghalang-halangi kami dari agama kami, maka kami pun keluar, pergi ke negeri Tuan ini. Tuan jugalah yang menjadi pilihan kami. Senang sekali kami berada di dekat Tuan, dengan harapan, di sini tidak akan ada penganiayaan."
Najasyi mendengarkan penuh dengan kesungguhan, lalu katanya, "Adakah ajaran Tuhan yang dibawanya itu yang dapat Tuan-tuan bacakan kepada kami?"
Surat Maryam
"Ya," jawab Ja'far.
Lalu, ia membaca surat Maryam, ayat 29-33:
فَأَشَارَتْ إِلَيْهِ ۖ قَالُوا كَيْفَ نُكَلِّمُ مَنْ كَانَ فِي الْمَهْدِ صَبِيًّا
maka Maryam menunjuk kepada anaknya. Mereka berkata: Bagaimana kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih di dalam ayunan?
Surah Maryam (19:29)
قَالَ إِنِّي عَبْدُ اللَّهِ آتَانِيَ الْكِتَابَ وَجَعَلَنِي نَبِيًّا
Berkata Isa: Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi,
Surah Maryam (19:30)
وَجَعَلَنِي مُبَارَكًا أَيْنَ مَا كُنْتُ وَأَوْصَانِي بِالصَّلَاةِ وَالزَّكَاةِ مَا دُمْتُ حَيًّا
dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup;
Surah Maryam (19:31)
وَبَرًّا بِوَالِدَتِي وَلَمْ يَجْعَلْنِي جَبَّارًا شَقِيًّا
dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka.
Surah Maryam (19:32)
وَالسَّلَامُ عَلَيَّ يَوْمَ وُلِدْتُ وَيَوْمَ أَمُوتُ وَيَوْمَ أُبْعَثُ حَيًّا
Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali.
Surah Maryam (19:33)
Ayat-ayat Al-Qur'an itu membenarkan kitab Injil. Semua pemuka istana dibuat terkejut. Mereka berkata,
"Itu kata-kata yang keluar dari sumber yang mengeluarkan kata-kata Isa Al Masih."
Penuh haru, Najasyi membenarkan para pembesar istananya,
"Kata- kata ini dan yang dibawa oleh Musa, keluar dari sumber cahaya yang sama."
Najasyi berpaling kepada kedua utusan Quraisy,
"Pergilah. Kami takkan menyerahkan mereka kepada Tuan-Tuan!"
Kaum Muslimin saling berpandangan penuh syukur. Sementara itu, Amr bin Ash dan Abdullah bin Rabi'ah berjalan keluar istana dengan wajah murung.
"Tidak bisa begini," keluh Abdullah.
"Tidak bisa kita jauh-jauh datang kesini untuk kemudian pulang dengan tangan hampa dan terhina."
Amr bin Ash, yang terkenal lihai dalam bersiasat, merenung sejenak.
"Rasanya, aku masih punya siasat lain," katanya. "Namun, biar kita kembali esok hari. Biarkan para pengikut Muhammad itu merasa senang. Besok, akan kita kejutkan mereka dengan pertanyaan yang akan kita ajukan kepada Najasyi."
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 43
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Kaum Muslimin Menang
Siasat para utusan Quraisy itu sederhana saja.
"Paduka" kata mereka kepada Najasyi keesokan harinya, sesungguhnya kaum Muslimin menuduh keji terhadap Isa anak Maryam."
Mendengar itu, Najasyi terkejut. Dia langsung memanggil Ja'far dan teman-temannya.
"Benarkah kalian menuduh Isa anak Maryam dengan tuduhan yang jelek?" tanya Najasyi.
Ja'far kembali menjawab dengan tenang. "Tentang dia, pendapat adalah seperti yang dikatakan Nabi kami. "Dia adalah hamba Allah dan utusan-Nya. Ruh-Nya dan firman-Nya yang disampaikan perawan Maryam. "
Najasyi turun dari singgasananya dengan mata berbinar gembira. Dia mengambil sebuah tongkat dan membuat garis lurus diatas tanah.
"Antara agama Tuan-Tuan dan agama kami," katanya penuh gembira bercampur haru, "sebenarnya tidak lebih dari garis ini."
Nyata bagi Najasyi bahwa kaum Muslimin mengakui Nabi Isa, mengenal adanya Kristen, dan menyembah Allah.
Kedua utusan Quraisy pun pulang dengan tangan hampa. Tidak ada celah bagi tuduhan atau siasat yang mereka lancarkan. Kenyataan pahit ini akan segera sampai kepada para pemuka Quraisy di Mekah.
Setelah itu kaum Muslimin tinggal di Habasyah dengan perasaan aman dan tentram.
Sempat Kembali
Kaum muslimin yang berhijrah ke Habasyah sempat kembali ke mekah karena mendengar berita bahwa orang Quraisy sudah tidak terlalu keras memusuhi Rasulullah dan pengikutnya. Namun, ketika mengetahui bahwa orang Quraisy malah bersikap semakin keras, mereka kembali berhijrah ke Habasyah.
Ajakan Saling Menyembah Tuhan
Di Mekah, para pembesar Quraisy, Abu Jahal bin Hisyam, Abu Sufyan bin Harb, Abu Lahab, Utbah bin Rabi'ah, Walid bin Mughirah, dan Ummayah bin Khalaf mengundang Rasulullah ke pertemuan mereka. Sejenak, hati Rasulullah penuh harapan, mungkin lewat pertemuan hari ini mereka akan tersentuh oleh Islam.
Alangkah kecewanya Rasulullah ketika lagi-lagi yang mereka tawarkan kepadanya adalah soal harta dan kekuasaan. Beliau diam sejenak, lalu berkata,
"Apa yang kalian katakan sama sekali tidak pernah terlintas dalam lubuk hatiku. Aku datang memenuhi ajakan kalian untuk mengadakan perundingan. Tidak ada maksud sama sekali untuk mencari harta kekayaan, tidak pula kemuliaan, dan kekuasaan.
Allah telah mengutus diriku sebagai utusan bagi kalian semua. Jika kalian mau menerima ajaran-ajaran yang kubawa, hal itu merupakan keberuntungan kalian di dunia dan di akhirat. Jika kalian semua menolak, aku akan bersabar hingga Allah memutuskan persoalan yang terjadi di antara aku dan kalian."
Para pembesar Quraisy itu mengerutkan kening. Lagi-lagi Muhammad bicara tentang Tuhannya. Salah seorang di antara mereka pun akhirnya bicara,
"Marilah antara kami dan engkau mengadakan kerja sama dalam persoalan ketuhanan ini. Jika yang kami sembah lebih baik daripada yang kamu sembah, kami akan memperoleh keuntungan darinya. Jika yang engkau sembah lebih baik daripada yang kami sembah, engkau akan memperoleh keuntungan darinya."
Orang itu menarik napas sejenak, lalu melanjutkan lagi,
"Maka, engkau harus menyembah tuhan-tuhan kami dan menjalankan perintah-perintahnya. Kami akan menyembah Tuhanmu dan menjalankan perintah-Nya."
Rasulullah tidak menunggu sejenak pun untuk menanggapi. Beliau mengutip sebuah ayat Al Qur'an (surah Al-Kafirun),
لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ
Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.
Surah Al-Kafirun (109:2)
وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ
Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah.
Surah Al-Kafirun (109:3)
وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ
Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah,
Surah Al-Kafirun (109:4)
وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ
dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah.
Surah Al-Kafirun (109:5)
لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ
Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.
Surah Al-Kafirun (109:6)
Perundingan pun buntu. Para pembesar Quraisy itu merasa tidak ada jalan lagi untuk melakukan perubahan. Mereka merasa harus mengambil tindakan keras! Begitu kerasnya sampai Muhammad dan pengikutnya akan meminta ampun kepada mereka!
Pemboikotan
"Kalian bayangkan!" seru seorang pemuka Quraisy kepada yang lainnya. "Jumlah pengikut Muhammad kian bertambah! Budak-budak kita telah berani mengangkat muka di hadapan tuan-tuannya sebab mereka dilindungi para pengikut Muhammad yang kaya raya! Jika kita menyiksa budak itu, pasti datang salah seorang pengikut Muhammad yang tanpa berat hati akan membebaskan mereka!"
"Itu yang membuatku khawatir!" sahut yang lain,
"bayangkan jika jumlah budak yang dibebaskan itu makin banyak dan mereka diberi senjata, kita pasti akan kewalahan menghadapinya!"
Pembesar yang lain terdiam. Mereka mengakui ancaman besar itu.
"Sejak Hamzah dan Umar mengikuti Muhammad, kita benar-benar kekurangan kekuatan," keluh seseorang.
Kata-kata itu menyakitkan dan membuka luka lama. Bagi para pembesar itu, puluhan budak yang masuk Islam tidak sebanding dengan keislaman seorang Hamzah atau Umar.
"Muhammad tidak akan berdaya kalau keluarganya dari Bani Hasyim tidak melindunginya!" geram seseorang.
"Ya, Bani Hasyim pun belum semuanya jadi pengikut Muhammad, mereka harus menerima akibatnya! Kita boikot mereka semua! Jangan beri mereka kesempatan untuk mencari nafkah! Kita buat mereka semua miskin dan sengsara!"
Seruan itu disambut ramai oleh para pembesar. Akhirnya, mereka mengeluarkan sebuah pengumuman yang mereka tulis di atas sebuah lembaran. Isinya melarang seluruh manusia menjalin hubungan pernikahan dan jual beli dengan Bani Hasyim. Lembaran itu mereka gantungkan di dinding Ka'bah.
Keesokan harinya, penduduk Mekah menjadi gempar. Keputusan ini akan membuat Bani Hasyim terkucil, kelaparan dan tertekan.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Kaum Muslimin Menang
Siasat para utusan Quraisy itu sederhana saja.
"Paduka" kata mereka kepada Najasyi keesokan harinya, sesungguhnya kaum Muslimin menuduh keji terhadap Isa anak Maryam."
Mendengar itu, Najasyi terkejut. Dia langsung memanggil Ja'far dan teman-temannya.
"Benarkah kalian menuduh Isa anak Maryam dengan tuduhan yang jelek?" tanya Najasyi.
Ja'far kembali menjawab dengan tenang. "Tentang dia, pendapat adalah seperti yang dikatakan Nabi kami. "Dia adalah hamba Allah dan utusan-Nya. Ruh-Nya dan firman-Nya yang disampaikan perawan Maryam. "
Najasyi turun dari singgasananya dengan mata berbinar gembira. Dia mengambil sebuah tongkat dan membuat garis lurus diatas tanah.
"Antara agama Tuan-Tuan dan agama kami," katanya penuh gembira bercampur haru, "sebenarnya tidak lebih dari garis ini."
Nyata bagi Najasyi bahwa kaum Muslimin mengakui Nabi Isa, mengenal adanya Kristen, dan menyembah Allah.
Kedua utusan Quraisy pun pulang dengan tangan hampa. Tidak ada celah bagi tuduhan atau siasat yang mereka lancarkan. Kenyataan pahit ini akan segera sampai kepada para pemuka Quraisy di Mekah.
Setelah itu kaum Muslimin tinggal di Habasyah dengan perasaan aman dan tentram.
Sempat Kembali
Kaum muslimin yang berhijrah ke Habasyah sempat kembali ke mekah karena mendengar berita bahwa orang Quraisy sudah tidak terlalu keras memusuhi Rasulullah dan pengikutnya. Namun, ketika mengetahui bahwa orang Quraisy malah bersikap semakin keras, mereka kembali berhijrah ke Habasyah.
Ajakan Saling Menyembah Tuhan
Di Mekah, para pembesar Quraisy, Abu Jahal bin Hisyam, Abu Sufyan bin Harb, Abu Lahab, Utbah bin Rabi'ah, Walid bin Mughirah, dan Ummayah bin Khalaf mengundang Rasulullah ke pertemuan mereka. Sejenak, hati Rasulullah penuh harapan, mungkin lewat pertemuan hari ini mereka akan tersentuh oleh Islam.
Alangkah kecewanya Rasulullah ketika lagi-lagi yang mereka tawarkan kepadanya adalah soal harta dan kekuasaan. Beliau diam sejenak, lalu berkata,
"Apa yang kalian katakan sama sekali tidak pernah terlintas dalam lubuk hatiku. Aku datang memenuhi ajakan kalian untuk mengadakan perundingan. Tidak ada maksud sama sekali untuk mencari harta kekayaan, tidak pula kemuliaan, dan kekuasaan.
Allah telah mengutus diriku sebagai utusan bagi kalian semua. Jika kalian mau menerima ajaran-ajaran yang kubawa, hal itu merupakan keberuntungan kalian di dunia dan di akhirat. Jika kalian semua menolak, aku akan bersabar hingga Allah memutuskan persoalan yang terjadi di antara aku dan kalian."
Para pembesar Quraisy itu mengerutkan kening. Lagi-lagi Muhammad bicara tentang Tuhannya. Salah seorang di antara mereka pun akhirnya bicara,
"Marilah antara kami dan engkau mengadakan kerja sama dalam persoalan ketuhanan ini. Jika yang kami sembah lebih baik daripada yang kamu sembah, kami akan memperoleh keuntungan darinya. Jika yang engkau sembah lebih baik daripada yang kami sembah, engkau akan memperoleh keuntungan darinya."
Orang itu menarik napas sejenak, lalu melanjutkan lagi,
"Maka, engkau harus menyembah tuhan-tuhan kami dan menjalankan perintah-perintahnya. Kami akan menyembah Tuhanmu dan menjalankan perintah-Nya."
Rasulullah tidak menunggu sejenak pun untuk menanggapi. Beliau mengutip sebuah ayat Al Qur'an (surah Al-Kafirun),
لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ
Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.
Surah Al-Kafirun (109:2)
وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ
Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah.
Surah Al-Kafirun (109:3)
وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ
Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah,
Surah Al-Kafirun (109:4)
وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ
dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah.
Surah Al-Kafirun (109:5)
لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ
Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.
Surah Al-Kafirun (109:6)
Perundingan pun buntu. Para pembesar Quraisy itu merasa tidak ada jalan lagi untuk melakukan perubahan. Mereka merasa harus mengambil tindakan keras! Begitu kerasnya sampai Muhammad dan pengikutnya akan meminta ampun kepada mereka!
Pemboikotan
"Kalian bayangkan!" seru seorang pemuka Quraisy kepada yang lainnya. "Jumlah pengikut Muhammad kian bertambah! Budak-budak kita telah berani mengangkat muka di hadapan tuan-tuannya sebab mereka dilindungi para pengikut Muhammad yang kaya raya! Jika kita menyiksa budak itu, pasti datang salah seorang pengikut Muhammad yang tanpa berat hati akan membebaskan mereka!"
"Itu yang membuatku khawatir!" sahut yang lain,
"bayangkan jika jumlah budak yang dibebaskan itu makin banyak dan mereka diberi senjata, kita pasti akan kewalahan menghadapinya!"
Pembesar yang lain terdiam. Mereka mengakui ancaman besar itu.
"Sejak Hamzah dan Umar mengikuti Muhammad, kita benar-benar kekurangan kekuatan," keluh seseorang.
Kata-kata itu menyakitkan dan membuka luka lama. Bagi para pembesar itu, puluhan budak yang masuk Islam tidak sebanding dengan keislaman seorang Hamzah atau Umar.
"Muhammad tidak akan berdaya kalau keluarganya dari Bani Hasyim tidak melindunginya!" geram seseorang.
"Ya, Bani Hasyim pun belum semuanya jadi pengikut Muhammad, mereka harus menerima akibatnya! Kita boikot mereka semua! Jangan beri mereka kesempatan untuk mencari nafkah! Kita buat mereka semua miskin dan sengsara!"
Seruan itu disambut ramai oleh para pembesar. Akhirnya, mereka mengeluarkan sebuah pengumuman yang mereka tulis di atas sebuah lembaran. Isinya melarang seluruh manusia menjalin hubungan pernikahan dan jual beli dengan Bani Hasyim. Lembaran itu mereka gantungkan di dinding Ka'bah.
Keesokan harinya, penduduk Mekah menjadi gempar. Keputusan ini akan membuat Bani Hasyim terkucil, kelaparan dan tertekan.
Kaum Muslimin Menang
Siasat para utusan Quraisy itu sederhana saja.
"Paduka" kata mereka kepada Najasyi keesokan harinya, sesungguhnya kaum Muslimin menuduh keji terhadap Isa anak Maryam."
Mendengar itu, Najasyi terkejut. Dia langsung memanggil Ja'far dan teman-temannya.
"Benarkah kalian menuduh Isa anak Maryam dengan tuduhan yang jelek?" tanya Najasyi.
Ja'far kembali menjawab dengan tenang. "Tentang dia, pendapat adalah seperti yang dikatakan Nabi kami. "Dia adalah hamba Allah dan utusan-Nya. Ruh-Nya dan firman-Nya yang disampaikan perawan Maryam. "
Najasyi turun dari singgasananya dengan mata berbinar gembira. Dia mengambil sebuah tongkat dan membuat garis lurus diatas tanah.
"Antara agama Tuan-Tuan dan agama kami," katanya penuh gembira bercampur haru, "sebenarnya tidak lebih dari garis ini."
Nyata bagi Najasyi bahwa kaum Muslimin mengakui Nabi Isa, mengenal adanya Kristen, dan menyembah Allah.
Kedua utusan Quraisy pun pulang dengan tangan hampa. Tidak ada celah bagi tuduhan atau siasat yang mereka lancarkan. Kenyataan pahit ini akan segera sampai kepada para pemuka Quraisy di Mekah.
Setelah itu kaum Muslimin tinggal di Habasyah dengan perasaan aman dan tentram.
Sempat Kembali
Kaum muslimin yang berhijrah ke Habasyah sempat kembali ke mekah karena mendengar berita bahwa orang Quraisy sudah tidak terlalu keras memusuhi Rasulullah dan pengikutnya. Namun, ketika mengetahui bahwa orang Quraisy malah bersikap semakin keras, mereka kembali berhijrah ke Habasyah.
Ajakan Saling Menyembah Tuhan
Di Mekah, para pembesar Quraisy, Abu Jahal bin Hisyam, Abu Sufyan bin Harb, Abu Lahab, Utbah bin Rabi'ah, Walid bin Mughirah, dan Ummayah bin Khalaf mengundang Rasulullah ke pertemuan mereka. Sejenak, hati Rasulullah penuh harapan, mungkin lewat pertemuan hari ini mereka akan tersentuh oleh Islam.
Alangkah kecewanya Rasulullah ketika lagi-lagi yang mereka tawarkan kepadanya adalah soal harta dan kekuasaan. Beliau diam sejenak, lalu berkata,
"Apa yang kalian katakan sama sekali tidak pernah terlintas dalam lubuk hatiku. Aku datang memenuhi ajakan kalian untuk mengadakan perundingan. Tidak ada maksud sama sekali untuk mencari harta kekayaan, tidak pula kemuliaan, dan kekuasaan.
Allah telah mengutus diriku sebagai utusan bagi kalian semua. Jika kalian mau menerima ajaran-ajaran yang kubawa, hal itu merupakan keberuntungan kalian di dunia dan di akhirat. Jika kalian semua menolak, aku akan bersabar hingga Allah memutuskan persoalan yang terjadi di antara aku dan kalian."
Para pembesar Quraisy itu mengerutkan kening. Lagi-lagi Muhammad bicara tentang Tuhannya. Salah seorang di antara mereka pun akhirnya bicara,
"Marilah antara kami dan engkau mengadakan kerja sama dalam persoalan ketuhanan ini. Jika yang kami sembah lebih baik daripada yang kamu sembah, kami akan memperoleh keuntungan darinya. Jika yang engkau sembah lebih baik daripada yang kami sembah, engkau akan memperoleh keuntungan darinya."
Orang itu menarik napas sejenak, lalu melanjutkan lagi,
"Maka, engkau harus menyembah tuhan-tuhan kami dan menjalankan perintah-perintahnya. Kami akan menyembah Tuhanmu dan menjalankan perintah-Nya."
Rasulullah tidak menunggu sejenak pun untuk menanggapi. Beliau mengutip sebuah ayat Al Qur'an (surah Al-Kafirun),
لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ
Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.
Surah Al-Kafirun (109:2)
وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ
Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah.
Surah Al-Kafirun (109:3)
وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ
Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah,
Surah Al-Kafirun (109:4)
وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ
dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah.
Surah Al-Kafirun (109:5)
لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ
Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.
Surah Al-Kafirun (109:6)
Perundingan pun buntu. Para pembesar Quraisy itu merasa tidak ada jalan lagi untuk melakukan perubahan. Mereka merasa harus mengambil tindakan keras! Begitu kerasnya sampai Muhammad dan pengikutnya akan meminta ampun kepada mereka!
Pemboikotan
"Kalian bayangkan!" seru seorang pemuka Quraisy kepada yang lainnya. "Jumlah pengikut Muhammad kian bertambah! Budak-budak kita telah berani mengangkat muka di hadapan tuan-tuannya sebab mereka dilindungi para pengikut Muhammad yang kaya raya! Jika kita menyiksa budak itu, pasti datang salah seorang pengikut Muhammad yang tanpa berat hati akan membebaskan mereka!"
"Itu yang membuatku khawatir!" sahut yang lain,
"bayangkan jika jumlah budak yang dibebaskan itu makin banyak dan mereka diberi senjata, kita pasti akan kewalahan menghadapinya!"
Pembesar yang lain terdiam. Mereka mengakui ancaman besar itu.
"Sejak Hamzah dan Umar mengikuti Muhammad, kita benar-benar kekurangan kekuatan," keluh seseorang.
Kata-kata itu menyakitkan dan membuka luka lama. Bagi para pembesar itu, puluhan budak yang masuk Islam tidak sebanding dengan keislaman seorang Hamzah atau Umar.
"Muhammad tidak akan berdaya kalau keluarganya dari Bani Hasyim tidak melindunginya!" geram seseorang.
"Ya, Bani Hasyim pun belum semuanya jadi pengikut Muhammad, mereka harus menerima akibatnya! Kita boikot mereka semua! Jangan beri mereka kesempatan untuk mencari nafkah! Kita buat mereka semua miskin dan sengsara!"
Seruan itu disambut ramai oleh para pembesar. Akhirnya, mereka mengeluarkan sebuah pengumuman yang mereka tulis di atas sebuah lembaran. Isinya melarang seluruh manusia menjalin hubungan pernikahan dan jual beli dengan Bani Hasyim. Lembaran itu mereka gantungkan di dinding Ka'bah.
Keesokan harinya, penduduk Mekah menjadi gempar. Keputusan ini akan membuat Bani Hasyim terkucil, kelaparan dan tertekan.
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 44
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Derita Pemboikotan
Pemboikotan kecil-kecilan terhadap kaum Muslimin sebenarnya telah lama dijalankan. Kalau ada seseorang saudagar menjadi Muslim, Abu Jahal akan mengatakan, "Akan kami boikot barang-barangmu dan mengubahmu sampai jadi pengemis."
Rasulullah ﷺ, Bani Hasyim dan kaum Muslimin diasingkan ke dalam Syi'ib, benteng kecil milik Abu Thalib. Kaum Quraisy menegaskan bahwa jika Bani Hasyim menyerahkan Rasulullah ﷺ, pemboikotan kepada mereka akan dicabut. Namun, bukannya merasa takut, Bani Hasyim malah semakin setia kepada Rasulullah ﷺ yang merupakan anggota keluarga mereka.
Pemboikotan ini berjalan tiga tahun lamanya. Selama itu, hanya musim haji saja Rasulullah ﷺ dan para pengikutnya bebas berdakwah keluar Syi'ib. Itu pun selalu diikuti Abu Lahab sambil mengolok-olok Rasulullah ﷺ dengan kata-kata kasar. Pada musim haji itu, Mekah ramai didatangi para peziarah dari pelosok jazirah.
Akibat adanya pelarangan hubungan dagang, saat itu, Rasulullah ﷺ tidak dapat membeli makanan yang cukup. Pada waktu-waktu yang sulit, mereka sering terpaksa makan daun-daunan dan kulit-kulit pohon yang tipis. Anak-anak menangis pada malam hari karena kelaparan. Semetara itu, orang-orang dewasa mengganjal perutnya dengan batu agar tidak masuk angin.
Perbuatan kejam itu juga menimbulkan rasa kasihan sebagian orang Quraisy. Apalagi yang memiliki hubungan saudara dengan Bani Hasyim. Orang-orang itu sering dengan berbagai cara menolong keluarga mereka di dalam Syi'ib.
Suatu ketika Abu Jahal sedang meronda di sekitar Syi'ib, memergoki Hakim bin Hisyam bin Khuwailid dan budak laki-lakinya berusaha meyelundupkan gamdum dan makanan lain untuk bibinya yang tidak lain Khadijah istri Rasulullah ﷺ.
Tanpa ampun, Abu Jahal memukuli budak laki-laki itu dan merampas karung gandumnya.
"Aku bersumpah....!" teriak Abu Jahal terengah-engah sambil terus memukul. "Aku bersumpah tidak seorang pun dapat menyelundupkan makanan kepada Muhammad!"
Pada saat itu, Al Bakhtari datang sambil berseru kepada Abu Jahal. " Hei makanan ini tadinya milik bibinya. Bibinya lalu mengirimkan kepadanya, mengapa engkau melarangnya mengantarkan makanan tersebut kepada bibinya lagi?"
Kemudian keduanya berkelahi Abu Jahal terluka karena dipukul dengan tulang unta.
Syi'ib Abu Thalib
Syi'ib Abu Thalib, tempat kaum muslimin digiring, dikurung dan dijaga, dikelilingi dinding batu tinggi yang tidak dapat dipanjat. Letaknya di Bukit Abu Qubays, sebelah timur Mekah. Pintu masuknya berupa celah sempit dengan tinggi kurang dari dua meter yang hanya dapat dimasuki unta dengan susah payah.
Derita di Pengasingan
"Ibuuu aku lapar,"...tangis seorang anak di dalam Syi'ib.
"Besok ya nak! Besok kita dapat kiriman makanan," jawab ibunya.
"Tidak mau, aku mau makan sekaraaaang....." Karena tidak kuat menahan perutnya yang perih, anak itu menangis dan menjerit-jerit.
Tangis dan jerit anak-anak terdengar hampir setiap malam dari dalam Syi'ib. Sebagian penduduk Mekah mulai tidak tega melihat penderitaan Bani Hasyim, tetapi mereka takut untuk membantu.
Ada empat ratus orang keluarga Bani Hasyim yang bertahan di dalam Syi'ib. Kehidupan mereka begitu keras dan penuh dengan kekurangan, tetapi tidak satupun yang berniat mengkhianati Rasulullah ﷺ. Padahal, tidak semua anggota keluarga telah memeluk agama Islam, termasuk Abu Thalib, sang pemimpin Bani Hasyim.
Kehadiran Rasulullah ﷺ di tengah-tengah mereka sudah cukup membuat mereka lupa akan segala kecemasan dan membuat mereka selalu berbahagia. Mereka mengerti bahwa Allah telah memilih mereka untuk melindungi utusan-Nya dari semua musuh. Bagi Bani Hasyim, itu sebuah kehormatan yang membuat mereka tidak mau menukar Rasulullah dengan apa pun, bahkan dengan sebuah kerajaan sekali pun. Mereka bahkan menjalankan tahun-tahun pengasingan yang pahit itu dengan rasa bangga.
Tidak satu pun dari empat ratus orang itu berniat untuk menyelamatkan dirinya sendiri. Padahal, mereka tidak tahu kapan pengasingan itu akan berakhir. Hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan dijalani dengan penuh harapan. Mereka semua sudah bertekad mengikuti Rasulullah ﷺ kemana pun. Mereka lebih suka menjadi tawanan dari pada bebas tanpa Rasulullah. Bagi mereka, hidup tanpa Rasulullah ﷺ adalah hidup yang tidak layak di jalani.
Selama masa-masa sulit itu, ada sosok penting selain Rasulullah ﷺ yang menjadi sosok teladan bagi semua penghuni Syi'ib, bagaimana mereka harus menjalani hidup dengan penuh ketabahan.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Derita Pemboikotan
Pemboikotan kecil-kecilan terhadap kaum Muslimin sebenarnya telah lama dijalankan. Kalau ada seseorang saudagar menjadi Muslim, Abu Jahal akan mengatakan, "Akan kami boikot barang-barangmu dan mengubahmu sampai jadi pengemis."
Rasulullah ﷺ, Bani Hasyim dan kaum Muslimin diasingkan ke dalam Syi'ib, benteng kecil milik Abu Thalib. Kaum Quraisy menegaskan bahwa jika Bani Hasyim menyerahkan Rasulullah ﷺ, pemboikotan kepada mereka akan dicabut. Namun, bukannya merasa takut, Bani Hasyim malah semakin setia kepada Rasulullah ﷺ yang merupakan anggota keluarga mereka.
Pemboikotan ini berjalan tiga tahun lamanya. Selama itu, hanya musim haji saja Rasulullah ﷺ dan para pengikutnya bebas berdakwah keluar Syi'ib. Itu pun selalu diikuti Abu Lahab sambil mengolok-olok Rasulullah ﷺ dengan kata-kata kasar. Pada musim haji itu, Mekah ramai didatangi para peziarah dari pelosok jazirah.
Akibat adanya pelarangan hubungan dagang, saat itu, Rasulullah ﷺ tidak dapat membeli makanan yang cukup. Pada waktu-waktu yang sulit, mereka sering terpaksa makan daun-daunan dan kulit-kulit pohon yang tipis. Anak-anak menangis pada malam hari karena kelaparan. Semetara itu, orang-orang dewasa mengganjal perutnya dengan batu agar tidak masuk angin.
Perbuatan kejam itu juga menimbulkan rasa kasihan sebagian orang Quraisy. Apalagi yang memiliki hubungan saudara dengan Bani Hasyim. Orang-orang itu sering dengan berbagai cara menolong keluarga mereka di dalam Syi'ib.
Suatu ketika Abu Jahal sedang meronda di sekitar Syi'ib, memergoki Hakim bin Hisyam bin Khuwailid dan budak laki-lakinya berusaha meyelundupkan gamdum dan makanan lain untuk bibinya yang tidak lain Khadijah istri Rasulullah ﷺ.
Tanpa ampun, Abu Jahal memukuli budak laki-laki itu dan merampas karung gandumnya.
"Aku bersumpah....!" teriak Abu Jahal terengah-engah sambil terus memukul. "Aku bersumpah tidak seorang pun dapat menyelundupkan makanan kepada Muhammad!"
Pada saat itu, Al Bakhtari datang sambil berseru kepada Abu Jahal. " Hei makanan ini tadinya milik bibinya. Bibinya lalu mengirimkan kepadanya, mengapa engkau melarangnya mengantarkan makanan tersebut kepada bibinya lagi?"
Kemudian keduanya berkelahi Abu Jahal terluka karena dipukul dengan tulang unta.
Syi'ib Abu Thalib
Syi'ib Abu Thalib, tempat kaum muslimin digiring, dikurung dan dijaga, dikelilingi dinding batu tinggi yang tidak dapat dipanjat. Letaknya di Bukit Abu Qubays, sebelah timur Mekah. Pintu masuknya berupa celah sempit dengan tinggi kurang dari dua meter yang hanya dapat dimasuki unta dengan susah payah.
Derita di Pengasingan
"Ibuuu aku lapar,"...tangis seorang anak di dalam Syi'ib.
"Besok ya nak! Besok kita dapat kiriman makanan," jawab ibunya.
"Tidak mau, aku mau makan sekaraaaang....." Karena tidak kuat menahan perutnya yang perih, anak itu menangis dan menjerit-jerit.
Tangis dan jerit anak-anak terdengar hampir setiap malam dari dalam Syi'ib. Sebagian penduduk Mekah mulai tidak tega melihat penderitaan Bani Hasyim, tetapi mereka takut untuk membantu.
Ada empat ratus orang keluarga Bani Hasyim yang bertahan di dalam Syi'ib. Kehidupan mereka begitu keras dan penuh dengan kekurangan, tetapi tidak satupun yang berniat mengkhianati Rasulullah ﷺ. Padahal, tidak semua anggota keluarga telah memeluk agama Islam, termasuk Abu Thalib, sang pemimpin Bani Hasyim.
Kehadiran Rasulullah ﷺ di tengah-tengah mereka sudah cukup membuat mereka lupa akan segala kecemasan dan membuat mereka selalu berbahagia. Mereka mengerti bahwa Allah telah memilih mereka untuk melindungi utusan-Nya dari semua musuh. Bagi Bani Hasyim, itu sebuah kehormatan yang membuat mereka tidak mau menukar Rasulullah dengan apa pun, bahkan dengan sebuah kerajaan sekali pun. Mereka bahkan menjalankan tahun-tahun pengasingan yang pahit itu dengan rasa bangga.
Tidak satu pun dari empat ratus orang itu berniat untuk menyelamatkan dirinya sendiri. Padahal, mereka tidak tahu kapan pengasingan itu akan berakhir. Hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan dijalani dengan penuh harapan. Mereka semua sudah bertekad mengikuti Rasulullah ﷺ kemana pun. Mereka lebih suka menjadi tawanan dari pada bebas tanpa Rasulullah. Bagi mereka, hidup tanpa Rasulullah ﷺ adalah hidup yang tidak layak di jalani.
Selama masa-masa sulit itu, ada sosok penting selain Rasulullah ﷺ yang menjadi sosok teladan bagi semua penghuni Syi'ib, bagaimana mereka harus menjalani hidup dengan penuh ketabahan.
Derita Pemboikotan
Pemboikotan kecil-kecilan terhadap kaum Muslimin sebenarnya telah lama dijalankan. Kalau ada seseorang saudagar menjadi Muslim, Abu Jahal akan mengatakan, "Akan kami boikot barang-barangmu dan mengubahmu sampai jadi pengemis."
Rasulullah ﷺ, Bani Hasyim dan kaum Muslimin diasingkan ke dalam Syi'ib, benteng kecil milik Abu Thalib. Kaum Quraisy menegaskan bahwa jika Bani Hasyim menyerahkan Rasulullah ﷺ, pemboikotan kepada mereka akan dicabut. Namun, bukannya merasa takut, Bani Hasyim malah semakin setia kepada Rasulullah ﷺ yang merupakan anggota keluarga mereka.
Pemboikotan ini berjalan tiga tahun lamanya. Selama itu, hanya musim haji saja Rasulullah ﷺ dan para pengikutnya bebas berdakwah keluar Syi'ib. Itu pun selalu diikuti Abu Lahab sambil mengolok-olok Rasulullah ﷺ dengan kata-kata kasar. Pada musim haji itu, Mekah ramai didatangi para peziarah dari pelosok jazirah.
Akibat adanya pelarangan hubungan dagang, saat itu, Rasulullah ﷺ tidak dapat membeli makanan yang cukup. Pada waktu-waktu yang sulit, mereka sering terpaksa makan daun-daunan dan kulit-kulit pohon yang tipis. Anak-anak menangis pada malam hari karena kelaparan. Semetara itu, orang-orang dewasa mengganjal perutnya dengan batu agar tidak masuk angin.
Perbuatan kejam itu juga menimbulkan rasa kasihan sebagian orang Quraisy. Apalagi yang memiliki hubungan saudara dengan Bani Hasyim. Orang-orang itu sering dengan berbagai cara menolong keluarga mereka di dalam Syi'ib.
Suatu ketika Abu Jahal sedang meronda di sekitar Syi'ib, memergoki Hakim bin Hisyam bin Khuwailid dan budak laki-lakinya berusaha meyelundupkan gamdum dan makanan lain untuk bibinya yang tidak lain Khadijah istri Rasulullah ﷺ.
Tanpa ampun, Abu Jahal memukuli budak laki-laki itu dan merampas karung gandumnya.
"Aku bersumpah....!" teriak Abu Jahal terengah-engah sambil terus memukul. "Aku bersumpah tidak seorang pun dapat menyelundupkan makanan kepada Muhammad!"
Pada saat itu, Al Bakhtari datang sambil berseru kepada Abu Jahal. " Hei makanan ini tadinya milik bibinya. Bibinya lalu mengirimkan kepadanya, mengapa engkau melarangnya mengantarkan makanan tersebut kepada bibinya lagi?"
Kemudian keduanya berkelahi Abu Jahal terluka karena dipukul dengan tulang unta.
Syi'ib Abu Thalib
Syi'ib Abu Thalib, tempat kaum muslimin digiring, dikurung dan dijaga, dikelilingi dinding batu tinggi yang tidak dapat dipanjat. Letaknya di Bukit Abu Qubays, sebelah timur Mekah. Pintu masuknya berupa celah sempit dengan tinggi kurang dari dua meter yang hanya dapat dimasuki unta dengan susah payah.
Derita di Pengasingan
"Ibuuu aku lapar,"...tangis seorang anak di dalam Syi'ib.
"Besok ya nak! Besok kita dapat kiriman makanan," jawab ibunya.
"Tidak mau, aku mau makan sekaraaaang....." Karena tidak kuat menahan perutnya yang perih, anak itu menangis dan menjerit-jerit.
Tangis dan jerit anak-anak terdengar hampir setiap malam dari dalam Syi'ib. Sebagian penduduk Mekah mulai tidak tega melihat penderitaan Bani Hasyim, tetapi mereka takut untuk membantu.
Ada empat ratus orang keluarga Bani Hasyim yang bertahan di dalam Syi'ib. Kehidupan mereka begitu keras dan penuh dengan kekurangan, tetapi tidak satupun yang berniat mengkhianati Rasulullah ﷺ. Padahal, tidak semua anggota keluarga telah memeluk agama Islam, termasuk Abu Thalib, sang pemimpin Bani Hasyim.
Kehadiran Rasulullah ﷺ di tengah-tengah mereka sudah cukup membuat mereka lupa akan segala kecemasan dan membuat mereka selalu berbahagia. Mereka mengerti bahwa Allah telah memilih mereka untuk melindungi utusan-Nya dari semua musuh. Bagi Bani Hasyim, itu sebuah kehormatan yang membuat mereka tidak mau menukar Rasulullah dengan apa pun, bahkan dengan sebuah kerajaan sekali pun. Mereka bahkan menjalankan tahun-tahun pengasingan yang pahit itu dengan rasa bangga.
Tidak satu pun dari empat ratus orang itu berniat untuk menyelamatkan dirinya sendiri. Padahal, mereka tidak tahu kapan pengasingan itu akan berakhir. Hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan dijalani dengan penuh harapan. Mereka semua sudah bertekad mengikuti Rasulullah ﷺ kemana pun. Mereka lebih suka menjadi tawanan dari pada bebas tanpa Rasulullah. Bagi mereka, hidup tanpa Rasulullah ﷺ adalah hidup yang tidak layak di jalani.
Selama masa-masa sulit itu, ada sosok penting selain Rasulullah ﷺ yang menjadi sosok teladan bagi semua penghuni Syi'ib, bagaimana mereka harus menjalani hidup dengan penuh ketabahan.
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 45
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Ketabahan Khadijah
Khadijah-lah yang menjadi teladan bagi semua orang pada saat-saat sulit itu. Beliau adalah keturunan bangsawan dan dibesarkan dalam lingkungan yang mewah. Namun, ketika harus meninggalkan rumahnya yang luas dan tinggal di lembah yang sempit. Khadijah sama sekali tidak menunjukkan keengganan. Beliau mengumpulkan segala kekuatan, keberanian, kemampuan, serta bangkit penuh semangat.
Pada saat-saat itu, air adalah hadiah yang sangat berharga. Khadijah memberikan kepada Ali bin Abu Thalib keping-keping emas untuk membeli air yang kemudian beliau bagikan secara merata kepada semua yang membutuhkan.
Khadijah adalah bidadari pelindung bagi kaumnya. Beliau amat memerhatikan nasib anak-anak, keluarga Bani Hasyim. Setiap kali ada bahan makanan yang berhasil di dapatkan, Khadijah mengatur agar anak-anak mendapatkannya lebih dahulu daripada orang dewasa. Setelah itu, beliau mendahulukan kepentingan para orang tua dibandingkan kepentingannya sendiri.
Khadijah selalu menjadikan sabar dan shalat sebagai sumber kekuatannya. Beliau memohon pertolongan Allah setiap saat. Ketika berdoa, Khadijah tidak hanya mendapatkan pertolongan, tetapi juga keberanian, kekuatan, kedamaian, ketenangan dan kepuasan.
Selama tiga tahun di pengasingan itu, kekayaan Khadijah yang berlimpah itu habis. Sebagian besar harta itu digunakan untuk membeli air. Beliau amat berbahagia karena dapat menggunakan kekayaannya itu untuk menyelamatkan hamba Allah yang paling mulia, Muhammad ﷺ dan keluarganya.
Beliau menganggap semua itu adalah sebuah kehormatan, sehingga sangat mensyukurinya.
Di tengah-tengah bencana dan kesusahan itu, Khadijah tetap tegar dalam keimanan. Hal itulah yang menjadi sumber kekuatan yang tidak tergoyahkan bagi orang-orang di sekitar beliau. Khadijah selalu berhubungan dengan Allah lewat shalat. Shalat adalah rahasia keberanian beliau. Perilaku beliau yang tenang dan lembut menjadi pendorong (kekuatan) bagi seluruh anggota Bani Hasyim di tengah-tengah kesulitan itu.
Perhiasan Terindah di Dunia
Islam sangat memuliakan kaum wanita. Rasulullah ﷺ bersabda:
"Seindah-indahnya perhiasan di muka bumi ini adalah wanita sholihah."
Hikmahnya "Wanita adalah tiang sebuah bangsa. Apabila wanitanya baik, baik pulalah suatu bangsa. Namun, apabila wanitanya jelek, jelek pulalah bangsa itu."
Harta Abu Bakar
Ketika masuk Islam, Abu Bakar memiliki harta sebanyak 50.000 dirham. Beliau membebaskan tujuh budak dengan 400 dirham per orang. Jadi, uang beliau terpakai sebanyak 2.800 dirham, sebagian besar sisanya dipergunakan untuk mempertahankan hidup bersama kaum muslimin di dalam Syi'ib
Thufail Ad Dausi
Di tengah-tengah kesulitan itu, Rasulullah yang tidak pernah menyerah, sedikit demi sedikit terus mendapatkan kemenangan. Suatu hari, datanglah seorang bangsawan dan penyair cendekia dari luar Mekah, bernama Thufail Ad Dausi. Seketika itu juga, orang-orang Quraisy memberinya peringatan,
"Hati-hati terhadap Muhammad, jangan dengar kata-katanya. Dia telah memecah belah orang dengan keluarganya. Kami takut jika kamu mendengarnya, kaum kamu juga akan terpecah-belah. Hati-hati dan jangan sekali-kali mendengarkannya!"
Diperingatkan seperti itu, membuat Thufail penasaran.
"Namun, aku adalah cendikiawan dan penyair. Aku dapat mengenal mana yang baik dan mana yang buruk. Apa salahnya kalau aku mendengarkan sendiri apa yang akan dikatakan orang itu? Jika ternyata baik akan aku terima, kalau buruk akan kutinggalkan."
Setelah berfikir begitu, Thufail Ad Dausi mengikuti Rasulullah sampai ke rumahnya.
"Tuan benarkah Anda seperti dituduhkan orang?" tanya Thufail,
"Apa yang Anda bawa dan Anda sampaikan kepada mereka?"
Rasulullah menjawab pertanyaan-pertanyaan itu dan membacakan ayat-ayat Al-Qur'an. Hati Thufail segera luluh dan dia pun memeluk Islam. Ketika kemudian ia kembali kepada kaumnya, sebagian mereka langsung memeluk Islam, sebagian yang lain tampak ragu.
Selain Thufail ada dua puluh orang yang diutus masyarakat beragama Nasrani untuk mencari tahu tentang Rasulullah. Begitu bertemu dan berbincang dengan beliau, mereka langsung menyambut, menerima, dan beriman kepada beliau.
Orang-orang Quraisy menjadi geram dan memaki-maki mereka.
"Kalian ini utusan yang gagal! Kalian disuruh oleh masyarakat seagamamu mencari berita tentang orang itu. Sebelum kamu kenal benar-benar siapa dia, agama kamu sudah kamu tinggalkan dan lalu percaya saja apa yang dikatakannya."
Abu Sufyan, Abu Jahal, dan Akhnas
Melihat orang-orang di luar Mekah seperti Thufail Ad Dausi dan orang-orang Nasrani memeluk Islam, para Pembesar Quraisy yang paling gigih memusuhi Rasulullah pun jadi bertanya-tanya,
"Benarkah yang dibawa Muhammad itu benar?"
Diam-diam Abu Sufyan pergi pada suatu malam mendekati kediaman Rasulullah. Dia tahu Rasulullah selalu bangun malam dan membaca Alquran. Saat Abu Sufyan mendengar ayat-ayat Alquran dibacakan, begitu tenang dan damai hatinya. Suara Rasulullah yang merdu menggema di kalbunya.
Fajar pun tiba dan Abu Sufyan bergegas pulang. Namun saat itu, dia memergoki Abu Jahal juga sedang mendengarkan bacaan Rasulullah. Mereka saling pandang tanpa mampu berkata, lewatlah Akhnas bin Syariq. Rupanya, Akhnas pun diam-diam pergi mendengarkan Rasulullah membaca Alquran. Mereka bertiga pun saling menyalahkan.
"Kejadian ini tidak boleh terulang lagi," ujar salah satu dari mereka.
"Jika masyarakat kita tahu, kedudukan kita akan lemah dan mereka akan berpihak kepada Muhammad."
Ketiganya pun berjanji untuk tidak mengulangi perbuatan itu.
Namun, pada malam berikutnya, mereka terbawa perasaannya masing-masing seperti kemarin. Tanpa dapat menolak bisikan hati, mereka kembali ke tempat semalam dan mendengarkan ayat Alquran dibacakan. Hampir Fajar, mereka mereka bertemu dan saling menyalahkan laki.
Perbuatan itu terulang lagi pada malam ketiga. Ketika mereka saling bertemu pada waktu fajar, kembali mereka saling tuduh.
Rasa takut kemudian timbul di hati masing-masing. Mereka takut kehilangan kedudukan jika masyarakatnya memeluk Islam. Rasa takut inilah yang membuat mereka berteguh hati untuk membuang jauh-jauh perasaan tenang dan damai yang mereka rasakan saat mendengar bacaan Alquran.
Setelah itu, tidak seorang pun dari mereka yang kembali ke rumah Rasulullah pada tengah malam untuk mendengarkan beliau secara diam-diam.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Ketabahan Khadijah
Khadijah-lah yang menjadi teladan bagi semua orang pada saat-saat sulit itu. Beliau adalah keturunan bangsawan dan dibesarkan dalam lingkungan yang mewah. Namun, ketika harus meninggalkan rumahnya yang luas dan tinggal di lembah yang sempit. Khadijah sama sekali tidak menunjukkan keengganan. Beliau mengumpulkan segala kekuatan, keberanian, kemampuan, serta bangkit penuh semangat.
Pada saat-saat itu, air adalah hadiah yang sangat berharga. Khadijah memberikan kepada Ali bin Abu Thalib keping-keping emas untuk membeli air yang kemudian beliau bagikan secara merata kepada semua yang membutuhkan.
Khadijah adalah bidadari pelindung bagi kaumnya. Beliau amat memerhatikan nasib anak-anak, keluarga Bani Hasyim. Setiap kali ada bahan makanan yang berhasil di dapatkan, Khadijah mengatur agar anak-anak mendapatkannya lebih dahulu daripada orang dewasa. Setelah itu, beliau mendahulukan kepentingan para orang tua dibandingkan kepentingannya sendiri.
Khadijah selalu menjadikan sabar dan shalat sebagai sumber kekuatannya. Beliau memohon pertolongan Allah setiap saat. Ketika berdoa, Khadijah tidak hanya mendapatkan pertolongan, tetapi juga keberanian, kekuatan, kedamaian, ketenangan dan kepuasan.
Selama tiga tahun di pengasingan itu, kekayaan Khadijah yang berlimpah itu habis. Sebagian besar harta itu digunakan untuk membeli air. Beliau amat berbahagia karena dapat menggunakan kekayaannya itu untuk menyelamatkan hamba Allah yang paling mulia, Muhammad ﷺ dan keluarganya.
Beliau menganggap semua itu adalah sebuah kehormatan, sehingga sangat mensyukurinya.
Di tengah-tengah bencana dan kesusahan itu, Khadijah tetap tegar dalam keimanan. Hal itulah yang menjadi sumber kekuatan yang tidak tergoyahkan bagi orang-orang di sekitar beliau. Khadijah selalu berhubungan dengan Allah lewat shalat. Shalat adalah rahasia keberanian beliau. Perilaku beliau yang tenang dan lembut menjadi pendorong (kekuatan) bagi seluruh anggota Bani Hasyim di tengah-tengah kesulitan itu.
Perhiasan Terindah di Dunia
Islam sangat memuliakan kaum wanita. Rasulullah ﷺ bersabda:
"Seindah-indahnya perhiasan di muka bumi ini adalah wanita sholihah."
Hikmahnya "Wanita adalah tiang sebuah bangsa. Apabila wanitanya baik, baik pulalah suatu bangsa. Namun, apabila wanitanya jelek, jelek pulalah bangsa itu."
Harta Abu Bakar
Ketika masuk Islam, Abu Bakar memiliki harta sebanyak 50.000 dirham. Beliau membebaskan tujuh budak dengan 400 dirham per orang. Jadi, uang beliau terpakai sebanyak 2.800 dirham, sebagian besar sisanya dipergunakan untuk mempertahankan hidup bersama kaum muslimin di dalam Syi'ib
Thufail Ad Dausi
Di tengah-tengah kesulitan itu, Rasulullah yang tidak pernah menyerah, sedikit demi sedikit terus mendapatkan kemenangan. Suatu hari, datanglah seorang bangsawan dan penyair cendekia dari luar Mekah, bernama Thufail Ad Dausi. Seketika itu juga, orang-orang Quraisy memberinya peringatan,
"Hati-hati terhadap Muhammad, jangan dengar kata-katanya. Dia telah memecah belah orang dengan keluarganya. Kami takut jika kamu mendengarnya, kaum kamu juga akan terpecah-belah. Hati-hati dan jangan sekali-kali mendengarkannya!"
Diperingatkan seperti itu, membuat Thufail penasaran.
"Namun, aku adalah cendikiawan dan penyair. Aku dapat mengenal mana yang baik dan mana yang buruk. Apa salahnya kalau aku mendengarkan sendiri apa yang akan dikatakan orang itu? Jika ternyata baik akan aku terima, kalau buruk akan kutinggalkan."
Setelah berfikir begitu, Thufail Ad Dausi mengikuti Rasulullah sampai ke rumahnya.
"Tuan benarkah Anda seperti dituduhkan orang?" tanya Thufail,
"Apa yang Anda bawa dan Anda sampaikan kepada mereka?"
Rasulullah menjawab pertanyaan-pertanyaan itu dan membacakan ayat-ayat Al-Qur'an. Hati Thufail segera luluh dan dia pun memeluk Islam. Ketika kemudian ia kembali kepada kaumnya, sebagian mereka langsung memeluk Islam, sebagian yang lain tampak ragu.
Selain Thufail ada dua puluh orang yang diutus masyarakat beragama Nasrani untuk mencari tahu tentang Rasulullah. Begitu bertemu dan berbincang dengan beliau, mereka langsung menyambut, menerima, dan beriman kepada beliau.
Orang-orang Quraisy menjadi geram dan memaki-maki mereka.
"Kalian ini utusan yang gagal! Kalian disuruh oleh masyarakat seagamamu mencari berita tentang orang itu. Sebelum kamu kenal benar-benar siapa dia, agama kamu sudah kamu tinggalkan dan lalu percaya saja apa yang dikatakannya."
Abu Sufyan, Abu Jahal, dan Akhnas
Melihat orang-orang di luar Mekah seperti Thufail Ad Dausi dan orang-orang Nasrani memeluk Islam, para Pembesar Quraisy yang paling gigih memusuhi Rasulullah pun jadi bertanya-tanya,
"Benarkah yang dibawa Muhammad itu benar?"
Diam-diam Abu Sufyan pergi pada suatu malam mendekati kediaman Rasulullah. Dia tahu Rasulullah selalu bangun malam dan membaca Alquran. Saat Abu Sufyan mendengar ayat-ayat Alquran dibacakan, begitu tenang dan damai hatinya. Suara Rasulullah yang merdu menggema di kalbunya.
Fajar pun tiba dan Abu Sufyan bergegas pulang. Namun saat itu, dia memergoki Abu Jahal juga sedang mendengarkan bacaan Rasulullah. Mereka saling pandang tanpa mampu berkata, lewatlah Akhnas bin Syariq. Rupanya, Akhnas pun diam-diam pergi mendengarkan Rasulullah membaca Alquran. Mereka bertiga pun saling menyalahkan.
"Kejadian ini tidak boleh terulang lagi," ujar salah satu dari mereka.
"Jika masyarakat kita tahu, kedudukan kita akan lemah dan mereka akan berpihak kepada Muhammad."
Ketiganya pun berjanji untuk tidak mengulangi perbuatan itu.
Namun, pada malam berikutnya, mereka terbawa perasaannya masing-masing seperti kemarin. Tanpa dapat menolak bisikan hati, mereka kembali ke tempat semalam dan mendengarkan ayat Alquran dibacakan. Hampir Fajar, mereka mereka bertemu dan saling menyalahkan laki.
Perbuatan itu terulang lagi pada malam ketiga. Ketika mereka saling bertemu pada waktu fajar, kembali mereka saling tuduh.
Rasa takut kemudian timbul di hati masing-masing. Mereka takut kehilangan kedudukan jika masyarakatnya memeluk Islam. Rasa takut inilah yang membuat mereka berteguh hati untuk membuang jauh-jauh perasaan tenang dan damai yang mereka rasakan saat mendengar bacaan Alquran.
Setelah itu, tidak seorang pun dari mereka yang kembali ke rumah Rasulullah pada tengah malam untuk mendengarkan beliau secara diam-diam.
Ketabahan Khadijah
Khadijah-lah yang menjadi teladan bagi semua orang pada saat-saat sulit itu. Beliau adalah keturunan bangsawan dan dibesarkan dalam lingkungan yang mewah. Namun, ketika harus meninggalkan rumahnya yang luas dan tinggal di lembah yang sempit. Khadijah sama sekali tidak menunjukkan keengganan. Beliau mengumpulkan segala kekuatan, keberanian, kemampuan, serta bangkit penuh semangat.
Pada saat-saat itu, air adalah hadiah yang sangat berharga. Khadijah memberikan kepada Ali bin Abu Thalib keping-keping emas untuk membeli air yang kemudian beliau bagikan secara merata kepada semua yang membutuhkan.
Khadijah adalah bidadari pelindung bagi kaumnya. Beliau amat memerhatikan nasib anak-anak, keluarga Bani Hasyim. Setiap kali ada bahan makanan yang berhasil di dapatkan, Khadijah mengatur agar anak-anak mendapatkannya lebih dahulu daripada orang dewasa. Setelah itu, beliau mendahulukan kepentingan para orang tua dibandingkan kepentingannya sendiri.
Khadijah selalu menjadikan sabar dan shalat sebagai sumber kekuatannya. Beliau memohon pertolongan Allah setiap saat. Ketika berdoa, Khadijah tidak hanya mendapatkan pertolongan, tetapi juga keberanian, kekuatan, kedamaian, ketenangan dan kepuasan.
Selama tiga tahun di pengasingan itu, kekayaan Khadijah yang berlimpah itu habis. Sebagian besar harta itu digunakan untuk membeli air. Beliau amat berbahagia karena dapat menggunakan kekayaannya itu untuk menyelamatkan hamba Allah yang paling mulia, Muhammad ﷺ dan keluarganya.
Beliau menganggap semua itu adalah sebuah kehormatan, sehingga sangat mensyukurinya.
Di tengah-tengah bencana dan kesusahan itu, Khadijah tetap tegar dalam keimanan. Hal itulah yang menjadi sumber kekuatan yang tidak tergoyahkan bagi orang-orang di sekitar beliau. Khadijah selalu berhubungan dengan Allah lewat shalat. Shalat adalah rahasia keberanian beliau. Perilaku beliau yang tenang dan lembut menjadi pendorong (kekuatan) bagi seluruh anggota Bani Hasyim di tengah-tengah kesulitan itu.
Perhiasan Terindah di Dunia
Islam sangat memuliakan kaum wanita. Rasulullah ﷺ bersabda:
"Seindah-indahnya perhiasan di muka bumi ini adalah wanita sholihah."
Hikmahnya "Wanita adalah tiang sebuah bangsa. Apabila wanitanya baik, baik pulalah suatu bangsa. Namun, apabila wanitanya jelek, jelek pulalah bangsa itu."
Harta Abu Bakar
Ketika masuk Islam, Abu Bakar memiliki harta sebanyak 50.000 dirham. Beliau membebaskan tujuh budak dengan 400 dirham per orang. Jadi, uang beliau terpakai sebanyak 2.800 dirham, sebagian besar sisanya dipergunakan untuk mempertahankan hidup bersama kaum muslimin di dalam Syi'ib
Thufail Ad Dausi
Di tengah-tengah kesulitan itu, Rasulullah yang tidak pernah menyerah, sedikit demi sedikit terus mendapatkan kemenangan. Suatu hari, datanglah seorang bangsawan dan penyair cendekia dari luar Mekah, bernama Thufail Ad Dausi. Seketika itu juga, orang-orang Quraisy memberinya peringatan,
"Hati-hati terhadap Muhammad, jangan dengar kata-katanya. Dia telah memecah belah orang dengan keluarganya. Kami takut jika kamu mendengarnya, kaum kamu juga akan terpecah-belah. Hati-hati dan jangan sekali-kali mendengarkannya!"
Diperingatkan seperti itu, membuat Thufail penasaran.
"Namun, aku adalah cendikiawan dan penyair. Aku dapat mengenal mana yang baik dan mana yang buruk. Apa salahnya kalau aku mendengarkan sendiri apa yang akan dikatakan orang itu? Jika ternyata baik akan aku terima, kalau buruk akan kutinggalkan."
Setelah berfikir begitu, Thufail Ad Dausi mengikuti Rasulullah sampai ke rumahnya.
"Tuan benarkah Anda seperti dituduhkan orang?" tanya Thufail,
"Apa yang Anda bawa dan Anda sampaikan kepada mereka?"
Rasulullah menjawab pertanyaan-pertanyaan itu dan membacakan ayat-ayat Al-Qur'an. Hati Thufail segera luluh dan dia pun memeluk Islam. Ketika kemudian ia kembali kepada kaumnya, sebagian mereka langsung memeluk Islam, sebagian yang lain tampak ragu.
Selain Thufail ada dua puluh orang yang diutus masyarakat beragama Nasrani untuk mencari tahu tentang Rasulullah. Begitu bertemu dan berbincang dengan beliau, mereka langsung menyambut, menerima, dan beriman kepada beliau.
Orang-orang Quraisy menjadi geram dan memaki-maki mereka.
"Kalian ini utusan yang gagal! Kalian disuruh oleh masyarakat seagamamu mencari berita tentang orang itu. Sebelum kamu kenal benar-benar siapa dia, agama kamu sudah kamu tinggalkan dan lalu percaya saja apa yang dikatakannya."
Abu Sufyan, Abu Jahal, dan Akhnas
Melihat orang-orang di luar Mekah seperti Thufail Ad Dausi dan orang-orang Nasrani memeluk Islam, para Pembesar Quraisy yang paling gigih memusuhi Rasulullah pun jadi bertanya-tanya,
"Benarkah yang dibawa Muhammad itu benar?"
Diam-diam Abu Sufyan pergi pada suatu malam mendekati kediaman Rasulullah. Dia tahu Rasulullah selalu bangun malam dan membaca Alquran. Saat Abu Sufyan mendengar ayat-ayat Alquran dibacakan, begitu tenang dan damai hatinya. Suara Rasulullah yang merdu menggema di kalbunya.
Fajar pun tiba dan Abu Sufyan bergegas pulang. Namun saat itu, dia memergoki Abu Jahal juga sedang mendengarkan bacaan Rasulullah. Mereka saling pandang tanpa mampu berkata, lewatlah Akhnas bin Syariq. Rupanya, Akhnas pun diam-diam pergi mendengarkan Rasulullah membaca Alquran. Mereka bertiga pun saling menyalahkan.
"Kejadian ini tidak boleh terulang lagi," ujar salah satu dari mereka.
"Jika masyarakat kita tahu, kedudukan kita akan lemah dan mereka akan berpihak kepada Muhammad."
Ketiganya pun berjanji untuk tidak mengulangi perbuatan itu.
Namun, pada malam berikutnya, mereka terbawa perasaannya masing-masing seperti kemarin. Tanpa dapat menolak bisikan hati, mereka kembali ke tempat semalam dan mendengarkan ayat Alquran dibacakan. Hampir Fajar, mereka mereka bertemu dan saling menyalahkan laki.
Perbuatan itu terulang lagi pada malam ketiga. Ketika mereka saling bertemu pada waktu fajar, kembali mereka saling tuduh.
Rasa takut kemudian timbul di hati masing-masing. Mereka takut kehilangan kedudukan jika masyarakatnya memeluk Islam. Rasa takut inilah yang membuat mereka berteguh hati untuk membuang jauh-jauh perasaan tenang dan damai yang mereka rasakan saat mendengar bacaan Alquran.
Setelah itu, tidak seorang pun dari mereka yang kembali ke rumah Rasulullah pada tengah malam untuk mendengarkan beliau secara diam-diam.
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 46
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Mengejek Al Qur'an
أَذَٰلِكَ خَيْرٌ نُزُلًا أَمْ شَجَرَةُ الزَّقُّومِ
(Makanan surga) itukah hidangan yang lebih baik ataukah pohon zaqqum.
Surah As-Saffat (37:62)
إِنَّا جَعَلْنَاهَا فِتْنَةً لِلظَّالِمِينَ
Sesungguhnya Kami menjadikan pohon zaqqum itu sebagai siksaan bagi orang-orang yang zalim.
Surah As-Saffat (37:63)
إِنَّهَا شَجَرَةٌ تَخْرُجُ فِي أَصْلِ الْجَحِيمِ
Sesungguhnya dia adalah sebatang pohon yang ke luar dari dasar neraka yang menyala.
Surah As-Saffat (37:64)
طَلْعُهَا كَأَنَّهُ رُءُوسُ الشَّيَاطِينِ
mayangnya seperti kepala syaitan-syaitan.
Surah As-Saffat (37:65)
Surat Ash-shaffat ayat 62-65 menjelaskan tentang makanan orang di neraka berupa buah zaqqum.
Abu Jahal mengatakan bahwa pohon zaqqum itu tentunya seperti kurma Yatsrib yang dapat kamu santap.
Kemudian, Allah menghina Abu Jahal dalam Surat Ad-Dukhan ayat 43 - 49 .
إِنَّ شَجَرَتَ الزَّقُّومِ
Sesungguhnya pohon zaqqum itu,
Surah Ad-Dukhan (44:43)
طَعَامُ الْأَثِيمِ
makanan orang yang banyak berdosa.
Surah Ad-Dukhan (44:44)
كَالْمُهْلِ يَغْلِي فِي الْبُطُونِ
(Ia) sebagai kotoran minyak yang mendidih di dalam perut,
Surah Ad-Dukhan (44:45)
كَغَلْيِ الْحَمِيمِ
seperti mendidihnya air yang amat panas.
Surah Ad-Dukhan (44:46)
خُذُوهُ فَاعْتِلُوهُ إِلَىٰ سَوَاءِ الْجَحِيمِ
Peganglah dia kemudian seretlah dia ke tengah-tengah neraka.
Surah Ad-Dukhan (44:47)
ثُمَّ صُبُّوا فَوْقَ رَأْسِهِ مِنْ عَذَابِ الْحَمِيمِ
Kemudian tuangkanlah di atas kepalanya siksaan (dari) air yang amat panas.
Surah Ad-Dukhan (44:48)
ذُقْ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْكَرِيمُ
Rasakanlah, sesungguhnya kamu orang yang perkasa lagi mulia.
Surah Ad-Dukhan (44:49)
Abdullah bin Ummi Maktum
Seorang buta bernama Abdullah bin Ummi Maktum bertanya,
"Ada seseorang bernama Muhammad yang membawa ajaran baru?" Temannya mengiyakan.
"Ajaran yang mengajak meyembah Tuhan Yang Mahatinggi?" tanya Abdullah bin Ummi Maktum lagi.
"Benar"
"Tuhan itu tidak bisa diraba seperti berhala?"
"Betul, Abdullah bin Ummi Maktum. Begitulah yang diajarkannya."
Abdullah bin Ummi Maktum termenung sambil menggosok-gosok ujung jemari tangannya.
"Tuhan yang tidak bisa diraba?" Pikir Abdullah bin Ummi Maktum,
"padahal ujung jariku ini sudah mengenal betul berhala-berhala. Aku bahkan bisa membedakan Latta dan Uzza dengan memegang hidung mereka. Seandainya aku bisa bertemu sendiri dengan Muhammad!"
Dipenuhi rasa ingin tahu yang besar, Abdullah bin Ummi Maktum menemui Rasulullah. Sayang sekali, saat itu Rasulullah sedang menyampaikan ayat-ayat Al Qur'an kepada Walid bin Mughirah. Ia adalah seorang pembesar Quraisy yang sangat diharapkan keislamanannya.
Akan tetapi, Abdullah bin Ummi Maktum tidak mengetahui kehadiran Walid, karena buta, dia terus mendesak, mendesak dan mendesak Rasulullah agar saat itu juga menerangkan tentang Islam kepadanya.
Karena tidak tahan didesak terus, sedangkan beliau sedang mendakwahi seorang tokoh penting, Rasulullah membuang wajah beliau.
Saat itu, firman Allah turun untuk menegur beliau,
(QS 'Abasa, 80 ayat 1-6)
عَبَسَ وَتَوَلَّىٰ
Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling,
Surah 'Abasa (80:1)
أَنْ جَاءَهُ الْأَعْمَىٰ
karena telah datang seorang buta kepadanya.
Surah 'Abasa (80:2)
وَمَا يُدْرِيكَ لَعَلَّهُ يَزَّكَّىٰ
Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa),
Surah 'Abasa (80:3)
أَوْ يَذَّكَّرُ فَتَنْفَعَهُ الذِّكْرَىٰ
atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya?
Surah 'Abasa (80:4)
أَمَّا مَنِ اسْتَغْنَىٰ
Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup,
Surah 'Abasa (80:5)
فَأَنْتَ لَهُ تَصَدَّىٰ
maka kamu melayaninya.
Surah 'Abasa (80:6)
Demikianlah, Allah sangat menjaga utusan-Nya dari kesalahan, bahkan untuk kesalahan sekecil itu. Apalagi Rasulullah adalah orang yang sangat halus perasaanya sehingga jika akan merugikan orang miskin atau orang lemah, beliau merasa takut.
Karena Dengki
Kebanyakan para pembesar Quraisy tidak mau mengikuti Nabi bukan karena lebih yakin dengan berhala, melainkan lebih karena dengki, mengapa Muhammad diangkat menjadi Nabi, bukan mereka?
Walid bin Mughirah berkata, "Wahyu didatangkan kepada Muhammad bukan kepadaku, padahal aku kepala dan pemimpin Quraisy, juga tidak kepada Abu Mas'ud Amr bin Umair Ats Tsaqafi sebagai pemimpin Tsaqif. Kami adalah pembesar-pembesar dua kota."
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Mengejek Al Qur'an
أَذَٰلِكَ خَيْرٌ نُزُلًا أَمْ شَجَرَةُ الزَّقُّومِ
(Makanan surga) itukah hidangan yang lebih baik ataukah pohon zaqqum.
Surah As-Saffat (37:62)
إِنَّا جَعَلْنَاهَا فِتْنَةً لِلظَّالِمِينَ
Sesungguhnya Kami menjadikan pohon zaqqum itu sebagai siksaan bagi orang-orang yang zalim.
Surah As-Saffat (37:63)
إِنَّهَا شَجَرَةٌ تَخْرُجُ فِي أَصْلِ الْجَحِيمِ
Sesungguhnya dia adalah sebatang pohon yang ke luar dari dasar neraka yang menyala.
Surah As-Saffat (37:64)
طَلْعُهَا كَأَنَّهُ رُءُوسُ الشَّيَاطِينِ
mayangnya seperti kepala syaitan-syaitan.
Surah As-Saffat (37:65)
Surat Ash-shaffat ayat 62-65 menjelaskan tentang makanan orang di neraka berupa buah zaqqum.
Abu Jahal mengatakan bahwa pohon zaqqum itu tentunya seperti kurma Yatsrib yang dapat kamu santap.
Kemudian, Allah menghina Abu Jahal dalam Surat Ad-Dukhan ayat 43 - 49 .
إِنَّ شَجَرَتَ الزَّقُّومِ
Sesungguhnya pohon zaqqum itu,
Surah Ad-Dukhan (44:43)
طَعَامُ الْأَثِيمِ
makanan orang yang banyak berdosa.
Surah Ad-Dukhan (44:44)
كَالْمُهْلِ يَغْلِي فِي الْبُطُونِ
(Ia) sebagai kotoran minyak yang mendidih di dalam perut,
Surah Ad-Dukhan (44:45)
كَغَلْيِ الْحَمِيمِ
seperti mendidihnya air yang amat panas.
Surah Ad-Dukhan (44:46)
خُذُوهُ فَاعْتِلُوهُ إِلَىٰ سَوَاءِ الْجَحِيمِ
Peganglah dia kemudian seretlah dia ke tengah-tengah neraka.
Surah Ad-Dukhan (44:47)
ثُمَّ صُبُّوا فَوْقَ رَأْسِهِ مِنْ عَذَابِ الْحَمِيمِ
Kemudian tuangkanlah di atas kepalanya siksaan (dari) air yang amat panas.
Surah Ad-Dukhan (44:48)
ذُقْ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْكَرِيمُ
Rasakanlah, sesungguhnya kamu orang yang perkasa lagi mulia.
Surah Ad-Dukhan (44:49)
Abdullah bin Ummi Maktum
Seorang buta bernama Abdullah bin Ummi Maktum bertanya,
"Ada seseorang bernama Muhammad yang membawa ajaran baru?" Temannya mengiyakan.
"Ajaran yang mengajak meyembah Tuhan Yang Mahatinggi?" tanya Abdullah bin Ummi Maktum lagi.
"Benar"
"Tuhan itu tidak bisa diraba seperti berhala?"
"Betul, Abdullah bin Ummi Maktum. Begitulah yang diajarkannya."
Abdullah bin Ummi Maktum termenung sambil menggosok-gosok ujung jemari tangannya.
"Tuhan yang tidak bisa diraba?" Pikir Abdullah bin Ummi Maktum,
"padahal ujung jariku ini sudah mengenal betul berhala-berhala. Aku bahkan bisa membedakan Latta dan Uzza dengan memegang hidung mereka. Seandainya aku bisa bertemu sendiri dengan Muhammad!"
Dipenuhi rasa ingin tahu yang besar, Abdullah bin Ummi Maktum menemui Rasulullah. Sayang sekali, saat itu Rasulullah sedang menyampaikan ayat-ayat Al Qur'an kepada Walid bin Mughirah. Ia adalah seorang pembesar Quraisy yang sangat diharapkan keislamanannya.
Akan tetapi, Abdullah bin Ummi Maktum tidak mengetahui kehadiran Walid, karena buta, dia terus mendesak, mendesak dan mendesak Rasulullah agar saat itu juga menerangkan tentang Islam kepadanya.
Karena tidak tahan didesak terus, sedangkan beliau sedang mendakwahi seorang tokoh penting, Rasulullah membuang wajah beliau.
Saat itu, firman Allah turun untuk menegur beliau,
(QS 'Abasa, 80 ayat 1-6)
عَبَسَ وَتَوَلَّىٰ
Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling,
Surah 'Abasa (80:1)
أَنْ جَاءَهُ الْأَعْمَىٰ
karena telah datang seorang buta kepadanya.
Surah 'Abasa (80:2)
وَمَا يُدْرِيكَ لَعَلَّهُ يَزَّكَّىٰ
Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa),
Surah 'Abasa (80:3)
أَوْ يَذَّكَّرُ فَتَنْفَعَهُ الذِّكْرَىٰ
atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya?
Surah 'Abasa (80:4)
أَمَّا مَنِ اسْتَغْنَىٰ
Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup,
Surah 'Abasa (80:5)
فَأَنْتَ لَهُ تَصَدَّىٰ
maka kamu melayaninya.
Surah 'Abasa (80:6)
Demikianlah, Allah sangat menjaga utusan-Nya dari kesalahan, bahkan untuk kesalahan sekecil itu. Apalagi Rasulullah adalah orang yang sangat halus perasaanya sehingga jika akan merugikan orang miskin atau orang lemah, beliau merasa takut.
Karena Dengki
Kebanyakan para pembesar Quraisy tidak mau mengikuti Nabi bukan karena lebih yakin dengan berhala, melainkan lebih karena dengki, mengapa Muhammad diangkat menjadi Nabi, bukan mereka?
Walid bin Mughirah berkata, "Wahyu didatangkan kepada Muhammad bukan kepadaku, padahal aku kepala dan pemimpin Quraisy, juga tidak kepada Abu Mas'ud Amr bin Umair Ats Tsaqafi sebagai pemimpin Tsaqif. Kami adalah pembesar-pembesar dua kota."
Mengejek Al Qur'an
أَذَٰلِكَ خَيْرٌ نُزُلًا أَمْ شَجَرَةُ الزَّقُّومِ
(Makanan surga) itukah hidangan yang lebih baik ataukah pohon zaqqum.
Surah As-Saffat (37:62)
إِنَّا جَعَلْنَاهَا فِتْنَةً لِلظَّالِمِينَ
Sesungguhnya Kami menjadikan pohon zaqqum itu sebagai siksaan bagi orang-orang yang zalim.
Surah As-Saffat (37:63)
إِنَّهَا شَجَرَةٌ تَخْرُجُ فِي أَصْلِ الْجَحِيمِ
Sesungguhnya dia adalah sebatang pohon yang ke luar dari dasar neraka yang menyala.
Surah As-Saffat (37:64)
طَلْعُهَا كَأَنَّهُ رُءُوسُ الشَّيَاطِينِ
mayangnya seperti kepala syaitan-syaitan.
Surah As-Saffat (37:65)
Surat Ash-shaffat ayat 62-65 menjelaskan tentang makanan orang di neraka berupa buah zaqqum.
Abu Jahal mengatakan bahwa pohon zaqqum itu tentunya seperti kurma Yatsrib yang dapat kamu santap.
Kemudian, Allah menghina Abu Jahal dalam Surat Ad-Dukhan ayat 43 - 49 .
إِنَّ شَجَرَتَ الزَّقُّومِ
Sesungguhnya pohon zaqqum itu,
Surah Ad-Dukhan (44:43)
طَعَامُ الْأَثِيمِ
makanan orang yang banyak berdosa.
Surah Ad-Dukhan (44:44)
كَالْمُهْلِ يَغْلِي فِي الْبُطُونِ
(Ia) sebagai kotoran minyak yang mendidih di dalam perut,
Surah Ad-Dukhan (44:45)
كَغَلْيِ الْحَمِيمِ
seperti mendidihnya air yang amat panas.
Surah Ad-Dukhan (44:46)
خُذُوهُ فَاعْتِلُوهُ إِلَىٰ سَوَاءِ الْجَحِيمِ
Peganglah dia kemudian seretlah dia ke tengah-tengah neraka.
Surah Ad-Dukhan (44:47)
ثُمَّ صُبُّوا فَوْقَ رَأْسِهِ مِنْ عَذَابِ الْحَمِيمِ
Kemudian tuangkanlah di atas kepalanya siksaan (dari) air yang amat panas.
Surah Ad-Dukhan (44:48)
ذُقْ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْكَرِيمُ
Rasakanlah, sesungguhnya kamu orang yang perkasa lagi mulia.
Surah Ad-Dukhan (44:49)
Abdullah bin Ummi Maktum
Seorang buta bernama Abdullah bin Ummi Maktum bertanya,
"Ada seseorang bernama Muhammad yang membawa ajaran baru?" Temannya mengiyakan.
"Ajaran yang mengajak meyembah Tuhan Yang Mahatinggi?" tanya Abdullah bin Ummi Maktum lagi.
"Benar"
"Tuhan itu tidak bisa diraba seperti berhala?"
"Betul, Abdullah bin Ummi Maktum. Begitulah yang diajarkannya."
Abdullah bin Ummi Maktum termenung sambil menggosok-gosok ujung jemari tangannya.
"Tuhan yang tidak bisa diraba?" Pikir Abdullah bin Ummi Maktum,
"padahal ujung jariku ini sudah mengenal betul berhala-berhala. Aku bahkan bisa membedakan Latta dan Uzza dengan memegang hidung mereka. Seandainya aku bisa bertemu sendiri dengan Muhammad!"
Dipenuhi rasa ingin tahu yang besar, Abdullah bin Ummi Maktum menemui Rasulullah. Sayang sekali, saat itu Rasulullah sedang menyampaikan ayat-ayat Al Qur'an kepada Walid bin Mughirah. Ia adalah seorang pembesar Quraisy yang sangat diharapkan keislamanannya.
Akan tetapi, Abdullah bin Ummi Maktum tidak mengetahui kehadiran Walid, karena buta, dia terus mendesak, mendesak dan mendesak Rasulullah agar saat itu juga menerangkan tentang Islam kepadanya.
Karena tidak tahan didesak terus, sedangkan beliau sedang mendakwahi seorang tokoh penting, Rasulullah membuang wajah beliau.
Saat itu, firman Allah turun untuk menegur beliau,
(QS 'Abasa, 80 ayat 1-6)
عَبَسَ وَتَوَلَّىٰ
Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling,
Surah 'Abasa (80:1)
أَنْ جَاءَهُ الْأَعْمَىٰ
karena telah datang seorang buta kepadanya.
Surah 'Abasa (80:2)
وَمَا يُدْرِيكَ لَعَلَّهُ يَزَّكَّىٰ
Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa),
Surah 'Abasa (80:3)
أَوْ يَذَّكَّرُ فَتَنْفَعَهُ الذِّكْرَىٰ
atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya?
Surah 'Abasa (80:4)
أَمَّا مَنِ اسْتَغْنَىٰ
Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup,
Surah 'Abasa (80:5)
فَأَنْتَ لَهُ تَصَدَّىٰ
maka kamu melayaninya.
Surah 'Abasa (80:6)
Demikianlah, Allah sangat menjaga utusan-Nya dari kesalahan, bahkan untuk kesalahan sekecil itu. Apalagi Rasulullah adalah orang yang sangat halus perasaanya sehingga jika akan merugikan orang miskin atau orang lemah, beliau merasa takut.
Karena Dengki
Kebanyakan para pembesar Quraisy tidak mau mengikuti Nabi bukan karena lebih yakin dengan berhala, melainkan lebih karena dengki, mengapa Muhammad diangkat menjadi Nabi, bukan mereka?
Walid bin Mughirah berkata, "Wahyu didatangkan kepada Muhammad bukan kepadaku, padahal aku kepala dan pemimpin Quraisy, juga tidak kepada Abu Mas'ud Amr bin Umair Ats Tsaqafi sebagai pemimpin Tsaqif. Kami adalah pembesar-pembesar dua kota."
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 47
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Hisyam bin Amr
Hisyam bin Amr berjalan bolak-balik di depan rumahnya sambil menggerutu, "Tiga tahun sudah Bani Hasyim diasingkan! Padahal, mereka masih bersaudara dengan suku-suku Quraisy yang lain. Ada yang sebagai sepupu, ipar, paman, bibi.
Kalau saja tidak ada aku dan beberapa orang lain yang suka menyelundupkan makanan dengan diam-diam, Bani Hasyim tentu sudah kelaparan! Sudah saatnya aku harus berbuat sesuatu!"
Dengan tekad demikian, Hisyam bin Amr pergi menemui sahabatnya, Zuhair bin Umayyah. Zuhair adalah adalah anggota bani Makhzum, tapi bibinya adalah Atikah binti Abdul Muthalib dari Bani Hasyim.
"Zuhair," tegur Hisyam,
"Aku heran engkau masih bisa tenang menikmati makanan, pakaian, dan lainnya, padahal engkau tahu keluarga ibumu dikurung sedemikian rupa hingga tidak boleh berhubungan dengan orang lain, tidak boleh berjual beli, tidak boleh saling menikahkan! Aku bersumpah kalau mereka itu keluargaku dari pihak ibuku, keluarga Abdul Hakam bin Hisyam, lalu diajak untuk mengasingkan mereka, tentu aku tolak mentah-mentah!"
Zuhair terperangah,
"Sebetulnya sudah lama sekali persoalan ini meresahkan hatiku," kata Zuhair kemudian.
"Jadi apa lagi yang engkau tunggu?" tanya Hisyam.
Keduanya pun sepakat untuk bersama-sama membatalkan piagam kejam itu. Namun, itu tidak cukup. Mereka harus mendapat dukungan juga dari yang lain.
Kemudian, secara rahasia malam itu juga mereka menemui Mut'im bin Adi dari Bani Naufal, Abu Al Bakhtary bin Hisyam, dan Zam'a bin Aswad dari Bani Asad. Kelima orang itu membulatkan tekad untuk membatalkan piagam yang telah tiga tahun dipasang di dinding Ka'bah.
Merobek Piagam
Esok harinya, Zuhair mengelingi Ka'bah tujuh kali seraya berseru, "Hai penduduk Mekah! Kamu sekalian enak-enak makan dan berpakaian, padahal Bani Hasyim binasa, tidak bisa membeli atau menjual sesuatu pun! Demi Allah, saya tidak akan duduk sebelum piagam yang kejam ini dirobek!"
Ketika itu, Abu Jahal berada tidak jauh dari tempat Zuhair, dengan cepat, datang menghampiri sambil berteriak,
"Engkau pendusta! Demi Allah, piagam itu tidak boleh dirobek!"
"Jika Zuhair engkau sebut pendusta, engkau jauh lebih pendusta!" balas Zam'a bin Aswad,
"Sebenarnya dulu pun saat piagam itu ditulis, kami tidak rela!"
"Zam'a benar!" dukung Abu Al Bakhtary,
"dulu kami tidak rela terhadap penulisan piagam itu dan kami pun tidak ikut menetapkannya!"
"Zam'a dan Abu Al Bakhtary benar!" sahut Mut'im bin Adi,
"dan siapa yang berkata selain itu dialah sang pendusta.
"Kami menyatakan kepada Allah untuk membebaskan diri dari piagam itu dan apa yang tertulis di dalamnya!"
Mata Abu Jahal berkilat-kilat dan bahunya gemetar menahan marah.
"Kalian pasti sudah bersekongkol tadi malam!" tuduhnya.
"Kalian diam-diam berkumpul ditempat tersembunyi dan memutuskan untuk mengingkari piagam bersama ini!"
Perang mulut hampir memuncak ketika Abu Thalib yang ketika dari tadi diam di pojok, berjalan mendatangi mereka. Sikapnya yang tenang membuat orang-orang yang sedang bertengkar terdiam.
Mereka memandang Abu Thalib dan menanti yang akan dikatakan pemimpin Bani Hasyim itu.
"Semalam Muhammad menyampaikan sebuah pesan kepadaku mengenai piagam itu, "demikian kata Abu Thalib.
Rayap yang Diutus Allah
"Muhammad menyampaikan kepadaku bahwa Allah telah mengutus rayap untuk memusnahkan piagam itu", lanjut Abu Thalib dengan tenang.
Orang-orang itu saling pandang dengan rasa heran bercampur takjub. Benarkah kabar ini?
Abu Thalib cepat berkata lagi,
"Jika kemenakan ku itu berbohong, kita biarkan apa yang ada di antara kalian dan dia. Biarlah kami menanggung pengasingan selamanya. Namun jika Muhammad benar, kalian harus berhenti memboikot dan berbuat semena-mena terhadap kami."
Tampak sekali Abu Thalib sangat yakin dengan perkataannya sehingga bersedia menanggung boikot sampai mati jika perkataan Rasulullah tidak benar.
Semua orang terdiam. Mereka terharu sekaligus mengagumi rasa saling percaya dan kesetiaan yang demikian tinggi antara Abu Thalib dan Rasulullah.
"Baiklah, engkau adil," kata mereka,
"kami terima perkataanmu tadi, Abu Thalib."
Berbondong-bondong, mereka pergi ke Ka'bah dan menemui bahwa yang dikatakan Rasulullah memang benar. Rayap telah memakan isi piagam itu, kecuali sebagian kecil yang bertuliskan "Bismika allahumma (Dengan nama-Mu ya Allah)."
Demikianlah, akhirnya piagam itu dibatalkan. Rasulullah dan keluarganya kini bisa kembali berada di tengah-tengah masyarakat seperti semula.
Apakah kini Rasulullah dan para pengikutnya bisa bernafas lebih lega? Apalagi adanya kekuasaan Allah melalui rayap, mungkinkah hati orang-orang musyrik berubah? Ternyata sama sekali tidak! Justru kekufuran mereka semakin menjadi-jadi. Mereka itu seperti yang tercantum dalam firman Allah:
وَإِنْ يَرَوْا آيَةً يُعْرِضُوا وَيَقُولُوا سِحْرٌ مُسْتَمِرٌّ
Dan jika mereka (orang-orang musyrikin) melihat suatu tanda (mukjizat), mereka berpaling dan berkata: (Ini adalah) sihir yang terus menerus.
Surah Al-Qamar (54:2)
Bulan-Bulan Suci
Ada empat bulan suci dalam setahun ketika Rasulullah dan kaum Muslimin dibebaskan dari pemboikotan. Bulan-bulan suci itu adalah bulan pertama, Muharram (saat diharamkannya kekerasan), lalu bulan ketujuh, Rajab (yang dihormati), kemudian bulan kesebelas, Dzulqa'dah (bulan damai), terakhir bulan kedua belas Dzuhijjah (bulan haji).
Tetap Berdakwah
Bulan-bulan suci (Muharram, Rajab Dzulqa'dah, Dzulhijjah) itulah dimanfaatkan Rasulullah untuk semakin giat berdakwah selama pemboikotan.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Hisyam bin Amr
Hisyam bin Amr berjalan bolak-balik di depan rumahnya sambil menggerutu, "Tiga tahun sudah Bani Hasyim diasingkan! Padahal, mereka masih bersaudara dengan suku-suku Quraisy yang lain. Ada yang sebagai sepupu, ipar, paman, bibi.
Kalau saja tidak ada aku dan beberapa orang lain yang suka menyelundupkan makanan dengan diam-diam, Bani Hasyim tentu sudah kelaparan! Sudah saatnya aku harus berbuat sesuatu!"
Dengan tekad demikian, Hisyam bin Amr pergi menemui sahabatnya, Zuhair bin Umayyah. Zuhair adalah adalah anggota bani Makhzum, tapi bibinya adalah Atikah binti Abdul Muthalib dari Bani Hasyim.
"Zuhair," tegur Hisyam,
"Aku heran engkau masih bisa tenang menikmati makanan, pakaian, dan lainnya, padahal engkau tahu keluarga ibumu dikurung sedemikian rupa hingga tidak boleh berhubungan dengan orang lain, tidak boleh berjual beli, tidak boleh saling menikahkan! Aku bersumpah kalau mereka itu keluargaku dari pihak ibuku, keluarga Abdul Hakam bin Hisyam, lalu diajak untuk mengasingkan mereka, tentu aku tolak mentah-mentah!"
Zuhair terperangah,
"Sebetulnya sudah lama sekali persoalan ini meresahkan hatiku," kata Zuhair kemudian.
"Jadi apa lagi yang engkau tunggu?" tanya Hisyam.
Keduanya pun sepakat untuk bersama-sama membatalkan piagam kejam itu. Namun, itu tidak cukup. Mereka harus mendapat dukungan juga dari yang lain.
Kemudian, secara rahasia malam itu juga mereka menemui Mut'im bin Adi dari Bani Naufal, Abu Al Bakhtary bin Hisyam, dan Zam'a bin Aswad dari Bani Asad. Kelima orang itu membulatkan tekad untuk membatalkan piagam yang telah tiga tahun dipasang di dinding Ka'bah.
Merobek Piagam
Esok harinya, Zuhair mengelingi Ka'bah tujuh kali seraya berseru, "Hai penduduk Mekah! Kamu sekalian enak-enak makan dan berpakaian, padahal Bani Hasyim binasa, tidak bisa membeli atau menjual sesuatu pun! Demi Allah, saya tidak akan duduk sebelum piagam yang kejam ini dirobek!"
Ketika itu, Abu Jahal berada tidak jauh dari tempat Zuhair, dengan cepat, datang menghampiri sambil berteriak,
"Engkau pendusta! Demi Allah, piagam itu tidak boleh dirobek!"
"Jika Zuhair engkau sebut pendusta, engkau jauh lebih pendusta!" balas Zam'a bin Aswad,
"Sebenarnya dulu pun saat piagam itu ditulis, kami tidak rela!"
"Zam'a benar!" dukung Abu Al Bakhtary,
"dulu kami tidak rela terhadap penulisan piagam itu dan kami pun tidak ikut menetapkannya!"
"Zam'a dan Abu Al Bakhtary benar!" sahut Mut'im bin Adi,
"dan siapa yang berkata selain itu dialah sang pendusta.
"Kami menyatakan kepada Allah untuk membebaskan diri dari piagam itu dan apa yang tertulis di dalamnya!"
Mata Abu Jahal berkilat-kilat dan bahunya gemetar menahan marah.
"Kalian pasti sudah bersekongkol tadi malam!" tuduhnya.
"Kalian diam-diam berkumpul ditempat tersembunyi dan memutuskan untuk mengingkari piagam bersama ini!"
Perang mulut hampir memuncak ketika Abu Thalib yang ketika dari tadi diam di pojok, berjalan mendatangi mereka. Sikapnya yang tenang membuat orang-orang yang sedang bertengkar terdiam.
Mereka memandang Abu Thalib dan menanti yang akan dikatakan pemimpin Bani Hasyim itu.
"Semalam Muhammad menyampaikan sebuah pesan kepadaku mengenai piagam itu, "demikian kata Abu Thalib.
Rayap yang Diutus Allah
"Muhammad menyampaikan kepadaku bahwa Allah telah mengutus rayap untuk memusnahkan piagam itu", lanjut Abu Thalib dengan tenang.
Orang-orang itu saling pandang dengan rasa heran bercampur takjub. Benarkah kabar ini?
Abu Thalib cepat berkata lagi,
"Jika kemenakan ku itu berbohong, kita biarkan apa yang ada di antara kalian dan dia. Biarlah kami menanggung pengasingan selamanya. Namun jika Muhammad benar, kalian harus berhenti memboikot dan berbuat semena-mena terhadap kami."
Tampak sekali Abu Thalib sangat yakin dengan perkataannya sehingga bersedia menanggung boikot sampai mati jika perkataan Rasulullah tidak benar.
Semua orang terdiam. Mereka terharu sekaligus mengagumi rasa saling percaya dan kesetiaan yang demikian tinggi antara Abu Thalib dan Rasulullah.
"Baiklah, engkau adil," kata mereka,
"kami terima perkataanmu tadi, Abu Thalib."
Berbondong-bondong, mereka pergi ke Ka'bah dan menemui bahwa yang dikatakan Rasulullah memang benar. Rayap telah memakan isi piagam itu, kecuali sebagian kecil yang bertuliskan "Bismika allahumma (Dengan nama-Mu ya Allah)."
Demikianlah, akhirnya piagam itu dibatalkan. Rasulullah dan keluarganya kini bisa kembali berada di tengah-tengah masyarakat seperti semula.
Apakah kini Rasulullah dan para pengikutnya bisa bernafas lebih lega? Apalagi adanya kekuasaan Allah melalui rayap, mungkinkah hati orang-orang musyrik berubah? Ternyata sama sekali tidak! Justru kekufuran mereka semakin menjadi-jadi. Mereka itu seperti yang tercantum dalam firman Allah:
وَإِنْ يَرَوْا آيَةً يُعْرِضُوا وَيَقُولُوا سِحْرٌ مُسْتَمِرٌّ
Dan jika mereka (orang-orang musyrikin) melihat suatu tanda (mukjizat), mereka berpaling dan berkata: (Ini adalah) sihir yang terus menerus.
Surah Al-Qamar (54:2)
Bulan-Bulan Suci
Ada empat bulan suci dalam setahun ketika Rasulullah dan kaum Muslimin dibebaskan dari pemboikotan. Bulan-bulan suci itu adalah bulan pertama, Muharram (saat diharamkannya kekerasan), lalu bulan ketujuh, Rajab (yang dihormati), kemudian bulan kesebelas, Dzulqa'dah (bulan damai), terakhir bulan kedua belas Dzuhijjah (bulan haji).
Tetap Berdakwah
Bulan-bulan suci (Muharram, Rajab Dzulqa'dah, Dzulhijjah) itulah dimanfaatkan Rasulullah untuk semakin giat berdakwah selama pemboikotan.
Hisyam bin Amr
Hisyam bin Amr berjalan bolak-balik di depan rumahnya sambil menggerutu, "Tiga tahun sudah Bani Hasyim diasingkan! Padahal, mereka masih bersaudara dengan suku-suku Quraisy yang lain. Ada yang sebagai sepupu, ipar, paman, bibi.
Kalau saja tidak ada aku dan beberapa orang lain yang suka menyelundupkan makanan dengan diam-diam, Bani Hasyim tentu sudah kelaparan! Sudah saatnya aku harus berbuat sesuatu!"
Dengan tekad demikian, Hisyam bin Amr pergi menemui sahabatnya, Zuhair bin Umayyah. Zuhair adalah adalah anggota bani Makhzum, tapi bibinya adalah Atikah binti Abdul Muthalib dari Bani Hasyim.
"Zuhair," tegur Hisyam,
"Aku heran engkau masih bisa tenang menikmati makanan, pakaian, dan lainnya, padahal engkau tahu keluarga ibumu dikurung sedemikian rupa hingga tidak boleh berhubungan dengan orang lain, tidak boleh berjual beli, tidak boleh saling menikahkan! Aku bersumpah kalau mereka itu keluargaku dari pihak ibuku, keluarga Abdul Hakam bin Hisyam, lalu diajak untuk mengasingkan mereka, tentu aku tolak mentah-mentah!"
Zuhair terperangah,
"Sebetulnya sudah lama sekali persoalan ini meresahkan hatiku," kata Zuhair kemudian.
"Jadi apa lagi yang engkau tunggu?" tanya Hisyam.
Keduanya pun sepakat untuk bersama-sama membatalkan piagam kejam itu. Namun, itu tidak cukup. Mereka harus mendapat dukungan juga dari yang lain.
Kemudian, secara rahasia malam itu juga mereka menemui Mut'im bin Adi dari Bani Naufal, Abu Al Bakhtary bin Hisyam, dan Zam'a bin Aswad dari Bani Asad. Kelima orang itu membulatkan tekad untuk membatalkan piagam yang telah tiga tahun dipasang di dinding Ka'bah.
Merobek Piagam
Esok harinya, Zuhair mengelingi Ka'bah tujuh kali seraya berseru, "Hai penduduk Mekah! Kamu sekalian enak-enak makan dan berpakaian, padahal Bani Hasyim binasa, tidak bisa membeli atau menjual sesuatu pun! Demi Allah, saya tidak akan duduk sebelum piagam yang kejam ini dirobek!"
Ketika itu, Abu Jahal berada tidak jauh dari tempat Zuhair, dengan cepat, datang menghampiri sambil berteriak,
"Engkau pendusta! Demi Allah, piagam itu tidak boleh dirobek!"
"Jika Zuhair engkau sebut pendusta, engkau jauh lebih pendusta!" balas Zam'a bin Aswad,
"Sebenarnya dulu pun saat piagam itu ditulis, kami tidak rela!"
"Zam'a benar!" dukung Abu Al Bakhtary,
"dulu kami tidak rela terhadap penulisan piagam itu dan kami pun tidak ikut menetapkannya!"
"Zam'a dan Abu Al Bakhtary benar!" sahut Mut'im bin Adi,
"dan siapa yang berkata selain itu dialah sang pendusta.
"Kami menyatakan kepada Allah untuk membebaskan diri dari piagam itu dan apa yang tertulis di dalamnya!"
Mata Abu Jahal berkilat-kilat dan bahunya gemetar menahan marah.
"Kalian pasti sudah bersekongkol tadi malam!" tuduhnya.
"Kalian diam-diam berkumpul ditempat tersembunyi dan memutuskan untuk mengingkari piagam bersama ini!"
Perang mulut hampir memuncak ketika Abu Thalib yang ketika dari tadi diam di pojok, berjalan mendatangi mereka. Sikapnya yang tenang membuat orang-orang yang sedang bertengkar terdiam.
Mereka memandang Abu Thalib dan menanti yang akan dikatakan pemimpin Bani Hasyim itu.
"Semalam Muhammad menyampaikan sebuah pesan kepadaku mengenai piagam itu, "demikian kata Abu Thalib.
Rayap yang Diutus Allah
"Muhammad menyampaikan kepadaku bahwa Allah telah mengutus rayap untuk memusnahkan piagam itu", lanjut Abu Thalib dengan tenang.
Orang-orang itu saling pandang dengan rasa heran bercampur takjub. Benarkah kabar ini?
Abu Thalib cepat berkata lagi,
"Jika kemenakan ku itu berbohong, kita biarkan apa yang ada di antara kalian dan dia. Biarlah kami menanggung pengasingan selamanya. Namun jika Muhammad benar, kalian harus berhenti memboikot dan berbuat semena-mena terhadap kami."
Tampak sekali Abu Thalib sangat yakin dengan perkataannya sehingga bersedia menanggung boikot sampai mati jika perkataan Rasulullah tidak benar.
Semua orang terdiam. Mereka terharu sekaligus mengagumi rasa saling percaya dan kesetiaan yang demikian tinggi antara Abu Thalib dan Rasulullah.
"Baiklah, engkau adil," kata mereka,
"kami terima perkataanmu tadi, Abu Thalib."
Berbondong-bondong, mereka pergi ke Ka'bah dan menemui bahwa yang dikatakan Rasulullah memang benar. Rayap telah memakan isi piagam itu, kecuali sebagian kecil yang bertuliskan "Bismika allahumma (Dengan nama-Mu ya Allah)."
Demikianlah, akhirnya piagam itu dibatalkan. Rasulullah dan keluarganya kini bisa kembali berada di tengah-tengah masyarakat seperti semula.
Apakah kini Rasulullah dan para pengikutnya bisa bernafas lebih lega? Apalagi adanya kekuasaan Allah melalui rayap, mungkinkah hati orang-orang musyrik berubah? Ternyata sama sekali tidak! Justru kekufuran mereka semakin menjadi-jadi. Mereka itu seperti yang tercantum dalam firman Allah:
وَإِنْ يَرَوْا آيَةً يُعْرِضُوا وَيَقُولُوا سِحْرٌ مُسْتَمِرٌّ
Dan jika mereka (orang-orang musyrikin) melihat suatu tanda (mukjizat), mereka berpaling dan berkata: (Ini adalah) sihir yang terus menerus.
Surah Al-Qamar (54:2)
Bulan-Bulan Suci
Ada empat bulan suci dalam setahun ketika Rasulullah dan kaum Muslimin dibebaskan dari pemboikotan. Bulan-bulan suci itu adalah bulan pertama, Muharram (saat diharamkannya kekerasan), lalu bulan ketujuh, Rajab (yang dihormati), kemudian bulan kesebelas, Dzulqa'dah (bulan damai), terakhir bulan kedua belas Dzuhijjah (bulan haji).
Tetap Berdakwah
Bulan-bulan suci (Muharram, Rajab Dzulqa'dah, Dzulhijjah) itulah dimanfaatkan Rasulullah untuk semakin giat berdakwah selama pemboikotan.
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 48
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Ketegaran Tiada Banding
Suatu ketika, di tengah jalan, Rasulullah berpapasan dengan Umayyah bin Khalaf. Umayyah bin Khalaf adalah seorang pemuda berperangai buruk. Ia suka bermusuhan dan tidak punya rasa takut kepada siapa pun. Sekali pun Umar bin Khatthab dan Hamzah bin Abdul Muthalib telah bergabung dengan pasukan kaum Muslimin. Umayyah menganggap enteng-enteng saja. Dia bahkan telah sesumbar akan membunuh Rasulullah dengan tangannya sendiri.
Oleh karena itu, ketika berpapasan dengan Rasulullah, Umayyah langsung menggertak sambil menunjuk kuda yang dituntunnya, "Aku beri makan kuda ini, tidak lain adalah untuk membunuhmu!"
Rasulullah menatap Umayyah dengan tajam sambil membalas cepat, "Tidak, justru akulah yang akan membunuhmu dengan izin Allah."
Kini Rasulullah tidak segan lagi menjawab setiap ejekan dan ancaman orang-orang Quraisy. Beliau semakin gencar dan tekun berdakwah tanpa memperdulikan resikonya lagi. Keberanian Rasulullah ini meruntuhkan wibawa musuh-musuh beliau yang selama ini selalu membangga-banggakan diri.
Masyarakat kecil perlahan mulai terpengaruh dengan keberanian Rasulullah ini. Mereka merasa, jika bergabung dengan kaum Muslimin, mereka tidak akan diejek dan disakiti semena-mena lagi. Kekukuhan hati Rasulullah dalam menghadapi bahaya merambah ke hati orang-orang yang tertindas.
Suatu hari, seorang pria asing menjerit, "Wahai orang-orang Quraisy! Adakah orang yang bersedia menolong diriku? Hakku dirampas oleh Amr bin Hisyam (Abu Jahal)! Aku adalah pendatang dan telah dilakukan sewenang-wenang!"
Siapa orang Quraisy yang berani menantang keganasan Abu Jahal untuk menolong laki-laki malang ini?
Keberanian Rasulullah
Memang tidak ada yang berani! Tidak seorang pun! Namun, mereka menyarankan kepada laki-laki asing itu,
"Carilah Muhammad dan minta tolong kepadanya."
Walau menyarankan begitu, hampir semua orang yakin, Rasulullah akan mampu melakukannya. Semua tahu bahwa Abu Jahal adalah musuh Rasulullah yang paling jahat dan beringas.
"Ada apa, Saudara? Apa yang bisa kubantu?" Demikian sapa Rasulullah ketika orang asing itu datang.
"Tuan, aku adalah orang asing di sini. Amr bin Hisyam tidak mau membayar unta yang dibeli dariku!"
Rasulullah mengajak lelaki itu ke rumah Abu Jahal. Melihat mereka, orang-orang tertawa gaduh. Mereka yakin Muhammad tidak akan punya cukup keberanian untuk menghadapi Abu Jahal. Muhammad pasti akan mengecewakan laki-laki asing itu. Mereka bersiap-siap melontarkan ejekan paling menyakitkan untuk meruntuhkan wibawa Rasulullah di hadapan para pengikutnya.
Ketika Rasulullah dan orang asing itu tiba di rumah Abu Jahal, ia sedang berada ditengah-tengah budak dan para penunggang kudanya. Tiba-tiba pintu diketuk dengan keras. Wajah Abu Jahal memerah menahan marah,
"Siapa yang berani mengetuk pintuku sekeras itu? Tidak tahu dia kalau aku sedang bersama bawahanku! Dengan mudah, mereka bisa kusuruh melumatkan orang itu!"
Abu Jahal membuka pintu dan terkejut melihat Rasulullah di depannya. Saat itu wajah Rasulullah tampak sangat penuh percaya diri. Hati beliau sudah bulat untuk membela orang yang teraniaya ini.
Abu Jahal tidak berkata sepatah kata pun. Ia masuk ke rumah dan keluar lagi untuk membayar pembelian unta laki-laki asing itu.
Orang asing itu sangat berterimakasih kepada Rasulullah. Ia segera pergi dan bercerita kepada orang-orang di sekitar Ka'bah. Mau tidak mau, keberanian Rasulullah ini menimbulkan rasa kagum di hati mereka. Mereka yang tadi sudah siap mengejek pun membubarkan diri dengan perasaan bercampur aduk, kesal, geram, tetapi sekaligus hormat dan kagum.
Laki-laki dari Suku Ghifar
Kabar tentang ajaran Islam sudah mulai menyebar ke seluruh pelosok Jazirah Arabia. Suatu hari, datanglah seorang laki-laki berwajah ramah dan bijaksana. Abu Thalib melihatnya, lalu menegur, "Sepertinya Anda laki-laki asing?"
"Betul, namaku Abu Dzar dari suku Ghifar."
Sebelum datang sendiri, Abu Dzar mengutus seorang saudaranya untuk mencari tahu tentang Rasulullah. Sesudah melihat apa yang dilakukan Rasulullah, saudara Abu Dzar melaporkan,
"Demi Allah, aku telah melihat orang menyuruh kepada kebaikan dan mencegah dari keburukan."
Karena belum puas dengan berita itu, Abu Dzar pun datang ke Mekah. Ali bin Abu Thalib mengajak Abu Dzar bermalam di rumahnya. Esok harinya, Ali bertanya kepada Abu Dzar,
"Jika Anda tidak berkeberatan bercerita, apa yang mendorong Anda datang ke negeri ini?"
"Kalau Anda berjanji untuk merahasiakannya, aku akan menceritakannya."
Ali mengangguk.
Kemudian, Abu Dzar berkata,
"Di kampungku, kami mendengar tentang seseorang yang bernama Muhammad. Orang mengatakan bahwa ia membawa ajaran baru. Aku ingin menemuinya. Namun, aku tahu pemerintah Quraisy akan menindak setiap orang asing yang sengaja menemuinya."
"Ikuti saya," bisik Ali bin Abu Thalib, masuklah ke tempat saya masuk. Jika saya melihat orang yang saya khawatirkan akan mengganggu keselamatan Tuan, saya akan merapat ke tembok dan Tuan silahkan berjalan terus."
Malam itu juga, Abu Dzar bertemu Rasulullah.
"Hatiku sangat pedih melihat orang-orang kaya yang congkak, budak-budak yang sengsara, kaum perempuan yang tertindas, kaum miskin yang tidak mampu berbuat apa-apa. Apa yang Islam tawarkan untuk mengatasi semua ini?" tanya Abu Dzar.
Rasulullah menjawab semua pertanyaan itu sampai Abu Dzar merasa sangat puas. Saat itu juga, Abu Dzar menyatakan keimanannya dengan semangat menggelora.
Ketika Abu Dzar berpamitan, Rasulullah berpesan.
"Wahai Abu Dzar, kembalilah ke masyarakatmu. Kabarkanlah kepada mereka ajaran Islam, dan rahasiakanlah pertemuan kita ini dari penduduk Mekah karena aku khawatir mereka akan mengganggu keselamatanmu."
Abu Dzar malah pergi ke Ka'bah dan berseru-seru mengajak orang masuk Islam.
Anjuran bersabar kepada Abu Dzar
Suatu hari, Rasulullah bertanya kepada Abu Dzar,
"Wahai Abu Dzar, bagaimana pendapatmu jika menjumpai para pembesar yang mengambil barang upeti untuk mereka pribadi?"
Jawab Abu Dzar,
"Demi yang telah mengutus Anda dengan kebenaran, akan saya tebas mereka dengan pedang saya!"
Sabda Rasulullah,
"Maukah kamu aku beri jalan yang lebih baik dari itu? Yaitu bersabarlah sampai kamu menemuiku."
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Ketegaran Tiada Banding
Suatu ketika, di tengah jalan, Rasulullah berpapasan dengan Umayyah bin Khalaf. Umayyah bin Khalaf adalah seorang pemuda berperangai buruk. Ia suka bermusuhan dan tidak punya rasa takut kepada siapa pun. Sekali pun Umar bin Khatthab dan Hamzah bin Abdul Muthalib telah bergabung dengan pasukan kaum Muslimin. Umayyah menganggap enteng-enteng saja. Dia bahkan telah sesumbar akan membunuh Rasulullah dengan tangannya sendiri.
Oleh karena itu, ketika berpapasan dengan Rasulullah, Umayyah langsung menggertak sambil menunjuk kuda yang dituntunnya, "Aku beri makan kuda ini, tidak lain adalah untuk membunuhmu!"
Rasulullah menatap Umayyah dengan tajam sambil membalas cepat, "Tidak, justru akulah yang akan membunuhmu dengan izin Allah."
Kini Rasulullah tidak segan lagi menjawab setiap ejekan dan ancaman orang-orang Quraisy. Beliau semakin gencar dan tekun berdakwah tanpa memperdulikan resikonya lagi. Keberanian Rasulullah ini meruntuhkan wibawa musuh-musuh beliau yang selama ini selalu membangga-banggakan diri.
Masyarakat kecil perlahan mulai terpengaruh dengan keberanian Rasulullah ini. Mereka merasa, jika bergabung dengan kaum Muslimin, mereka tidak akan diejek dan disakiti semena-mena lagi. Kekukuhan hati Rasulullah dalam menghadapi bahaya merambah ke hati orang-orang yang tertindas.
Suatu hari, seorang pria asing menjerit, "Wahai orang-orang Quraisy! Adakah orang yang bersedia menolong diriku? Hakku dirampas oleh Amr bin Hisyam (Abu Jahal)! Aku adalah pendatang dan telah dilakukan sewenang-wenang!"
Siapa orang Quraisy yang berani menantang keganasan Abu Jahal untuk menolong laki-laki malang ini?
Keberanian Rasulullah
Memang tidak ada yang berani! Tidak seorang pun! Namun, mereka menyarankan kepada laki-laki asing itu,
"Carilah Muhammad dan minta tolong kepadanya."
Walau menyarankan begitu, hampir semua orang yakin, Rasulullah akan mampu melakukannya. Semua tahu bahwa Abu Jahal adalah musuh Rasulullah yang paling jahat dan beringas.
"Ada apa, Saudara? Apa yang bisa kubantu?" Demikian sapa Rasulullah ketika orang asing itu datang.
"Tuan, aku adalah orang asing di sini. Amr bin Hisyam tidak mau membayar unta yang dibeli dariku!"
Rasulullah mengajak lelaki itu ke rumah Abu Jahal. Melihat mereka, orang-orang tertawa gaduh. Mereka yakin Muhammad tidak akan punya cukup keberanian untuk menghadapi Abu Jahal. Muhammad pasti akan mengecewakan laki-laki asing itu. Mereka bersiap-siap melontarkan ejekan paling menyakitkan untuk meruntuhkan wibawa Rasulullah di hadapan para pengikutnya.
Ketika Rasulullah dan orang asing itu tiba di rumah Abu Jahal, ia sedang berada ditengah-tengah budak dan para penunggang kudanya. Tiba-tiba pintu diketuk dengan keras. Wajah Abu Jahal memerah menahan marah,
"Siapa yang berani mengetuk pintuku sekeras itu? Tidak tahu dia kalau aku sedang bersama bawahanku! Dengan mudah, mereka bisa kusuruh melumatkan orang itu!"
Abu Jahal membuka pintu dan terkejut melihat Rasulullah di depannya. Saat itu wajah Rasulullah tampak sangat penuh percaya diri. Hati beliau sudah bulat untuk membela orang yang teraniaya ini.
Abu Jahal tidak berkata sepatah kata pun. Ia masuk ke rumah dan keluar lagi untuk membayar pembelian unta laki-laki asing itu.
Orang asing itu sangat berterimakasih kepada Rasulullah. Ia segera pergi dan bercerita kepada orang-orang di sekitar Ka'bah. Mau tidak mau, keberanian Rasulullah ini menimbulkan rasa kagum di hati mereka. Mereka yang tadi sudah siap mengejek pun membubarkan diri dengan perasaan bercampur aduk, kesal, geram, tetapi sekaligus hormat dan kagum.
Laki-laki dari Suku Ghifar
Kabar tentang ajaran Islam sudah mulai menyebar ke seluruh pelosok Jazirah Arabia. Suatu hari, datanglah seorang laki-laki berwajah ramah dan bijaksana. Abu Thalib melihatnya, lalu menegur, "Sepertinya Anda laki-laki asing?"
"Betul, namaku Abu Dzar dari suku Ghifar."
Sebelum datang sendiri, Abu Dzar mengutus seorang saudaranya untuk mencari tahu tentang Rasulullah. Sesudah melihat apa yang dilakukan Rasulullah, saudara Abu Dzar melaporkan,
"Demi Allah, aku telah melihat orang menyuruh kepada kebaikan dan mencegah dari keburukan."
Karena belum puas dengan berita itu, Abu Dzar pun datang ke Mekah. Ali bin Abu Thalib mengajak Abu Dzar bermalam di rumahnya. Esok harinya, Ali bertanya kepada Abu Dzar,
"Jika Anda tidak berkeberatan bercerita, apa yang mendorong Anda datang ke negeri ini?"
"Kalau Anda berjanji untuk merahasiakannya, aku akan menceritakannya."
Ali mengangguk.
Kemudian, Abu Dzar berkata,
"Di kampungku, kami mendengar tentang seseorang yang bernama Muhammad. Orang mengatakan bahwa ia membawa ajaran baru. Aku ingin menemuinya. Namun, aku tahu pemerintah Quraisy akan menindak setiap orang asing yang sengaja menemuinya."
"Ikuti saya," bisik Ali bin Abu Thalib, masuklah ke tempat saya masuk. Jika saya melihat orang yang saya khawatirkan akan mengganggu keselamatan Tuan, saya akan merapat ke tembok dan Tuan silahkan berjalan terus."
Malam itu juga, Abu Dzar bertemu Rasulullah.
"Hatiku sangat pedih melihat orang-orang kaya yang congkak, budak-budak yang sengsara, kaum perempuan yang tertindas, kaum miskin yang tidak mampu berbuat apa-apa. Apa yang Islam tawarkan untuk mengatasi semua ini?" tanya Abu Dzar.
Rasulullah menjawab semua pertanyaan itu sampai Abu Dzar merasa sangat puas. Saat itu juga, Abu Dzar menyatakan keimanannya dengan semangat menggelora.
Ketika Abu Dzar berpamitan, Rasulullah berpesan.
"Wahai Abu Dzar, kembalilah ke masyarakatmu. Kabarkanlah kepada mereka ajaran Islam, dan rahasiakanlah pertemuan kita ini dari penduduk Mekah karena aku khawatir mereka akan mengganggu keselamatanmu."
Abu Dzar malah pergi ke Ka'bah dan berseru-seru mengajak orang masuk Islam.
Anjuran bersabar kepada Abu Dzar
Suatu hari, Rasulullah bertanya kepada Abu Dzar,
"Wahai Abu Dzar, bagaimana pendapatmu jika menjumpai para pembesar yang mengambil barang upeti untuk mereka pribadi?"
Jawab Abu Dzar,
"Demi yang telah mengutus Anda dengan kebenaran, akan saya tebas mereka dengan pedang saya!"
Sabda Rasulullah,
"Maukah kamu aku beri jalan yang lebih baik dari itu? Yaitu bersabarlah sampai kamu menemuiku."
Ketegaran Tiada Banding
Suatu ketika, di tengah jalan, Rasulullah berpapasan dengan Umayyah bin Khalaf. Umayyah bin Khalaf adalah seorang pemuda berperangai buruk. Ia suka bermusuhan dan tidak punya rasa takut kepada siapa pun. Sekali pun Umar bin Khatthab dan Hamzah bin Abdul Muthalib telah bergabung dengan pasukan kaum Muslimin. Umayyah menganggap enteng-enteng saja. Dia bahkan telah sesumbar akan membunuh Rasulullah dengan tangannya sendiri.
Oleh karena itu, ketika berpapasan dengan Rasulullah, Umayyah langsung menggertak sambil menunjuk kuda yang dituntunnya, "Aku beri makan kuda ini, tidak lain adalah untuk membunuhmu!"
Rasulullah menatap Umayyah dengan tajam sambil membalas cepat, "Tidak, justru akulah yang akan membunuhmu dengan izin Allah."
Kini Rasulullah tidak segan lagi menjawab setiap ejekan dan ancaman orang-orang Quraisy. Beliau semakin gencar dan tekun berdakwah tanpa memperdulikan resikonya lagi. Keberanian Rasulullah ini meruntuhkan wibawa musuh-musuh beliau yang selama ini selalu membangga-banggakan diri.
Masyarakat kecil perlahan mulai terpengaruh dengan keberanian Rasulullah ini. Mereka merasa, jika bergabung dengan kaum Muslimin, mereka tidak akan diejek dan disakiti semena-mena lagi. Kekukuhan hati Rasulullah dalam menghadapi bahaya merambah ke hati orang-orang yang tertindas.
Suatu hari, seorang pria asing menjerit, "Wahai orang-orang Quraisy! Adakah orang yang bersedia menolong diriku? Hakku dirampas oleh Amr bin Hisyam (Abu Jahal)! Aku adalah pendatang dan telah dilakukan sewenang-wenang!"
Siapa orang Quraisy yang berani menantang keganasan Abu Jahal untuk menolong laki-laki malang ini?
Keberanian Rasulullah
Memang tidak ada yang berani! Tidak seorang pun! Namun, mereka menyarankan kepada laki-laki asing itu,
"Carilah Muhammad dan minta tolong kepadanya."
Walau menyarankan begitu, hampir semua orang yakin, Rasulullah akan mampu melakukannya. Semua tahu bahwa Abu Jahal adalah musuh Rasulullah yang paling jahat dan beringas.
"Ada apa, Saudara? Apa yang bisa kubantu?" Demikian sapa Rasulullah ketika orang asing itu datang.
"Tuan, aku adalah orang asing di sini. Amr bin Hisyam tidak mau membayar unta yang dibeli dariku!"
Rasulullah mengajak lelaki itu ke rumah Abu Jahal. Melihat mereka, orang-orang tertawa gaduh. Mereka yakin Muhammad tidak akan punya cukup keberanian untuk menghadapi Abu Jahal. Muhammad pasti akan mengecewakan laki-laki asing itu. Mereka bersiap-siap melontarkan ejekan paling menyakitkan untuk meruntuhkan wibawa Rasulullah di hadapan para pengikutnya.
Ketika Rasulullah dan orang asing itu tiba di rumah Abu Jahal, ia sedang berada ditengah-tengah budak dan para penunggang kudanya. Tiba-tiba pintu diketuk dengan keras. Wajah Abu Jahal memerah menahan marah,
"Siapa yang berani mengetuk pintuku sekeras itu? Tidak tahu dia kalau aku sedang bersama bawahanku! Dengan mudah, mereka bisa kusuruh melumatkan orang itu!"
Abu Jahal membuka pintu dan terkejut melihat Rasulullah di depannya. Saat itu wajah Rasulullah tampak sangat penuh percaya diri. Hati beliau sudah bulat untuk membela orang yang teraniaya ini.
Abu Jahal tidak berkata sepatah kata pun. Ia masuk ke rumah dan keluar lagi untuk membayar pembelian unta laki-laki asing itu.
Orang asing itu sangat berterimakasih kepada Rasulullah. Ia segera pergi dan bercerita kepada orang-orang di sekitar Ka'bah. Mau tidak mau, keberanian Rasulullah ini menimbulkan rasa kagum di hati mereka. Mereka yang tadi sudah siap mengejek pun membubarkan diri dengan perasaan bercampur aduk, kesal, geram, tetapi sekaligus hormat dan kagum.
Laki-laki dari Suku Ghifar
Kabar tentang ajaran Islam sudah mulai menyebar ke seluruh pelosok Jazirah Arabia. Suatu hari, datanglah seorang laki-laki berwajah ramah dan bijaksana. Abu Thalib melihatnya, lalu menegur, "Sepertinya Anda laki-laki asing?"
"Betul, namaku Abu Dzar dari suku Ghifar."
Sebelum datang sendiri, Abu Dzar mengutus seorang saudaranya untuk mencari tahu tentang Rasulullah. Sesudah melihat apa yang dilakukan Rasulullah, saudara Abu Dzar melaporkan,
"Demi Allah, aku telah melihat orang menyuruh kepada kebaikan dan mencegah dari keburukan."
Karena belum puas dengan berita itu, Abu Dzar pun datang ke Mekah. Ali bin Abu Thalib mengajak Abu Dzar bermalam di rumahnya. Esok harinya, Ali bertanya kepada Abu Dzar,
"Jika Anda tidak berkeberatan bercerita, apa yang mendorong Anda datang ke negeri ini?"
"Kalau Anda berjanji untuk merahasiakannya, aku akan menceritakannya."
Ali mengangguk.
Kemudian, Abu Dzar berkata,
"Di kampungku, kami mendengar tentang seseorang yang bernama Muhammad. Orang mengatakan bahwa ia membawa ajaran baru. Aku ingin menemuinya. Namun, aku tahu pemerintah Quraisy akan menindak setiap orang asing yang sengaja menemuinya."
"Ikuti saya," bisik Ali bin Abu Thalib, masuklah ke tempat saya masuk. Jika saya melihat orang yang saya khawatirkan akan mengganggu keselamatan Tuan, saya akan merapat ke tembok dan Tuan silahkan berjalan terus."
Malam itu juga, Abu Dzar bertemu Rasulullah.
"Hatiku sangat pedih melihat orang-orang kaya yang congkak, budak-budak yang sengsara, kaum perempuan yang tertindas, kaum miskin yang tidak mampu berbuat apa-apa. Apa yang Islam tawarkan untuk mengatasi semua ini?" tanya Abu Dzar.
Rasulullah menjawab semua pertanyaan itu sampai Abu Dzar merasa sangat puas. Saat itu juga, Abu Dzar menyatakan keimanannya dengan semangat menggelora.
Ketika Abu Dzar berpamitan, Rasulullah berpesan.
"Wahai Abu Dzar, kembalilah ke masyarakatmu. Kabarkanlah kepada mereka ajaran Islam, dan rahasiakanlah pertemuan kita ini dari penduduk Mekah karena aku khawatir mereka akan mengganggu keselamatanmu."
Abu Dzar malah pergi ke Ka'bah dan berseru-seru mengajak orang masuk Islam.
Anjuran bersabar kepada Abu Dzar
Suatu hari, Rasulullah bertanya kepada Abu Dzar,
"Wahai Abu Dzar, bagaimana pendapatmu jika menjumpai para pembesar yang mengambil barang upeti untuk mereka pribadi?"
Jawab Abu Dzar,
"Demi yang telah mengutus Anda dengan kebenaran, akan saya tebas mereka dengan pedang saya!"
Sabda Rasulullah,
"Maukah kamu aku beri jalan yang lebih baik dari itu? Yaitu bersabarlah sampai kamu menemuiku."
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 49
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Abu Thalib Sakit Keras
Beberapa bulan setelah piagam dihapus, Rasulullah kembali mengalami ujian besar. Kali ini bukan penyiksaan dari pihakUntuk lawan, melainkan berupa kehilangan orang yang beliau cintai.
Karena sudah lanjut usia dan menderita kehidupan berat di pengasingan selama tiga tahun, Abu Thalib jatuh sakit. Saat itu usianya sudah delapan puluh tahun. Mengetahui Abu Thalib sakit keras, orang-orang Quraisy khawatir akan terjadi perang antara kaum Quraisy dan Rasulullah beserta para pengikutnya. Apalagi dipihak Rasulullah ada Hamzah dan Umar yang terkenal garang dan keras. Selama ini, Abu Thalib selalu bisa menjadi penengah kedua belah pihak.
Para pemuka Quraisy menemui Abu Thalib dipembaringan dan berkata,
"Abu Thalib, engkau adalah keluarga kami juga. Sekarang ini, keadaan antara kami dan kemenakanmu sudah sangat mencemaskan kami. Panggilah dia. Kami dan dia akan saling memberi dan menerima. Biarlah dia dengan agamanya dan kami dengan agama kami pula".
Rasulullah Kemudian datang. Mengetahui maksud kedatangan mereka, Rasulullah bersabda,
"Sepatah kata saja saya minta yang akan membuat mereka merajai semua orang Arab dan bukan Arab."
"Katakanlah, demi ayahmu," kata Abu Jahal,
"sepuluh kata sekali pun silahkan!"
Rasulullah bersabda,
"Katakan, tidak ada ada Tuhan selain Allah dan tinggalkan segala penyembahan selain Allah."
"Muhammad," seru mereka,
"maksudmu tuhan-tuhan itu dijadikan satu saja?"
Para Pembesar Quraisy Saling pandang dengan kecewa menghadapi keteguhan Rasulullah.
"Pulanglah," kata mereka satu sama lain,
"orang Ini tidak akan memberikan apa-apa seperti yang kamu kehendaki. Pergilah Kalian!"
Abu Thalib Wafat
Rasulullah duduk di sisi pembaringan pamannya. Dengan sedih, ditatapnya wajah bijaksana orang tua itu. Hati Rasulullah dipenuhi rasa duka, tidak hanya karena melihat sakit sebelum maut yang diderita Abu Thalib, tetapi juga karena sampai saat itu, pamannya belum juga membuka hatinya kepada Islam.
Rasulullah menggenggam tangan pamannya dengan lembut. Inilah Abu Thalib yang dulu mengajaknya berdagang ke Syam karena tidak tega berpisah dengannya. Inilah pamannya yang dulu merawatnya penuh kasih sayang, bahkan mencintainya melebihi kecintaan kepada anak-anaknya sendiri. Inilah Abu Thalib yang membuka jalan pertemuannya dengan Khadijah dan mendorongnya menjadi pemimpin kafilah dagang Khadijah. Inilah Abu Thalib yang selalu menjadi pelindungnya sejak dirinya menjadi yatim sampai menjadi utusan Allah.
Abu Thalib membuka matanya yang sayu dan memandang Rasulullah, "Demi Allah, wahai anak saudaraku, aku tidak melihatmu menawarkan sesuatu yang berat kepada para pemuka kaummu."
Sejenak timbul harapan Rasulullah akan keislaman pamannya itu,
"Wahai pamanku, ucapkanlah satu kalimat maka dengan kalimat tersebut engkau berhak mendapat syafaatku pada Hari Kiamat."
Akan tetapi, Abu Thalib tetap enggan menerima ajakan tersebut. Kemudian wafatlah ia. Kini, hilang sudah seorang pelindung Rasulullah. Mulai saat ini, Rasulullah harus menghadapi semuanya sendiri.
Kata-Kata Terakhir Abu Thalib
Ketika Rasulullah mengajak Abu Thalib mengucapkan syahadat pada saat-saat terakhirnya, Abu Thalib berkata,
"Kalau saja aku tidak khawatir nasib keluargaku akan dianiaya setelah kepergianku dan kaum Quraisy bakal mengatakan, bahwa aku berucap karena gentar menghadapi sakaratul maut, aku tentu mengucapkannya. Kalau pun kuucapkan, itu sekadar menyenangkan hatimu."
Khadijah Wafat
Seusai penguburan Abu Thalib, Rasulullah kembali ke rumah dan menemukan Khadijah jatuh sakit. Rasulullah menggenggam tangan Khadijah yang kini terasa panas. Dari hari ke hari, wajah Khadijah semakin pucat dan gemetar, Rasulullah amat terharu. Pada saat-saat seperti ini, istrinya itu tetap berusaha menguatkan hatinya. Seolah-olah Khadijah tahu bahwa perjuangan suaminya masih sangat panjang dan berliku, sedangkan perjuangannya sendiri sudah mencapai titik akhir.
Akhirnya saat perpisahan sepasang suami istri yang mulia itu pun tiba. Hanya beberapa hari setelah Abu Thalib meninggal, Khadijah pun wafat dengan tenang.
Dalam beberapa hari saja, Rasulullah kehilangan dua orang yang sangat berarti dalam hidupnya, paman yang mengasuh dan melindunginya serta istri yang setia mendampingi dalam menempuh semua suka dan duka, terutama setelah beliau diangkat menjadi Rasul selama sepuluh tahun terakhir kehidupan mereka. Masa-masa duka ini dikenal dengan nama 'Amul Huzni (tahun kesedihan).
Saat itu, seolah-olah semua kegembiraan di hati Rasulullah pudar. Indahnya kehidupan seolah-olah ikut terkubur bersama jasad dua orang kesayangan itu. Rasulullah tertunduk di samping pusara Khadijah. Air mata beliau mengalir tanpa tertahan.
Beliau ingat, betapa besar penderitaan pamannya dan kesengsaraan yang dipikul istrinya saat mereka bertindak melindungi beliau. Rasanya, hidup Khadijah lebih banyak dilalui dengan menanggung begitu berat beban perjuangan dibanding menikmati manisnya kehidupan.
Keluarga dan sahabat merasakan betul kesedihan Rasulullah. Sekuat tenaga, mereka berusaha menghibur Rasulullah. Inilah saat-saat ketika para pengikut, yang biasanya dihibur dan dikuatkan hatinya oleh Rasulullah, berganti menghibur dan menguatkan hati Rasulullah. Sungguh pada saat yang mengharukan, tetap ada keindahan yang tampak dalam persaudaraan mereka.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Abu Thalib Sakit Keras
Beberapa bulan setelah piagam dihapus, Rasulullah kembali mengalami ujian besar. Kali ini bukan penyiksaan dari pihakUntuk lawan, melainkan berupa kehilangan orang yang beliau cintai.
Karena sudah lanjut usia dan menderita kehidupan berat di pengasingan selama tiga tahun, Abu Thalib jatuh sakit. Saat itu usianya sudah delapan puluh tahun. Mengetahui Abu Thalib sakit keras, orang-orang Quraisy khawatir akan terjadi perang antara kaum Quraisy dan Rasulullah beserta para pengikutnya. Apalagi dipihak Rasulullah ada Hamzah dan Umar yang terkenal garang dan keras. Selama ini, Abu Thalib selalu bisa menjadi penengah kedua belah pihak.
Para pemuka Quraisy menemui Abu Thalib dipembaringan dan berkata,
"Abu Thalib, engkau adalah keluarga kami juga. Sekarang ini, keadaan antara kami dan kemenakanmu sudah sangat mencemaskan kami. Panggilah dia. Kami dan dia akan saling memberi dan menerima. Biarlah dia dengan agamanya dan kami dengan agama kami pula".
Rasulullah Kemudian datang. Mengetahui maksud kedatangan mereka, Rasulullah bersabda,
"Sepatah kata saja saya minta yang akan membuat mereka merajai semua orang Arab dan bukan Arab."
"Katakanlah, demi ayahmu," kata Abu Jahal,
"sepuluh kata sekali pun silahkan!"
Rasulullah bersabda,
"Katakan, tidak ada ada Tuhan selain Allah dan tinggalkan segala penyembahan selain Allah."
"Muhammad," seru mereka,
"maksudmu tuhan-tuhan itu dijadikan satu saja?"
Para Pembesar Quraisy Saling pandang dengan kecewa menghadapi keteguhan Rasulullah.
"Pulanglah," kata mereka satu sama lain,
"orang Ini tidak akan memberikan apa-apa seperti yang kamu kehendaki. Pergilah Kalian!"
Abu Thalib Wafat
Rasulullah duduk di sisi pembaringan pamannya. Dengan sedih, ditatapnya wajah bijaksana orang tua itu. Hati Rasulullah dipenuhi rasa duka, tidak hanya karena melihat sakit sebelum maut yang diderita Abu Thalib, tetapi juga karena sampai saat itu, pamannya belum juga membuka hatinya kepada Islam.
Rasulullah menggenggam tangan pamannya dengan lembut. Inilah Abu Thalib yang dulu mengajaknya berdagang ke Syam karena tidak tega berpisah dengannya. Inilah pamannya yang dulu merawatnya penuh kasih sayang, bahkan mencintainya melebihi kecintaan kepada anak-anaknya sendiri. Inilah Abu Thalib yang membuka jalan pertemuannya dengan Khadijah dan mendorongnya menjadi pemimpin kafilah dagang Khadijah. Inilah Abu Thalib yang selalu menjadi pelindungnya sejak dirinya menjadi yatim sampai menjadi utusan Allah.
Abu Thalib membuka matanya yang sayu dan memandang Rasulullah, "Demi Allah, wahai anak saudaraku, aku tidak melihatmu menawarkan sesuatu yang berat kepada para pemuka kaummu."
Sejenak timbul harapan Rasulullah akan keislaman pamannya itu,
"Wahai pamanku, ucapkanlah satu kalimat maka dengan kalimat tersebut engkau berhak mendapat syafaatku pada Hari Kiamat."
Akan tetapi, Abu Thalib tetap enggan menerima ajakan tersebut. Kemudian wafatlah ia. Kini, hilang sudah seorang pelindung Rasulullah. Mulai saat ini, Rasulullah harus menghadapi semuanya sendiri.
Kata-Kata Terakhir Abu Thalib
Ketika Rasulullah mengajak Abu Thalib mengucapkan syahadat pada saat-saat terakhirnya, Abu Thalib berkata,
"Kalau saja aku tidak khawatir nasib keluargaku akan dianiaya setelah kepergianku dan kaum Quraisy bakal mengatakan, bahwa aku berucap karena gentar menghadapi sakaratul maut, aku tentu mengucapkannya. Kalau pun kuucapkan, itu sekadar menyenangkan hatimu."
Khadijah Wafat
Seusai penguburan Abu Thalib, Rasulullah kembali ke rumah dan menemukan Khadijah jatuh sakit. Rasulullah menggenggam tangan Khadijah yang kini terasa panas. Dari hari ke hari, wajah Khadijah semakin pucat dan gemetar, Rasulullah amat terharu. Pada saat-saat seperti ini, istrinya itu tetap berusaha menguatkan hatinya. Seolah-olah Khadijah tahu bahwa perjuangan suaminya masih sangat panjang dan berliku, sedangkan perjuangannya sendiri sudah mencapai titik akhir.
Akhirnya saat perpisahan sepasang suami istri yang mulia itu pun tiba. Hanya beberapa hari setelah Abu Thalib meninggal, Khadijah pun wafat dengan tenang.
Dalam beberapa hari saja, Rasulullah kehilangan dua orang yang sangat berarti dalam hidupnya, paman yang mengasuh dan melindunginya serta istri yang setia mendampingi dalam menempuh semua suka dan duka, terutama setelah beliau diangkat menjadi Rasul selama sepuluh tahun terakhir kehidupan mereka. Masa-masa duka ini dikenal dengan nama 'Amul Huzni (tahun kesedihan).
Saat itu, seolah-olah semua kegembiraan di hati Rasulullah pudar. Indahnya kehidupan seolah-olah ikut terkubur bersama jasad dua orang kesayangan itu. Rasulullah tertunduk di samping pusara Khadijah. Air mata beliau mengalir tanpa tertahan.
Beliau ingat, betapa besar penderitaan pamannya dan kesengsaraan yang dipikul istrinya saat mereka bertindak melindungi beliau. Rasanya, hidup Khadijah lebih banyak dilalui dengan menanggung begitu berat beban perjuangan dibanding menikmati manisnya kehidupan.
Keluarga dan sahabat merasakan betul kesedihan Rasulullah. Sekuat tenaga, mereka berusaha menghibur Rasulullah. Inilah saat-saat ketika para pengikut, yang biasanya dihibur dan dikuatkan hatinya oleh Rasulullah, berganti menghibur dan menguatkan hati Rasulullah. Sungguh pada saat yang mengharukan, tetap ada keindahan yang tampak dalam persaudaraan mereka.
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 50
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Kenangan akan Khadijah
Kenangan akan Khadijah tetap hidup di hati Rasulullah sampai beliau wafat. Rasulullah ingat pernikahan mereka yang penuh berkah. Itulah satu-satunya pernikahan di dunia ini yang dipenuhi berkah surga dan dunia sekaligus.
Saat pernikahan itu, Khadijah mengadakan jamuan buat semua orang, mulai dari yang paling kaya sampai yang paling miskin. Bangsa Arab yang saat itu hanya mengenal air putih, dalam walimah pernikahan Rasulullah dan Khadijah, disuguhi minuman segar sari buah dan sirup mawar.
Selama beberapa hari, semua orang, baik tua maupun muda, makan di rumah Khadijah. Kepada orang-orang miskin, Khadijah memberikan beberapa keping uang emas dan perak serta pakaian. Kepada para janda, Khadijah menyumbangkan kebutuhan hidup yang belum pernah mereka rasakan sebelumnya.
Rasulullah juga terkenang saat setelah menikah, Khadijah tidak lagi tertarik pada perdagangan serta kesuksesan yang diraihnya. Pernikahan telah mengganti perhatian Khadijah. Beliau telah mendapatkan Muhammad Al Musthafa sebagai hartanya yang paling berharga di dunia ini. Begitu Khadijah menjadi istri Rasulullah semua perak, emas, dan berlian kehilangan harga di matanya. Rasullullah menjadi satu-satunya yang Khadijah sayangi, perhatikan, dan cintai. Beliau mengabdikan diri sepenuhnya pada kehidupan Rasulullah.
Saat-saat didampingi Khadijah boleh dikatakan merupakan sat-saat yang sangat membahagiakan Rasulullah. Dari rahim Khadijah-lah lahir dua orang putra dan empat orang putri Rasulullah, termasuk puteri terkecil mereka Fatimah Az Zahra, yang menjadi cahaya mata ayahnya.
Tidak ada laki-laki lain yang cocok mendampingi Khadijah selain Rasulullah. Begitu serasinya mereka sampai ada ahli sejarah yang menduga bahwa seandainya Khadijah tidak bertemu Rasulullah dalam hidupnya, kemungkinan besar Khadijah tidak akan menikah sampai akhir hidupnya, karena bukanlah kekayaan, ketampanan, dan keturunan yang menarik hati Khadijah, melainkan keluhuran budi yang mampu meluluhkan hatinya. Itulah yang ada dalam diri Rasulullah.
Rumah di Surga
Dalam Shahih Al Bukhari, Abu Hurairah berkata, Jibril mendatangi rumah Rasulullah seraya berkata, "Wahai Rasulullah, inilah yang datang Khadijah sambil membawa bejana yang di dalamnya ada lauk atau makanan atau minuman. Jika ia datang, sampaikan salam padanya dari Rabb-nya dan sampaikan kabar kepadanya tentang sebuah rumah di Surga yang di dalamnya tidak ada hiruk-pikuk dan keletihan."
Khadijah Wanita Sempurna
Sebelum kedatangan Islam, Khadijah dijuluki Ratu Mekah. Namun, ketika cahaya Islam terbit, Allah memberi beliau kedudukan sebagai ibu kaum beriman (ummulmukminin). Saat itu, sebagian kaum Muslimin adalah orang-orang miskin. Mereka tidak bisa mencari nafkah, karena orang-orang kafirlah yang menguasai perdagangan. Orang-orang itu tidak memberikan kesempatan bagi kaum Muslimin untuk bekerja. Pada saat itu, kaum Muslimin bisa terhindar dari kelaparan berkat bantuan Khadijah.
Khadijah juga memberi mereka tempat tinggal. Khadijah menggunakan begitu banyak uangnya untuk orang-orang Muslim di Mekah yang miskin akibat boikot orang-orang musyrik. Pertolongan Khadijah telah mematahkan tujuan orang-orang musyrik untuk menarik para pengikut Rasulullah yang miskin pada kekafiran lagi.
Khadijah tidak pernah menyisakan sampai uang terakhir yang dimilikinya demi kesejahteraan para pemeluk Islam. Cinta Khadijah kepada mereka tidak berbeda dengan cinta ibu kepada anaknya. Kalian tahu, seorang ibu rela mengorbankan nyawanya sendiri demi keselamatan anak-anaknya. Seorang ibu bisa merasakan lapar, namun jika anak-anaknya kelaparan, ia akan mengutamakan anak-anaknya lebih dulu. Ia akan memberikan jatah makannya untuk anak-anaknya dan rela menahan lapar. Bahkan jika anak-anaknya merasa kenyang dan senang, itu sudah cukup membuat seorang ibu juga merasa senang dan kenyang sehingga ia lupa rasa lapar yang dideritanya sendiri. Cinta seorang ibu tidak mengenal syarat. Cinta seorang ibu penuh perlindungan dan penuh kasih.
Dengan keluhuran budi istrinya yang begitu agung sangat wajar jika Rasulullah merasa amat berduka ketika Khadijah wafat.
Rasulullah Amat Mencintai Khadijah
Begitu besarnya cinta Rasulullah kepada Khadijah sampai beliau bersabda, "Demi Allah! Allah tidak menggantikan Khadijah dengan seorang yang lebih baik. Ia telah beriman kepadaku pada saat orang-orang mengingkari risalahku. Ia percaya kepadaku pada saat orang-orang nendustaiku. Ia telah mengorbankan hartanya padahal orang lain tidak mau melakukannya, dan Allah telah melimpahkan karunia bagiku anak-anak melalui Khadijah.
Setelah Abu Thalib Tiada
Ketika ibunya wafat, Fatimah Az Zahra baru berusia tiga tahun. Anak perempuan yang matanya masih basah karena baru kehilangan ibunya itu kini melihat ayahnya dihina orang sejadi-jadinya. Para tetangga mereka seperti Hakam bin Ash, Uqbah bin Abu Muith, Adi bin Hamra, dan Abu Lahab sangat sering melempar batu ketika ayahnya sedang shalat. Bahkan tidak cuma batu, tetapi juga jeroan kambing. Jeroan kambing itu pernah mereka melemparkan ke dalam panci masakan Rasulullah yang siap disajikan.
Kejadian paling ringan yang pernah menimpa Rasulullah adalah ketika seorang Quraisy pandir mencegatnya di jalan dan secara tiba-tiba menyiramkan tanah ke atas kepala beliau. Rasulullah tidak membalas hinaan itu. Beliau pulang ke rumah dengan kepala yang penuh tanah.
Di rumah, Fatimah membersihkan kepala ayahnya sambil menangis.
Tidak ada yang lebih pilu rasanya hati seorang ayah dibanding mendengar tangis anaknya. Apalagi yang menangis ini adalah anak perempuan yang baru saja ditinggal mati ibunya. Hampir kaku rasanya Rasulullah karena begitu pilu, bahkan beliau hampir saja ikut menangis.
Muhammad adalah ayah yang bijaksana dan penuh kasih sayang pada putri-putrinya. Tak ada lagi yang beliau lakukan menghadapi tangis pilu putrinya selain memohon pertolongan kepada Allah dengan keimanan sepenuh hati.
"Jangan menangis, putriku," begitu yang Rasulullah bisikkan kepada Fatimah sambil menghapus air matanya,
"sesungguhnya Allah akan melindungi ayahmu."
Rasulullah kemudian berkata,
"Sebelum wafat Abu Thalib, orang-orang Quraisy itu tidak seberapa menggangguku."
Apa yang kemudian beliau lakukan untuk melepaskan diri dari tekanan Quraisy yang semakin menjadi-jadi?
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Kenangan akan Khadijah tetap hidup di hati Rasulullah sampai beliau wafat. Rasulullah ingat pernikahan mereka yang penuh berkah. Itulah satu-satunya pernikahan di dunia ini yang dipenuhi berkah surga dan dunia sekaligus.
Saat pernikahan itu, Khadijah mengadakan jamuan buat semua orang, mulai dari yang paling kaya sampai yang paling miskin. Bangsa Arab yang saat itu hanya mengenal air putih, dalam walimah pernikahan Rasulullah dan Khadijah, disuguhi minuman segar sari buah dan sirup mawar.
Selama beberapa hari, semua orang, baik tua maupun muda, makan di rumah Khadijah. Kepada orang-orang miskin, Khadijah memberikan beberapa keping uang emas dan perak serta pakaian. Kepada para janda, Khadijah menyumbangkan kebutuhan hidup yang belum pernah mereka rasakan sebelumnya.
Rasulullah juga terkenang saat setelah menikah, Khadijah tidak lagi tertarik pada perdagangan serta kesuksesan yang diraihnya. Pernikahan telah mengganti perhatian Khadijah. Beliau telah mendapatkan Muhammad Al Musthafa sebagai hartanya yang paling berharga di dunia ini. Begitu Khadijah menjadi istri Rasulullah semua perak, emas, dan berlian kehilangan harga di matanya. Rasullullah menjadi satu-satunya yang Khadijah sayangi, perhatikan, dan cintai. Beliau mengabdikan diri sepenuhnya pada kehidupan Rasulullah.
Saat-saat didampingi Khadijah boleh dikatakan merupakan sat-saat yang sangat membahagiakan Rasulullah. Dari rahim Khadijah-lah lahir dua orang putra dan empat orang putri Rasulullah, termasuk puteri terkecil mereka Fatimah Az Zahra, yang menjadi cahaya mata ayahnya.
Tidak ada laki-laki lain yang cocok mendampingi Khadijah selain Rasulullah. Begitu serasinya mereka sampai ada ahli sejarah yang menduga bahwa seandainya Khadijah tidak bertemu Rasulullah dalam hidupnya, kemungkinan besar Khadijah tidak akan menikah sampai akhir hidupnya, karena bukanlah kekayaan, ketampanan, dan keturunan yang menarik hati Khadijah, melainkan keluhuran budi yang mampu meluluhkan hatinya. Itulah yang ada dalam diri Rasulullah.
Rumah di Surga
Dalam Shahih Al Bukhari, Abu Hurairah berkata, Jibril mendatangi rumah Rasulullah seraya berkata, "Wahai Rasulullah, inilah yang datang Khadijah sambil membawa bejana yang di dalamnya ada lauk atau makanan atau minuman. Jika ia datang, sampaikan salam padanya dari Rabb-nya dan sampaikan kabar kepadanya tentang sebuah rumah di Surga yang di dalamnya tidak ada hiruk-pikuk dan keletihan."
Khadijah Wanita Sempurna
Sebelum kedatangan Islam, Khadijah dijuluki Ratu Mekah. Namun, ketika cahaya Islam terbit, Allah memberi beliau kedudukan sebagai ibu kaum beriman (ummulmukminin). Saat itu, sebagian kaum Muslimin adalah orang-orang miskin. Mereka tidak bisa mencari nafkah, karena orang-orang kafirlah yang menguasai perdagangan. Orang-orang itu tidak memberikan kesempatan bagi kaum Muslimin untuk bekerja. Pada saat itu, kaum Muslimin bisa terhindar dari kelaparan berkat bantuan Khadijah.
Khadijah juga memberi mereka tempat tinggal. Khadijah menggunakan begitu banyak uangnya untuk orang-orang Muslim di Mekah yang miskin akibat boikot orang-orang musyrik. Pertolongan Khadijah telah mematahkan tujuan orang-orang musyrik untuk menarik para pengikut Rasulullah yang miskin pada kekafiran lagi.
Khadijah tidak pernah menyisakan sampai uang terakhir yang dimilikinya demi kesejahteraan para pemeluk Islam. Cinta Khadijah kepada mereka tidak berbeda dengan cinta ibu kepada anaknya. Kalian tahu, seorang ibu rela mengorbankan nyawanya sendiri demi keselamatan anak-anaknya. Seorang ibu bisa merasakan lapar, namun jika anak-anaknya kelaparan, ia akan mengutamakan anak-anaknya lebih dulu. Ia akan memberikan jatah makannya untuk anak-anaknya dan rela menahan lapar. Bahkan jika anak-anaknya merasa kenyang dan senang, itu sudah cukup membuat seorang ibu juga merasa senang dan kenyang sehingga ia lupa rasa lapar yang dideritanya sendiri. Cinta seorang ibu tidak mengenal syarat. Cinta seorang ibu penuh perlindungan dan penuh kasih.
Dengan keluhuran budi istrinya yang begitu agung sangat wajar jika Rasulullah merasa amat berduka ketika Khadijah wafat.
Rasulullah Amat Mencintai Khadijah
Begitu besarnya cinta Rasulullah kepada Khadijah sampai beliau bersabda, "Demi Allah! Allah tidak menggantikan Khadijah dengan seorang yang lebih baik. Ia telah beriman kepadaku pada saat orang-orang mengingkari risalahku. Ia percaya kepadaku pada saat orang-orang nendustaiku. Ia telah mengorbankan hartanya padahal orang lain tidak mau melakukannya, dan Allah telah melimpahkan karunia bagiku anak-anak melalui Khadijah.
Setelah Abu Thalib Tiada
Ketika ibunya wafat, Fatimah Az Zahra baru berusia tiga tahun. Anak perempuan yang matanya masih basah karena baru kehilangan ibunya itu kini melihat ayahnya dihina orang sejadi-jadinya. Para tetangga mereka seperti Hakam bin Ash, Uqbah bin Abu Muith, Adi bin Hamra, dan Abu Lahab sangat sering melempar batu ketika ayahnya sedang shalat. Bahkan tidak cuma batu, tetapi juga jeroan kambing. Jeroan kambing itu pernah mereka melemparkan ke dalam panci masakan Rasulullah yang siap disajikan.
Kejadian paling ringan yang pernah menimpa Rasulullah adalah ketika seorang Quraisy pandir mencegatnya di jalan dan secara tiba-tiba menyiramkan tanah ke atas kepala beliau. Rasulullah tidak membalas hinaan itu. Beliau pulang ke rumah dengan kepala yang penuh tanah.
Di rumah, Fatimah membersihkan kepala ayahnya sambil menangis.
Tidak ada yang lebih pilu rasanya hati seorang ayah dibanding mendengar tangis anaknya. Apalagi yang menangis ini adalah anak perempuan yang baru saja ditinggal mati ibunya. Hampir kaku rasanya Rasulullah karena begitu pilu, bahkan beliau hampir saja ikut menangis.
Muhammad adalah ayah yang bijaksana dan penuh kasih sayang pada putri-putrinya. Tak ada lagi yang beliau lakukan menghadapi tangis pilu putrinya selain memohon pertolongan kepada Allah dengan keimanan sepenuh hati.
"Jangan menangis, putriku," begitu yang Rasulullah bisikkan kepada Fatimah sambil menghapus air matanya,
"sesungguhnya Allah akan melindungi ayahmu."
Rasulullah kemudian berkata,
"Sebelum wafat Abu Thalib, orang-orang Quraisy itu tidak seberapa menggangguku."
Apa yang kemudian beliau lakukan untuk melepaskan diri dari tekanan Quraisy yang semakin menjadi-jadi?
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 51
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Tindakan Bengis Abu Lahab
Sepeninggal Abu Thalib, Abu Lahab terpilih sebagai ketua Bani Hasyim. Segera setelah ia terpilih, Abu Lahab menyatakan melepas perlindungan terhadap diri Rasulullah dengan memberikan pengumuman secara terbuka di Pasar Ukazh dan di Ka'bah. Ini adalah tindakan yang amat kejam, sampai Rasulullah sempat minta perlindungan dari keluarga selain Bani Hasyim.
Bani Hasyim adalah satu di antara sekian banyak kabilah. Pemimpin sebuah kabilah dipilih karena bijak, berani, dan tegas. Pemimpin kabilah menduduki kedudukan terhormat. Pemimpin kabilah biasanya dipilih setelah berusia 40 tahun.
Dalam pertempuran, kaum muda berjuang di garis depan melindungi pemimpin kabilah dan sesepuh di garis belakang.
Cara Rasulullah Berdakwah
Ada 6 cara yang dilakukan Rasulullah untuk berdakwah:
1. Mengumpulkan orang.
2. Mendatangi tempat-tempat pertemuan dan keramaian.
3. Mendatangi kota-kota lain.
4. Menugasi setiap muslim untuk berdakwah.
5. Menugasi muslim pilihan untuk mengajar.
6. Mengirimkan surat dan utusan kepada para raja dan pemimpin.
Tha'if
Rasulullah berdakwah ke Tha'if pada tahun 10 kenabian (akhir Mei 619). Tha'if terletak 100 kilometer sebelah Tenggara Mekah. Tha'if adalah kota pegunungan dengan ketinggian hampir 2.000 meter diatas permukaan laut. Tha'if adalah kota dagang dengan hasil bumi dan perkebunan buah seperti anggur.
Rasulullah mencoba mengalihkan dakwah langsung keluar Kota Mekah. Bersama Zaid bin Haritsah, Rasulullah pergi ke kota Tha'if. Tiba di kota itu, Rasulullah menemui tiga orang pembesar kota dan menawarkan Islam kepada mereka. Apa tanggapan mereka?
"Bahkan akan kusobek-sobek selubung Ka'bah untuk membuktikan bahwa demikian tidak percayanya aku padamu!" ujar seseorang.
Mendengar temannya bicara seperti itu, yang lain tersenyum mengejek sambil berkata,
"Apakah Tuhan tidak mendapatkan orang yang lebih baik daripada kamu? Kalau engkau seorang nabi, pastilah engkau terlalu mulia untuk menjadi teman bicaraku. Kalau bukan, maka engkau terlalu rendah kulayani."
Rasulullah meminta tiga pembesar Tha'if yaitu Mas'ud, Abdu Yalail, dan Habib, tidak mengumumkan kepada masyarakat penolakan mereka terhadap beliau. Akan tetapi, ketiga pembesar itu tidak mengabulkan permintaan Rasulullah. Mereka malah menghasut agar para pemuda mengolok-olok Rasulullah.
Mereka keluar dan berteriak kepada orang banyak,
"Wahai penduduk Tha'if! Lihat orang ini! Ia mencoba mengganti para berhala kita dengan satu Tuhan baru yang tidak terlihat!"
Para pemuda mulai datang bergerombol dengan wajah memerah karena murka.
"Orang ini rupanya berniat menipu dan membodohi kalian! Apa yang akan kalian perbuat?"
"Usir dia!"
"Jangan cuma diusir, lempar dia dengan batu agar jera dan tidak berani membawa kegilaannya kemari!"
Kemudian, mulailah para pemuda melempari Rasulullah dengan batu. Melihat hal itu, orang-orang kaya tidak mau ketinggalan. Mereka menyuruh budak-budaknya,
"Hei, tunggu apalagi? Ambil batu dan lempari dia! Sekaranglah saatnya kalian bersenang-senang!"
Rasulullah dan Zaid berlari di sepanjang jalan ke luar Kota Tha'if. Mereka diikuti hujan batu disertai gemuruh caci maki dan cemooh gerombolan pemuda dan budak. Batu-batu terbang berbunyi debag-debug menghantam seluruh tubuh Rasulullah meski sudah dilindungi Zaid. Darah suci Rasulullah berceceran di sepanjang jalan.
Doa Rasululllah
Setelah jauh keluar dari kota, gerombolan orang yang mengejar Rasulullah pun membubarkan diri dengan senyum puas dan mengejek. Saat itu Rasulullah bertemu dengan seorang istri pembesar Tha'if dari Bani Jumah yang sedang lewat. Perempuan itu memandang Rasulullah dengan rasa kasihan bercampur heran.
"Lihatlah, apa yang ditimpakan kepada kami oleh rakyat suamimu," sabda Rasulullah.
Mendengar orang Tha'iflah yang menganiaya beliau, perempuan itu berlalu dengan perasaan takut jika diketahui orang bahwa ia menunjukkan belas kasihan kepada Rasulullah.
Untuk melepas lelah dan membasuh luka, Rasulullah dan Zaid berlindung di sebuah kebun anggur milik Utbah dan Syaibah. Keduanya anak Rabi'ah, seorang pembesar Quraisy. Saat itu, keluarga Rabi'ah memerhatikan Rasulullah dari jauh, tetapi mereka tidak berbuat apa pun.
Setelah napasnya kembali normal, Rasulullah mengangkat kepala dan menengadah ke langit. Beliau memanjatkan doa yang amat mengharukan.
"Allahuma ya Allah, kepada-Mu juga aku mengadukan kelemahanku, kurangnya kemampuanku, serta kehinaanku di hadapan manusia."
"Oh Tuhan Maha Pengasih, Maha Penyayang, Engkaulah Pelindungku."
"Kepada siapa hendak Engkau serahkan aku? Kepada orang jauh yang berwajah muram, kepadaku, atau kepada musuh yang akan menguasai diriku?"
"Asalkan Engkau tidak murka kepadaku, aku tidak peduli, karena sungguh luas kenikmatan yang Engkau limpahkan kepadaku."
"Aku berlindung kepada nur wajah-Mu yang menyinari kegelapan, dunia, dan akhirat."
"Janganlah kemurkaan-Mu menimpa aku."
"Kepada-Mu lah aku menghamba sampai Engkau puas sesuai kehendak-Mu. Tiada yang lebih kuat dan kuasa dari pada-Mu."
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Sepeninggal Abu Thalib, Abu Lahab terpilih sebagai ketua Bani Hasyim. Segera setelah ia terpilih, Abu Lahab menyatakan melepas perlindungan terhadap diri Rasulullah dengan memberikan pengumuman secara terbuka di Pasar Ukazh dan di Ka'bah. Ini adalah tindakan yang amat kejam, sampai Rasulullah sempat minta perlindungan dari keluarga selain Bani Hasyim.
Bani Hasyim adalah satu di antara sekian banyak kabilah. Pemimpin sebuah kabilah dipilih karena bijak, berani, dan tegas. Pemimpin kabilah menduduki kedudukan terhormat. Pemimpin kabilah biasanya dipilih setelah berusia 40 tahun.
Dalam pertempuran, kaum muda berjuang di garis depan melindungi pemimpin kabilah dan sesepuh di garis belakang.
Cara Rasulullah Berdakwah
Ada 6 cara yang dilakukan Rasulullah untuk berdakwah:
1. Mengumpulkan orang.
2. Mendatangi tempat-tempat pertemuan dan keramaian.
3. Mendatangi kota-kota lain.
4. Menugasi setiap muslim untuk berdakwah.
5. Menugasi muslim pilihan untuk mengajar.
6. Mengirimkan surat dan utusan kepada para raja dan pemimpin.
Tha'if
Rasulullah berdakwah ke Tha'if pada tahun 10 kenabian (akhir Mei 619). Tha'if terletak 100 kilometer sebelah Tenggara Mekah. Tha'if adalah kota pegunungan dengan ketinggian hampir 2.000 meter diatas permukaan laut. Tha'if adalah kota dagang dengan hasil bumi dan perkebunan buah seperti anggur.
Rasulullah mencoba mengalihkan dakwah langsung keluar Kota Mekah. Bersama Zaid bin Haritsah, Rasulullah pergi ke kota Tha'if. Tiba di kota itu, Rasulullah menemui tiga orang pembesar kota dan menawarkan Islam kepada mereka. Apa tanggapan mereka?
"Bahkan akan kusobek-sobek selubung Ka'bah untuk membuktikan bahwa demikian tidak percayanya aku padamu!" ujar seseorang.
Mendengar temannya bicara seperti itu, yang lain tersenyum mengejek sambil berkata,
"Apakah Tuhan tidak mendapatkan orang yang lebih baik daripada kamu? Kalau engkau seorang nabi, pastilah engkau terlalu mulia untuk menjadi teman bicaraku. Kalau bukan, maka engkau terlalu rendah kulayani."
Rasulullah meminta tiga pembesar Tha'if yaitu Mas'ud, Abdu Yalail, dan Habib, tidak mengumumkan kepada masyarakat penolakan mereka terhadap beliau. Akan tetapi, ketiga pembesar itu tidak mengabulkan permintaan Rasulullah. Mereka malah menghasut agar para pemuda mengolok-olok Rasulullah.
Mereka keluar dan berteriak kepada orang banyak,
"Wahai penduduk Tha'if! Lihat orang ini! Ia mencoba mengganti para berhala kita dengan satu Tuhan baru yang tidak terlihat!"
Para pemuda mulai datang bergerombol dengan wajah memerah karena murka.
"Orang ini rupanya berniat menipu dan membodohi kalian! Apa yang akan kalian perbuat?"
"Usir dia!"
"Jangan cuma diusir, lempar dia dengan batu agar jera dan tidak berani membawa kegilaannya kemari!"
Kemudian, mulailah para pemuda melempari Rasulullah dengan batu. Melihat hal itu, orang-orang kaya tidak mau ketinggalan. Mereka menyuruh budak-budaknya,
"Hei, tunggu apalagi? Ambil batu dan lempari dia! Sekaranglah saatnya kalian bersenang-senang!"
Rasulullah dan Zaid berlari di sepanjang jalan ke luar Kota Tha'if. Mereka diikuti hujan batu disertai gemuruh caci maki dan cemooh gerombolan pemuda dan budak. Batu-batu terbang berbunyi debag-debug menghantam seluruh tubuh Rasulullah meski sudah dilindungi Zaid. Darah suci Rasulullah berceceran di sepanjang jalan.
Doa Rasululllah
Setelah jauh keluar dari kota, gerombolan orang yang mengejar Rasulullah pun membubarkan diri dengan senyum puas dan mengejek. Saat itu Rasulullah bertemu dengan seorang istri pembesar Tha'if dari Bani Jumah yang sedang lewat. Perempuan itu memandang Rasulullah dengan rasa kasihan bercampur heran.
"Lihatlah, apa yang ditimpakan kepada kami oleh rakyat suamimu," sabda Rasulullah.
Mendengar orang Tha'iflah yang menganiaya beliau, perempuan itu berlalu dengan perasaan takut jika diketahui orang bahwa ia menunjukkan belas kasihan kepada Rasulullah.
Untuk melepas lelah dan membasuh luka, Rasulullah dan Zaid berlindung di sebuah kebun anggur milik Utbah dan Syaibah. Keduanya anak Rabi'ah, seorang pembesar Quraisy. Saat itu, keluarga Rabi'ah memerhatikan Rasulullah dari jauh, tetapi mereka tidak berbuat apa pun.
Setelah napasnya kembali normal, Rasulullah mengangkat kepala dan menengadah ke langit. Beliau memanjatkan doa yang amat mengharukan.
"Allahuma ya Allah, kepada-Mu juga aku mengadukan kelemahanku, kurangnya kemampuanku, serta kehinaanku di hadapan manusia."
"Oh Tuhan Maha Pengasih, Maha Penyayang, Engkaulah Pelindungku."
"Kepada siapa hendak Engkau serahkan aku? Kepada orang jauh yang berwajah muram, kepadaku, atau kepada musuh yang akan menguasai diriku?"
"Asalkan Engkau tidak murka kepadaku, aku tidak peduli, karena sungguh luas kenikmatan yang Engkau limpahkan kepadaku."
"Aku berlindung kepada nur wajah-Mu yang menyinari kegelapan, dunia, dan akhirat."
"Janganlah kemurkaan-Mu menimpa aku."
"Kepada-Mu lah aku menghamba sampai Engkau puas sesuai kehendak-Mu. Tiada yang lebih kuat dan kuasa dari pada-Mu."
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 52
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Di Kebun Anggur
Melihat penderitaan yang begitu buruk dialami Rasulullah, Utbah dan Syaibah merasa iba. Mereka menyuruh seorang budak mereka untuk memberikan buah anggur kepada Rasulullah.
Rasulullah menjulurkan tangan untuk memgambil anggur seraya mengucap, "Bismillah."
Budak itu terkejut keheranan mendengar ucapan itu.
"Kata-kata itu tidak pernah diucapkan oleh penduduk negeri ini." ujarnya.
Kemudian, Rasulullah bertanya kepada sang budak siapa namanya dan dari negeri mana dia berasal, serta apa agamanya.
"Namaku Addas, aku berasal dari Niniveh di Mesopotamia. Aku beragama Nasrani."
Rasulullah kemudian berkata lagi, "Dari negeri baik-baik, Yunus bin Matta."
Dengan rasa heran yang lebih besar daripada sebelumnya, Addas bertanya, "Darimana Tuan tahu nama Yunus bin Matta?"
"Dia saudaraku," jawab Rasulullah, "dia seorang nabi dan aku juga seorang nabi."
Mendengar itu, hati Addas dipenuhi rasa haru yang menyengat. Tanpa berkata apa-apa lagi, dia mencium kepala, tangan, dan kaki Rasulullah.
Utbah dan Syaibah memerhatikan hal itu dengan heran.
"Lihat, ia merusak budakmu," kata Syaibah.
Ketika Addas kembali, mereka bertanya dengan marah,
"Mengapa pula engkau cium kepala, tangan, dan kaki orang itu?"
"Itulah laki-laki yang paling baik di negeri ini," jawab Addas.
"Ia mengatakan sesuatu yang hanya diketahui oleh para nabi."
Utbah dan Syaibah saling pandang sebelum berkata dengan keras,
"Addas, jangan sampai orang itu memalingkan engkau dari agamamu. Agamamu itu lebih baik daripada agamanya."
Saat Paling Getir
Jibril dan Malaikat Penjaga Gunung, menawarkan diri untuk menghancurkan Tha'if. Namun, Rasulullah menolak, beliau bahkan mendoakan kebaikan bagi penduduk Tha'if.
Kembali ke Mekah
Setelah Abu Thalib meninggal, Abu Lahab lah yang terpilih sebagai pemimpin kabilah Bani Hasyim. Abu Lahab langsung mengumumkan kepada khalayak bahwa Bani Hasyim kini tidak lagi melindungi Rasulullah. Hal itu berarti Rasulullah boleh dianiaya, bahkan sampai dibunuh oleh siapa pun tidak akan ada yang menuntut balas kematiannya.
Dalam perjalanan kembali ke Mekah, keadaan Nabi yang tanpa perlindungan ini merisaukan Zaid. Zaid pun bertanya,
"Wahai Rasulullah, apa yang akan kita lakukan jika kita kembali ke Mekah tanpa perlindungan? Aku khawatir jika orang akan berbuat sewenang-wenang kepada Anda."
Rasulullah menatap Zaid dengan pandangan menghibur sambil berkata dengan keyakinan penuh,
"Allah akan melindungi agama dan Rasul-NYA."
Tiba-tiba di luar Mekah, melalui seorang penduduk, Rasulullah menghubungi Al Akhnas bin Syariq untuk menanyakan apakah ia mau memberi perlindungan. Namun, Al Akhnas menolak.
Rasulullah kemudian menghubungi Suhail bin Amr dari Bani Amr bin Lu'ay, tetapi ia juga menolak.
Akhirnya Al Muth'im bin Adi bersedia memberi perlindungan.
Esok paginya, Al Muth'im menuju Ka'bah dan memgumumkan perlindungannya. Abu Lahab datang dan memprotes dengan ejekan,
"Kamu memberi perlindungan atau menjadi pengikutnya?"
"Kami memberi perlindungan kepada orang yang seharusnya engkau lindungi", jawab Al Muth'im.
Suatu hari, Rasulullah pergi ke Ka'bah, Abu Jahal melihatnya dan berseru kepada sekumpulan orang Quraisy dengan nada menghina,
"Wahai keturunan Abdu Manaf, inilah Nabi kalian."
Menanggapi olokan itu, Utbah bin Rabi'ah berkata,
"Peduli apa pula engkau, apakah kita ini mempunyai seorang nabi atau raja?"
Rasulullah mendekati keduanya dan berkata,
"Wahai Utbah, demi Allah ucapanmu adalah tanggunganmu sendiri. Sementara untukmu, Abu Jahal, nasib jelek akan menimpamu sehingga kelak engkau akan sedikit tertawa dan banyak menangis."
Saat Penuh Perjuangan
Setelah Abu Thalib meninggal ruang gerak dakwah Rasulullah di Mekah semakin sempit. Beliau pun mencoba mengalihkan dakwah Islam ke suku-suku Arab lain yang sering berdatangan ke Mekah pada bulan-bulan haji.
Setiap hari Rasulullah mengunjungi perkemahan Badui, setiap kali itu pula Abu Lahab mengikuti beliau. Setelah beliau beranjak pergi, Abu Lahab mendekat dan berkata,
"Orang yang tadi hanya ingin menukar kepercayaan Anda kepada Latta dan Uzza, serta jin-jin sekutu Anda, dengan agama sesat yang dibawanya."
Seorang pemuka kabilah Badui pernah bertanya kepada Rasulullah,
"Kalau kami jadi pengikutmu dan Tuhan memberimu kemenangan menghadapi lawanmu, apakah kami akan berkuasa setelah Anda?"
Rasulullah menjawab,
"Kekuasaan adalah pemberian Allah ketika Ia menghendaki."
Dengan muka masam, pemimpin kabilah itu berkata ketus,
"Dugaan saya, Anda ini mengharap kami melindungi Anda dari orang Badui dengan dada kami, lalu kalau Anda menang orang lain akan memetik untung! Tidak, terima kasih."
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Di Kebun Anggur
Melihat penderitaan yang begitu buruk dialami Rasulullah, Utbah dan Syaibah merasa iba. Mereka menyuruh seorang budak mereka untuk memberikan buah anggur kepada Rasulullah.
Rasulullah menjulurkan tangan untuk memgambil anggur seraya mengucap, "Bismillah."
Budak itu terkejut keheranan mendengar ucapan itu.
"Kata-kata itu tidak pernah diucapkan oleh penduduk negeri ini." ujarnya.
Kemudian, Rasulullah bertanya kepada sang budak siapa namanya dan dari negeri mana dia berasal, serta apa agamanya.
"Namaku Addas, aku berasal dari Niniveh di Mesopotamia. Aku beragama Nasrani."
Rasulullah kemudian berkata lagi, "Dari negeri baik-baik, Yunus bin Matta."
Dengan rasa heran yang lebih besar daripada sebelumnya, Addas bertanya, "Darimana Tuan tahu nama Yunus bin Matta?"
"Dia saudaraku," jawab Rasulullah, "dia seorang nabi dan aku juga seorang nabi."
Mendengar itu, hati Addas dipenuhi rasa haru yang menyengat. Tanpa berkata apa-apa lagi, dia mencium kepala, tangan, dan kaki Rasulullah.
Utbah dan Syaibah memerhatikan hal itu dengan heran.
"Lihat, ia merusak budakmu," kata Syaibah.
Ketika Addas kembali, mereka bertanya dengan marah,
"Mengapa pula engkau cium kepala, tangan, dan kaki orang itu?"
"Itulah laki-laki yang paling baik di negeri ini," jawab Addas.
"Ia mengatakan sesuatu yang hanya diketahui oleh para nabi."
Utbah dan Syaibah saling pandang sebelum berkata dengan keras,
"Addas, jangan sampai orang itu memalingkan engkau dari agamamu. Agamamu itu lebih baik daripada agamanya."
Saat Paling Getir
Jibril dan Malaikat Penjaga Gunung, menawarkan diri untuk menghancurkan Tha'if. Namun, Rasulullah menolak, beliau bahkan mendoakan kebaikan bagi penduduk Tha'if.
Kembali ke Mekah
Setelah Abu Thalib meninggal, Abu Lahab lah yang terpilih sebagai pemimpin kabilah Bani Hasyim. Abu Lahab langsung mengumumkan kepada khalayak bahwa Bani Hasyim kini tidak lagi melindungi Rasulullah. Hal itu berarti Rasulullah boleh dianiaya, bahkan sampai dibunuh oleh siapa pun tidak akan ada yang menuntut balas kematiannya.
Dalam perjalanan kembali ke Mekah, keadaan Nabi yang tanpa perlindungan ini merisaukan Zaid. Zaid pun bertanya,
"Wahai Rasulullah, apa yang akan kita lakukan jika kita kembali ke Mekah tanpa perlindungan? Aku khawatir jika orang akan berbuat sewenang-wenang kepada Anda."
Rasulullah menatap Zaid dengan pandangan menghibur sambil berkata dengan keyakinan penuh,
"Allah akan melindungi agama dan Rasul-NYA."
Tiba-tiba di luar Mekah, melalui seorang penduduk, Rasulullah menghubungi Al Akhnas bin Syariq untuk menanyakan apakah ia mau memberi perlindungan. Namun, Al Akhnas menolak.
Rasulullah kemudian menghubungi Suhail bin Amr dari Bani Amr bin Lu'ay, tetapi ia juga menolak.
Akhirnya Al Muth'im bin Adi bersedia memberi perlindungan.
Esok paginya, Al Muth'im menuju Ka'bah dan memgumumkan perlindungannya. Abu Lahab datang dan memprotes dengan ejekan,
"Kamu memberi perlindungan atau menjadi pengikutnya?"
"Kami memberi perlindungan kepada orang yang seharusnya engkau lindungi", jawab Al Muth'im.
Suatu hari, Rasulullah pergi ke Ka'bah, Abu Jahal melihatnya dan berseru kepada sekumpulan orang Quraisy dengan nada menghina,
"Wahai keturunan Abdu Manaf, inilah Nabi kalian."
Menanggapi olokan itu, Utbah bin Rabi'ah berkata,
"Peduli apa pula engkau, apakah kita ini mempunyai seorang nabi atau raja?"
Rasulullah mendekati keduanya dan berkata,
"Wahai Utbah, demi Allah ucapanmu adalah tanggunganmu sendiri. Sementara untukmu, Abu Jahal, nasib jelek akan menimpamu sehingga kelak engkau akan sedikit tertawa dan banyak menangis."
Saat Penuh Perjuangan
Setelah Abu Thalib meninggal ruang gerak dakwah Rasulullah di Mekah semakin sempit. Beliau pun mencoba mengalihkan dakwah Islam ke suku-suku Arab lain yang sering berdatangan ke Mekah pada bulan-bulan haji.
Setiap hari Rasulullah mengunjungi perkemahan Badui, setiap kali itu pula Abu Lahab mengikuti beliau. Setelah beliau beranjak pergi, Abu Lahab mendekat dan berkata,
"Orang yang tadi hanya ingin menukar kepercayaan Anda kepada Latta dan Uzza, serta jin-jin sekutu Anda, dengan agama sesat yang dibawanya."
Seorang pemuka kabilah Badui pernah bertanya kepada Rasulullah,
"Kalau kami jadi pengikutmu dan Tuhan memberimu kemenangan menghadapi lawanmu, apakah kami akan berkuasa setelah Anda?"
Rasulullah menjawab,
"Kekuasaan adalah pemberian Allah ketika Ia menghendaki."
Dengan muka masam, pemimpin kabilah itu berkata ketus,
"Dugaan saya, Anda ini mengharap kami melindungi Anda dari orang Badui dengan dada kami, lalu kalau Anda menang orang lain akan memetik untung! Tidak, terima kasih."
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 53
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Aisyah dan Saudah
Walau keadaan semakin berat, Rasulullah tetap berjuang dengan gigih. Namun demikian, semakin gigih pula suku-suku pengembara Arab menolak beliau.
Pada saat penuh perjuangan itulah, Rasulullah menikah dengan Aisyah, putri Abu Bakar. Pernikahan itu bertujuan mempererat tali persaudaraan dengan para pendukung Islam yang setia. Tali persaudaraan yang erat itu sangat penting pada saat-saat sulit seperti itu.
Pernikahan Rasulullah dengan Aisyah merupakan penghargaan setingi-tingginya bagi Abu Bakar, ayah Aisyah sekaligus sahabat Rasulullah. Pernikahan ini merupakan suatu bentuk kemenangan dalam persaudaraan yang penuh cinta kasih antara Abu Bakar dan Rasulullah sejak masa sebelum diangkat menjadi Rasul.
Sebelumnya Rasulullah menikahi Saudah. Saat itu Saudah telah menjadi janda setelah suaminya meninggal di Habasyah. Tujuan pernikahan itu adalah untuk menolong Saudah yang hampir hidup terlunta-lunta setelah suaminya wafat. Saudah adalah wanita yang pertama dinikahi Rasulullah sepeninggal Khadijah.
Setelah berduka ditinggal Abu Thalib dan Khadijah, kesukaran yang dihadapi Rasulullah bertambah dengan semakin kerasnya orang Quraisy memusuhi beliau. Pada saat itulah, Allah menghibur Rasulullah dengan sebuah perjalanan luar biasa yang tidak pernah kita temui lagi kedasyatannya dalam sejarah.
Isra'
Pada suatu malam yang hening, Malaikat Jibril mendatangi Rasulullah. Wajahnya putih berseri dan berkilau seperti salju. Demikian heningnya saat itu sampai tidak terdengar suara burung malam, gemericik air, dan siulan angin.
"Hai orang yang sedang tidur, bangunlah!" sapa Malaikat Jibril.
Rasulullah bangun. Saat itu, beliau sedang tidur di rumah sepupunya, Ummu Hani binti Abu Thalib.
Jibril membawa Buraq kehadapan Rasulullah. Buraq adalah hewan yang bentuknya lebih kecil dari kuda tapi lebih besar dari keledai dengan sayap dikedua sisi tubuhnya. Warnanya putih. Setiap kali ia melangkah, jauhnya sama dengan jarak pandang.
Setelah Rasulullah naik ke punggungnya. Buraq pun meluncur seperti anak panah, sedangkan Jibril terbang mengiringi dalam jarak yang dekat sekali. Mereka terbang melintasi padang-padang pasir menuju ke utara.
Ifrit
Dalam perjalanan Isra', satu Ifrit mengejar Rasulullah sambil membawa obor. Ifrit adalah bangsa jin yang amat jahat. Jibril mengajarkan sebuah doa kepada Rasulullah yang membuat obor Ifrit padam dan Ifrit tersungkur jatuh.
Akhirnya Rasulullah tiba di Baitul Maqdis, Yerusalem, Palestina. Di atas Baitul Maqdis Rasulullah bertemu Nabi Ibrahim, Nabi Musa, dan Nabi Isa. Ketiga nabi mulia itu ditemani nabi-nabi lain. Rasulullah kemudian memimpin shalat semua nabi dan rasul itu.
Selesai shalat, dibawakan kehadapan Rasulullah tiga buah bejana. Satu berisi khamr, satu berisi air, dan satu lagi berisi susu.
Mi'raj
Rasulullah mendengar sebuah suara berkata, "Kalau ia memgambil air, ia akan tenggelam dan begitu juga umatnya. Kalau ia mengambil khamr, ia akan tersesat dan begitu pula umatnya. Kalau dia mengambil susu, ia akan dibimbing dan begitu juga umatnya."
Oleh karena itu, Rasulullah mengambil bejana berisi susu dan meminumnya dengan menyebut nama Allah. Jibril pun berkata kepada Rasulullah, "Anda telah diberkati dan begitu pula umat Anda, Muhammad."
Setelah itu, beliau dibawa naik sampai ke langit. Tangga dipancangkan di atas batu Yaqub.
Mi'raj berarti tangga. Saat naik ke langit, Rasulullah meniti Mi'raj, bukan lagi menaiki Buraq. Buraq menunggu di bawah ditambatkan di pintu Baitul Maqdis. Oleh Jibril, tangga ini diletakkan di atas batu besar dan ujungnya terus menjulang sampai ke langit.
Dengan tangga itu, Rasulullah naik ke atas langit berlapis tujuh. Setiap tingkatan langit di jaga oleh malaikat agar tidak ada setan yang bisa mencuri-dengar rahasia-rahasia langit.
Di langit pertama, Rasulullah melihat semua malaikat tersenyum, kecuali satu saja. Rasulullah bertanya kepada Jibril, lalu Jibril menjawab bahwa itu adalah Malik, malaikat penjaga neraka, Rasulullah bertanya lagi kepada Jibril,
"Bisakah engkau memerintahkannya untuk memperlihatkan neraka?"
"Malik, perlihatkan neraka kepada Muhammad."
Lalu Malik mengangkat penutup neraka dan api berkobar tinggi sampai Rasulullah mengira bahwa ia akan membakar segalanya.
Illiyyin dan Sijjin
Illiyyin adalah nama suatu tempat di surga tertinggi. Sementara itu, Sijjin adalah tempat yang terletak di bawah Neraka Jahanam.
Rasulullah meminta agar Jibril memerintahkan Malik mengendalikan kobaran api yang sangat dasyat itu. Malaikat Malik pun melakukannya dan menutup kembali pintu neraka.
Setelah itu, Rasulullah melihat seorang laki-laki sedang duduk melihat roh-roh manusia yang lewat dihadapannya. Jika roh itu baik, ia akan mengucapkan selamat seraya berkata,
"Roh yang baik dari tubuh yang baik."
Jika yang lewat itu roh yang buruk, wajah laki-laki itu jadi keruh sambil berkata,
"Huh! Roh yang jelek dari tubuh yang jelek!"
"Siapa laki-laki itu, wahai Jibril?" tanya Rasulullah.
Jibril menjelaskan bahwa itu adalah Nabi Adam yang sedang menilai roh keturunannya. Roh orang yang beriman membuat Nabi Adam gembira, sedangkan roh orang kafir dan murtad membuat beliau kesal dan murung.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Aisyah dan Saudah
Walau keadaan semakin berat, Rasulullah tetap berjuang dengan gigih. Namun demikian, semakin gigih pula suku-suku pengembara Arab menolak beliau.
Pada saat penuh perjuangan itulah, Rasulullah menikah dengan Aisyah, putri Abu Bakar. Pernikahan itu bertujuan mempererat tali persaudaraan dengan para pendukung Islam yang setia. Tali persaudaraan yang erat itu sangat penting pada saat-saat sulit seperti itu.
Pernikahan Rasulullah dengan Aisyah merupakan penghargaan setingi-tingginya bagi Abu Bakar, ayah Aisyah sekaligus sahabat Rasulullah. Pernikahan ini merupakan suatu bentuk kemenangan dalam persaudaraan yang penuh cinta kasih antara Abu Bakar dan Rasulullah sejak masa sebelum diangkat menjadi Rasul.
Sebelumnya Rasulullah menikahi Saudah. Saat itu Saudah telah menjadi janda setelah suaminya meninggal di Habasyah. Tujuan pernikahan itu adalah untuk menolong Saudah yang hampir hidup terlunta-lunta setelah suaminya wafat. Saudah adalah wanita yang pertama dinikahi Rasulullah sepeninggal Khadijah.
Setelah berduka ditinggal Abu Thalib dan Khadijah, kesukaran yang dihadapi Rasulullah bertambah dengan semakin kerasnya orang Quraisy memusuhi beliau. Pada saat itulah, Allah menghibur Rasulullah dengan sebuah perjalanan luar biasa yang tidak pernah kita temui lagi kedasyatannya dalam sejarah.
Isra'
Pada suatu malam yang hening, Malaikat Jibril mendatangi Rasulullah. Wajahnya putih berseri dan berkilau seperti salju. Demikian heningnya saat itu sampai tidak terdengar suara burung malam, gemericik air, dan siulan angin.
"Hai orang yang sedang tidur, bangunlah!" sapa Malaikat Jibril.
Rasulullah bangun. Saat itu, beliau sedang tidur di rumah sepupunya, Ummu Hani binti Abu Thalib.
Jibril membawa Buraq kehadapan Rasulullah. Buraq adalah hewan yang bentuknya lebih kecil dari kuda tapi lebih besar dari keledai dengan sayap dikedua sisi tubuhnya. Warnanya putih. Setiap kali ia melangkah, jauhnya sama dengan jarak pandang.
Setelah Rasulullah naik ke punggungnya. Buraq pun meluncur seperti anak panah, sedangkan Jibril terbang mengiringi dalam jarak yang dekat sekali. Mereka terbang melintasi padang-padang pasir menuju ke utara.
Ifrit
Dalam perjalanan Isra', satu Ifrit mengejar Rasulullah sambil membawa obor. Ifrit adalah bangsa jin yang amat jahat. Jibril mengajarkan sebuah doa kepada Rasulullah yang membuat obor Ifrit padam dan Ifrit tersungkur jatuh.
Akhirnya Rasulullah tiba di Baitul Maqdis, Yerusalem, Palestina. Di atas Baitul Maqdis Rasulullah bertemu Nabi Ibrahim, Nabi Musa, dan Nabi Isa. Ketiga nabi mulia itu ditemani nabi-nabi lain. Rasulullah kemudian memimpin shalat semua nabi dan rasul itu.
Selesai shalat, dibawakan kehadapan Rasulullah tiga buah bejana. Satu berisi khamr, satu berisi air, dan satu lagi berisi susu.
Mi'raj
Rasulullah mendengar sebuah suara berkata, "Kalau ia memgambil air, ia akan tenggelam dan begitu juga umatnya. Kalau ia mengambil khamr, ia akan tersesat dan begitu pula umatnya. Kalau dia mengambil susu, ia akan dibimbing dan begitu juga umatnya."
Oleh karena itu, Rasulullah mengambil bejana berisi susu dan meminumnya dengan menyebut nama Allah. Jibril pun berkata kepada Rasulullah, "Anda telah diberkati dan begitu pula umat Anda, Muhammad."
Setelah itu, beliau dibawa naik sampai ke langit. Tangga dipancangkan di atas batu Yaqub.
Mi'raj berarti tangga. Saat naik ke langit, Rasulullah meniti Mi'raj, bukan lagi menaiki Buraq. Buraq menunggu di bawah ditambatkan di pintu Baitul Maqdis. Oleh Jibril, tangga ini diletakkan di atas batu besar dan ujungnya terus menjulang sampai ke langit.
Dengan tangga itu, Rasulullah naik ke atas langit berlapis tujuh. Setiap tingkatan langit di jaga oleh malaikat agar tidak ada setan yang bisa mencuri-dengar rahasia-rahasia langit.
Di langit pertama, Rasulullah melihat semua malaikat tersenyum, kecuali satu saja. Rasulullah bertanya kepada Jibril, lalu Jibril menjawab bahwa itu adalah Malik, malaikat penjaga neraka, Rasulullah bertanya lagi kepada Jibril,
"Bisakah engkau memerintahkannya untuk memperlihatkan neraka?"
"Malik, perlihatkan neraka kepada Muhammad."
Lalu Malik mengangkat penutup neraka dan api berkobar tinggi sampai Rasulullah mengira bahwa ia akan membakar segalanya.
Illiyyin dan Sijjin
Illiyyin adalah nama suatu tempat di surga tertinggi. Sementara itu, Sijjin adalah tempat yang terletak di bawah Neraka Jahanam.
Rasulullah meminta agar Jibril memerintahkan Malik mengendalikan kobaran api yang sangat dasyat itu. Malaikat Malik pun melakukannya dan menutup kembali pintu neraka.
Setelah itu, Rasulullah melihat seorang laki-laki sedang duduk melihat roh-roh manusia yang lewat dihadapannya. Jika roh itu baik, ia akan mengucapkan selamat seraya berkata,
"Roh yang baik dari tubuh yang baik."
Jika yang lewat itu roh yang buruk, wajah laki-laki itu jadi keruh sambil berkata,
"Huh! Roh yang jelek dari tubuh yang jelek!"
"Siapa laki-laki itu, wahai Jibril?" tanya Rasulullah.
Jibril menjelaskan bahwa itu adalah Nabi Adam yang sedang menilai roh keturunannya. Roh orang yang beriman membuat Nabi Adam gembira, sedangkan roh orang kafir dan murtad membuat beliau kesal dan murung.
Aisyah dan Saudah
Walau keadaan semakin berat, Rasulullah tetap berjuang dengan gigih. Namun demikian, semakin gigih pula suku-suku pengembara Arab menolak beliau.
Pada saat penuh perjuangan itulah, Rasulullah menikah dengan Aisyah, putri Abu Bakar. Pernikahan itu bertujuan mempererat tali persaudaraan dengan para pendukung Islam yang setia. Tali persaudaraan yang erat itu sangat penting pada saat-saat sulit seperti itu.
Pernikahan Rasulullah dengan Aisyah merupakan penghargaan setingi-tingginya bagi Abu Bakar, ayah Aisyah sekaligus sahabat Rasulullah. Pernikahan ini merupakan suatu bentuk kemenangan dalam persaudaraan yang penuh cinta kasih antara Abu Bakar dan Rasulullah sejak masa sebelum diangkat menjadi Rasul.
Sebelumnya Rasulullah menikahi Saudah. Saat itu Saudah telah menjadi janda setelah suaminya meninggal di Habasyah. Tujuan pernikahan itu adalah untuk menolong Saudah yang hampir hidup terlunta-lunta setelah suaminya wafat. Saudah adalah wanita yang pertama dinikahi Rasulullah sepeninggal Khadijah.
Setelah berduka ditinggal Abu Thalib dan Khadijah, kesukaran yang dihadapi Rasulullah bertambah dengan semakin kerasnya orang Quraisy memusuhi beliau. Pada saat itulah, Allah menghibur Rasulullah dengan sebuah perjalanan luar biasa yang tidak pernah kita temui lagi kedasyatannya dalam sejarah.
Isra'
Pada suatu malam yang hening, Malaikat Jibril mendatangi Rasulullah. Wajahnya putih berseri dan berkilau seperti salju. Demikian heningnya saat itu sampai tidak terdengar suara burung malam, gemericik air, dan siulan angin.
"Hai orang yang sedang tidur, bangunlah!" sapa Malaikat Jibril.
Rasulullah bangun. Saat itu, beliau sedang tidur di rumah sepupunya, Ummu Hani binti Abu Thalib.
Jibril membawa Buraq kehadapan Rasulullah. Buraq adalah hewan yang bentuknya lebih kecil dari kuda tapi lebih besar dari keledai dengan sayap dikedua sisi tubuhnya. Warnanya putih. Setiap kali ia melangkah, jauhnya sama dengan jarak pandang.
Setelah Rasulullah naik ke punggungnya. Buraq pun meluncur seperti anak panah, sedangkan Jibril terbang mengiringi dalam jarak yang dekat sekali. Mereka terbang melintasi padang-padang pasir menuju ke utara.
Ifrit
Dalam perjalanan Isra', satu Ifrit mengejar Rasulullah sambil membawa obor. Ifrit adalah bangsa jin yang amat jahat. Jibril mengajarkan sebuah doa kepada Rasulullah yang membuat obor Ifrit padam dan Ifrit tersungkur jatuh.
Akhirnya Rasulullah tiba di Baitul Maqdis, Yerusalem, Palestina. Di atas Baitul Maqdis Rasulullah bertemu Nabi Ibrahim, Nabi Musa, dan Nabi Isa. Ketiga nabi mulia itu ditemani nabi-nabi lain. Rasulullah kemudian memimpin shalat semua nabi dan rasul itu.
Selesai shalat, dibawakan kehadapan Rasulullah tiga buah bejana. Satu berisi khamr, satu berisi air, dan satu lagi berisi susu.
Mi'raj
Rasulullah mendengar sebuah suara berkata, "Kalau ia memgambil air, ia akan tenggelam dan begitu juga umatnya. Kalau ia mengambil khamr, ia akan tersesat dan begitu pula umatnya. Kalau dia mengambil susu, ia akan dibimbing dan begitu juga umatnya."
Oleh karena itu, Rasulullah mengambil bejana berisi susu dan meminumnya dengan menyebut nama Allah. Jibril pun berkata kepada Rasulullah, "Anda telah diberkati dan begitu pula umat Anda, Muhammad."
Setelah itu, beliau dibawa naik sampai ke langit. Tangga dipancangkan di atas batu Yaqub.
Mi'raj berarti tangga. Saat naik ke langit, Rasulullah meniti Mi'raj, bukan lagi menaiki Buraq. Buraq menunggu di bawah ditambatkan di pintu Baitul Maqdis. Oleh Jibril, tangga ini diletakkan di atas batu besar dan ujungnya terus menjulang sampai ke langit.
Dengan tangga itu, Rasulullah naik ke atas langit berlapis tujuh. Setiap tingkatan langit di jaga oleh malaikat agar tidak ada setan yang bisa mencuri-dengar rahasia-rahasia langit.
Di langit pertama, Rasulullah melihat semua malaikat tersenyum, kecuali satu saja. Rasulullah bertanya kepada Jibril, lalu Jibril menjawab bahwa itu adalah Malik, malaikat penjaga neraka, Rasulullah bertanya lagi kepada Jibril,
"Bisakah engkau memerintahkannya untuk memperlihatkan neraka?"
"Malik, perlihatkan neraka kepada Muhammad."
Lalu Malik mengangkat penutup neraka dan api berkobar tinggi sampai Rasulullah mengira bahwa ia akan membakar segalanya.
Illiyyin dan Sijjin
Illiyyin adalah nama suatu tempat di surga tertinggi. Sementara itu, Sijjin adalah tempat yang terletak di bawah Neraka Jahanam.
Rasulullah meminta agar Jibril memerintahkan Malik mengendalikan kobaran api yang sangat dasyat itu. Malaikat Malik pun melakukannya dan menutup kembali pintu neraka.
Setelah itu, Rasulullah melihat seorang laki-laki sedang duduk melihat roh-roh manusia yang lewat dihadapannya. Jika roh itu baik, ia akan mengucapkan selamat seraya berkata,
"Roh yang baik dari tubuh yang baik."
Jika yang lewat itu roh yang buruk, wajah laki-laki itu jadi keruh sambil berkata,
"Huh! Roh yang jelek dari tubuh yang jelek!"
"Siapa laki-laki itu, wahai Jibril?" tanya Rasulullah.
Jibril menjelaskan bahwa itu adalah Nabi Adam yang sedang menilai roh keturunannya. Roh orang yang beriman membuat Nabi Adam gembira, sedangkan roh orang kafir dan murtad membuat beliau kesal dan murung.
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 54
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Ke Langit Berikutnya
Rasulullah melanjutkan perjalanannya bersama Jibril. Beliau melihat orang-orang berbibir seperti bibir unta. Di mulut mereka ada potongan api berbentuk batu yang mereka telan lalu keluar lagi lewat duburnya, kemudian ditelan lagi begitu seterusnya.
"Siapakah mereka ini?" Rasulullah bertanya-tanya.
"Mereka adalah para pendosa yang memakan harta anak yatim."
Setelah itu, beliau melihat orang-orang seperti keluarga Fir'aun. Perut mereka membesar, sedangkan serombongan unta-unta gila menginjak-injak perut mereka di neraka. Orang-orang itu tidak mampu lagi menghindar.
"Siapakah orang-orang ini?" tanya Rasulullah.
"Orang-orang itu adalah para pemakan riba. Mereka biasa meminjamkan uang kepada orang lain, tetapi meminta uang pinjaman itu dikembalikan dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan uang yang dipinjam."
Setelah itu, Rasulullah melihat orang-orang yang di hadapan mereka ada dua jenis daging, satu empuk dan lezat, sedang yang satu lagi kesat dan busuk. Akan tetapi, orang-orang itu memakan daging yang busuk.
"Siapakah mereka ini?" kembali Rasulullah bertanya.
Dijelaskan kepada beliau bahwa orang-orang itu menelantarkan istrinya dan mendekati perempuan lain yang tidak halal.
Dalam perjalanan berikutnya, Rasulullah dibawa ke langit kedua. Beliau berjumpa dengan Nabi Isa dan Nabi Yahya (Putra Nabi Zakaria). Keduanya adalah saudara sepupu dari garis ibu.
Di langit ketiga, beliau berjumpa dengan seorang nabi yang wajahnya begitu tampan seperti bulan purnama.
Itu adalah Nabi Yusuf.
Di langit keempat, Rasulullah bertemu dengan Nabi Idris yang telah dimuliakan Allah dengan diangkat dari dunia ke tempat yang tinggi.
Di langit kelima, Rasulullah bertemu Nabi Harun (putra Imran). Nabi Harun adalah nabi yang dikasihi kaumnya.
"Belum pernah saya bertemu orang segagah dia," demikian sabda Rasulullah tentang Nabi Harun.
Menerima Perintah Shalat
Di langit keenam, Rasulullah bertemu dengan Nabi Musa.
Lalu, di langit ketujuh, beliau bertemu dengan seorang laki-laki yang sedang duduk di atas singgasana gerbang surga (Baitul Makmur). Setiap hari, 70 ribu malaikat masuk lewat gerbang itu dan tidak keluar lagi sampai Hari Kebangkitan.
"Belum pernah saya melihat orang yang lebih menyerupai saya,"
Laki-laki itu ayah saya, Nabi Ibrahim.
Kemudian, ia membawa saya ke surga dan disitu saya melihat seorang gadis berbibir merah gelap, dan saya tanyakan dia, milik siapa ia sebab ia begitu gembira ketika berjumpa dengan saya, dan jawabnya,
"Saya milik Zaid bin Haritsah."
Kemudian Rasulullah dibawa ke hadapan Arasy sehingga bertemu Allah. Segalanya tidak dapat dilukiskan dengan lidah dan di luar jangkauan daya otak manusia. Bertemu dengan Allah Yang Maha Agung membuat Rasulullah merasakan kesejukan sampai ke tulang punggungnya. Kemudian, rasa tenang dan damai membanjiri perasaan beliau, begitu terasa nikmat. Pada saat itulah, Rasulullah, Allah memerintahkan agar setiap Muslim melakukan shalat lima puluh kali sehari semalam.
Begitu Rasulullah turun dari Arasy, beliau bertemu Nabi Musa yang berkata,
"Bagaimana engkau mengharap pengikut-pengikutmu akan melakukan shalat lima puluh kali setiap hari? Sebelum engkau, aku sudah punya pengalaman, sudah kucoba terhadap Bani Israil sekuat daya. Percayalah dan kembalilah kepada Allah, minta supaya dikurangi jumlah shalat itu."
Kemudian Rasulullah kembali menemui Allah. Kemudian jumlah shalat dikurangi jadi empat puluh kali setiap hari.
Namun, Nabi Musa menganggap masih di luar kemampuan orang. Dia sarankannya lagi Rasulullah kembali meminta keringanan. Demikianlah, beberapa kali Rasulullah bolak-balik menemui Allah sampai akhirnya jumlah shalat ditetapkan menjadi lima kali sehari semalam.
Kemudian, Rasulullah kembali ke Bumi dengan menuruni tangga. Buraq pun membawa Rasulullah kembali ke Mekah.
Mengabarkan Isra Mi'raj
Menjelang fajar Rasulullah membangunkan Ummu Hani dan keluarganya.
"Oh Ummu Hani," sabda Rasulullah,
"seperti engkau maklum, semalam aku shalat malam terakhir bersama kamu. Kemudian aku ke Baitul Maqdis dan shalat di sana. Baru saja, saat ini, kita shalat subuh bersama."
Rasulullah kemudian bangkit, meninggalkan Ummu Hani yang masih terperangah. Ummu Hani tahu beliau akan keluar dan mengabarkan Isra' dan Mi'raj kepada orang banyak. Rasulullah berdiri dan berjalan ke pintu begitu cepat seolah-olah tidak sabar lagi untuk mengabarkan perjalanan ini. Padahal, beliau tahu apa akan dikatakan orang Quraisy yang selama ini memusuhinya. Namun, semangat Rasulullah tidak terhalangi oleh hal-hal semacam itu.
Rasa khawatir Ummu Hani menggunung seketika. Begitu cepatnya langkah Rasul sehingga Ummu Hani terpaksa menarik jubah Rasul dengan tergesa-gesa.
"Ya Rasulullah, jangan mengatakannya pada khalayak ramai. Nanti mereka menuduh engkau berdusta dan mereka akan menghinamu."
Rasulullah tersenyum menentramkan, "Demi Allah, saya akan tetap mengatakannya."
Ummu Hani tidak bisa berkata apa-apa lagi melihat tekad Rasulullah yang sudah demikian kuat. Ketika Rasulullah pergi, dilihatnya beliau dengan pandangan khawatir. Ummu Hani segera memanggil seorang hamba sahayanya, seorang perempuan dari Habasyah.
"Pergilah, ikuti Rasulullah dan dengar yang dikatakan kaumnya terhadap beliau."
Hamba sahaya itu pun bergegas pergi.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Ke Langit Berikutnya
Rasulullah melanjutkan perjalanannya bersama Jibril. Beliau melihat orang-orang berbibir seperti bibir unta. Di mulut mereka ada potongan api berbentuk batu yang mereka telan lalu keluar lagi lewat duburnya, kemudian ditelan lagi begitu seterusnya.
"Siapakah mereka ini?" Rasulullah bertanya-tanya.
"Mereka adalah para pendosa yang memakan harta anak yatim."
Setelah itu, beliau melihat orang-orang seperti keluarga Fir'aun. Perut mereka membesar, sedangkan serombongan unta-unta gila menginjak-injak perut mereka di neraka. Orang-orang itu tidak mampu lagi menghindar.
"Siapakah orang-orang ini?" tanya Rasulullah.
"Orang-orang itu adalah para pemakan riba. Mereka biasa meminjamkan uang kepada orang lain, tetapi meminta uang pinjaman itu dikembalikan dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan uang yang dipinjam."
Setelah itu, Rasulullah melihat orang-orang yang di hadapan mereka ada dua jenis daging, satu empuk dan lezat, sedang yang satu lagi kesat dan busuk. Akan tetapi, orang-orang itu memakan daging yang busuk.
"Siapakah mereka ini?" kembali Rasulullah bertanya.
Dijelaskan kepada beliau bahwa orang-orang itu menelantarkan istrinya dan mendekati perempuan lain yang tidak halal.
Dalam perjalanan berikutnya, Rasulullah dibawa ke langit kedua. Beliau berjumpa dengan Nabi Isa dan Nabi Yahya (Putra Nabi Zakaria). Keduanya adalah saudara sepupu dari garis ibu.
Di langit ketiga, beliau berjumpa dengan seorang nabi yang wajahnya begitu tampan seperti bulan purnama.
Itu adalah Nabi Yusuf.
Di langit keempat, Rasulullah bertemu dengan Nabi Idris yang telah dimuliakan Allah dengan diangkat dari dunia ke tempat yang tinggi.
Di langit kelima, Rasulullah bertemu Nabi Harun (putra Imran). Nabi Harun adalah nabi yang dikasihi kaumnya.
"Belum pernah saya bertemu orang segagah dia," demikian sabda Rasulullah tentang Nabi Harun.
Menerima Perintah Shalat
Di langit keenam, Rasulullah bertemu dengan Nabi Musa.
Lalu, di langit ketujuh, beliau bertemu dengan seorang laki-laki yang sedang duduk di atas singgasana gerbang surga (Baitul Makmur). Setiap hari, 70 ribu malaikat masuk lewat gerbang itu dan tidak keluar lagi sampai Hari Kebangkitan.
"Belum pernah saya melihat orang yang lebih menyerupai saya,"
Laki-laki itu ayah saya, Nabi Ibrahim.
Kemudian, ia membawa saya ke surga dan disitu saya melihat seorang gadis berbibir merah gelap, dan saya tanyakan dia, milik siapa ia sebab ia begitu gembira ketika berjumpa dengan saya, dan jawabnya,
"Saya milik Zaid bin Haritsah."
Kemudian Rasulullah dibawa ke hadapan Arasy sehingga bertemu Allah. Segalanya tidak dapat dilukiskan dengan lidah dan di luar jangkauan daya otak manusia. Bertemu dengan Allah Yang Maha Agung membuat Rasulullah merasakan kesejukan sampai ke tulang punggungnya. Kemudian, rasa tenang dan damai membanjiri perasaan beliau, begitu terasa nikmat. Pada saat itulah, Rasulullah, Allah memerintahkan agar setiap Muslim melakukan shalat lima puluh kali sehari semalam.
Begitu Rasulullah turun dari Arasy, beliau bertemu Nabi Musa yang berkata,
"Bagaimana engkau mengharap pengikut-pengikutmu akan melakukan shalat lima puluh kali setiap hari? Sebelum engkau, aku sudah punya pengalaman, sudah kucoba terhadap Bani Israil sekuat daya. Percayalah dan kembalilah kepada Allah, minta supaya dikurangi jumlah shalat itu."
Kemudian Rasulullah kembali menemui Allah. Kemudian jumlah shalat dikurangi jadi empat puluh kali setiap hari.
Namun, Nabi Musa menganggap masih di luar kemampuan orang. Dia sarankannya lagi Rasulullah kembali meminta keringanan. Demikianlah, beberapa kali Rasulullah bolak-balik menemui Allah sampai akhirnya jumlah shalat ditetapkan menjadi lima kali sehari semalam.
Kemudian, Rasulullah kembali ke Bumi dengan menuruni tangga. Buraq pun membawa Rasulullah kembali ke Mekah.
Mengabarkan Isra Mi'raj
Menjelang fajar Rasulullah membangunkan Ummu Hani dan keluarganya.
"Oh Ummu Hani," sabda Rasulullah,
"seperti engkau maklum, semalam aku shalat malam terakhir bersama kamu. Kemudian aku ke Baitul Maqdis dan shalat di sana. Baru saja, saat ini, kita shalat subuh bersama."
Rasulullah kemudian bangkit, meninggalkan Ummu Hani yang masih terperangah. Ummu Hani tahu beliau akan keluar dan mengabarkan Isra' dan Mi'raj kepada orang banyak. Rasulullah berdiri dan berjalan ke pintu begitu cepat seolah-olah tidak sabar lagi untuk mengabarkan perjalanan ini. Padahal, beliau tahu apa akan dikatakan orang Quraisy yang selama ini memusuhinya. Namun, semangat Rasulullah tidak terhalangi oleh hal-hal semacam itu.
Rasa khawatir Ummu Hani menggunung seketika. Begitu cepatnya langkah Rasul sehingga Ummu Hani terpaksa menarik jubah Rasul dengan tergesa-gesa.
"Ya Rasulullah, jangan mengatakannya pada khalayak ramai. Nanti mereka menuduh engkau berdusta dan mereka akan menghinamu."
Rasulullah tersenyum menentramkan, "Demi Allah, saya akan tetap mengatakannya."
Ummu Hani tidak bisa berkata apa-apa lagi melihat tekad Rasulullah yang sudah demikian kuat. Ketika Rasulullah pergi, dilihatnya beliau dengan pandangan khawatir. Ummu Hani segera memanggil seorang hamba sahayanya, seorang perempuan dari Habasyah.
"Pergilah, ikuti Rasulullah dan dengar yang dikatakan kaumnya terhadap beliau."
Hamba sahaya itu pun bergegas pergi.
Ke Langit Berikutnya
Rasulullah melanjutkan perjalanannya bersama Jibril. Beliau melihat orang-orang berbibir seperti bibir unta. Di mulut mereka ada potongan api berbentuk batu yang mereka telan lalu keluar lagi lewat duburnya, kemudian ditelan lagi begitu seterusnya.
"Siapakah mereka ini?" Rasulullah bertanya-tanya.
"Mereka adalah para pendosa yang memakan harta anak yatim."
Setelah itu, beliau melihat orang-orang seperti keluarga Fir'aun. Perut mereka membesar, sedangkan serombongan unta-unta gila menginjak-injak perut mereka di neraka. Orang-orang itu tidak mampu lagi menghindar.
"Siapakah orang-orang ini?" tanya Rasulullah.
"Orang-orang itu adalah para pemakan riba. Mereka biasa meminjamkan uang kepada orang lain, tetapi meminta uang pinjaman itu dikembalikan dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan uang yang dipinjam."
Setelah itu, Rasulullah melihat orang-orang yang di hadapan mereka ada dua jenis daging, satu empuk dan lezat, sedang yang satu lagi kesat dan busuk. Akan tetapi, orang-orang itu memakan daging yang busuk.
"Siapakah mereka ini?" kembali Rasulullah bertanya.
Dijelaskan kepada beliau bahwa orang-orang itu menelantarkan istrinya dan mendekati perempuan lain yang tidak halal.
Dalam perjalanan berikutnya, Rasulullah dibawa ke langit kedua. Beliau berjumpa dengan Nabi Isa dan Nabi Yahya (Putra Nabi Zakaria). Keduanya adalah saudara sepupu dari garis ibu.
Di langit ketiga, beliau berjumpa dengan seorang nabi yang wajahnya begitu tampan seperti bulan purnama.
Itu adalah Nabi Yusuf.
Di langit keempat, Rasulullah bertemu dengan Nabi Idris yang telah dimuliakan Allah dengan diangkat dari dunia ke tempat yang tinggi.
Di langit kelima, Rasulullah bertemu Nabi Harun (putra Imran). Nabi Harun adalah nabi yang dikasihi kaumnya.
"Belum pernah saya bertemu orang segagah dia," demikian sabda Rasulullah tentang Nabi Harun.
Menerima Perintah Shalat
Di langit keenam, Rasulullah bertemu dengan Nabi Musa.
Lalu, di langit ketujuh, beliau bertemu dengan seorang laki-laki yang sedang duduk di atas singgasana gerbang surga (Baitul Makmur). Setiap hari, 70 ribu malaikat masuk lewat gerbang itu dan tidak keluar lagi sampai Hari Kebangkitan.
"Belum pernah saya melihat orang yang lebih menyerupai saya,"
Laki-laki itu ayah saya, Nabi Ibrahim.
Kemudian, ia membawa saya ke surga dan disitu saya melihat seorang gadis berbibir merah gelap, dan saya tanyakan dia, milik siapa ia sebab ia begitu gembira ketika berjumpa dengan saya, dan jawabnya,
"Saya milik Zaid bin Haritsah."
Kemudian Rasulullah dibawa ke hadapan Arasy sehingga bertemu Allah. Segalanya tidak dapat dilukiskan dengan lidah dan di luar jangkauan daya otak manusia. Bertemu dengan Allah Yang Maha Agung membuat Rasulullah merasakan kesejukan sampai ke tulang punggungnya. Kemudian, rasa tenang dan damai membanjiri perasaan beliau, begitu terasa nikmat. Pada saat itulah, Rasulullah, Allah memerintahkan agar setiap Muslim melakukan shalat lima puluh kali sehari semalam.
Begitu Rasulullah turun dari Arasy, beliau bertemu Nabi Musa yang berkata,
"Bagaimana engkau mengharap pengikut-pengikutmu akan melakukan shalat lima puluh kali setiap hari? Sebelum engkau, aku sudah punya pengalaman, sudah kucoba terhadap Bani Israil sekuat daya. Percayalah dan kembalilah kepada Allah, minta supaya dikurangi jumlah shalat itu."
Kemudian Rasulullah kembali menemui Allah. Kemudian jumlah shalat dikurangi jadi empat puluh kali setiap hari.
Namun, Nabi Musa menganggap masih di luar kemampuan orang. Dia sarankannya lagi Rasulullah kembali meminta keringanan. Demikianlah, beberapa kali Rasulullah bolak-balik menemui Allah sampai akhirnya jumlah shalat ditetapkan menjadi lima kali sehari semalam.
Kemudian, Rasulullah kembali ke Bumi dengan menuruni tangga. Buraq pun membawa Rasulullah kembali ke Mekah.
Mengabarkan Isra Mi'raj
Menjelang fajar Rasulullah membangunkan Ummu Hani dan keluarganya.
"Oh Ummu Hani," sabda Rasulullah,
"seperti engkau maklum, semalam aku shalat malam terakhir bersama kamu. Kemudian aku ke Baitul Maqdis dan shalat di sana. Baru saja, saat ini, kita shalat subuh bersama."
Rasulullah kemudian bangkit, meninggalkan Ummu Hani yang masih terperangah. Ummu Hani tahu beliau akan keluar dan mengabarkan Isra' dan Mi'raj kepada orang banyak. Rasulullah berdiri dan berjalan ke pintu begitu cepat seolah-olah tidak sabar lagi untuk mengabarkan perjalanan ini. Padahal, beliau tahu apa akan dikatakan orang Quraisy yang selama ini memusuhinya. Namun, semangat Rasulullah tidak terhalangi oleh hal-hal semacam itu.
Rasa khawatir Ummu Hani menggunung seketika. Begitu cepatnya langkah Rasul sehingga Ummu Hani terpaksa menarik jubah Rasul dengan tergesa-gesa.
"Ya Rasulullah, jangan mengatakannya pada khalayak ramai. Nanti mereka menuduh engkau berdusta dan mereka akan menghinamu."
Rasulullah tersenyum menentramkan, "Demi Allah, saya akan tetap mengatakannya."
Ummu Hani tidak bisa berkata apa-apa lagi melihat tekad Rasulullah yang sudah demikian kuat. Ketika Rasulullah pergi, dilihatnya beliau dengan pandangan khawatir. Ummu Hani segera memanggil seorang hamba sahayanya, seorang perempuan dari Habasyah.
"Pergilah, ikuti Rasulullah dan dengar yang dikatakan kaumnya terhadap beliau."
Hamba sahaya itu pun bergegas pergi.
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 55
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Quraisy Gempar
Saat itu, di dekat Ka'bah telah berkumpul para pembesar Quraisy. Mereka melihat Rasululllah, Abu Jahal bertanya dengan congkak,
"Hai Muhammad! Adakah engkau mendapat suatu perkara baru lagi?"
"Ya, aku baru mendapat suatu perkara yang baru."
"Apa itu? Ceritakanlah," Abu Jahal bersiap mengejek.
"Semalam aku pergi ke Baitul Maqdis."
Senyum Abu Jahal melebar,
"Ke Baitul Maqdis dan pagi-pagi begini sudah kembali tiba disini?"
"Ya, semalam aku pergi di Baitul Maqdis."
Abu Jahal tertawa sambil menggeleng-geleng heran,
"Apakah kamu berani menyatakan hal ini di muka kaumku? Kalau memang berani, saya akan memanggil mereka. Ceritakanlah kepada mereka hal yang telah kamu katakan kepadaku tadi!"
"Baik panggil mereka kemari," tegas Rasulullah.
Seketika itu juga, Abu Jahal pergi memanggil semua pembesar Quraisy dan orang-orang biasa.
Dalam waktu singkat, semua orang berduyun-duyun ke hadapan Rasulullah.
"Hai Muhammad!" Seru Abu Jahal.
"Katakanlah kepada kaumku sekarang seperti yang kamu katakan tadi kepadaku!"
Rasulullah pun bersabda,
"Semalam saya pergi ke Baitul Maqdis."
Orang-orang terperangah. Semua orang yang hadir disitu bersikap seolah-olah kurang jelas mendengar kata-kata Rasulullah.
"Pergi kemana, Muhammad?"
"Semalam saya pergi ke Baitul Maqdis."
Seketika itu, gemparlah suasana. Suara tawa dan cemooh menggemuruh. Mengalahkan suara-suara itu Abu Jahal berteriak,
"Muhammad itu memang selalu mengada-ada dengan ucapannya!"
Olok-olok makin terdengar riuh. Ada yang mengejek. Ada yang tertawa. Ada yang bertepuk tangan.
Bagi bangsa Arab, tepuk tangan adalah bukan tanda semangat. Tepuk tangan atau menaruh tangan diatas kepala adalah tanda mengejek dan hinaan bagi seseorang yang kata-katanya dianggap tidak bisa dipercaya.
Orang-orang itu memanggil Abu Bakar. Mereka ingin tahu yang akan dikatakan Abu Bakar, orang yang selama ini begitu kukuh kepercayaannya kepada Rasulullah.
Abu Bakar Membenarkan Cerita Rasulullah
"Kalian berdusta," kata Abu Bakar kepada orang-orang yang datang kepadanya.
"Sungguh, Muhammad kini berada di Ka'bah sedang berbicara dengan orang banyak."
"Kalaupun itu yang dikatakannya," kata Abu Bakar,
"Tentu dia bicara yang sebenarnya. Dia mengatakan kepadaku bahwa ada berita dari Tuhan, dari langit ke bumi pada waktu malam atau siang aku percaya. Padahal tadi itu lebih mengherankan daripada berita sekarang ini."
Abu Bakar kemudian mendatangi Rasulullah. Saat itu, orang-orang Quraisy sedang meminta Rasulullah menggambarkan bentuk Baitul Maqdis. Mereka tahu, Rasulullah belum pernah satu kali pun berkunjung ke tempat itu. Sementara itu, beberapa orang dari mereka telah terbiasa berdagang sampai ke Syam dan melewati Baitul Maqdis berkali-kali. Abu Bakar adalah salah seorang yang pernah berdagang ke sana.
Mendengar Rasulullah begitu tepat menggambarkan keadaan Baitul Maqdis, Abu Bakar berkata di hadapan semua orang,
"Rasulullah, saya percaya!"
Bahkan, orang-orang kafir sekali pun menggeleng-geleng kepala, heran bercampur kagum mendengar kata-kata Abu Bakar. Mereka menghormati kesetiaan dan tingginya rasa percaya Abu Bakar kepada Rasulullah.
Rasulullah sendiri sangat gembira mendengar perkataan Abu Bakar. Padahal saat itu, semua orang dihadapannya tengah bertanya-tanya, mengejek, dan mencaci. Bahkan yang lebih menyakitkan, beberapa orang yang sudah memeluk Islam kembali murtad karena tidak percaya dengan apa yang Rasulullah sampaikan.
Sejak saat itu Rasulullah memberi julukan kehormatan dan kesayangan "As-Shiddiq" kepada Abu Bakar. Artinya adalah "yang tulus hati", "yang sangat jujur."
Bukti dari Kafilah
Merasa belum cukup mendengar betapa tepat gambaran Rasulullah tentang Baitul Maqdis, orang-orang Quraisy meminta bukti yang lain.
Rasulullah mengatakan, bahwa dalam perjalanan, beliau melewati beberapa kafilah yang sedang dalam perjalanan menuju Mekah atau ke arah Syam. Rasulullah mengatakan bahwa di salah satu kafilah, seekor unta terjerembab karena terkejut oleh kehadiran Buraq. Rasulullah juga mengatakan tempat kafilah itu berada.
"Saya melanjutkan perjalanan," demikian sabda Rasulullah,
"sampai tiba di Dhajanan, melewati sebuah kafilah bani fulan. Kutemukan mereka semua sedang tertidur. Mereka mempunyai sebuah guci yang tertutup. Saya membuka tutupnya dan meminum air itu lalu menutupnya kembali."
Sudah menjadi kebiasaan kafilah Arab untuk menyediakan guci minum yang bisa dinikmati oleh siapa pun tanpa perlu izin lagi. Bahkan biasanya yang disediakan adalah susu.
"Sebagai bukti kafilah itu sekarang sedang menuruni dataran tinggi Baydha di celah Tan'im. Kafilah itu dipimpin seekor unta berwarna kelabu dengan muatan dua kantong, yang satu hitam dan yang lain belang."
Orang-orang kemudian bergegas menuju celah itu. Mereka menemukan bahwa unta pertama yang mereka jumpai sedang memimpin kafilah memang persis seperti yang digambarkan Rasulullah.
Orang-orang juga bertanya kepada anggota kafilah itu tentang guci air.
"Ketika kami bangun pada pagi hari tadi, guci itu masih tertutup, tetapi isinya kosong. Padahal semalam guci itu penuh berisi air," jawab anggota kafilah.
Orang-orang saling berpandangan mengakui yang Rasulullah katakan. Terlebih lagi setelah itu, mereka bertanya pada rombongan kafilah lain tentang unta yang terjerembab.
"Kami memang terkejut mendengar sesuatu seperti apa yang bergerak cepat di langit. Sesuatu itu membuat seekor unta kami terkejut dan terjerembab."
Demikian bukti-bukti kebenaran Isra' Mi'raj sudah begitu kuat. Namun, orang-orang seperti Abu Jahal tidak bisa berubah menjadi orang beriman.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Quraisy Gempar
Saat itu, di dekat Ka'bah telah berkumpul para pembesar Quraisy. Mereka melihat Rasululllah, Abu Jahal bertanya dengan congkak,
"Hai Muhammad! Adakah engkau mendapat suatu perkara baru lagi?"
"Ya, aku baru mendapat suatu perkara yang baru."
"Apa itu? Ceritakanlah," Abu Jahal bersiap mengejek.
"Semalam aku pergi ke Baitul Maqdis."
Senyum Abu Jahal melebar,
"Ke Baitul Maqdis dan pagi-pagi begini sudah kembali tiba disini?"
"Ya, semalam aku pergi di Baitul Maqdis."
Abu Jahal tertawa sambil menggeleng-geleng heran,
"Apakah kamu berani menyatakan hal ini di muka kaumku? Kalau memang berani, saya akan memanggil mereka. Ceritakanlah kepada mereka hal yang telah kamu katakan kepadaku tadi!"
"Baik panggil mereka kemari," tegas Rasulullah.
Seketika itu juga, Abu Jahal pergi memanggil semua pembesar Quraisy dan orang-orang biasa.
Dalam waktu singkat, semua orang berduyun-duyun ke hadapan Rasulullah.
"Hai Muhammad!" Seru Abu Jahal.
"Katakanlah kepada kaumku sekarang seperti yang kamu katakan tadi kepadaku!"
Rasulullah pun bersabda,
"Semalam saya pergi ke Baitul Maqdis."
Orang-orang terperangah. Semua orang yang hadir disitu bersikap seolah-olah kurang jelas mendengar kata-kata Rasulullah.
"Pergi kemana, Muhammad?"
"Semalam saya pergi ke Baitul Maqdis."
Seketika itu, gemparlah suasana. Suara tawa dan cemooh menggemuruh. Mengalahkan suara-suara itu Abu Jahal berteriak,
"Muhammad itu memang selalu mengada-ada dengan ucapannya!"
Olok-olok makin terdengar riuh. Ada yang mengejek. Ada yang tertawa. Ada yang bertepuk tangan.
Bagi bangsa Arab, tepuk tangan adalah bukan tanda semangat. Tepuk tangan atau menaruh tangan diatas kepala adalah tanda mengejek dan hinaan bagi seseorang yang kata-katanya dianggap tidak bisa dipercaya.
Orang-orang itu memanggil Abu Bakar. Mereka ingin tahu yang akan dikatakan Abu Bakar, orang yang selama ini begitu kukuh kepercayaannya kepada Rasulullah.
Abu Bakar Membenarkan Cerita Rasulullah
"Kalian berdusta," kata Abu Bakar kepada orang-orang yang datang kepadanya.
"Sungguh, Muhammad kini berada di Ka'bah sedang berbicara dengan orang banyak."
"Kalaupun itu yang dikatakannya," kata Abu Bakar,
"Tentu dia bicara yang sebenarnya. Dia mengatakan kepadaku bahwa ada berita dari Tuhan, dari langit ke bumi pada waktu malam atau siang aku percaya. Padahal tadi itu lebih mengherankan daripada berita sekarang ini."
Abu Bakar kemudian mendatangi Rasulullah. Saat itu, orang-orang Quraisy sedang meminta Rasulullah menggambarkan bentuk Baitul Maqdis. Mereka tahu, Rasulullah belum pernah satu kali pun berkunjung ke tempat itu. Sementara itu, beberapa orang dari mereka telah terbiasa berdagang sampai ke Syam dan melewati Baitul Maqdis berkali-kali. Abu Bakar adalah salah seorang yang pernah berdagang ke sana.
Mendengar Rasulullah begitu tepat menggambarkan keadaan Baitul Maqdis, Abu Bakar berkata di hadapan semua orang,
"Rasulullah, saya percaya!"
Bahkan, orang-orang kafir sekali pun menggeleng-geleng kepala, heran bercampur kagum mendengar kata-kata Abu Bakar. Mereka menghormati kesetiaan dan tingginya rasa percaya Abu Bakar kepada Rasulullah.
Rasulullah sendiri sangat gembira mendengar perkataan Abu Bakar. Padahal saat itu, semua orang dihadapannya tengah bertanya-tanya, mengejek, dan mencaci. Bahkan yang lebih menyakitkan, beberapa orang yang sudah memeluk Islam kembali murtad karena tidak percaya dengan apa yang Rasulullah sampaikan.
Sejak saat itu Rasulullah memberi julukan kehormatan dan kesayangan "As-Shiddiq" kepada Abu Bakar. Artinya adalah "yang tulus hati", "yang sangat jujur."
Bukti dari Kafilah
Merasa belum cukup mendengar betapa tepat gambaran Rasulullah tentang Baitul Maqdis, orang-orang Quraisy meminta bukti yang lain.
Rasulullah mengatakan, bahwa dalam perjalanan, beliau melewati beberapa kafilah yang sedang dalam perjalanan menuju Mekah atau ke arah Syam. Rasulullah mengatakan bahwa di salah satu kafilah, seekor unta terjerembab karena terkejut oleh kehadiran Buraq. Rasulullah juga mengatakan tempat kafilah itu berada.
"Saya melanjutkan perjalanan," demikian sabda Rasulullah,
"sampai tiba di Dhajanan, melewati sebuah kafilah bani fulan. Kutemukan mereka semua sedang tertidur. Mereka mempunyai sebuah guci yang tertutup. Saya membuka tutupnya dan meminum air itu lalu menutupnya kembali."
Sudah menjadi kebiasaan kafilah Arab untuk menyediakan guci minum yang bisa dinikmati oleh siapa pun tanpa perlu izin lagi. Bahkan biasanya yang disediakan adalah susu.
"Sebagai bukti kafilah itu sekarang sedang menuruni dataran tinggi Baydha di celah Tan'im. Kafilah itu dipimpin seekor unta berwarna kelabu dengan muatan dua kantong, yang satu hitam dan yang lain belang."
Orang-orang kemudian bergegas menuju celah itu. Mereka menemukan bahwa unta pertama yang mereka jumpai sedang memimpin kafilah memang persis seperti yang digambarkan Rasulullah.
Orang-orang juga bertanya kepada anggota kafilah itu tentang guci air.
"Ketika kami bangun pada pagi hari tadi, guci itu masih tertutup, tetapi isinya kosong. Padahal semalam guci itu penuh berisi air," jawab anggota kafilah.
Orang-orang saling berpandangan mengakui yang Rasulullah katakan. Terlebih lagi setelah itu, mereka bertanya pada rombongan kafilah lain tentang unta yang terjerembab.
"Kami memang terkejut mendengar sesuatu seperti apa yang bergerak cepat di langit. Sesuatu itu membuat seekor unta kami terkejut dan terjerembab."
Demikian bukti-bukti kebenaran Isra' Mi'raj sudah begitu kuat. Namun, orang-orang seperti Abu Jahal tidak bisa berubah menjadi orang beriman.
Quraisy Gempar
Saat itu, di dekat Ka'bah telah berkumpul para pembesar Quraisy. Mereka melihat Rasululllah, Abu Jahal bertanya dengan congkak,
"Hai Muhammad! Adakah engkau mendapat suatu perkara baru lagi?"
"Ya, aku baru mendapat suatu perkara yang baru."
"Apa itu? Ceritakanlah," Abu Jahal bersiap mengejek.
"Semalam aku pergi ke Baitul Maqdis."
Senyum Abu Jahal melebar,
"Ke Baitul Maqdis dan pagi-pagi begini sudah kembali tiba disini?"
"Ya, semalam aku pergi di Baitul Maqdis."
Abu Jahal tertawa sambil menggeleng-geleng heran,
"Apakah kamu berani menyatakan hal ini di muka kaumku? Kalau memang berani, saya akan memanggil mereka. Ceritakanlah kepada mereka hal yang telah kamu katakan kepadaku tadi!"
"Baik panggil mereka kemari," tegas Rasulullah.
Seketika itu juga, Abu Jahal pergi memanggil semua pembesar Quraisy dan orang-orang biasa.
Dalam waktu singkat, semua orang berduyun-duyun ke hadapan Rasulullah.
"Hai Muhammad!" Seru Abu Jahal.
"Katakanlah kepada kaumku sekarang seperti yang kamu katakan tadi kepadaku!"
Rasulullah pun bersabda,
"Semalam saya pergi ke Baitul Maqdis."
Orang-orang terperangah. Semua orang yang hadir disitu bersikap seolah-olah kurang jelas mendengar kata-kata Rasulullah.
"Pergi kemana, Muhammad?"
"Semalam saya pergi ke Baitul Maqdis."
Seketika itu, gemparlah suasana. Suara tawa dan cemooh menggemuruh. Mengalahkan suara-suara itu Abu Jahal berteriak,
"Muhammad itu memang selalu mengada-ada dengan ucapannya!"
Olok-olok makin terdengar riuh. Ada yang mengejek. Ada yang tertawa. Ada yang bertepuk tangan.
Bagi bangsa Arab, tepuk tangan adalah bukan tanda semangat. Tepuk tangan atau menaruh tangan diatas kepala adalah tanda mengejek dan hinaan bagi seseorang yang kata-katanya dianggap tidak bisa dipercaya.
Orang-orang itu memanggil Abu Bakar. Mereka ingin tahu yang akan dikatakan Abu Bakar, orang yang selama ini begitu kukuh kepercayaannya kepada Rasulullah.
Abu Bakar Membenarkan Cerita Rasulullah
"Kalian berdusta," kata Abu Bakar kepada orang-orang yang datang kepadanya.
"Sungguh, Muhammad kini berada di Ka'bah sedang berbicara dengan orang banyak."
"Kalaupun itu yang dikatakannya," kata Abu Bakar,
"Tentu dia bicara yang sebenarnya. Dia mengatakan kepadaku bahwa ada berita dari Tuhan, dari langit ke bumi pada waktu malam atau siang aku percaya. Padahal tadi itu lebih mengherankan daripada berita sekarang ini."
Abu Bakar kemudian mendatangi Rasulullah. Saat itu, orang-orang Quraisy sedang meminta Rasulullah menggambarkan bentuk Baitul Maqdis. Mereka tahu, Rasulullah belum pernah satu kali pun berkunjung ke tempat itu. Sementara itu, beberapa orang dari mereka telah terbiasa berdagang sampai ke Syam dan melewati Baitul Maqdis berkali-kali. Abu Bakar adalah salah seorang yang pernah berdagang ke sana.
Mendengar Rasulullah begitu tepat menggambarkan keadaan Baitul Maqdis, Abu Bakar berkata di hadapan semua orang,
"Rasulullah, saya percaya!"
Bahkan, orang-orang kafir sekali pun menggeleng-geleng kepala, heran bercampur kagum mendengar kata-kata Abu Bakar. Mereka menghormati kesetiaan dan tingginya rasa percaya Abu Bakar kepada Rasulullah.
Rasulullah sendiri sangat gembira mendengar perkataan Abu Bakar. Padahal saat itu, semua orang dihadapannya tengah bertanya-tanya, mengejek, dan mencaci. Bahkan yang lebih menyakitkan, beberapa orang yang sudah memeluk Islam kembali murtad karena tidak percaya dengan apa yang Rasulullah sampaikan.
Sejak saat itu Rasulullah memberi julukan kehormatan dan kesayangan "As-Shiddiq" kepada Abu Bakar. Artinya adalah "yang tulus hati", "yang sangat jujur."
Bukti dari Kafilah
Merasa belum cukup mendengar betapa tepat gambaran Rasulullah tentang Baitul Maqdis, orang-orang Quraisy meminta bukti yang lain.
Rasulullah mengatakan, bahwa dalam perjalanan, beliau melewati beberapa kafilah yang sedang dalam perjalanan menuju Mekah atau ke arah Syam. Rasulullah mengatakan bahwa di salah satu kafilah, seekor unta terjerembab karena terkejut oleh kehadiran Buraq. Rasulullah juga mengatakan tempat kafilah itu berada.
"Saya melanjutkan perjalanan," demikian sabda Rasulullah,
"sampai tiba di Dhajanan, melewati sebuah kafilah bani fulan. Kutemukan mereka semua sedang tertidur. Mereka mempunyai sebuah guci yang tertutup. Saya membuka tutupnya dan meminum air itu lalu menutupnya kembali."
Sudah menjadi kebiasaan kafilah Arab untuk menyediakan guci minum yang bisa dinikmati oleh siapa pun tanpa perlu izin lagi. Bahkan biasanya yang disediakan adalah susu.
"Sebagai bukti kafilah itu sekarang sedang menuruni dataran tinggi Baydha di celah Tan'im. Kafilah itu dipimpin seekor unta berwarna kelabu dengan muatan dua kantong, yang satu hitam dan yang lain belang."
Orang-orang kemudian bergegas menuju celah itu. Mereka menemukan bahwa unta pertama yang mereka jumpai sedang memimpin kafilah memang persis seperti yang digambarkan Rasulullah.
Orang-orang juga bertanya kepada anggota kafilah itu tentang guci air.
"Ketika kami bangun pada pagi hari tadi, guci itu masih tertutup, tetapi isinya kosong. Padahal semalam guci itu penuh berisi air," jawab anggota kafilah.
Orang-orang saling berpandangan mengakui yang Rasulullah katakan. Terlebih lagi setelah itu, mereka bertanya pada rombongan kafilah lain tentang unta yang terjerembab.
"Kami memang terkejut mendengar sesuatu seperti apa yang bergerak cepat di langit. Sesuatu itu membuat seekor unta kami terkejut dan terjerembab."
Demikian bukti-bukti kebenaran Isra' Mi'raj sudah begitu kuat. Namun, orang-orang seperti Abu Jahal tidak bisa berubah menjadi orang beriman.
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 56
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Rintangan dari Abu Lahab
Selain terus-menerus berdakwah kepada orang-orang Mekah, Rasulullah juga menyampaikan ajaran Islam kepada orang-orang yang datang ke Mekah. Bangsa Arab berkumpul di Mekah pada pekan-pekan tertentu beberapa kali dalam setahun, misalnya di Pasar Ukazh, yang diadakan selama bulan Syawal, kemudian Pasar Mujannah, yang berlangsung setelah bulan Syawal selama dua puluh hari.
Jika Rasulullah tahu ada rombongan datang, Beliau segera pergi mendatangi mereka sambil berkata,
"Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah memerintahkan kamu sekalian supaya menyembah kepada-NYA dan janganlah kamu menyekutukan Dia dengan sesuatu."
"Wahai sekalian manusia ucapkanlah olehmu, Tiada Tuhan melainkan Allah, supaya kamu berbahagia!"
Namun, di mana pun Rasulullah datang pasti di belakang beliau Abu Lahab datang mengikuti sambil berseru keras-keras,
"Hai sekalian manusia, sesungguhnya orang ini memerintahkan kamu sekalian supaya meninggalkan agama orangtua-orangtuamu terdahulu! Hai sekalian manusia, janganlah kamu dengarkan perkataan orang ini karena dia itu pendusta!"
Bahkan sesekali jika marahnya sudah memuncak, Abu Lahab melempar kepala Rasulullah dari belakang dengan batu!
Akibat tindakan Abu Lahab ini, sangat sedikit orang yang mau menerima seruan Islam. Orang-orang Islam pun bahkan belum berani menunjukkan keislamannya secara terang-terangan. Kebanyakan orang mencaci, mencemooh, mengusir, dan mendustakan Rasulullah.
Akan tetapi, beliau tidak pernah berputus asa. Beliau terus berdakwah semakin gencar dan semakin bersemangat. Berkat kegigihan yang luar biasa inilah, Allah mulai menunjukkan tanda-tanda kemenangan dari sebuah kota bernama Yatsrib.
Utbah bin Rabi'ah
Selain Abu Lahab, salah seorang yang memusuhi Rasulullah adalah Utbah bin Rabi'ah. Namun, Utbah lebih lembut. Utbah memberi Rasulullah anggur ketika beliau diusir dari Tha'if.
Orang-Orang Yatsrib
(Suatu saat kelak, Rasululllah mengubah nama Yatsrib menjadi Madinah). Orang-orang Yatsrib termasuk rombongan orang Arab yang sering datang ke Mekah. Mereka terpecah menjadi dua golongan orang Aus dan orang Khazraj.
Kedua suku ini saling berperang satu sama lain selama 120 tahun. Suatu saat kaum Aus menang. Pada saat lain, orang Khazraj yang mengalahkan Aus.
Suatu malam di Bukit Aqabah, Mina, Rasulullah bertemu dengan enam orang Khazraj. Mula-mula beliau mengajukan pertanyaan, kemudian orang-orang itu menjawab dengan sopan. Kemudian Rasulullah memperkenalkan diri dan bertanya,
"Bagaimana keadaan kalian di Yatsrib?"
Sesudah itu beliau mengajak mereka duduk bersama dan memenuhi ajakan itu dengan penuh rasa ingin tahu. Sesudah saling bertanya, Rasulullah mengajak mereka ke tempat yang sunyi, sedikit jauh dari penglihatan orang. Di tempat itu, Rasulullah membacakan ayat-ayat Al-Qur'an. Keenam orang Khazraj itu mengerti dan tertarik segala apa yang beliau serukan.
Setelah Rasulullah yakin dengan kesungguhan orang-orang ini, beliau mengajak berpindah tempat lagi ke bawah Bukit Aqabah. Tempat itu benar-benar terlindung dari jangkauan penglihatan orang. Di tempat aman itulah, Rasulullah mengajak mereka mendukung kenabian beliau. Rasulullah meminta agar mereka ikut menyebarkan ajaran Islam di kota asal mereka, Yatsrib.
Orang-orang itu minta waktu untuk berunding.
"Rupanya ini adalah jalan yang diberikan Tuhan," demikian salah satu dari mereka berkata,
"Aku sudah bosan berperang dengan Aus, mudah-mudahan ajaran Islam ini akan menyatukan kita dan Aus dalam perdamaian."
Setelah selesai, mereka menyatakan percaya dan sungguh-sungguh mendukung penyebaran Islam di Yatsrib. Rasulullah kemudian menasihati agar mereka seiya sekata, tolong-menolong, dan bantu-membantu dalam menjalankan tugas mulia ini.
Baiat Aqabah Pertama
Keenam orang itu kembali ke Yatsrib dan menyerukan Islam kepada seluruh penduduknya.
"Muhammad adalah nabi terakhir utusan Tuhan yang didustakan kaumnya sendiri," demikian kata mereka.
Segera saja nama Rasulullah menjadi terkenal di kalangan penduduk Yatsrib.
Pada musim haji berikutnya, lima dari enam orang itu kembali ke Mekah bersama tujuh orang rekan mereka. Dua berasal dari Aus dan sepuluh orang berasal dari Khazraj. Mereka menemui Rasulullah di Bukit Aqabah. Saat itu, sudah dua belas tahun lamanya Rasulullah menyebarkan Islam.
Setelah Rasulullah membacakan ayat-ayat Al-Qur'an mereka menyatakan percaya akan seruan beliau. Rasulullah pun kemudian membaiat (sumpah setia) mereka.
Inilah yang terkenal sebagai Baiat Aqabah pertama.
Dalam baiat ini, Rasulullah mengajak mereka bersumpah untuk:
1. Menyembah Allah dan tidak menyekutukan-NYA
2. Tidak mencuri
3. Tidak bergaul dengan wanita yang belum dinikahi
4. Tidak membunuh anak-anak, seperti yang saat itu banyak terjadi
5. Tidak berdusta dan tidak membuat kedustaan
6. Tidak menolak perkara yang baik
7. Hendaknya selalu mengikuti Rasulullah, baik saat senang maupun susah
8. Hendaknya selalu mengikuti Rasulullah, baik terpaksa maupun sukarela
9. Jangan begitu saja merebut suatu perkara kecuali Allah memberikan bukti tanda-tanda kekafiran kepada orang yang mengerjakannya
10. Hendaklah mengatakan kebenaran di mana pun berada dan tidak takut akan celaan orang
Sebagai penutup, Rasulullah bersabda,
"Hendaklah kalian menepati janji-janji ini, kelak kalian akan menerima balasan Allah berupa surga. Namun, jika ada yang menyalahi janji ini, aku serahkan urusannya kepada Allah semata."
Ucapan Baiat
Ucapan baiat atau sumpah setia ini sebenarnya adalah menjulurkan tangan kanan ke depan telapak tangan menghadap keatas, sedangkan pembaiat menjabat dengan posisi tangan disebelah atas.
Baiat Aqabah yang pertama dikenal dengan nama baiat wanita sebab Rasulullah belum meminta mereka membela beliau dengan berperang.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Rintangan dari Abu Lahab
Selain terus-menerus berdakwah kepada orang-orang Mekah, Rasulullah juga menyampaikan ajaran Islam kepada orang-orang yang datang ke Mekah. Bangsa Arab berkumpul di Mekah pada pekan-pekan tertentu beberapa kali dalam setahun, misalnya di Pasar Ukazh, yang diadakan selama bulan Syawal, kemudian Pasar Mujannah, yang berlangsung setelah bulan Syawal selama dua puluh hari.
Jika Rasulullah tahu ada rombongan datang, Beliau segera pergi mendatangi mereka sambil berkata,
"Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah memerintahkan kamu sekalian supaya menyembah kepada-NYA dan janganlah kamu menyekutukan Dia dengan sesuatu."
"Wahai sekalian manusia ucapkanlah olehmu, Tiada Tuhan melainkan Allah, supaya kamu berbahagia!"
Namun, di mana pun Rasulullah datang pasti di belakang beliau Abu Lahab datang mengikuti sambil berseru keras-keras,
"Hai sekalian manusia, sesungguhnya orang ini memerintahkan kamu sekalian supaya meninggalkan agama orangtua-orangtuamu terdahulu! Hai sekalian manusia, janganlah kamu dengarkan perkataan orang ini karena dia itu pendusta!"
Bahkan sesekali jika marahnya sudah memuncak, Abu Lahab melempar kepala Rasulullah dari belakang dengan batu!
Akibat tindakan Abu Lahab ini, sangat sedikit orang yang mau menerima seruan Islam. Orang-orang Islam pun bahkan belum berani menunjukkan keislamannya secara terang-terangan. Kebanyakan orang mencaci, mencemooh, mengusir, dan mendustakan Rasulullah.
Akan tetapi, beliau tidak pernah berputus asa. Beliau terus berdakwah semakin gencar dan semakin bersemangat. Berkat kegigihan yang luar biasa inilah, Allah mulai menunjukkan tanda-tanda kemenangan dari sebuah kota bernama Yatsrib.
Utbah bin Rabi'ah
Selain Abu Lahab, salah seorang yang memusuhi Rasulullah adalah Utbah bin Rabi'ah. Namun, Utbah lebih lembut. Utbah memberi Rasulullah anggur ketika beliau diusir dari Tha'if.
Orang-Orang Yatsrib
(Suatu saat kelak, Rasululllah mengubah nama Yatsrib menjadi Madinah). Orang-orang Yatsrib termasuk rombongan orang Arab yang sering datang ke Mekah. Mereka terpecah menjadi dua golongan orang Aus dan orang Khazraj.
Kedua suku ini saling berperang satu sama lain selama 120 tahun. Suatu saat kaum Aus menang. Pada saat lain, orang Khazraj yang mengalahkan Aus.
Suatu malam di Bukit Aqabah, Mina, Rasulullah bertemu dengan enam orang Khazraj. Mula-mula beliau mengajukan pertanyaan, kemudian orang-orang itu menjawab dengan sopan. Kemudian Rasulullah memperkenalkan diri dan bertanya,
"Bagaimana keadaan kalian di Yatsrib?"
Sesudah itu beliau mengajak mereka duduk bersama dan memenuhi ajakan itu dengan penuh rasa ingin tahu. Sesudah saling bertanya, Rasulullah mengajak mereka ke tempat yang sunyi, sedikit jauh dari penglihatan orang. Di tempat itu, Rasulullah membacakan ayat-ayat Al-Qur'an. Keenam orang Khazraj itu mengerti dan tertarik segala apa yang beliau serukan.
Setelah Rasulullah yakin dengan kesungguhan orang-orang ini, beliau mengajak berpindah tempat lagi ke bawah Bukit Aqabah. Tempat itu benar-benar terlindung dari jangkauan penglihatan orang. Di tempat aman itulah, Rasulullah mengajak mereka mendukung kenabian beliau. Rasulullah meminta agar mereka ikut menyebarkan ajaran Islam di kota asal mereka, Yatsrib.
Orang-orang itu minta waktu untuk berunding.
"Rupanya ini adalah jalan yang diberikan Tuhan," demikian salah satu dari mereka berkata,
"Aku sudah bosan berperang dengan Aus, mudah-mudahan ajaran Islam ini akan menyatukan kita dan Aus dalam perdamaian."
Setelah selesai, mereka menyatakan percaya dan sungguh-sungguh mendukung penyebaran Islam di Yatsrib. Rasulullah kemudian menasihati agar mereka seiya sekata, tolong-menolong, dan bantu-membantu dalam menjalankan tugas mulia ini.
Baiat Aqabah Pertama
Keenam orang itu kembali ke Yatsrib dan menyerukan Islam kepada seluruh penduduknya.
"Muhammad adalah nabi terakhir utusan Tuhan yang didustakan kaumnya sendiri," demikian kata mereka.
Segera saja nama Rasulullah menjadi terkenal di kalangan penduduk Yatsrib.
Pada musim haji berikutnya, lima dari enam orang itu kembali ke Mekah bersama tujuh orang rekan mereka. Dua berasal dari Aus dan sepuluh orang berasal dari Khazraj. Mereka menemui Rasulullah di Bukit Aqabah. Saat itu, sudah dua belas tahun lamanya Rasulullah menyebarkan Islam.
Setelah Rasulullah membacakan ayat-ayat Al-Qur'an mereka menyatakan percaya akan seruan beliau. Rasulullah pun kemudian membaiat (sumpah setia) mereka.
Inilah yang terkenal sebagai Baiat Aqabah pertama.
Dalam baiat ini, Rasulullah mengajak mereka bersumpah untuk:
1. Menyembah Allah dan tidak menyekutukan-NYA
2. Tidak mencuri
3. Tidak bergaul dengan wanita yang belum dinikahi
4. Tidak membunuh anak-anak, seperti yang saat itu banyak terjadi
5. Tidak berdusta dan tidak membuat kedustaan
6. Tidak menolak perkara yang baik
7. Hendaknya selalu mengikuti Rasulullah, baik saat senang maupun susah
8. Hendaknya selalu mengikuti Rasulullah, baik terpaksa maupun sukarela
9. Jangan begitu saja merebut suatu perkara kecuali Allah memberikan bukti tanda-tanda kekafiran kepada orang yang mengerjakannya
10. Hendaklah mengatakan kebenaran di mana pun berada dan tidak takut akan celaan orang
Sebagai penutup, Rasulullah bersabda,
"Hendaklah kalian menepati janji-janji ini, kelak kalian akan menerima balasan Allah berupa surga. Namun, jika ada yang menyalahi janji ini, aku serahkan urusannya kepada Allah semata."
Ucapan Baiat
Ucapan baiat atau sumpah setia ini sebenarnya adalah menjulurkan tangan kanan ke depan telapak tangan menghadap keatas, sedangkan pembaiat menjabat dengan posisi tangan disebelah atas.
Baiat Aqabah yang pertama dikenal dengan nama baiat wanita sebab Rasulullah belum meminta mereka membela beliau dengan berperang.
Rintangan dari Abu Lahab
Selain terus-menerus berdakwah kepada orang-orang Mekah, Rasulullah juga menyampaikan ajaran Islam kepada orang-orang yang datang ke Mekah. Bangsa Arab berkumpul di Mekah pada pekan-pekan tertentu beberapa kali dalam setahun, misalnya di Pasar Ukazh, yang diadakan selama bulan Syawal, kemudian Pasar Mujannah, yang berlangsung setelah bulan Syawal selama dua puluh hari.
Jika Rasulullah tahu ada rombongan datang, Beliau segera pergi mendatangi mereka sambil berkata,
"Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah memerintahkan kamu sekalian supaya menyembah kepada-NYA dan janganlah kamu menyekutukan Dia dengan sesuatu."
"Wahai sekalian manusia ucapkanlah olehmu, Tiada Tuhan melainkan Allah, supaya kamu berbahagia!"
Namun, di mana pun Rasulullah datang pasti di belakang beliau Abu Lahab datang mengikuti sambil berseru keras-keras,
"Hai sekalian manusia, sesungguhnya orang ini memerintahkan kamu sekalian supaya meninggalkan agama orangtua-orangtuamu terdahulu! Hai sekalian manusia, janganlah kamu dengarkan perkataan orang ini karena dia itu pendusta!"
Bahkan sesekali jika marahnya sudah memuncak, Abu Lahab melempar kepala Rasulullah dari belakang dengan batu!
Akibat tindakan Abu Lahab ini, sangat sedikit orang yang mau menerima seruan Islam. Orang-orang Islam pun bahkan belum berani menunjukkan keislamannya secara terang-terangan. Kebanyakan orang mencaci, mencemooh, mengusir, dan mendustakan Rasulullah.
Akan tetapi, beliau tidak pernah berputus asa. Beliau terus berdakwah semakin gencar dan semakin bersemangat. Berkat kegigihan yang luar biasa inilah, Allah mulai menunjukkan tanda-tanda kemenangan dari sebuah kota bernama Yatsrib.
Utbah bin Rabi'ah
Selain Abu Lahab, salah seorang yang memusuhi Rasulullah adalah Utbah bin Rabi'ah. Namun, Utbah lebih lembut. Utbah memberi Rasulullah anggur ketika beliau diusir dari Tha'if.
Orang-Orang Yatsrib
(Suatu saat kelak, Rasululllah mengubah nama Yatsrib menjadi Madinah). Orang-orang Yatsrib termasuk rombongan orang Arab yang sering datang ke Mekah. Mereka terpecah menjadi dua golongan orang Aus dan orang Khazraj.
Kedua suku ini saling berperang satu sama lain selama 120 tahun. Suatu saat kaum Aus menang. Pada saat lain, orang Khazraj yang mengalahkan Aus.
Suatu malam di Bukit Aqabah, Mina, Rasulullah bertemu dengan enam orang Khazraj. Mula-mula beliau mengajukan pertanyaan, kemudian orang-orang itu menjawab dengan sopan. Kemudian Rasulullah memperkenalkan diri dan bertanya,
"Bagaimana keadaan kalian di Yatsrib?"
Sesudah itu beliau mengajak mereka duduk bersama dan memenuhi ajakan itu dengan penuh rasa ingin tahu. Sesudah saling bertanya, Rasulullah mengajak mereka ke tempat yang sunyi, sedikit jauh dari penglihatan orang. Di tempat itu, Rasulullah membacakan ayat-ayat Al-Qur'an. Keenam orang Khazraj itu mengerti dan tertarik segala apa yang beliau serukan.
Setelah Rasulullah yakin dengan kesungguhan orang-orang ini, beliau mengajak berpindah tempat lagi ke bawah Bukit Aqabah. Tempat itu benar-benar terlindung dari jangkauan penglihatan orang. Di tempat aman itulah, Rasulullah mengajak mereka mendukung kenabian beliau. Rasulullah meminta agar mereka ikut menyebarkan ajaran Islam di kota asal mereka, Yatsrib.
Orang-orang itu minta waktu untuk berunding.
"Rupanya ini adalah jalan yang diberikan Tuhan," demikian salah satu dari mereka berkata,
"Aku sudah bosan berperang dengan Aus, mudah-mudahan ajaran Islam ini akan menyatukan kita dan Aus dalam perdamaian."
Setelah selesai, mereka menyatakan percaya dan sungguh-sungguh mendukung penyebaran Islam di Yatsrib. Rasulullah kemudian menasihati agar mereka seiya sekata, tolong-menolong, dan bantu-membantu dalam menjalankan tugas mulia ini.
Baiat Aqabah Pertama
Keenam orang itu kembali ke Yatsrib dan menyerukan Islam kepada seluruh penduduknya.
"Muhammad adalah nabi terakhir utusan Tuhan yang didustakan kaumnya sendiri," demikian kata mereka.
Segera saja nama Rasulullah menjadi terkenal di kalangan penduduk Yatsrib.
Pada musim haji berikutnya, lima dari enam orang itu kembali ke Mekah bersama tujuh orang rekan mereka. Dua berasal dari Aus dan sepuluh orang berasal dari Khazraj. Mereka menemui Rasulullah di Bukit Aqabah. Saat itu, sudah dua belas tahun lamanya Rasulullah menyebarkan Islam.
Setelah Rasulullah membacakan ayat-ayat Al-Qur'an mereka menyatakan percaya akan seruan beliau. Rasulullah pun kemudian membaiat (sumpah setia) mereka.
Inilah yang terkenal sebagai Baiat Aqabah pertama.
Dalam baiat ini, Rasulullah mengajak mereka bersumpah untuk:
1. Menyembah Allah dan tidak menyekutukan-NYA
2. Tidak mencuri
3. Tidak bergaul dengan wanita yang belum dinikahi
4. Tidak membunuh anak-anak, seperti yang saat itu banyak terjadi
5. Tidak berdusta dan tidak membuat kedustaan
6. Tidak menolak perkara yang baik
7. Hendaknya selalu mengikuti Rasulullah, baik saat senang maupun susah
8. Hendaknya selalu mengikuti Rasulullah, baik terpaksa maupun sukarela
9. Jangan begitu saja merebut suatu perkara kecuali Allah memberikan bukti tanda-tanda kekafiran kepada orang yang mengerjakannya
10. Hendaklah mengatakan kebenaran di mana pun berada dan tidak takut akan celaan orang
Sebagai penutup, Rasulullah bersabda,
"Hendaklah kalian menepati janji-janji ini, kelak kalian akan menerima balasan Allah berupa surga. Namun, jika ada yang menyalahi janji ini, aku serahkan urusannya kepada Allah semata."
Ucapan Baiat
Ucapan baiat atau sumpah setia ini sebenarnya adalah menjulurkan tangan kanan ke depan telapak tangan menghadap keatas, sedangkan pembaiat menjabat dengan posisi tangan disebelah atas.
Baiat Aqabah yang pertama dikenal dengan nama baiat wanita sebab Rasulullah belum meminta mereka membela beliau dengan berperang.
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 57
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Pengiriman Mush'ab bin Umair
Setelah baiat terlaksana dengan sempurna, semua orang kembali ke perkemahan masing-masing sambil menyimpan kejadian itu baik-baik di dalam hati.
Musim haji pun segera selesai. Ketika rombongan Muslim Yatsrib berangkat pulang. Rasulullah menyertakan seorang duta pertama. Tugas duta ini adalah mengajarkan syariat Islam dan pengetahuan agama kepada kaum Muslimin. Selain itu, ia juga berkewajiban menyebarkan ajaran Islam kepada orang-orang yang masih menyembah berhala.
Rasulullah memilih Mush'ab bin Umair untuk melaksanakan tugas ini. Mush'ab termasuk pemeluk Islam pertama dan terpercaya dalam pengetahuan tentang hukum-hukum Allah, bacaan Al-Qur'an, serta ketaatannya.
Setelah sahabat Rasulullah itu datang, semakin banyak orang Yatsrib memeluk Islam. Seiring dengan itu, persatuan Aus dan Khazraj semakin kuat sampai akhirnya hilanglah rasa permusuhan di hati mereka masing-masing.
Jum'at Pertama
Melihat Islam berkembang demikian pesat, orang-orang Yahudi Yastrib amat khawatir. Mereka takut agamanya lenyap terdesak oleh Islam. Oleh karena itu, setiap hari Sabtu mereka berkumpul di suatu tempat dan mengadakan keramaian untuk menunjukkan keagungan agama mereka.
Ketika mendengar hal ini, Rasulullah memerintahkan Umair untuk mengumpulkan kaum Muslimin setiap hari Jum'at untuk mengerjakan shalat dua rakaat berjamah. Mush'ab segera mengumpulkan kaum Muslimin di Hazmun-Nabit.
Itulah shalat jum'at pertama dalam sejarah Islam. Shalat pertama itu diikuti oleh empat puluh orang.
Abdurrahman bin Auf
Rasulullah juga pernah memerintahkan Abdurrahman bin Auf secara diam-diam pergi ke daerah Damatul Jandal untuk berdakwah. Selama tiga hari, Abdurrahman bin Auf berdakwah sampai akhirnya pemimpin mereka Al Ashbag pun masuk Islam.
Baiat Aqabah Kedua
Satu tahun berikutnya, jumlah jama'ah haji dari Yatsrib lebih banyak, termasuk dalam rombongan itu tujuh puluh lima muslim. Dua di antaranya kaum perempuan.
Saat itu tahun 622 Masehi, tiga belas tahun sudah Rasulullah berdakwah dengan lemah lembut, mengalah terhadap segala siksaan, serta menanggung semua kesakitan dengan kesabaran dan pengorbanan.
Tidak selamanya Allah mengajarkan umat-NYA untuk terus mengalah. Suatu saat pukulan harus dibalas pukulan, serangan pun harus dibalas serangan. Dengan tujuan inilah Rasulullah mengadakan pertemuan dengan ketujuh puluh lima Muslim itu.
Mereka bersepakat bertemu tengah malam di bukit Aqabah pada hari-hari tasyriq. Hari Tasyriq adalah tiga hari berturut-turut setelah hari Raya Qurban (Idhul Adha).
Kali ini mereka tidak bertemu di kaki bukit, tetapi di puncaknya. Semua orang mendaki lereng-lereng Aqabah yang curam, termasuk kedua Muslimah tersebut. Saat itu, Rasulullah disertai pamannya, Abbas bin Abdul Muthalib. Abbas menyadari bahwa pertemuan ini dapat berakibat perang terhadap orang yang memusuhi keponakannya.
"Saudara-saudara dari Khazraj," demikian Abbas berkata, "posisi Muhammad di tengah-tengah kami sudah diketahui bersama. Kami dan mereka yang sepaham dengannya telah melindunginya dari gangguan masyarakat kami sendiri. Dia adalah orang yang terhormat di kalangan masyarakatnya dan mempunyai kekuatan di negerinya sendiri. Namun, dia ingin bergabung dengan Tuan-Tuan juga. Jadi, kalau memang Tuan-Tuan merasa dapat menepati janji seperti yang Tuan-Tuan berikan kepadanya dan dapat melindungi dari mereka yang menentangnya, silahkan Tuan-Tuan laksanakan. Akan tetapi kalau Tuan-Tuan akan menyerahkan dia dan membiarkannya terlantar sesudah berada di tempat Tuan-Tuan, dari sekarang lebih baik tinggalkan saja."
Orang-orang Yatsrib pun menjawab, "Sudah kami dengar yang Tuan katakan. Sekarang silahkan Rasulullah bicara. Kemukakanlah yang Tuan senangi dan disenangi Allah."
Setelah membaca ayat Al-Qur'an dan memberi semangat Islam, Rasulullah bersabda,
"Saya minta ikrar Tuan-Tuan untuk membela saya seperti membela istri-istri dan anak-anak Tuan-Tuan sendiri."
Kesetiaan Kaum Anshar
Saad bin Ubadah, seorang pemimpin Anshar berkata kepada Rasulullah,
"Hanya kepada kamilah Rasulullah menghendaki sesuatu. Demi jiwaku yang ada ditangan-NYA, andaikan engkau menyuruh agar kami menceburkan diri ke dalam samudra, tentulah kami akan melakukannya."
Dialog Sebelum Ikrar
Seorang pemuka masyarakat yang tertua disitu, Al Bara' bin Ma'rur, berkata,
"Rasulullah, kami sudah berikrar. Kami adalah orang peperangan dan ahli bertempur yang sudah kami warisi dari leluhur kami."
Namun, sebelum Al Bara' selesai bicara, Abu Haitham bin Tayyihan menyela,
"Rasulullah, kami memutuskan perjanjian dengan orang-orang Yahudi. Namun, apa jadinya kalau apa yang kami lakukan ini lalu kelak Allah memberikan kemenangan kepada Tuan, apakah Tuan akan kembali kepada masyarakat Tuan dan meninggalkan kami?"
Rasulullah tersenyum dan berkata,
"Tidak, saya sehidup semati dengan Tuan-Tuan. Tuan-Tuan adalah saya dan saya adalah Tuan-Tuan. Saya akan memerangi siapa saja yang Tuan-Tuan perangi dan saya akan berdamai dengan siapa saja yang Tuan-Tuan ajak berdamai."
Tatkala mereka siap berikrar, Abbas bin Ubadah menyela,
"Saudara-saudara dari Khazraj, untuk apakah kalian memberikan ikrar kepada orang ini? Kamu menyatakan ikrar dengan dia untuk melakukan perang terhadap yang hitam dan yang merah (perang habis-habisan melawan siapa pun). Kalau Tuan-Tuan merasa bahwa jika harta benda Tuan-Tuan binasa dan para pemuka Tuan-Tuan terbunuh, Tuan-Tuan hendak menyerahkan dia kepada musuh, lebih baik dari sekarang tinggalkan saja dia. Kalau pun itu yang Tuan-Tuan lakukan, ini adalah perbuatan hina dunia dan akhirat.
Sebaliknya, jika Tuan-Tuan dapat menepati seperti yang Tuan-Tuan berikan kepadanya itu, sekali pun harta benda Tuan-Tuan habis dan para pemimpin Tuan-Tuan terbunuh, silahkan saja Tuan-Tuan terima dia. Itulah suatu perbuatan yang baik, dunia dan akhirat."
Orang-orang pun menjawab,
"Akan kami terima, sekali pun harta benda kami habis dan bangsawan kami terbunuh. Namun, Rasulullah, kalau dapat kami tepati semua ini, apa yang akan kami peroleh?"
Rasulullah menjawab dengan tenang dan pasti, "Surga."
Kepribadian yang Mengagumkan
Kesetiaan kaum Anshar pada saat baiat menunjukkan begitu dalamnya kepercayaan yang tertanam dalam hati mereka kepada Rasulullah. Rasulullah memiliki kepribadian yang daya pesonanya tidak dapat dijangkau kedalamannya. Siapa pun yang bergaul dengan beliau, pasti akan luluh dalam pesona itu.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Pengiriman Mush'ab bin Umair
Setelah baiat terlaksana dengan sempurna, semua orang kembali ke perkemahan masing-masing sambil menyimpan kejadian itu baik-baik di dalam hati.
Musim haji pun segera selesai. Ketika rombongan Muslim Yatsrib berangkat pulang. Rasulullah menyertakan seorang duta pertama. Tugas duta ini adalah mengajarkan syariat Islam dan pengetahuan agama kepada kaum Muslimin. Selain itu, ia juga berkewajiban menyebarkan ajaran Islam kepada orang-orang yang masih menyembah berhala.
Rasulullah memilih Mush'ab bin Umair untuk melaksanakan tugas ini. Mush'ab termasuk pemeluk Islam pertama dan terpercaya dalam pengetahuan tentang hukum-hukum Allah, bacaan Al-Qur'an, serta ketaatannya.
Setelah sahabat Rasulullah itu datang, semakin banyak orang Yatsrib memeluk Islam. Seiring dengan itu, persatuan Aus dan Khazraj semakin kuat sampai akhirnya hilanglah rasa permusuhan di hati mereka masing-masing.
Jum'at Pertama
Melihat Islam berkembang demikian pesat, orang-orang Yahudi Yastrib amat khawatir. Mereka takut agamanya lenyap terdesak oleh Islam. Oleh karena itu, setiap hari Sabtu mereka berkumpul di suatu tempat dan mengadakan keramaian untuk menunjukkan keagungan agama mereka.
Ketika mendengar hal ini, Rasulullah memerintahkan Umair untuk mengumpulkan kaum Muslimin setiap hari Jum'at untuk mengerjakan shalat dua rakaat berjamah. Mush'ab segera mengumpulkan kaum Muslimin di Hazmun-Nabit.
Itulah shalat jum'at pertama dalam sejarah Islam. Shalat pertama itu diikuti oleh empat puluh orang.
Abdurrahman bin Auf
Rasulullah juga pernah memerintahkan Abdurrahman bin Auf secara diam-diam pergi ke daerah Damatul Jandal untuk berdakwah. Selama tiga hari, Abdurrahman bin Auf berdakwah sampai akhirnya pemimpin mereka Al Ashbag pun masuk Islam.
Baiat Aqabah Kedua
Satu tahun berikutnya, jumlah jama'ah haji dari Yatsrib lebih banyak, termasuk dalam rombongan itu tujuh puluh lima muslim. Dua di antaranya kaum perempuan.
Saat itu tahun 622 Masehi, tiga belas tahun sudah Rasulullah berdakwah dengan lemah lembut, mengalah terhadap segala siksaan, serta menanggung semua kesakitan dengan kesabaran dan pengorbanan.
Tidak selamanya Allah mengajarkan umat-NYA untuk terus mengalah. Suatu saat pukulan harus dibalas pukulan, serangan pun harus dibalas serangan. Dengan tujuan inilah Rasulullah mengadakan pertemuan dengan ketujuh puluh lima Muslim itu.
Mereka bersepakat bertemu tengah malam di bukit Aqabah pada hari-hari tasyriq. Hari Tasyriq adalah tiga hari berturut-turut setelah hari Raya Qurban (Idhul Adha).
Kali ini mereka tidak bertemu di kaki bukit, tetapi di puncaknya. Semua orang mendaki lereng-lereng Aqabah yang curam, termasuk kedua Muslimah tersebut. Saat itu, Rasulullah disertai pamannya, Abbas bin Abdul Muthalib. Abbas menyadari bahwa pertemuan ini dapat berakibat perang terhadap orang yang memusuhi keponakannya.
"Saudara-saudara dari Khazraj," demikian Abbas berkata, "posisi Muhammad di tengah-tengah kami sudah diketahui bersama. Kami dan mereka yang sepaham dengannya telah melindunginya dari gangguan masyarakat kami sendiri. Dia adalah orang yang terhormat di kalangan masyarakatnya dan mempunyai kekuatan di negerinya sendiri. Namun, dia ingin bergabung dengan Tuan-Tuan juga. Jadi, kalau memang Tuan-Tuan merasa dapat menepati janji seperti yang Tuan-Tuan berikan kepadanya dan dapat melindungi dari mereka yang menentangnya, silahkan Tuan-Tuan laksanakan. Akan tetapi kalau Tuan-Tuan akan menyerahkan dia dan membiarkannya terlantar sesudah berada di tempat Tuan-Tuan, dari sekarang lebih baik tinggalkan saja."
Orang-orang Yatsrib pun menjawab, "Sudah kami dengar yang Tuan katakan. Sekarang silahkan Rasulullah bicara. Kemukakanlah yang Tuan senangi dan disenangi Allah."
Setelah membaca ayat Al-Qur'an dan memberi semangat Islam, Rasulullah bersabda,
"Saya minta ikrar Tuan-Tuan untuk membela saya seperti membela istri-istri dan anak-anak Tuan-Tuan sendiri."
Kesetiaan Kaum Anshar
Saad bin Ubadah, seorang pemimpin Anshar berkata kepada Rasulullah,
"Hanya kepada kamilah Rasulullah menghendaki sesuatu. Demi jiwaku yang ada ditangan-NYA, andaikan engkau menyuruh agar kami menceburkan diri ke dalam samudra, tentulah kami akan melakukannya."
Dialog Sebelum Ikrar
Seorang pemuka masyarakat yang tertua disitu, Al Bara' bin Ma'rur, berkata,
"Rasulullah, kami sudah berikrar. Kami adalah orang peperangan dan ahli bertempur yang sudah kami warisi dari leluhur kami."
Namun, sebelum Al Bara' selesai bicara, Abu Haitham bin Tayyihan menyela,
"Rasulullah, kami memutuskan perjanjian dengan orang-orang Yahudi. Namun, apa jadinya kalau apa yang kami lakukan ini lalu kelak Allah memberikan kemenangan kepada Tuan, apakah Tuan akan kembali kepada masyarakat Tuan dan meninggalkan kami?"
Rasulullah tersenyum dan berkata,
"Tidak, saya sehidup semati dengan Tuan-Tuan. Tuan-Tuan adalah saya dan saya adalah Tuan-Tuan. Saya akan memerangi siapa saja yang Tuan-Tuan perangi dan saya akan berdamai dengan siapa saja yang Tuan-Tuan ajak berdamai."
Tatkala mereka siap berikrar, Abbas bin Ubadah menyela,
"Saudara-saudara dari Khazraj, untuk apakah kalian memberikan ikrar kepada orang ini? Kamu menyatakan ikrar dengan dia untuk melakukan perang terhadap yang hitam dan yang merah (perang habis-habisan melawan siapa pun). Kalau Tuan-Tuan merasa bahwa jika harta benda Tuan-Tuan binasa dan para pemuka Tuan-Tuan terbunuh, Tuan-Tuan hendak menyerahkan dia kepada musuh, lebih baik dari sekarang tinggalkan saja dia. Kalau pun itu yang Tuan-Tuan lakukan, ini adalah perbuatan hina dunia dan akhirat.
Sebaliknya, jika Tuan-Tuan dapat menepati seperti yang Tuan-Tuan berikan kepadanya itu, sekali pun harta benda Tuan-Tuan habis dan para pemimpin Tuan-Tuan terbunuh, silahkan saja Tuan-Tuan terima dia. Itulah suatu perbuatan yang baik, dunia dan akhirat."
Orang-orang pun menjawab,
"Akan kami terima, sekali pun harta benda kami habis dan bangsawan kami terbunuh. Namun, Rasulullah, kalau dapat kami tepati semua ini, apa yang akan kami peroleh?"
Rasulullah menjawab dengan tenang dan pasti, "Surga."
Kepribadian yang Mengagumkan
Kesetiaan kaum Anshar pada saat baiat menunjukkan begitu dalamnya kepercayaan yang tertanam dalam hati mereka kepada Rasulullah. Rasulullah memiliki kepribadian yang daya pesonanya tidak dapat dijangkau kedalamannya. Siapa pun yang bergaul dengan beliau, pasti akan luluh dalam pesona itu.
Pengiriman Mush'ab bin Umair
Setelah baiat terlaksana dengan sempurna, semua orang kembali ke perkemahan masing-masing sambil menyimpan kejadian itu baik-baik di dalam hati.
Musim haji pun segera selesai. Ketika rombongan Muslim Yatsrib berangkat pulang. Rasulullah menyertakan seorang duta pertama. Tugas duta ini adalah mengajarkan syariat Islam dan pengetahuan agama kepada kaum Muslimin. Selain itu, ia juga berkewajiban menyebarkan ajaran Islam kepada orang-orang yang masih menyembah berhala.
Rasulullah memilih Mush'ab bin Umair untuk melaksanakan tugas ini. Mush'ab termasuk pemeluk Islam pertama dan terpercaya dalam pengetahuan tentang hukum-hukum Allah, bacaan Al-Qur'an, serta ketaatannya.
Setelah sahabat Rasulullah itu datang, semakin banyak orang Yatsrib memeluk Islam. Seiring dengan itu, persatuan Aus dan Khazraj semakin kuat sampai akhirnya hilanglah rasa permusuhan di hati mereka masing-masing.
Jum'at Pertama
Melihat Islam berkembang demikian pesat, orang-orang Yahudi Yastrib amat khawatir. Mereka takut agamanya lenyap terdesak oleh Islam. Oleh karena itu, setiap hari Sabtu mereka berkumpul di suatu tempat dan mengadakan keramaian untuk menunjukkan keagungan agama mereka.
Ketika mendengar hal ini, Rasulullah memerintahkan Umair untuk mengumpulkan kaum Muslimin setiap hari Jum'at untuk mengerjakan shalat dua rakaat berjamah. Mush'ab segera mengumpulkan kaum Muslimin di Hazmun-Nabit.
Itulah shalat jum'at pertama dalam sejarah Islam. Shalat pertama itu diikuti oleh empat puluh orang.
Abdurrahman bin Auf
Rasulullah juga pernah memerintahkan Abdurrahman bin Auf secara diam-diam pergi ke daerah Damatul Jandal untuk berdakwah. Selama tiga hari, Abdurrahman bin Auf berdakwah sampai akhirnya pemimpin mereka Al Ashbag pun masuk Islam.
Baiat Aqabah Kedua
Satu tahun berikutnya, jumlah jama'ah haji dari Yatsrib lebih banyak, termasuk dalam rombongan itu tujuh puluh lima muslim. Dua di antaranya kaum perempuan.
Saat itu tahun 622 Masehi, tiga belas tahun sudah Rasulullah berdakwah dengan lemah lembut, mengalah terhadap segala siksaan, serta menanggung semua kesakitan dengan kesabaran dan pengorbanan.
Tidak selamanya Allah mengajarkan umat-NYA untuk terus mengalah. Suatu saat pukulan harus dibalas pukulan, serangan pun harus dibalas serangan. Dengan tujuan inilah Rasulullah mengadakan pertemuan dengan ketujuh puluh lima Muslim itu.
Mereka bersepakat bertemu tengah malam di bukit Aqabah pada hari-hari tasyriq. Hari Tasyriq adalah tiga hari berturut-turut setelah hari Raya Qurban (Idhul Adha).
Kali ini mereka tidak bertemu di kaki bukit, tetapi di puncaknya. Semua orang mendaki lereng-lereng Aqabah yang curam, termasuk kedua Muslimah tersebut. Saat itu, Rasulullah disertai pamannya, Abbas bin Abdul Muthalib. Abbas menyadari bahwa pertemuan ini dapat berakibat perang terhadap orang yang memusuhi keponakannya.
"Saudara-saudara dari Khazraj," demikian Abbas berkata, "posisi Muhammad di tengah-tengah kami sudah diketahui bersama. Kami dan mereka yang sepaham dengannya telah melindunginya dari gangguan masyarakat kami sendiri. Dia adalah orang yang terhormat di kalangan masyarakatnya dan mempunyai kekuatan di negerinya sendiri. Namun, dia ingin bergabung dengan Tuan-Tuan juga. Jadi, kalau memang Tuan-Tuan merasa dapat menepati janji seperti yang Tuan-Tuan berikan kepadanya dan dapat melindungi dari mereka yang menentangnya, silahkan Tuan-Tuan laksanakan. Akan tetapi kalau Tuan-Tuan akan menyerahkan dia dan membiarkannya terlantar sesudah berada di tempat Tuan-Tuan, dari sekarang lebih baik tinggalkan saja."
Orang-orang Yatsrib pun menjawab, "Sudah kami dengar yang Tuan katakan. Sekarang silahkan Rasulullah bicara. Kemukakanlah yang Tuan senangi dan disenangi Allah."
Setelah membaca ayat Al-Qur'an dan memberi semangat Islam, Rasulullah bersabda,
"Saya minta ikrar Tuan-Tuan untuk membela saya seperti membela istri-istri dan anak-anak Tuan-Tuan sendiri."
Kesetiaan Kaum Anshar
Saad bin Ubadah, seorang pemimpin Anshar berkata kepada Rasulullah,
"Hanya kepada kamilah Rasulullah menghendaki sesuatu. Demi jiwaku yang ada ditangan-NYA, andaikan engkau menyuruh agar kami menceburkan diri ke dalam samudra, tentulah kami akan melakukannya."
Dialog Sebelum Ikrar
Seorang pemuka masyarakat yang tertua disitu, Al Bara' bin Ma'rur, berkata,
"Rasulullah, kami sudah berikrar. Kami adalah orang peperangan dan ahli bertempur yang sudah kami warisi dari leluhur kami."
Namun, sebelum Al Bara' selesai bicara, Abu Haitham bin Tayyihan menyela,
"Rasulullah, kami memutuskan perjanjian dengan orang-orang Yahudi. Namun, apa jadinya kalau apa yang kami lakukan ini lalu kelak Allah memberikan kemenangan kepada Tuan, apakah Tuan akan kembali kepada masyarakat Tuan dan meninggalkan kami?"
Rasulullah tersenyum dan berkata,
"Tidak, saya sehidup semati dengan Tuan-Tuan. Tuan-Tuan adalah saya dan saya adalah Tuan-Tuan. Saya akan memerangi siapa saja yang Tuan-Tuan perangi dan saya akan berdamai dengan siapa saja yang Tuan-Tuan ajak berdamai."
Tatkala mereka siap berikrar, Abbas bin Ubadah menyela,
"Saudara-saudara dari Khazraj, untuk apakah kalian memberikan ikrar kepada orang ini? Kamu menyatakan ikrar dengan dia untuk melakukan perang terhadap yang hitam dan yang merah (perang habis-habisan melawan siapa pun). Kalau Tuan-Tuan merasa bahwa jika harta benda Tuan-Tuan binasa dan para pemuka Tuan-Tuan terbunuh, Tuan-Tuan hendak menyerahkan dia kepada musuh, lebih baik dari sekarang tinggalkan saja dia. Kalau pun itu yang Tuan-Tuan lakukan, ini adalah perbuatan hina dunia dan akhirat.
Sebaliknya, jika Tuan-Tuan dapat menepati seperti yang Tuan-Tuan berikan kepadanya itu, sekali pun harta benda Tuan-Tuan habis dan para pemimpin Tuan-Tuan terbunuh, silahkan saja Tuan-Tuan terima dia. Itulah suatu perbuatan yang baik, dunia dan akhirat."
Orang-orang pun menjawab,
"Akan kami terima, sekali pun harta benda kami habis dan bangsawan kami terbunuh. Namun, Rasulullah, kalau dapat kami tepati semua ini, apa yang akan kami peroleh?"
Rasulullah menjawab dengan tenang dan pasti, "Surga."
Kepribadian yang Mengagumkan
Kesetiaan kaum Anshar pada saat baiat menunjukkan begitu dalamnya kepercayaan yang tertanam dalam hati mereka kepada Rasulullah. Rasulullah memiliki kepribadian yang daya pesonanya tidak dapat dijangkau kedalamannya. Siapa pun yang bergaul dengan beliau, pasti akan luluh dalam pesona itu.
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 58
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Ikrar
Mereka mengulurkan tangan kepada Rasulullah dan berikrar. Inilah yang tercatat dalam sejarah sebagai Baiat Aqabah kedua. Dalam Ikrar kedua ini, mereka berkata,
"Kami berikrar mendengar dan setia pada waktu suka dan duka, pada waktu bahagia dan sengsara, kami hanya akan berkata yang benar di mana saja kami berada, dan kami tidak takut kritik siapa pun atas jalan Allah ini."
Rasulullah menjabat tangan para lelaki, tetapi tidak menyentuh tangan wanita. Setelah itu, beliau berkata,
"Pilihlah dua belas orang pemimpin dari kalangan Tuan-Tuan yang akan menjadi penanggung jawab masyarakatnya."
Mereka lalu memilih sembilan orang Khazraj dan tiga orang Aus. Kepada para pemimpin itu, Rasulullah berkata,
"Tuan-Tuan adalah penanggung jawab masyarakat seperti pertanggungjawaban pengikut-pengikut Isa binti Maryam. Terhadap masyarakat saya, sayalah yang bertanggung jawab."
Peristiwa ini selesai tengah malam di celah Gunung Aqabah, jauh dari masyarakat ramai. Saat itu,mereka berharap hanya Allah saja yang mengetahui urusan mereka. Namun, ternyata ada orang lain yang kebetulan sedang lewat dan merasa curiga dengan suara-suara dari puncak bukit. Orang itu memanjati lereng gunung dan menyaksikan baiat Aqabah kaum Muslimin.
Ketentuan Perang
Salah satu isi penting ikrar Aqabah kedua ini adalah dicantumkannya ketentuan tentang perang. Pihak Anshar berjanji akan membela Rasulullah sekali pun harus berperang dan mengorbankan jiwa. Semua itu dilakukan kaum Anshar tanpa pamrih sama sekali tidak mengharapkan apa pun dari Rasul kecuali keridhaan Allah.
Quraisy Terkejut
Orang yang mengintai peristiwa ikrar tadi berteriak, memberi tahu penduduk Quraisy yang tinggal di Mina, tidak jauh dari Aqobah
"Muhammad dan orang-orang yang pindah agama itu sudah berkumpul! Mereka akan memerangi kamu!"
Walau cuma mendengar selintas, orang itu mengetahui maksud kaum Muslimin. Dengan berteriak keras-keras, ia bermaksud mengacaukan baiat kaum Muslimin. Orang itu berharap kaum Muslimin jadi takut, gelisah, dan membatalkan perjanjian mereka dengan Rasulullah.
Namun, tekad kaum Muslimin sudah tidak lagi tergoyahkan. Bahkan, dengan semangat menyala, Abbas bin Ubadah berkata kepada Rasulullah,
"Demi Allah yang telah mengutus Tuan atas dasar kebenaran, kalau sekiranya Tuan berkenan, penduduk Mina itu besok akan kami habiskan dengan pedang kami!"
Rasulullah menjawab, "Kami tidak diperintahkan untuk itu. Kembalilah ke kemah Tuan-Tuan."
Dengan cepat dan diam-diam, kaum Muslimin kembali ke kemah mereka dan tidur sampai pagi, seolah-olah tidak pernah terjadi apa pun.
Akan tetapi, pagi itu, orang Quraisy sudah mengetahui berita adanya ikrar. Mereka benar-benar sangat terkejut. Para pemuka Quraisy berkumpul dengan cepat dan segera bertindak. Mereka mendatangi para pemimpin rombongan Aus dan Khazraj.
"Apa yang terjadi? Kami dengar tadi malam kalian menjanjikan sesuatu kepada Muhammad!" ujar pemimpin Quraisy setengah menuduh.
Tidak semua rombongan Aus dan Khazraj adalah Muslim. Kebetulan para pemimpin rombongan adalah mereka yang belum beriman.
"Tidak! Kalian pasti salah! Tidak seorang pun dari rombongan kami keluar perkemahan tadi malam!" bantah para pemimpin rombongan dari Yatsrib itu.
Tadi malam, kaum Muslimin memang bergerak diam-diam. Mereka tidak memberi tahu anggota rombongan yang belum beriman tentang perjanjian mereka dengan Rasulullah. Akhirnya, orang-orang Quraisy kembali dengan hati ragu. Sementara itu, dengan tenang, anggota rombongan dari Yatsrib berkemas dan berangkat pulang.
Hijrah
Kaum Anshar atau 'para penolong', demikianlah Rasulullah menjuluki para sahabat barunya dari kota Yatsrib.
Sebelum kaum Anshar datang, rasanya dakwah Islam akan berputar di sekitar Mekah saja. Padahal, seluruh penduduk Mekah sudah diancam habis-habisan oleh para pemimpin Quraisy agar tidak menjadi pengikut Rasulullah. Di mata orang Quraisy, tiba-tiba saja Islam sudah menjadi kuat nun jauh di Yatsrib sana dan itu di luar jangkauan mereka.
Tanpa membuang waktu lagi, Rasulullah memerintahkan para sahabatnya menyusul kaum Anshar ke Yatsrib. Dengan sangat cerdik, beliau memerintahkan kaum Muslimin hijrah dengan berpencar-pencar dan diam-diam agar tidak menimbulkan kepanikan Quraisy.
Mulailah mereka berhijrah sendiri-sendiri dalam kelompok-kelompok kecil. Cara seperti itu berbeda dengan yang dilakukan Nabi Musa yang membawa kaumnya berhijrah dalan kelompok besar sekaligus. Ketika orang Quraisy tahu, mereka mulai panik.
"Tahan mereka yang mencoba mengungsi itu! Kurung orang yang mencoba pergi!" perintah seorang pemimpin.
"Mengapa tidak kita bunuh saja?" seru yang lain.
"Apa kamu sudah tidak waras? Kalau kita bunuh, kabilahnya akan menuntut balas!
Quraisy akan dipecah dalam perang saudara! Itu sudah pasti akan menguntungkan Muhammad! Tidak, tidak ada yang di bunuh. Bujuk saja supaya mereka kembali kepada sesembahan lama. Iming-imingi dengan harta kalau perlu. Jika tidak mau juga, siksa dengan keras!"
Demikian keras orang Quraisy bertindak, sampai-sampai ada istri yang dipisahkan dari suaminya. Kalau istrinya orang Quraisy, ia tidak boleh ikut suaminya hijrah. Jika tidak menurut, wanita itu akan mereka kurung.
Semua itu rela dijalani kaum Muslimin. Mereka rela berpisah dari keluarga bahkan meninggalkan harta untuk berhijrah demi kebebasan menyembah Allah.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Ikrar
Mereka mengulurkan tangan kepada Rasulullah dan berikrar. Inilah yang tercatat dalam sejarah sebagai Baiat Aqabah kedua. Dalam Ikrar kedua ini, mereka berkata,
"Kami berikrar mendengar dan setia pada waktu suka dan duka, pada waktu bahagia dan sengsara, kami hanya akan berkata yang benar di mana saja kami berada, dan kami tidak takut kritik siapa pun atas jalan Allah ini."
Rasulullah menjabat tangan para lelaki, tetapi tidak menyentuh tangan wanita. Setelah itu, beliau berkata,
"Pilihlah dua belas orang pemimpin dari kalangan Tuan-Tuan yang akan menjadi penanggung jawab masyarakatnya."
Mereka lalu memilih sembilan orang Khazraj dan tiga orang Aus. Kepada para pemimpin itu, Rasulullah berkata,
"Tuan-Tuan adalah penanggung jawab masyarakat seperti pertanggungjawaban pengikut-pengikut Isa binti Maryam. Terhadap masyarakat saya, sayalah yang bertanggung jawab."
Peristiwa ini selesai tengah malam di celah Gunung Aqabah, jauh dari masyarakat ramai. Saat itu,mereka berharap hanya Allah saja yang mengetahui urusan mereka. Namun, ternyata ada orang lain yang kebetulan sedang lewat dan merasa curiga dengan suara-suara dari puncak bukit. Orang itu memanjati lereng gunung dan menyaksikan baiat Aqabah kaum Muslimin.
Ketentuan Perang
Salah satu isi penting ikrar Aqabah kedua ini adalah dicantumkannya ketentuan tentang perang. Pihak Anshar berjanji akan membela Rasulullah sekali pun harus berperang dan mengorbankan jiwa. Semua itu dilakukan kaum Anshar tanpa pamrih sama sekali tidak mengharapkan apa pun dari Rasul kecuali keridhaan Allah.
Quraisy Terkejut
Orang yang mengintai peristiwa ikrar tadi berteriak, memberi tahu penduduk Quraisy yang tinggal di Mina, tidak jauh dari Aqobah
"Muhammad dan orang-orang yang pindah agama itu sudah berkumpul! Mereka akan memerangi kamu!"
Walau cuma mendengar selintas, orang itu mengetahui maksud kaum Muslimin. Dengan berteriak keras-keras, ia bermaksud mengacaukan baiat kaum Muslimin. Orang itu berharap kaum Muslimin jadi takut, gelisah, dan membatalkan perjanjian mereka dengan Rasulullah.
Namun, tekad kaum Muslimin sudah tidak lagi tergoyahkan. Bahkan, dengan semangat menyala, Abbas bin Ubadah berkata kepada Rasulullah,
"Demi Allah yang telah mengutus Tuan atas dasar kebenaran, kalau sekiranya Tuan berkenan, penduduk Mina itu besok akan kami habiskan dengan pedang kami!"
Rasulullah menjawab, "Kami tidak diperintahkan untuk itu. Kembalilah ke kemah Tuan-Tuan."
Dengan cepat dan diam-diam, kaum Muslimin kembali ke kemah mereka dan tidur sampai pagi, seolah-olah tidak pernah terjadi apa pun.
Akan tetapi, pagi itu, orang Quraisy sudah mengetahui berita adanya ikrar. Mereka benar-benar sangat terkejut. Para pemuka Quraisy berkumpul dengan cepat dan segera bertindak. Mereka mendatangi para pemimpin rombongan Aus dan Khazraj.
"Apa yang terjadi? Kami dengar tadi malam kalian menjanjikan sesuatu kepada Muhammad!" ujar pemimpin Quraisy setengah menuduh.
Tidak semua rombongan Aus dan Khazraj adalah Muslim. Kebetulan para pemimpin rombongan adalah mereka yang belum beriman.
"Tidak! Kalian pasti salah! Tidak seorang pun dari rombongan kami keluar perkemahan tadi malam!" bantah para pemimpin rombongan dari Yatsrib itu.
Tadi malam, kaum Muslimin memang bergerak diam-diam. Mereka tidak memberi tahu anggota rombongan yang belum beriman tentang perjanjian mereka dengan Rasulullah. Akhirnya, orang-orang Quraisy kembali dengan hati ragu. Sementara itu, dengan tenang, anggota rombongan dari Yatsrib berkemas dan berangkat pulang.
Hijrah
Kaum Anshar atau 'para penolong', demikianlah Rasulullah menjuluki para sahabat barunya dari kota Yatsrib.
Sebelum kaum Anshar datang, rasanya dakwah Islam akan berputar di sekitar Mekah saja. Padahal, seluruh penduduk Mekah sudah diancam habis-habisan oleh para pemimpin Quraisy agar tidak menjadi pengikut Rasulullah. Di mata orang Quraisy, tiba-tiba saja Islam sudah menjadi kuat nun jauh di Yatsrib sana dan itu di luar jangkauan mereka.
Tanpa membuang waktu lagi, Rasulullah memerintahkan para sahabatnya menyusul kaum Anshar ke Yatsrib. Dengan sangat cerdik, beliau memerintahkan kaum Muslimin hijrah dengan berpencar-pencar dan diam-diam agar tidak menimbulkan kepanikan Quraisy.
Mulailah mereka berhijrah sendiri-sendiri dalam kelompok-kelompok kecil. Cara seperti itu berbeda dengan yang dilakukan Nabi Musa yang membawa kaumnya berhijrah dalan kelompok besar sekaligus. Ketika orang Quraisy tahu, mereka mulai panik.
"Tahan mereka yang mencoba mengungsi itu! Kurung orang yang mencoba pergi!" perintah seorang pemimpin.
"Mengapa tidak kita bunuh saja?" seru yang lain.
"Apa kamu sudah tidak waras? Kalau kita bunuh, kabilahnya akan menuntut balas!
Quraisy akan dipecah dalam perang saudara! Itu sudah pasti akan menguntungkan Muhammad! Tidak, tidak ada yang di bunuh. Bujuk saja supaya mereka kembali kepada sesembahan lama. Iming-imingi dengan harta kalau perlu. Jika tidak mau juga, siksa dengan keras!"
Demikian keras orang Quraisy bertindak, sampai-sampai ada istri yang dipisahkan dari suaminya. Kalau istrinya orang Quraisy, ia tidak boleh ikut suaminya hijrah. Jika tidak menurut, wanita itu akan mereka kurung.
Semua itu rela dijalani kaum Muslimin. Mereka rela berpisah dari keluarga bahkan meninggalkan harta untuk berhijrah demi kebebasan menyembah Allah.
Ikrar
Mereka mengulurkan tangan kepada Rasulullah dan berikrar. Inilah yang tercatat dalam sejarah sebagai Baiat Aqabah kedua. Dalam Ikrar kedua ini, mereka berkata,
"Kami berikrar mendengar dan setia pada waktu suka dan duka, pada waktu bahagia dan sengsara, kami hanya akan berkata yang benar di mana saja kami berada, dan kami tidak takut kritik siapa pun atas jalan Allah ini."
Rasulullah menjabat tangan para lelaki, tetapi tidak menyentuh tangan wanita. Setelah itu, beliau berkata,
"Pilihlah dua belas orang pemimpin dari kalangan Tuan-Tuan yang akan menjadi penanggung jawab masyarakatnya."
Mereka lalu memilih sembilan orang Khazraj dan tiga orang Aus. Kepada para pemimpin itu, Rasulullah berkata,
"Tuan-Tuan adalah penanggung jawab masyarakat seperti pertanggungjawaban pengikut-pengikut Isa binti Maryam. Terhadap masyarakat saya, sayalah yang bertanggung jawab."
Peristiwa ini selesai tengah malam di celah Gunung Aqabah, jauh dari masyarakat ramai. Saat itu,mereka berharap hanya Allah saja yang mengetahui urusan mereka. Namun, ternyata ada orang lain yang kebetulan sedang lewat dan merasa curiga dengan suara-suara dari puncak bukit. Orang itu memanjati lereng gunung dan menyaksikan baiat Aqabah kaum Muslimin.
Ketentuan Perang
Salah satu isi penting ikrar Aqabah kedua ini adalah dicantumkannya ketentuan tentang perang. Pihak Anshar berjanji akan membela Rasulullah sekali pun harus berperang dan mengorbankan jiwa. Semua itu dilakukan kaum Anshar tanpa pamrih sama sekali tidak mengharapkan apa pun dari Rasul kecuali keridhaan Allah.
Quraisy Terkejut
Orang yang mengintai peristiwa ikrar tadi berteriak, memberi tahu penduduk Quraisy yang tinggal di Mina, tidak jauh dari Aqobah
"Muhammad dan orang-orang yang pindah agama itu sudah berkumpul! Mereka akan memerangi kamu!"
Walau cuma mendengar selintas, orang itu mengetahui maksud kaum Muslimin. Dengan berteriak keras-keras, ia bermaksud mengacaukan baiat kaum Muslimin. Orang itu berharap kaum Muslimin jadi takut, gelisah, dan membatalkan perjanjian mereka dengan Rasulullah.
Namun, tekad kaum Muslimin sudah tidak lagi tergoyahkan. Bahkan, dengan semangat menyala, Abbas bin Ubadah berkata kepada Rasulullah,
"Demi Allah yang telah mengutus Tuan atas dasar kebenaran, kalau sekiranya Tuan berkenan, penduduk Mina itu besok akan kami habiskan dengan pedang kami!"
Rasulullah menjawab, "Kami tidak diperintahkan untuk itu. Kembalilah ke kemah Tuan-Tuan."
Dengan cepat dan diam-diam, kaum Muslimin kembali ke kemah mereka dan tidur sampai pagi, seolah-olah tidak pernah terjadi apa pun.
Akan tetapi, pagi itu, orang Quraisy sudah mengetahui berita adanya ikrar. Mereka benar-benar sangat terkejut. Para pemuka Quraisy berkumpul dengan cepat dan segera bertindak. Mereka mendatangi para pemimpin rombongan Aus dan Khazraj.
"Apa yang terjadi? Kami dengar tadi malam kalian menjanjikan sesuatu kepada Muhammad!" ujar pemimpin Quraisy setengah menuduh.
Tidak semua rombongan Aus dan Khazraj adalah Muslim. Kebetulan para pemimpin rombongan adalah mereka yang belum beriman.
"Tidak! Kalian pasti salah! Tidak seorang pun dari rombongan kami keluar perkemahan tadi malam!" bantah para pemimpin rombongan dari Yatsrib itu.
Tadi malam, kaum Muslimin memang bergerak diam-diam. Mereka tidak memberi tahu anggota rombongan yang belum beriman tentang perjanjian mereka dengan Rasulullah. Akhirnya, orang-orang Quraisy kembali dengan hati ragu. Sementara itu, dengan tenang, anggota rombongan dari Yatsrib berkemas dan berangkat pulang.
Hijrah
Kaum Anshar atau 'para penolong', demikianlah Rasulullah menjuluki para sahabat barunya dari kota Yatsrib.
Sebelum kaum Anshar datang, rasanya dakwah Islam akan berputar di sekitar Mekah saja. Padahal, seluruh penduduk Mekah sudah diancam habis-habisan oleh para pemimpin Quraisy agar tidak menjadi pengikut Rasulullah. Di mata orang Quraisy, tiba-tiba saja Islam sudah menjadi kuat nun jauh di Yatsrib sana dan itu di luar jangkauan mereka.
Tanpa membuang waktu lagi, Rasulullah memerintahkan para sahabatnya menyusul kaum Anshar ke Yatsrib. Dengan sangat cerdik, beliau memerintahkan kaum Muslimin hijrah dengan berpencar-pencar dan diam-diam agar tidak menimbulkan kepanikan Quraisy.
Mulailah mereka berhijrah sendiri-sendiri dalam kelompok-kelompok kecil. Cara seperti itu berbeda dengan yang dilakukan Nabi Musa yang membawa kaumnya berhijrah dalan kelompok besar sekaligus. Ketika orang Quraisy tahu, mereka mulai panik.
"Tahan mereka yang mencoba mengungsi itu! Kurung orang yang mencoba pergi!" perintah seorang pemimpin.
"Mengapa tidak kita bunuh saja?" seru yang lain.
"Apa kamu sudah tidak waras? Kalau kita bunuh, kabilahnya akan menuntut balas!
Quraisy akan dipecah dalam perang saudara! Itu sudah pasti akan menguntungkan Muhammad! Tidak, tidak ada yang di bunuh. Bujuk saja supaya mereka kembali kepada sesembahan lama. Iming-imingi dengan harta kalau perlu. Jika tidak mau juga, siksa dengan keras!"
Demikian keras orang Quraisy bertindak, sampai-sampai ada istri yang dipisahkan dari suaminya. Kalau istrinya orang Quraisy, ia tidak boleh ikut suaminya hijrah. Jika tidak menurut, wanita itu akan mereka kurung.
Semua itu rela dijalani kaum Muslimin. Mereka rela berpisah dari keluarga bahkan meninggalkan harta untuk berhijrah demi kebebasan menyembah Allah.
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 59
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Umar dan Hamzah Hijrah
Akhirnya berangkatlah kaum Muslimin secara berangsur-angsur.
Yang tinggal di Mekah saat itu hanyalah Rasulullah, Abu Bakar, Ali bin Abi Thalib, Hamzah, Umar bin Khattab, dan beberapa gelintir orang yang tidak menemukan cara untuk meloloskan diri. Ketika Abu Bakar meminta izin untuk berhijrah, Rasulullah menjawab, "Jangan tergesa-gesa, mungkin saja Allah memerintahkan aku berhijrah dengan disertai seorang kawan."
Akhirnya, Hamzah pun berangkat bersama beberapa orang. Namun, beda dengan saudara-saudara Muslimnya yang berangkat dengan sembunyi-sembunyi. Hamzah bin Abdul Mutthalib berangkat terang-terangan sambil menyandang pedang. Sorot matanya seolah-olah berkata,
"Siapa pun yang berani mencegahku pergi, akan menghadapi tebasan pedang!"
Melihat sorot mata itu, tidak seorang Quraisy pun yang berani bertanya-tanya.
Setelah itu, Umar bin Khattab pun menyusul. Ia pergi bersama beberapa orang lemah dan miskin yang tidak mungkin dibiarkan pergi jika dikawal seorang pelindung yang disegani Quraisy.
Sambil menyandang pedang, meletakkan busurnya di pinggang. Umar bin Khattab pergi melewati Ka'bah. Tangannya menggenggam anak-anak panah. Di hadapan para pembesar Quraisy yang sedang duduk-duduk disitu, ia berkata,
"Siapa di antara kalian yang ingin ibunya merasakan kematian anaknya, yang ingin anaknya menjadi yatim, dan istrinya menjadi janda, temuilah aku di belakang lembah ini."
Namun, tidak seorang pun beranjak memenuhi tantangan itu. Melihat tantangannya tidak terjawab, Umar bin Khattab melompat ke atas kuda dan pergi memimpin rombongan hijrah. Kepergiannya diikuti tatapan penuh rasa takut sekaligus benci orang-orang yang memusuhi Islam.
Kini, tinggallah Rasulullah, Abu Bakar, dan Ali bin Abu Thalib yang belum berhijrah. Melihat Rasulullah sendirian, para pemuka Quraisy merencanakan sesuatu yang jahat untuk mencelakakan beliau.
Quraisy Mengincar Rasulullah
Pada sebuah pertemuan bernama Darun Nadwah, para pemimpin Quraisy berkumpul untuk menentukan sikap terhadap Rasulullah.
"Sudah berkali-kali kita membicarakan kepergian Muhammad dan pengikutnya ke Yatsrib, tetapi sampai saat ini tidak ada satu pun tindakan yang bisa kita lakukan!" ujar seseorang.
"Betul, padahal persoalan ini begitu gawat buat kita. Sadarilah oleh kalian, jika Muhammad dan pengikutnya berkumpul di Yatsrib, suatu saat bisa saja mereka datang ke sini untuk menyerang kita!"
"Dan kafilah-kafilah dagang kita!" jerit yang lain. "Kafilah-kafilah dagang kita harus melalui daerah pinggiran Yatsrib untuk bisa sampai ke Syam! Apa jadinya jika perdagangan kita mereka tutup? Kita akan kelaparan dan menderita! Persis seperti kita mengurung Muhammad dan keluarganya selama beberapa tahun di Syi'ib Abu Thalib!"
Semua orang bergidik ngeri membayangkan kemungkinan itu. Sejenak tidak seorang pun tahu harus berkata apa. Sampai akhirnya, seseorang memecahkan keheningan,
"Kita harus segera bertindak! Kemukakan usul kalian tentang apa yang harus kita lakukan!"
"Masukkan dia dalam kurungan besi dan tutup pintunya rapat-rapat, kemudian kita awasi biar dia mengalami nasib seperti penyair-penyair semacamnya sebelum dia, seperti Zuhair dan Nabighah!"
Namun pendapat ini tidak mendapat dukungan yang lain.
"Kita usir dia! Buang saja dia keluar Mekah!"
Namun, nanti dia bisa bergabung dengan pengikutnya di Yatsrib!"
Akhirnya mereka menyetujui usul Abu Jahal yang sangat kejam,
"kita ambil seorang anak muda yang tangguh dan terpandang dari setiap suku. Kemudian suruh mereka menusuk Muhammad secara bersama-sama dengan pedang-pedang yang telah diasah setajam mungkin. Bani Abdu Manaf dan Bani Hasyim tidak akan bisa membalas kematian Muhammad karena seluruh suku di sini terlibat pembunuhan itu! Paling-paling kita hanya harus membayar ganti rugi yang bisa kita tanggung bersama-sama!"
Persiapan Hijrah Rasulullah
Pada hari dilaksanakannya rapat untuk membunuh Rasulullah. Jibril turun dan menyampaikan firman Allah yang membongkar rencana Quraisy tersebut. Setelah itu, Jibril berkata,
"Ya Rasulullah! Jangan Anda tidur malam ini di atas tempat tidur yang biasa, sesungguhnya Allah menyuruh Anda agar berangkat hijrah ke Yatsrib."
Jibril juga menyampaikan bahwa kawan hijrah Rasulullah adalah Abu Bakar. Setelah mendengar perintah tersebut, tanpa membuang waktu lagi, Rasulullah pergi ke rumah Abu Bakar.
Saat itu, tengah hari. Panas matahari terasa membakar kepala. Rasulullah berjalan sambil menutup muka dan kepala. Begitu tiba di depan rumah Abu Bakar, beliau segera memanggil-manggil sahabatnya itu.
Abu Bakar terkejut,
"Rasulullah sampai memerlukan datang di tengah panas yang amat menyengat begini, pasti ada sesuatu yang penting."
Tergesa-gesa Abu Bakar keluar menyambut Rasulullah dan menyilakan beliau masuk. Rasulullah duduk dan berkata,
"Allah telah mengizinkan aku keluar dan hijrah."
Dengan hati berdebar dan penuh harap, Abu Bakar bertanya,
"Berkawan dengan ..... saya ya Rasulullah?"
Rasulullah tersenyum, " Ya dengan izin Allah."
Saat itu juga, Abu Bakar menangis karena begitu bahagia. Sudah berbulan-bulan lamanya ia berharap agar Allah memberinya kehormatan untuk menemani hijrah Rasulullah. Saat ini, impiannya itu menjadi kenyataan.
Abu Bakar bangkit dan menunjukkan dua ekor unta yang sangat bagus,
"Ya Rasulullah ambillah salah satu dari kedua ekor unta ini untuk kendaraan Tuan."
Rasulullah kemudian memilih seekor unta dan beliau namakan Al-Qushwa. Abu Bakar segera berkemas. Beliau memerintahkan kedua putrinya, yaitu Aisyah dan Asma, untuk membantu menyiapkan bekal.
Rasulullah cepat-cepat kembali ke rumah dan memanggil Ali bin Abi Thalib. Beliau berpesan agar Ali mengembalikan semua barang orang-orang yang sebelumnya dititipkan kepada Rasulullah.
Pemandu
Rasulullah dan Abu Bakar menyewa seorang pemandu atau penunjuk jalan bernama Abdullah bin Uraiqith. Ia termasuk orang Quraisy yang tinggal di luar kota Mekah. Ia hafal benar jalan-jalan dan situasi di daerah itu. Ia masih seorang musyrik, tetapi dapat dipercaya.
Daya Tahan Rasulullah
Hijrah menandai berakhirnya periode Mekah dalam dakwah Rasulullah. Selama 13 tahun berdakwah di Mekah, Rasulullah telah menunjukkan daya tahan, kesabaran, dan ketabahan yang luar biasa. Beliau menerima semua perlakuan buruk orang kafir selama bertahun-tahun tanpa amarah, apalagi hingga patah semangat.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Umar dan Hamzah Hijrah
Akhirnya berangkatlah kaum Muslimin secara berangsur-angsur.
Yang tinggal di Mekah saat itu hanyalah Rasulullah, Abu Bakar, Ali bin Abi Thalib, Hamzah, Umar bin Khattab, dan beberapa gelintir orang yang tidak menemukan cara untuk meloloskan diri. Ketika Abu Bakar meminta izin untuk berhijrah, Rasulullah menjawab, "Jangan tergesa-gesa, mungkin saja Allah memerintahkan aku berhijrah dengan disertai seorang kawan."
Akhirnya, Hamzah pun berangkat bersama beberapa orang. Namun, beda dengan saudara-saudara Muslimnya yang berangkat dengan sembunyi-sembunyi. Hamzah bin Abdul Mutthalib berangkat terang-terangan sambil menyandang pedang. Sorot matanya seolah-olah berkata,
"Siapa pun yang berani mencegahku pergi, akan menghadapi tebasan pedang!"
Melihat sorot mata itu, tidak seorang Quraisy pun yang berani bertanya-tanya.
Setelah itu, Umar bin Khattab pun menyusul. Ia pergi bersama beberapa orang lemah dan miskin yang tidak mungkin dibiarkan pergi jika dikawal seorang pelindung yang disegani Quraisy.
Sambil menyandang pedang, meletakkan busurnya di pinggang. Umar bin Khattab pergi melewati Ka'bah. Tangannya menggenggam anak-anak panah. Di hadapan para pembesar Quraisy yang sedang duduk-duduk disitu, ia berkata,
"Siapa di antara kalian yang ingin ibunya merasakan kematian anaknya, yang ingin anaknya menjadi yatim, dan istrinya menjadi janda, temuilah aku di belakang lembah ini."
Namun, tidak seorang pun beranjak memenuhi tantangan itu. Melihat tantangannya tidak terjawab, Umar bin Khattab melompat ke atas kuda dan pergi memimpin rombongan hijrah. Kepergiannya diikuti tatapan penuh rasa takut sekaligus benci orang-orang yang memusuhi Islam.
Kini, tinggallah Rasulullah, Abu Bakar, dan Ali bin Abu Thalib yang belum berhijrah. Melihat Rasulullah sendirian, para pemuka Quraisy merencanakan sesuatu yang jahat untuk mencelakakan beliau.
Quraisy Mengincar Rasulullah
Pada sebuah pertemuan bernama Darun Nadwah, para pemimpin Quraisy berkumpul untuk menentukan sikap terhadap Rasulullah.
"Sudah berkali-kali kita membicarakan kepergian Muhammad dan pengikutnya ke Yatsrib, tetapi sampai saat ini tidak ada satu pun tindakan yang bisa kita lakukan!" ujar seseorang.
"Betul, padahal persoalan ini begitu gawat buat kita. Sadarilah oleh kalian, jika Muhammad dan pengikutnya berkumpul di Yatsrib, suatu saat bisa saja mereka datang ke sini untuk menyerang kita!"
"Dan kafilah-kafilah dagang kita!" jerit yang lain. "Kafilah-kafilah dagang kita harus melalui daerah pinggiran Yatsrib untuk bisa sampai ke Syam! Apa jadinya jika perdagangan kita mereka tutup? Kita akan kelaparan dan menderita! Persis seperti kita mengurung Muhammad dan keluarganya selama beberapa tahun di Syi'ib Abu Thalib!"
Semua orang bergidik ngeri membayangkan kemungkinan itu. Sejenak tidak seorang pun tahu harus berkata apa. Sampai akhirnya, seseorang memecahkan keheningan,
"Kita harus segera bertindak! Kemukakan usul kalian tentang apa yang harus kita lakukan!"
"Masukkan dia dalam kurungan besi dan tutup pintunya rapat-rapat, kemudian kita awasi biar dia mengalami nasib seperti penyair-penyair semacamnya sebelum dia, seperti Zuhair dan Nabighah!"
Namun pendapat ini tidak mendapat dukungan yang lain.
"Kita usir dia! Buang saja dia keluar Mekah!"
Namun, nanti dia bisa bergabung dengan pengikutnya di Yatsrib!"
Akhirnya mereka menyetujui usul Abu Jahal yang sangat kejam,
"kita ambil seorang anak muda yang tangguh dan terpandang dari setiap suku. Kemudian suruh mereka menusuk Muhammad secara bersama-sama dengan pedang-pedang yang telah diasah setajam mungkin. Bani Abdu Manaf dan Bani Hasyim tidak akan bisa membalas kematian Muhammad karena seluruh suku di sini terlibat pembunuhan itu! Paling-paling kita hanya harus membayar ganti rugi yang bisa kita tanggung bersama-sama!"
Persiapan Hijrah Rasulullah
Pada hari dilaksanakannya rapat untuk membunuh Rasulullah. Jibril turun dan menyampaikan firman Allah yang membongkar rencana Quraisy tersebut. Setelah itu, Jibril berkata,
"Ya Rasulullah! Jangan Anda tidur malam ini di atas tempat tidur yang biasa, sesungguhnya Allah menyuruh Anda agar berangkat hijrah ke Yatsrib."
Jibril juga menyampaikan bahwa kawan hijrah Rasulullah adalah Abu Bakar. Setelah mendengar perintah tersebut, tanpa membuang waktu lagi, Rasulullah pergi ke rumah Abu Bakar.
Saat itu, tengah hari. Panas matahari terasa membakar kepala. Rasulullah berjalan sambil menutup muka dan kepala. Begitu tiba di depan rumah Abu Bakar, beliau segera memanggil-manggil sahabatnya itu.
Abu Bakar terkejut,
"Rasulullah sampai memerlukan datang di tengah panas yang amat menyengat begini, pasti ada sesuatu yang penting."
Tergesa-gesa Abu Bakar keluar menyambut Rasulullah dan menyilakan beliau masuk. Rasulullah duduk dan berkata,
"Allah telah mengizinkan aku keluar dan hijrah."
Dengan hati berdebar dan penuh harap, Abu Bakar bertanya,
"Berkawan dengan ..... saya ya Rasulullah?"
Rasulullah tersenyum, " Ya dengan izin Allah."
Saat itu juga, Abu Bakar menangis karena begitu bahagia. Sudah berbulan-bulan lamanya ia berharap agar Allah memberinya kehormatan untuk menemani hijrah Rasulullah. Saat ini, impiannya itu menjadi kenyataan.
Abu Bakar bangkit dan menunjukkan dua ekor unta yang sangat bagus,
"Ya Rasulullah ambillah salah satu dari kedua ekor unta ini untuk kendaraan Tuan."
Rasulullah kemudian memilih seekor unta dan beliau namakan Al-Qushwa. Abu Bakar segera berkemas. Beliau memerintahkan kedua putrinya, yaitu Aisyah dan Asma, untuk membantu menyiapkan bekal.
Rasulullah cepat-cepat kembali ke rumah dan memanggil Ali bin Abi Thalib. Beliau berpesan agar Ali mengembalikan semua barang orang-orang yang sebelumnya dititipkan kepada Rasulullah.
Pemandu
Rasulullah dan Abu Bakar menyewa seorang pemandu atau penunjuk jalan bernama Abdullah bin Uraiqith. Ia termasuk orang Quraisy yang tinggal di luar kota Mekah. Ia hafal benar jalan-jalan dan situasi di daerah itu. Ia masih seorang musyrik, tetapi dapat dipercaya.
Daya Tahan Rasulullah
Hijrah menandai berakhirnya periode Mekah dalam dakwah Rasulullah. Selama 13 tahun berdakwah di Mekah, Rasulullah telah menunjukkan daya tahan, kesabaran, dan ketabahan yang luar biasa. Beliau menerima semua perlakuan buruk orang kafir selama bertahun-tahun tanpa amarah, apalagi hingga patah semangat.
Umar dan Hamzah Hijrah
Akhirnya berangkatlah kaum Muslimin secara berangsur-angsur.
Yang tinggal di Mekah saat itu hanyalah Rasulullah, Abu Bakar, Ali bin Abi Thalib, Hamzah, Umar bin Khattab, dan beberapa gelintir orang yang tidak menemukan cara untuk meloloskan diri. Ketika Abu Bakar meminta izin untuk berhijrah, Rasulullah menjawab, "Jangan tergesa-gesa, mungkin saja Allah memerintahkan aku berhijrah dengan disertai seorang kawan."
Akhirnya, Hamzah pun berangkat bersama beberapa orang. Namun, beda dengan saudara-saudara Muslimnya yang berangkat dengan sembunyi-sembunyi. Hamzah bin Abdul Mutthalib berangkat terang-terangan sambil menyandang pedang. Sorot matanya seolah-olah berkata,
"Siapa pun yang berani mencegahku pergi, akan menghadapi tebasan pedang!"
Melihat sorot mata itu, tidak seorang Quraisy pun yang berani bertanya-tanya.
Setelah itu, Umar bin Khattab pun menyusul. Ia pergi bersama beberapa orang lemah dan miskin yang tidak mungkin dibiarkan pergi jika dikawal seorang pelindung yang disegani Quraisy.
Sambil menyandang pedang, meletakkan busurnya di pinggang. Umar bin Khattab pergi melewati Ka'bah. Tangannya menggenggam anak-anak panah. Di hadapan para pembesar Quraisy yang sedang duduk-duduk disitu, ia berkata,
"Siapa di antara kalian yang ingin ibunya merasakan kematian anaknya, yang ingin anaknya menjadi yatim, dan istrinya menjadi janda, temuilah aku di belakang lembah ini."
Namun, tidak seorang pun beranjak memenuhi tantangan itu. Melihat tantangannya tidak terjawab, Umar bin Khattab melompat ke atas kuda dan pergi memimpin rombongan hijrah. Kepergiannya diikuti tatapan penuh rasa takut sekaligus benci orang-orang yang memusuhi Islam.
Kini, tinggallah Rasulullah, Abu Bakar, dan Ali bin Abu Thalib yang belum berhijrah. Melihat Rasulullah sendirian, para pemuka Quraisy merencanakan sesuatu yang jahat untuk mencelakakan beliau.
Quraisy Mengincar Rasulullah
Pada sebuah pertemuan bernama Darun Nadwah, para pemimpin Quraisy berkumpul untuk menentukan sikap terhadap Rasulullah.
"Sudah berkali-kali kita membicarakan kepergian Muhammad dan pengikutnya ke Yatsrib, tetapi sampai saat ini tidak ada satu pun tindakan yang bisa kita lakukan!" ujar seseorang.
"Betul, padahal persoalan ini begitu gawat buat kita. Sadarilah oleh kalian, jika Muhammad dan pengikutnya berkumpul di Yatsrib, suatu saat bisa saja mereka datang ke sini untuk menyerang kita!"
"Dan kafilah-kafilah dagang kita!" jerit yang lain. "Kafilah-kafilah dagang kita harus melalui daerah pinggiran Yatsrib untuk bisa sampai ke Syam! Apa jadinya jika perdagangan kita mereka tutup? Kita akan kelaparan dan menderita! Persis seperti kita mengurung Muhammad dan keluarganya selama beberapa tahun di Syi'ib Abu Thalib!"
Semua orang bergidik ngeri membayangkan kemungkinan itu. Sejenak tidak seorang pun tahu harus berkata apa. Sampai akhirnya, seseorang memecahkan keheningan,
"Kita harus segera bertindak! Kemukakan usul kalian tentang apa yang harus kita lakukan!"
"Masukkan dia dalam kurungan besi dan tutup pintunya rapat-rapat, kemudian kita awasi biar dia mengalami nasib seperti penyair-penyair semacamnya sebelum dia, seperti Zuhair dan Nabighah!"
Namun pendapat ini tidak mendapat dukungan yang lain.
"Kita usir dia! Buang saja dia keluar Mekah!"
Namun, nanti dia bisa bergabung dengan pengikutnya di Yatsrib!"
Akhirnya mereka menyetujui usul Abu Jahal yang sangat kejam,
"kita ambil seorang anak muda yang tangguh dan terpandang dari setiap suku. Kemudian suruh mereka menusuk Muhammad secara bersama-sama dengan pedang-pedang yang telah diasah setajam mungkin. Bani Abdu Manaf dan Bani Hasyim tidak akan bisa membalas kematian Muhammad karena seluruh suku di sini terlibat pembunuhan itu! Paling-paling kita hanya harus membayar ganti rugi yang bisa kita tanggung bersama-sama!"
Persiapan Hijrah Rasulullah
Pada hari dilaksanakannya rapat untuk membunuh Rasulullah. Jibril turun dan menyampaikan firman Allah yang membongkar rencana Quraisy tersebut. Setelah itu, Jibril berkata,
"Ya Rasulullah! Jangan Anda tidur malam ini di atas tempat tidur yang biasa, sesungguhnya Allah menyuruh Anda agar berangkat hijrah ke Yatsrib."
Jibril juga menyampaikan bahwa kawan hijrah Rasulullah adalah Abu Bakar. Setelah mendengar perintah tersebut, tanpa membuang waktu lagi, Rasulullah pergi ke rumah Abu Bakar.
Saat itu, tengah hari. Panas matahari terasa membakar kepala. Rasulullah berjalan sambil menutup muka dan kepala. Begitu tiba di depan rumah Abu Bakar, beliau segera memanggil-manggil sahabatnya itu.
Abu Bakar terkejut,
"Rasulullah sampai memerlukan datang di tengah panas yang amat menyengat begini, pasti ada sesuatu yang penting."
Tergesa-gesa Abu Bakar keluar menyambut Rasulullah dan menyilakan beliau masuk. Rasulullah duduk dan berkata,
"Allah telah mengizinkan aku keluar dan hijrah."
Dengan hati berdebar dan penuh harap, Abu Bakar bertanya,
"Berkawan dengan ..... saya ya Rasulullah?"
Rasulullah tersenyum, " Ya dengan izin Allah."
Saat itu juga, Abu Bakar menangis karena begitu bahagia. Sudah berbulan-bulan lamanya ia berharap agar Allah memberinya kehormatan untuk menemani hijrah Rasulullah. Saat ini, impiannya itu menjadi kenyataan.
Abu Bakar bangkit dan menunjukkan dua ekor unta yang sangat bagus,
"Ya Rasulullah ambillah salah satu dari kedua ekor unta ini untuk kendaraan Tuan."
Rasulullah kemudian memilih seekor unta dan beliau namakan Al-Qushwa. Abu Bakar segera berkemas. Beliau memerintahkan kedua putrinya, yaitu Aisyah dan Asma, untuk membantu menyiapkan bekal.
Rasulullah cepat-cepat kembali ke rumah dan memanggil Ali bin Abi Thalib. Beliau berpesan agar Ali mengembalikan semua barang orang-orang yang sebelumnya dititipkan kepada Rasulullah.
Pemandu
Rasulullah dan Abu Bakar menyewa seorang pemandu atau penunjuk jalan bernama Abdullah bin Uraiqith. Ia termasuk orang Quraisy yang tinggal di luar kota Mekah. Ia hafal benar jalan-jalan dan situasi di daerah itu. Ia masih seorang musyrik, tetapi dapat dipercaya.
Daya Tahan Rasulullah
Hijrah menandai berakhirnya periode Mekah dalam dakwah Rasulullah. Selama 13 tahun berdakwah di Mekah, Rasulullah telah menunjukkan daya tahan, kesabaran, dan ketabahan yang luar biasa. Beliau menerima semua perlakuan buruk orang kafir selama bertahun-tahun tanpa amarah, apalagi hingga patah semangat.
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 60
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Dikepung
Abu Bakar berpesan kepada putranya, Abdullah, agar setiap hari mendengarkan rencana-rencana Quraisy saat mereka tahu Rasulullah telah berangkat hijrah:
"Abdullah, setiap petang pergilah ke Gua Tsur tempat Rasulullah dan aku bersembunyi. Ajaklah adikmu, Asma. Suruh ia membawa makanan untuk kami."
Abu Bakar juga menugasi pembantunya, Amir bin Fuhaira, agar menggembalakan kambing-kambingnya di dekat Gua Tsur selama Rasulullah dan Abu Bakar sembunyi di situ. Amir bertugas memerah susu kambing untuk minum Rasulullah dan Abu Bakar, sekaligus memberi peringatan jika orang-orang Quraisy itu mendekat.
Malam pun tiba, Rasulullah telah besiap-siap. Beliau meminta Ali bin Abu Thalib untuk tidur di atas tempat tidur beliau dan menggunakan selimut yang biasa beliau kenakan.
Kemudian, datanglah para pembunuh ke rumah Rasulullah. Mereka adalah para pemuda kekar yang berasal dari berbagai kabilah. Pembunuh-pembunuh itu bersenjata lengkap dan mengepung rumah Rasulullah dari segala penjuru: depan, belakang, dan samping. Disertai para ketua kabilah, jumlah semuanya hampir seratus orang. Tampaknya tidak ada celah sedikit pun untuk meloloskan diri.
Menurut sebuah riwayat, salah seorang dari mereka mengintai ke dalam rumah Rasulullah dengan memanjat. Konon, setiap kali ia memanjat, terdengarlah suara tangis seorang anak perempuan. Orang itu pun segera turun. Begitulah yang terjadi berkali-kali.
Menurut adat kesopanan Quraisy, terhinalah seorang ksatria yang memasuki rumah orang yang akan dibunuhnya dan hinalah seorang ksatria yang sampai merusak keamanan seorang perempuan. Anak perempuan tadi adalah seorang keluarga Rasulullah yang terbangun dari tidurnya.
Demikianlah, para pembunuh terus berusaha mengintai untuk memastikan apakah Rasulullah masih berada di rumah atau tidak. Ketika melihat Ali bin Abu Thalib yang tidur dengan berselimut, mereka menyangka itu adalah Rasulullah. Dengan demikian, tenanglah mereka.
Rasulullah Meloloskan Diri
Ketika saatnya tiba, Rasulullah keluar rumah dengan sangat perlahan. Beliau mengambil segenggam pasir dan menaburkannya ke kepala para pengepung sambil membaca doa. Dengan pertolongan Allah, para pengepung itu tidak dapat melihat Rasulullah ke luar rumah. Bahkan semuanya jadi mengantuk dan tertidur. Rasulullah pun pergi.
Tidak lama kemudian, Abu Bakar datang. Setelah tahu apa yang terjadi, Abu Bakar segera menyusul Rasulullah dan berhasil menemui beliau di tengah perjalanan menuju Gua Tsur. Pagi hampir tiba ketika tiba-tiba muncul seorang laki-laki tua yang tidak seorang pun pernah melihatnya. Orang tua itu berseru nyaring untuk membangunkan para pengepung, "Hai orang banyak! Kamu semua di sini sedang menunggu apa? Mengapa kalian tertidur demikian pulas?"
"Kami sedang menunggu Muhammad! Bukankah ia masih tidur di dalam!"
Orang itu menggeleng-geleng,
"Kasihan .... kasihan .... kasihan sekali kalian! Muhammad sudah pergi dari tadi setelah menaburkan pasir di kepala kalian!"
Para pemuda gagah itu bangkit, sambil membersihkan pasir di kepala mereka,
"Aduh, pasir di kepala kita! Sungguh keterlaluan! Keterlaluan!"
Salah seorang dengan gemas menggedor-gedor pintu rumah Rasulullah. "Muhammad! Muhammad! Muhammad!"
Mereka kemudian menyerbu masuk dengan pedang terhunus. Hanya dalam waktu beberapa detik, mereka mengelilingi tempat tidur Rasulullah.
Dengan kasar, selimut ditarik dan pedang-pedang terangkat siap untuk dihujamkan. Namun, Ali bin Abu Thalib yang tidur di tempat Rasulullah itu segera melompat bangun dan siap menghadapi maut.
Wajah para pemuda itu membeku pucat melihat bukan Rasulullah yang berbaring.
"Mana Muhammad?" hardik mereka kasar.
"Aku tidak tahu!" jawab Ali bin Abu Thalib.
Para pemuda itu kemudian menggiring Ali bin Abu Thalib ke dekat Ka'bah. Di sana mereka memukul, menendang, dan menampar wajah beliau. Namun, Ali lebih baik mati daripada mengatakan di mana Rasulullah berada. Dengan putus asa, mereka pun melepaskan Ali bin Abu Thalib yang telah bertahan demikian berani.
Di Gua Tsur
Saat itu Rasulullah dan Abu Bakar tiba di Gua Tsur. Selama berjalan, Abu Bakar sebentar-sebentar melangkah di muka Rasulullah, lalu disamping, kemudian pindah ke belakang. Demikian berulang-ulang.
"Abu Bakar, saya tidak mengerti perbuatanmu ini?" ucap Rasulullah.
"Ya Rasulullah, saya takut kita diikuti pengintai. Untuk mengelabuhi mereka, saya berpindah-pindah berjalan di dekat Anda."
Saat itu Rasulullah berjalan dengan kaki telanjang. Padahal beliau tidak biasa berjalan tanpa alas kaki. Akibatnya, kaki Rasulullah dipenuhi luka. Tiba di Gua Tsur, Abu Bakar meminta Rasulullah menunggu sebentar di luar. Abu Bakar tahu Gua Tsur banyak dihuni binatang-binatang liar, buas, dan berbisa seperti ular dan kalajengking. Tidak seorang manusia pun berani masuk ke dalamnya.
Abu Bakar pun masuk dan membersihkan gua tanpa menghiraukan bahaya yang mengancam. Ia merobek pakaiannya secarik demi secarik untuk menutup semua lubang yang terlihat. Setelah itu, dengan pakaian terkoyak-koyak, ia menyingkirkan batu-batu. Mendadak seekor ular yang bersembunyi di balik bebatuan itu menggigit kakinya dengan keras. Sakit sekali bekas gigitan itu seperti hendak meledakkan kepalanya. Namun, Abu Bakar menahan rasa sakit itu dan terus bekerja tanpa bersuara.
Setelah selesai, Rasulullah pun masuk. Demikian lelahnya beliau hingga tertidur dengan meletakkan kepala di pangkuan Abu Bakar. Saat itu, rasa sakit bekas gigitan ular semakin terasa menyengat sampai-sampai air mata Abu Bakar menetes-netes. Setitik air mata itu menetes di muka Rasulullah. Beliau bangun dengan terkejut.
"Mengapa engkau menangis wahai Abu Bakar?"
"Saya digigit ular, ya Rasulullah."
"Oh, mengapa tidak engkau katakan dari tadi?"
"Saya takut membangunkan engkau."
Rasulullah memeriksa luka Abu Bakar dan mengusapnya. Seketika itu juga, bengkak dan rasa sakitnya lenyap. Kemudian, Rasulullah bertanya,
"Kemana pakaianmu?"
Abu Bakar menceritakan semua yang terjadi. Rasulullah terharu. Beliau pun berdoa, "Ya Allah, letakkan Abu Bakar kelak pada hari Kiamat pada derajatku!"
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Abu Bakar berpesan kepada putranya, Abdullah, agar setiap hari mendengarkan rencana-rencana Quraisy saat mereka tahu Rasulullah telah berangkat hijrah:
"Abdullah, setiap petang pergilah ke Gua Tsur tempat Rasulullah dan aku bersembunyi. Ajaklah adikmu, Asma. Suruh ia membawa makanan untuk kami."
Abu Bakar juga menugasi pembantunya, Amir bin Fuhaira, agar menggembalakan kambing-kambingnya di dekat Gua Tsur selama Rasulullah dan Abu Bakar sembunyi di situ. Amir bertugas memerah susu kambing untuk minum Rasulullah dan Abu Bakar, sekaligus memberi peringatan jika orang-orang Quraisy itu mendekat.
Malam pun tiba, Rasulullah telah besiap-siap. Beliau meminta Ali bin Abu Thalib untuk tidur di atas tempat tidur beliau dan menggunakan selimut yang biasa beliau kenakan.
Kemudian, datanglah para pembunuh ke rumah Rasulullah. Mereka adalah para pemuda kekar yang berasal dari berbagai kabilah. Pembunuh-pembunuh itu bersenjata lengkap dan mengepung rumah Rasulullah dari segala penjuru: depan, belakang, dan samping. Disertai para ketua kabilah, jumlah semuanya hampir seratus orang. Tampaknya tidak ada celah sedikit pun untuk meloloskan diri.
Menurut sebuah riwayat, salah seorang dari mereka mengintai ke dalam rumah Rasulullah dengan memanjat. Konon, setiap kali ia memanjat, terdengarlah suara tangis seorang anak perempuan. Orang itu pun segera turun. Begitulah yang terjadi berkali-kali.
Menurut adat kesopanan Quraisy, terhinalah seorang ksatria yang memasuki rumah orang yang akan dibunuhnya dan hinalah seorang ksatria yang sampai merusak keamanan seorang perempuan. Anak perempuan tadi adalah seorang keluarga Rasulullah yang terbangun dari tidurnya.
Demikianlah, para pembunuh terus berusaha mengintai untuk memastikan apakah Rasulullah masih berada di rumah atau tidak. Ketika melihat Ali bin Abu Thalib yang tidur dengan berselimut, mereka menyangka itu adalah Rasulullah. Dengan demikian, tenanglah mereka.
Rasulullah Meloloskan Diri
Ketika saatnya tiba, Rasulullah keluar rumah dengan sangat perlahan. Beliau mengambil segenggam pasir dan menaburkannya ke kepala para pengepung sambil membaca doa. Dengan pertolongan Allah, para pengepung itu tidak dapat melihat Rasulullah ke luar rumah. Bahkan semuanya jadi mengantuk dan tertidur. Rasulullah pun pergi.
Tidak lama kemudian, Abu Bakar datang. Setelah tahu apa yang terjadi, Abu Bakar segera menyusul Rasulullah dan berhasil menemui beliau di tengah perjalanan menuju Gua Tsur. Pagi hampir tiba ketika tiba-tiba muncul seorang laki-laki tua yang tidak seorang pun pernah melihatnya. Orang tua itu berseru nyaring untuk membangunkan para pengepung, "Hai orang banyak! Kamu semua di sini sedang menunggu apa? Mengapa kalian tertidur demikian pulas?"
"Kami sedang menunggu Muhammad! Bukankah ia masih tidur di dalam!"
Orang itu menggeleng-geleng,
"Kasihan .... kasihan .... kasihan sekali kalian! Muhammad sudah pergi dari tadi setelah menaburkan pasir di kepala kalian!"
Para pemuda gagah itu bangkit, sambil membersihkan pasir di kepala mereka,
"Aduh, pasir di kepala kita! Sungguh keterlaluan! Keterlaluan!"
Salah seorang dengan gemas menggedor-gedor pintu rumah Rasulullah. "Muhammad! Muhammad! Muhammad!"
Mereka kemudian menyerbu masuk dengan pedang terhunus. Hanya dalam waktu beberapa detik, mereka mengelilingi tempat tidur Rasulullah.
Dengan kasar, selimut ditarik dan pedang-pedang terangkat siap untuk dihujamkan. Namun, Ali bin Abu Thalib yang tidur di tempat Rasulullah itu segera melompat bangun dan siap menghadapi maut.
Wajah para pemuda itu membeku pucat melihat bukan Rasulullah yang berbaring.
"Mana Muhammad?" hardik mereka kasar.
"Aku tidak tahu!" jawab Ali bin Abu Thalib.
Para pemuda itu kemudian menggiring Ali bin Abu Thalib ke dekat Ka'bah. Di sana mereka memukul, menendang, dan menampar wajah beliau. Namun, Ali lebih baik mati daripada mengatakan di mana Rasulullah berada. Dengan putus asa, mereka pun melepaskan Ali bin Abu Thalib yang telah bertahan demikian berani.
Di Gua Tsur
Saat itu Rasulullah dan Abu Bakar tiba di Gua Tsur. Selama berjalan, Abu Bakar sebentar-sebentar melangkah di muka Rasulullah, lalu disamping, kemudian pindah ke belakang. Demikian berulang-ulang.
"Abu Bakar, saya tidak mengerti perbuatanmu ini?" ucap Rasulullah.
"Ya Rasulullah, saya takut kita diikuti pengintai. Untuk mengelabuhi mereka, saya berpindah-pindah berjalan di dekat Anda."
Saat itu Rasulullah berjalan dengan kaki telanjang. Padahal beliau tidak biasa berjalan tanpa alas kaki. Akibatnya, kaki Rasulullah dipenuhi luka. Tiba di Gua Tsur, Abu Bakar meminta Rasulullah menunggu sebentar di luar. Abu Bakar tahu Gua Tsur banyak dihuni binatang-binatang liar, buas, dan berbisa seperti ular dan kalajengking. Tidak seorang manusia pun berani masuk ke dalamnya.
Abu Bakar pun masuk dan membersihkan gua tanpa menghiraukan bahaya yang mengancam. Ia merobek pakaiannya secarik demi secarik untuk menutup semua lubang yang terlihat. Setelah itu, dengan pakaian terkoyak-koyak, ia menyingkirkan batu-batu. Mendadak seekor ular yang bersembunyi di balik bebatuan itu menggigit kakinya dengan keras. Sakit sekali bekas gigitan itu seperti hendak meledakkan kepalanya. Namun, Abu Bakar menahan rasa sakit itu dan terus bekerja tanpa bersuara.
Setelah selesai, Rasulullah pun masuk. Demikian lelahnya beliau hingga tertidur dengan meletakkan kepala di pangkuan Abu Bakar. Saat itu, rasa sakit bekas gigitan ular semakin terasa menyengat sampai-sampai air mata Abu Bakar menetes-netes. Setitik air mata itu menetes di muka Rasulullah. Beliau bangun dengan terkejut.
"Mengapa engkau menangis wahai Abu Bakar?"
"Saya digigit ular, ya Rasulullah."
"Oh, mengapa tidak engkau katakan dari tadi?"
"Saya takut membangunkan engkau."
Rasulullah memeriksa luka Abu Bakar dan mengusapnya. Seketika itu juga, bengkak dan rasa sakitnya lenyap. Kemudian, Rasulullah bertanya,
"Kemana pakaianmu?"
Abu Bakar menceritakan semua yang terjadi. Rasulullah terharu. Beliau pun berdoa, "Ya Allah, letakkan Abu Bakar kelak pada hari Kiamat pada derajatku!"
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 61
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Memburu Rasulullah
Di Mekah, musyrikin Quraisy tampak panik. Para pembesar berkumpul sepagi mungkin. Dengan segera, pasukan berkuda disebar ke beberapa perkampungan seputar Mekah, untuk mencari Rasulullah.
"Mengapa Muhammad bisa lolos? Bukankah kita telah mengepung begitu rapat sampai tidak seekor ular gurun pun dapat lolos?" teriak seorang pembesar.
Semua orang terdiam. Mereka berusaha mencari jawabannya. Namun, tidak seorang pun bisa menjelaskan apa yang terjadi.
"Sudahlah, itu tidak penting!" akhirnya seseorang berseru.
"Sekarang yang paling mendesak adalah menemukan Muhammad secepat mungkin! Ada yang punya usul?"
"Panggil pencari jejak paling ahli! Suruh dia melacak jejak Muhammad!"
Usul itu segera dijalankan. Pencari jejak yang amat ahli itu mengikuti jejak yang ditinggalkan Rasulullah. Pasukan bersenjata lengkap mengikuti di belakangnya dengan wajah tidak sabar. Sebagian besar dari mereka adalah para pemuda yang semalam ditugaskan menyergap Rasulullah.
Setelah bekerja dengan teliti, pencari jejak itu menarik napas sambil menggeleng, "Jejaknya sudah terhapus oleh orang yang lalu lalang tadi pagi!"
"Gawat!" gemas seseorang. "Apa kau punya usul lain, pencari jejak?"
"Siapa sahabatnya? Kita bisa bertanya kepada sahabat Muhammad yang paling dekat!"
Orang Quraisy saling pandang dan serempak bergumam, "Abu Bakar!"
Dipimpin Abu Jahal, pasukan pencari itu tiba di rumah Abu Bakar. Asma binti Abu Bakarlah yang keluar membukakan pintu.
"Di mana ayahmu?" bentak Abu Jahal.
"Dia pergi dan saya tidak tahu ke mana perginya," jawab Asma dengan berani.
"Jangan berdusta! Katakan ke mana perginya?"
"Saya tidak tahu! Di rumah hanya ada ibu dan saudari saya."
"Ah, terlalu!" sambil bersungut, Abu Jahal menampar wajah Asma keras-keras.
Sarang Laba-Laba
Ketika mereka keluar kota dan menjajaki beberapa jalan, sang pencari jejak menemukan jejak mencurigakan. Kemudian, satu kelompok pasukan berkuda mengikuti jejak itu sampai tiba di kaki Gunung Tsur. Namun, di situ jejak terputus. Mereka kebingungan.
"Ke mana arah kita? Ke kanan atau ke kiri?" tanya komandan pasukan. "Apakah Muhammad masuk ke dalam gua itu atau terus mendaki ke puncak?"
"Aku tidak tahu," geleng si Pencari Jejak.
Namun, lewatlah seorang gembala dan mereka menanyainya.
"Mungkin saja mereka ke dalam gua itu," jawab sang gembala.
"Tapi aku tidak melihat ada orang yang menuju ke sana."
Di dalam gua, keringat dingin Abu Bakar keluar, ketika mendengarnya,
"Bagaimana kalau mereka sampai masuk ke dalam sini? Bukan keselamtanku yang aku khawatirkan, melainkan keselamatan Rasulullah!" kata Abu Bakar dalam hati.
Beberapa pemuda naik dan melongok-longok ke mulut gua. Jantung Abu Bakar hampir lepas. Ia berbisik, "Ya Rasulullah, kalau ada yang menengok ke bawah, pasti kita akan terlihat."
Rasulullah menjawab mantap, "jangan takut Abu Bakar, sesungguhnya Allah bersama kita."
Para pemuda itu turun, kembali ke pasukannya.
"Mengapa kalian tidak masuk ke dalam gua?" tanya komandan mereka dingin.
"Gua itu tertutup sarang laba-laba! Tidak mungkin Muhammad masuk ke dalam tanpa merusaknya!"
"Lagi pula ada dua ekor merpati hutan bersarang tepat di mulut gua!" lapor yang lain. "Jika Muhammad masuk ke dalam, sarang itu juga pasti akan rusak."
Komandan pasukan mengalihkan mukanya ke arah lain sambil menghela napas, "Baiklah, naik kudamu! Kita cari ke arah lain!" Pasukan pun menjauh.
Sarang laba-laba dan burung merpati yang menutupi gua itu adalah pertolongan yang diberikan Allah. Padahal sebelum Rasulullah dan Abu Bakar masuk, tidak ada laba-laba dan burung merpati yang bersarang.
Selain laba-laba dan burung merpati, di mulut gua juga mendadak tumbuh sebatang pohon yang menghalangi sebagian jalan masuk.
Di dalam, Abu Bakar menarik napas lega. Keimanannya kepada Allah dan Rasul-Nya semakin bertambah kuat.
Perjuangan Anak Muda
Abdullah bin Abu Bakar dan saudarinya, Asma binti Abu Bakar, masih muda ketika mereka membantu hijrah Rasulullah dan ayah mereka. Abdullah bertugas mencari berita di tengah kaum Quraisy, sedangkan Asma mengirimkan makanan ke gua. Itulah ciri khas para pemuda Muslim sepanjang zaman. Mereka tidak hanya tekun beribadah ritual, tetapi juga mengerahkan seluruh kesanggupanya untuk berjuang.
Menenteramkan Kakek
Abu Quhafah adalah ayah Abu Bakar. Dia buta. Setelah Abu Bakar hijrah, Abu Quhafah mendatangi Asma. Sang kakek khawatir Abu Bakar tidak meninggalkan sepeser pun untuk putrinya.
Memang demikian, karena Abu Bakar membawa semua uangnya untuk perjuangan Islam di Madinah.
Asma membungkus batu dan berkata, Ayah telah meninggalkan banyak uang untuk kami. Abu Quhafah meraba batu itu dan hatinya tentram karena ia menyangka Abu Bakar memang meninggalkan uang yang banyak.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Di Mekah, musyrikin Quraisy tampak panik. Para pembesar berkumpul sepagi mungkin. Dengan segera, pasukan berkuda disebar ke beberapa perkampungan seputar Mekah, untuk mencari Rasulullah.
"Mengapa Muhammad bisa lolos? Bukankah kita telah mengepung begitu rapat sampai tidak seekor ular gurun pun dapat lolos?" teriak seorang pembesar.
Semua orang terdiam. Mereka berusaha mencari jawabannya. Namun, tidak seorang pun bisa menjelaskan apa yang terjadi.
"Sudahlah, itu tidak penting!" akhirnya seseorang berseru.
"Sekarang yang paling mendesak adalah menemukan Muhammad secepat mungkin! Ada yang punya usul?"
"Panggil pencari jejak paling ahli! Suruh dia melacak jejak Muhammad!"
Usul itu segera dijalankan. Pencari jejak yang amat ahli itu mengikuti jejak yang ditinggalkan Rasulullah. Pasukan bersenjata lengkap mengikuti di belakangnya dengan wajah tidak sabar. Sebagian besar dari mereka adalah para pemuda yang semalam ditugaskan menyergap Rasulullah.
Setelah bekerja dengan teliti, pencari jejak itu menarik napas sambil menggeleng, "Jejaknya sudah terhapus oleh orang yang lalu lalang tadi pagi!"
"Gawat!" gemas seseorang. "Apa kau punya usul lain, pencari jejak?"
"Siapa sahabatnya? Kita bisa bertanya kepada sahabat Muhammad yang paling dekat!"
Orang Quraisy saling pandang dan serempak bergumam, "Abu Bakar!"
Dipimpin Abu Jahal, pasukan pencari itu tiba di rumah Abu Bakar. Asma binti Abu Bakarlah yang keluar membukakan pintu.
"Di mana ayahmu?" bentak Abu Jahal.
"Dia pergi dan saya tidak tahu ke mana perginya," jawab Asma dengan berani.
"Jangan berdusta! Katakan ke mana perginya?"
"Saya tidak tahu! Di rumah hanya ada ibu dan saudari saya."
"Ah, terlalu!" sambil bersungut, Abu Jahal menampar wajah Asma keras-keras.
Sarang Laba-Laba
Ketika mereka keluar kota dan menjajaki beberapa jalan, sang pencari jejak menemukan jejak mencurigakan. Kemudian, satu kelompok pasukan berkuda mengikuti jejak itu sampai tiba di kaki Gunung Tsur. Namun, di situ jejak terputus. Mereka kebingungan.
"Ke mana arah kita? Ke kanan atau ke kiri?" tanya komandan pasukan. "Apakah Muhammad masuk ke dalam gua itu atau terus mendaki ke puncak?"
"Aku tidak tahu," geleng si Pencari Jejak.
Namun, lewatlah seorang gembala dan mereka menanyainya.
"Mungkin saja mereka ke dalam gua itu," jawab sang gembala.
"Tapi aku tidak melihat ada orang yang menuju ke sana."
Di dalam gua, keringat dingin Abu Bakar keluar, ketika mendengarnya,
"Bagaimana kalau mereka sampai masuk ke dalam sini? Bukan keselamtanku yang aku khawatirkan, melainkan keselamatan Rasulullah!" kata Abu Bakar dalam hati.
Beberapa pemuda naik dan melongok-longok ke mulut gua. Jantung Abu Bakar hampir lepas. Ia berbisik, "Ya Rasulullah, kalau ada yang menengok ke bawah, pasti kita akan terlihat."
Rasulullah menjawab mantap, "jangan takut Abu Bakar, sesungguhnya Allah bersama kita."
Para pemuda itu turun, kembali ke pasukannya.
"Mengapa kalian tidak masuk ke dalam gua?" tanya komandan mereka dingin.
"Gua itu tertutup sarang laba-laba! Tidak mungkin Muhammad masuk ke dalam tanpa merusaknya!"
"Lagi pula ada dua ekor merpati hutan bersarang tepat di mulut gua!" lapor yang lain. "Jika Muhammad masuk ke dalam, sarang itu juga pasti akan rusak."
Komandan pasukan mengalihkan mukanya ke arah lain sambil menghela napas, "Baiklah, naik kudamu! Kita cari ke arah lain!" Pasukan pun menjauh.
Sarang laba-laba dan burung merpati yang menutupi gua itu adalah pertolongan yang diberikan Allah. Padahal sebelum Rasulullah dan Abu Bakar masuk, tidak ada laba-laba dan burung merpati yang bersarang.
Selain laba-laba dan burung merpati, di mulut gua juga mendadak tumbuh sebatang pohon yang menghalangi sebagian jalan masuk.
Di dalam, Abu Bakar menarik napas lega. Keimanannya kepada Allah dan Rasul-Nya semakin bertambah kuat.
Perjuangan Anak Muda
Abdullah bin Abu Bakar dan saudarinya, Asma binti Abu Bakar, masih muda ketika mereka membantu hijrah Rasulullah dan ayah mereka. Abdullah bertugas mencari berita di tengah kaum Quraisy, sedangkan Asma mengirimkan makanan ke gua. Itulah ciri khas para pemuda Muslim sepanjang zaman. Mereka tidak hanya tekun beribadah ritual, tetapi juga mengerahkan seluruh kesanggupanya untuk berjuang.
Menenteramkan Kakek
Abu Quhafah adalah ayah Abu Bakar. Dia buta. Setelah Abu Bakar hijrah, Abu Quhafah mendatangi Asma. Sang kakek khawatir Abu Bakar tidak meninggalkan sepeser pun untuk putrinya.
Memang demikian, karena Abu Bakar membawa semua uangnya untuk perjuangan Islam di Madinah.
Asma membungkus batu dan berkata, Ayah telah meninggalkan banyak uang untuk kami. Abu Quhafah meraba batu itu dan hatinya tentram karena ia menyangka Abu Bakar memang meninggalkan uang yang banyak.
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 62
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Menuju Yatsrib
Tiga hari tiga malam lamanya, Rasulullah dan Abu Bakar tinggal di Gua Tsur. Selama tiga hari itu pula, musyrikin Quraisy kelabakan. Abdullah bin Abu Bakar menjalankan tugasnya dengan sangat baik. Setiap hari ia memata-matai pembicaraan orang Quraisy dan menyampaikan ke Gua Tsur ketika petang tiba. Asma binti Abu Bakar setiap sore mengantarkan makanan bersama Abdullah. Sementara itu, Amir bin Fuhairah yang menggembalakan kambing di luar Gua Tsur selalu memerah susu kambing agar Rasulullah dan Abu Bakar tidak kehausan sekaligus memberi tahu jika ada orang yang mendekat. Ketiga orang itu menjalankan tugasnya dengan tenang sehingga tidak satu pun orang Quraisy yang mencurigai gerak-gerik mereka.
Setelah tiga hari, kepanikan di kota Mekah sudah agak mereda. Saat itu lah Rasulullah dan Abu Bakar berangkat ke Madinah. Mereka diiringi Abdullah bin Uraiqith, seorang penunjuk jalan yang saat itu masih kafir. Ketika akan berangkat, ternyata tidak ada tali yang dapat digunakan untuk menggantungkan makanan dan minuman di pelana unta. Asma memecahkan masalah itu. Dengan sigap ia merobek sabuknya menjadi dua helai kain panjang. Sejak saat itu, Asma dikenal dengan Dzatun Nithaqain (yang bersabuk dua).
Dengan cerdik Rasulullah memilih jalan yang sulit dan tidak bisa dilalui orang. Beliau memilih jalan memutar ke tepi laut. Mereka berusaha secepatnya menjauhi Mekah dan menghindari daerah pemukiman.
Di Mekah orang ribut mendengar sebuah pengumuman yang sangat menarik,
"Siapa pun yang dapat menemukan Muhammad dan membawanya sampai ke Mekah, akan mendapat hadiah 100 ekor unta."
Dengan cepat, berita itu menyebar sampai ke dusun-dusun yang jauh. Suraqah bin Malik, kepala kabilah Bani Mudlij, turut mendengar berita itu.
Suatu saat, ia didatangi seorang anggota kabilahnya yang datang tergopoh-gopoh.
"Tuan, tadi saya melihat dari jauh ada beberapa unta lewat di tepi pantai. Mungkin itulah Muhammad!"
"Bukan, itu orang lain!" kata Suraqah.
Namun, setelah berkata begitu, Suraqah cepat-cepat pulang dan mengambil senjata lengkap. Ia pacu kudanya ke arah yang ditunjukkan orang tadi.
Ternyata yang di buru Suraqah memang benar rombongan Rasulullah.
Suraqah bin Malik
Dengan cepat, Suraqah telah berada di belakang rombongan Rasulullah. Abu Bakar yang selalu waspada menoleh dan melihat musuh mendekat,
"Ya Rasulullah, ada orang mengejar kita! Kita tentu akan tertangkap!"
Namun, Rasulullah tetap tenang. Tanpa menoleh ke belakang, beliau bersabda,
"Tenanglah sahabatku, jangan bersusah hati. Sesungguhnya Allah bersama kita."
Kemudian, Rasulullah berdoa, "Ya Allah, cukupkanlah kami akan dia (Suraqah) sekehendak Engkau."
Saat itu juga, kuda Suraqah tergelincir dan penunggangnya terpelanting. Suraqah terdiam sejenak. Ia merasa ada yang tidak beres. Suraqah pun memaksa kudanya bangkit dan mengejar lagi.
Dengan keras kepala, Suraqah memaksa berdiri kudanya yang hampir tidak mampu bangkit. Ia lalu kembali mengejar. Untuk ketiga kalinya, namun Suraqah terjatuh lagi. Saat itu hilanglah niat jahat dalam hatinya. Ia memanggil-manggil Rasulullah.
Beliau pun berhenti dan membiarkan Suraqah mendekat.
"Maafkan saya, beribu-ribu maaf!" kata Suraqah.
"Jangan engkau balas perbuatan saya, wahai Muhammad! Berilah saya sebuah surat jaminan bahwa engkau tidak akan membalas saya saat engkau dan agamamu kelak telah menguasai seluruh jazirah Arab."
Rasulullah tersenyum dan mengabulkannya.
"Tahukah Anda bahwa orang-orang Quraisy menjanjikan 100 ekor unta bagi siapa pun yang dapat membawa Anda kembali" ucap Suraqah.
Rasulullah kembali tersenyum menyejukkan hati.
Dengan penuh semangat, Suraqah menawarkan bekal dan peralatan untuk perjalanan jauh. Namun, Rasulullah menolaknya dengan halus. Beliau hanya berpesan agar Suraqah merahasiakan pertemuan ini.
Sebelum kembali berangkat, Rasulullah bersabda,
"Ya Suraqah, suatu saat kelak engkau akan berpakaian dan memakai perhiasan, gelang, serta emas yang biasa di pakai raja-raja Persia."
Dengan hati dipenuhi rasa bahagia, Suraqah memandang wajah Rasulullah yang pergi menjauh.
Memerah Susu
Tidak lama kemudian, rombongan Rasulullah melewati kemah seorang ibu yang bernama Ummu Ma'bad. Mereka pun berhenti untuk membeli kurma, daging, dan susu. Tempat seperti itu memang biasa menyediakan perbekalan untuk para musyafir yang lewat. Namun sayang, apa yang mereka inginkan ternyata sudah habis. Ummu Ma'bad yang baik hati merasa iba.
"Demi Allah, seandainya ada sesuatu yang Tuan-Tuan butuhkan, silahkan mengambilnya,Tuan-Tuan tidak perlu membayar."
Rasulullah melihat kambing kurus dan bertanya,
"Bagaimana keadaan kambing itu, Ummu Ma'bad? Apakah ia bisa mengeluarkan susu?"
"Kambing itu adalah kambing yang sakit-sakitan Tuan. Ia sama sekali tidak menghasilkan susu."
"Apakah engkau memperkenankan saya memerah susunya? tanya Rasulullah lagi.
"Silahkan jika memang Tuan mengira ia dapat menghasilkan susu."
Dengan izin Allah, kambing sakit-sakitan itu menghasilkan susu ketika Rasulullah memerahnya. Susu itu beliau berikan kepada Abu Bakar, lalu Abdullah bin Uraiqith, dan terakhir untuk beliau sendiri. Sesudah itu, beliau memerahkan susu untuk Ummu Ma'bad. Dan, beliau memerahkan segelas lagi untuk suami Ummu Ma'bad.
"Ambillah ini satu gelas buat Abu Ma'bad jika nanti ia datang."
Setelah itu, Rasulullah dan rombongannya pun meneruskan perjalanan. Sesudah matahari terbenam, datanglah Abu Ma'bad. Melihat segelas susu telah disediakan untuknya, ia keheranan dan bertanya pada istrinya, dari mana segelas susu ini Ummu Ma'bad?"
"Ini dari kambing kita yang sakit-sakitan."
Kemudian Ummu Ma'bad bercerita panjang lebar. Abu Ma'bad segera keluar dan memerah susu kambing yang kurus itu.
Ternyata sejak saat itu sampai mati kambing kurus itu selalu menghasilkan banyak susu.
Abu Ma'bad berkata kepada istrinya,
"Sungguh, saya bercita-cita apabila kelak saya dapat berjumpa dengan orang yang kau ceritakan itu, saya hendak menjadi pengikut dan sahabatnya."
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Tiga hari tiga malam lamanya, Rasulullah dan Abu Bakar tinggal di Gua Tsur. Selama tiga hari itu pula, musyrikin Quraisy kelabakan. Abdullah bin Abu Bakar menjalankan tugasnya dengan sangat baik. Setiap hari ia memata-matai pembicaraan orang Quraisy dan menyampaikan ke Gua Tsur ketika petang tiba. Asma binti Abu Bakar setiap sore mengantarkan makanan bersama Abdullah. Sementara itu, Amir bin Fuhairah yang menggembalakan kambing di luar Gua Tsur selalu memerah susu kambing agar Rasulullah dan Abu Bakar tidak kehausan sekaligus memberi tahu jika ada orang yang mendekat. Ketiga orang itu menjalankan tugasnya dengan tenang sehingga tidak satu pun orang Quraisy yang mencurigai gerak-gerik mereka.
Setelah tiga hari, kepanikan di kota Mekah sudah agak mereda. Saat itu lah Rasulullah dan Abu Bakar berangkat ke Madinah. Mereka diiringi Abdullah bin Uraiqith, seorang penunjuk jalan yang saat itu masih kafir. Ketika akan berangkat, ternyata tidak ada tali yang dapat digunakan untuk menggantungkan makanan dan minuman di pelana unta. Asma memecahkan masalah itu. Dengan sigap ia merobek sabuknya menjadi dua helai kain panjang. Sejak saat itu, Asma dikenal dengan Dzatun Nithaqain (yang bersabuk dua).
Dengan cerdik Rasulullah memilih jalan yang sulit dan tidak bisa dilalui orang. Beliau memilih jalan memutar ke tepi laut. Mereka berusaha secepatnya menjauhi Mekah dan menghindari daerah pemukiman.
Di Mekah orang ribut mendengar sebuah pengumuman yang sangat menarik,
"Siapa pun yang dapat menemukan Muhammad dan membawanya sampai ke Mekah, akan mendapat hadiah 100 ekor unta."
Dengan cepat, berita itu menyebar sampai ke dusun-dusun yang jauh. Suraqah bin Malik, kepala kabilah Bani Mudlij, turut mendengar berita itu.
Suatu saat, ia didatangi seorang anggota kabilahnya yang datang tergopoh-gopoh.
"Tuan, tadi saya melihat dari jauh ada beberapa unta lewat di tepi pantai. Mungkin itulah Muhammad!"
"Bukan, itu orang lain!" kata Suraqah.
Namun, setelah berkata begitu, Suraqah cepat-cepat pulang dan mengambil senjata lengkap. Ia pacu kudanya ke arah yang ditunjukkan orang tadi.
Ternyata yang di buru Suraqah memang benar rombongan Rasulullah.
Suraqah bin Malik
Dengan cepat, Suraqah telah berada di belakang rombongan Rasulullah. Abu Bakar yang selalu waspada menoleh dan melihat musuh mendekat,
"Ya Rasulullah, ada orang mengejar kita! Kita tentu akan tertangkap!"
Namun, Rasulullah tetap tenang. Tanpa menoleh ke belakang, beliau bersabda,
"Tenanglah sahabatku, jangan bersusah hati. Sesungguhnya Allah bersama kita."
Kemudian, Rasulullah berdoa, "Ya Allah, cukupkanlah kami akan dia (Suraqah) sekehendak Engkau."
Saat itu juga, kuda Suraqah tergelincir dan penunggangnya terpelanting. Suraqah terdiam sejenak. Ia merasa ada yang tidak beres. Suraqah pun memaksa kudanya bangkit dan mengejar lagi.
Dengan keras kepala, Suraqah memaksa berdiri kudanya yang hampir tidak mampu bangkit. Ia lalu kembali mengejar. Untuk ketiga kalinya, namun Suraqah terjatuh lagi. Saat itu hilanglah niat jahat dalam hatinya. Ia memanggil-manggil Rasulullah.
Beliau pun berhenti dan membiarkan Suraqah mendekat.
"Maafkan saya, beribu-ribu maaf!" kata Suraqah.
"Jangan engkau balas perbuatan saya, wahai Muhammad! Berilah saya sebuah surat jaminan bahwa engkau tidak akan membalas saya saat engkau dan agamamu kelak telah menguasai seluruh jazirah Arab."
Rasulullah tersenyum dan mengabulkannya.
"Tahukah Anda bahwa orang-orang Quraisy menjanjikan 100 ekor unta bagi siapa pun yang dapat membawa Anda kembali" ucap Suraqah.
Rasulullah kembali tersenyum menyejukkan hati.
Dengan penuh semangat, Suraqah menawarkan bekal dan peralatan untuk perjalanan jauh. Namun, Rasulullah menolaknya dengan halus. Beliau hanya berpesan agar Suraqah merahasiakan pertemuan ini.
Sebelum kembali berangkat, Rasulullah bersabda,
"Ya Suraqah, suatu saat kelak engkau akan berpakaian dan memakai perhiasan, gelang, serta emas yang biasa di pakai raja-raja Persia."
Dengan hati dipenuhi rasa bahagia, Suraqah memandang wajah Rasulullah yang pergi menjauh.
Memerah Susu
Tidak lama kemudian, rombongan Rasulullah melewati kemah seorang ibu yang bernama Ummu Ma'bad. Mereka pun berhenti untuk membeli kurma, daging, dan susu. Tempat seperti itu memang biasa menyediakan perbekalan untuk para musyafir yang lewat. Namun sayang, apa yang mereka inginkan ternyata sudah habis. Ummu Ma'bad yang baik hati merasa iba.
"Demi Allah, seandainya ada sesuatu yang Tuan-Tuan butuhkan, silahkan mengambilnya,Tuan-Tuan tidak perlu membayar."
Rasulullah melihat kambing kurus dan bertanya,
"Bagaimana keadaan kambing itu, Ummu Ma'bad? Apakah ia bisa mengeluarkan susu?"
"Kambing itu adalah kambing yang sakit-sakitan Tuan. Ia sama sekali tidak menghasilkan susu."
"Apakah engkau memperkenankan saya memerah susunya? tanya Rasulullah lagi.
"Silahkan jika memang Tuan mengira ia dapat menghasilkan susu."
Dengan izin Allah, kambing sakit-sakitan itu menghasilkan susu ketika Rasulullah memerahnya. Susu itu beliau berikan kepada Abu Bakar, lalu Abdullah bin Uraiqith, dan terakhir untuk beliau sendiri. Sesudah itu, beliau memerahkan susu untuk Ummu Ma'bad. Dan, beliau memerahkan segelas lagi untuk suami Ummu Ma'bad.
"Ambillah ini satu gelas buat Abu Ma'bad jika nanti ia datang."
Setelah itu, Rasulullah dan rombongannya pun meneruskan perjalanan. Sesudah matahari terbenam, datanglah Abu Ma'bad. Melihat segelas susu telah disediakan untuknya, ia keheranan dan bertanya pada istrinya, dari mana segelas susu ini Ummu Ma'bad?"
"Ini dari kambing kita yang sakit-sakitan."
Kemudian Ummu Ma'bad bercerita panjang lebar. Abu Ma'bad segera keluar dan memerah susu kambing yang kurus itu.
Ternyata sejak saat itu sampai mati kambing kurus itu selalu menghasilkan banyak susu.
Abu Ma'bad berkata kepada istrinya,
"Sungguh, saya bercita-cita apabila kelak saya dapat berjumpa dengan orang yang kau ceritakan itu, saya hendak menjadi pengikut dan sahabatnya."
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 63
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Buraidah
Tidak hanya Suraqah bin Malik yang mengincar hadiah seratus ekor unta. Pemimpin Kabilah Banu Sahmin yang bernama Buraidah bin Al Hasib Al Aslami juga keluar mencari beliau. Ia memimpin tujuh puluh orang prajurit dan menyusuri jalan-jalan ke arah Yatsrib. Di suatu tempat, tiba-tiba saja secara kebetulan mereka bertemu rombongan Rasulullah.
"Kepung!" perintah Buraidah. Beberapa detik kemudian, tujuh puluh pedang, tombak, dan panah mengurung Rasulullah dan memaksa beliau berhenti. Buraidah menegur Rasulullah. Beliau pun menjawabnya. Kemudian, sebelum Buraidah sempat bertanya lagi, Rasulullah mendahuluinya, "Siapa Anda?"
"Saya Buraidah bin Al Hasib."
Dengan tenang Rasulullah berkata kepada Abu Bakar, "Mudah-mudahan suasana mencekam ini kembali menjadi lebih baik."
Kemudian, beliau memandang kembali Buraidah dan bertanya, "Dari keturunan siapa Anda?"
"Dari desa Aslam, keturunan Sahmin."
Kembali Rasulullah memalingkan wajahnya ke Abu Bakar dan berkata, "Kita telah selamat dan keluar dari jangkauan panah mereka."
"Siapakah engkau?" Kali ini Buraidah yang bertanya.
"Saya Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muttalib."
Dengan kehendak Allah, saat itu juga Buraidah mengucapkan dua kalimat syahadat dan memeluk Islam.
Melihat pemimpin mereka memeluk Islam, tujuh puluh orang pasukan pengepung pun mengikuti jejaknya.
Setelah itu, Buraidah dan pasukannya mengawal rombongan Rasulullah sampai keluar dari wilayah mereka.
Dalam situasi diburu dan dikejar pun, Rasulullah tetap mampu mengumpulkan pengikut, berkat ketenangan, kekuatan iman, dan pertolongan Allah.
Penyebaran Islam di Yatsrib
Pesatnya perkembangan Islam di Yatsrib tidak lepas dari jasa Mush'ab bin Umair yang diutus Rasulullah ke Yatsrib untuk mengajarkan Islam. Mush'ab yang cerdas dan berhati lembut mampu membuat orang yang memusuhinya menjadi kawan.
Berikut ini adalah salah satu kisah kecemerlangan dakwah Mush'ab bin Umair.
Jauh sebelum Rasulullah dan kaum Muslimin Mekah berhijrah, di Yatsrib, Mush'ab bin Umair sedang mengajarkan Islam kepada sekelompok orang di kebun Bani Zafar. Sa'ad bin Muadz tidak senang mendengar berita ini. Ia lalu mendatangi Usaid bin Hudhair. Kedua orang ini adalah para pemimpin kaumnya.
"Usaid temui orang Mekah itu. Dia datang ke daerah kita dan mengajarkan agama baru kepada orang-orang kita. Agama itu bisa membuat orang lemah dan miskin bangkit melawan kita."
Mendengar itu, Usaid pergi menjinjing tombak ke kebun Bani Zafar. Ditegurnya Mush'ab bin Umair dengan tombak teracung. Namun, Mush'ab berkata tenang, "Maukah kau duduk dulu dan mendengarkan? Kalau kau tidak menyukainya, aku bersedia pergi dari sini."
Usaid berpikir sejenak, "Baiklah, itu cukup adil."
Kemudian, ia duduk dan mendengarkan Mush'ab. Semakin lama, hati Usaid makin tertarik. Akhirnya, ia memeluk Islam saat itu juga. Setelah itu, ia menemui Sa'ad bin Muadz.
"Apa? Jadi sekarang justru engkau ikut memeluk agama baru itu?" teriak Sa'ad marah.
Ia pun bergegas menemui Mush'ab sambil menyandang pedangnya. Namun, apa yang terjadi pada Usaid, terjadi pula pada Sa'ad. Begitu mendengar penjelasan Mush'ab tentang Islam, ia begitu tertarik sehingga menjadi Muslim saat itu juga.
Setelah itu, tanpa membuang waktu, ia pergi menemui kaumnya dan berseru, "Hai Banu Abdul Asyhal, apa yang kalian ketahui tentang diriku?"
"Engkau adalah pemimpin kami, yang paling dekat dengan kami, engkau punya pendapat dan pengalaman yang terpuji."
Maka kata-katamu, baik wanita maupun pria, bagiku adalah suci selama kalian beriman kepada Allah dan utusan-Nya," demikian seru Sa'ad bin Muadz.
Sejak saat itu, seluruh suku Abdul Asysal memeluk Islam.
Amr bin Jamuh
Keberanian kaum Muslimin di Yatsrib benar-benar di luar dugaan kaum Muslimin di Mekah. Para pemuda di sana dengan sangat berani mempermainkan berhala-berhala orang-orang yang masih musyrik.
Amr bin Jamuh adalah seorang bangsawan dari Banu Salamah. Ia mempunyai sebuah berhala bernama Manat yang terbuat dari kayu. Setelah itu para pemuda dari Banu Salamah masuk Islam, diam-diam mereka mengambil Manat pada malam hari dan memasukkan berhala kayu itu ke dalam lubang penuh lumpur.
"Manat! Kemana Tuhanku itu?" seru Amr bin Jamuh. Pagi-pagi sekali, ia sudah datang ke tempat penyembahan dan kebingungan mencari Manat yang hilang. Setelah mencari kesana kemari, ia menemukan Manat tersuruk di tempat yang sangat kotor.
Amr segera mengambil, mencuci, dan membersihkan tuhannya itu sampai bersih dan meletakkannya lagi di tempat semula.
"Siapa yang berani mengganggu Manat, akan kutebas lehernya!" ancam Amr bin Jamuh kepada orang-orang disekitarnya.
Namun, pada malam harinya para pemuda Muslim kembali mengambil dan memasukkan Manat ke lubang yang kotor dan berlumpur. Sambil menuduh-nuduh dan memgancam-ancam, Amr bin Jamuh kembali mencuci dan membersihkan tuhannya.
Begitulah terjadi berkali-kali sampai akhirnya rasa kesal Amr bin Jamuh berbalik pada Manat. Amr mengalungkan pedang pada Manat sambil berkata pada tuhannya itu, "Kalau kau memang berguna, bertahanlah! Kusertakan pedang ini bersamamu!"
Keesokan harinya, Amr sudah kembali kehilangan Manat. Ia menemukan tuhannya itu di dalam sumur bersama bangkai seekor anjing. Sementara itu, pedangnya hilang.
"Mengapa kau tidak membela dirimu? Mengapa kau biarkan dirimu terhina?" keluh Amr tidak berdaya.
Beberapa orang pemuka masyarakat yang sudah memeluk Islam mendekati Amr dan memgajaknya berbicara. Saat itu, sadarlah Amr bin Jamuh betapa sesatnya ia selama ini. Setelah itu, tanpa ragu lagi ia memeluk Islam dan menjadi Muslim yang taat.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Tidak hanya Suraqah bin Malik yang mengincar hadiah seratus ekor unta. Pemimpin Kabilah Banu Sahmin yang bernama Buraidah bin Al Hasib Al Aslami juga keluar mencari beliau. Ia memimpin tujuh puluh orang prajurit dan menyusuri jalan-jalan ke arah Yatsrib. Di suatu tempat, tiba-tiba saja secara kebetulan mereka bertemu rombongan Rasulullah.
"Kepung!" perintah Buraidah. Beberapa detik kemudian, tujuh puluh pedang, tombak, dan panah mengurung Rasulullah dan memaksa beliau berhenti. Buraidah menegur Rasulullah. Beliau pun menjawabnya. Kemudian, sebelum Buraidah sempat bertanya lagi, Rasulullah mendahuluinya, "Siapa Anda?"
"Saya Buraidah bin Al Hasib."
Dengan tenang Rasulullah berkata kepada Abu Bakar, "Mudah-mudahan suasana mencekam ini kembali menjadi lebih baik."
Kemudian, beliau memandang kembali Buraidah dan bertanya, "Dari keturunan siapa Anda?"
"Dari desa Aslam, keturunan Sahmin."
Kembali Rasulullah memalingkan wajahnya ke Abu Bakar dan berkata, "Kita telah selamat dan keluar dari jangkauan panah mereka."
"Siapakah engkau?" Kali ini Buraidah yang bertanya.
"Saya Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muttalib."
Dengan kehendak Allah, saat itu juga Buraidah mengucapkan dua kalimat syahadat dan memeluk Islam.
Melihat pemimpin mereka memeluk Islam, tujuh puluh orang pasukan pengepung pun mengikuti jejaknya.
Setelah itu, Buraidah dan pasukannya mengawal rombongan Rasulullah sampai keluar dari wilayah mereka.
Dalam situasi diburu dan dikejar pun, Rasulullah tetap mampu mengumpulkan pengikut, berkat ketenangan, kekuatan iman, dan pertolongan Allah.
Penyebaran Islam di Yatsrib
Pesatnya perkembangan Islam di Yatsrib tidak lepas dari jasa Mush'ab bin Umair yang diutus Rasulullah ke Yatsrib untuk mengajarkan Islam. Mush'ab yang cerdas dan berhati lembut mampu membuat orang yang memusuhinya menjadi kawan.
Berikut ini adalah salah satu kisah kecemerlangan dakwah Mush'ab bin Umair.
Jauh sebelum Rasulullah dan kaum Muslimin Mekah berhijrah, di Yatsrib, Mush'ab bin Umair sedang mengajarkan Islam kepada sekelompok orang di kebun Bani Zafar. Sa'ad bin Muadz tidak senang mendengar berita ini. Ia lalu mendatangi Usaid bin Hudhair. Kedua orang ini adalah para pemimpin kaumnya.
"Usaid temui orang Mekah itu. Dia datang ke daerah kita dan mengajarkan agama baru kepada orang-orang kita. Agama itu bisa membuat orang lemah dan miskin bangkit melawan kita."
Mendengar itu, Usaid pergi menjinjing tombak ke kebun Bani Zafar. Ditegurnya Mush'ab bin Umair dengan tombak teracung. Namun, Mush'ab berkata tenang, "Maukah kau duduk dulu dan mendengarkan? Kalau kau tidak menyukainya, aku bersedia pergi dari sini."
Usaid berpikir sejenak, "Baiklah, itu cukup adil."
Kemudian, ia duduk dan mendengarkan Mush'ab. Semakin lama, hati Usaid makin tertarik. Akhirnya, ia memeluk Islam saat itu juga. Setelah itu, ia menemui Sa'ad bin Muadz.
"Apa? Jadi sekarang justru engkau ikut memeluk agama baru itu?" teriak Sa'ad marah.
Ia pun bergegas menemui Mush'ab sambil menyandang pedangnya. Namun, apa yang terjadi pada Usaid, terjadi pula pada Sa'ad. Begitu mendengar penjelasan Mush'ab tentang Islam, ia begitu tertarik sehingga menjadi Muslim saat itu juga.
Setelah itu, tanpa membuang waktu, ia pergi menemui kaumnya dan berseru, "Hai Banu Abdul Asyhal, apa yang kalian ketahui tentang diriku?"
"Engkau adalah pemimpin kami, yang paling dekat dengan kami, engkau punya pendapat dan pengalaman yang terpuji."
Maka kata-katamu, baik wanita maupun pria, bagiku adalah suci selama kalian beriman kepada Allah dan utusan-Nya," demikian seru Sa'ad bin Muadz.
Sejak saat itu, seluruh suku Abdul Asysal memeluk Islam.
Amr bin Jamuh
Keberanian kaum Muslimin di Yatsrib benar-benar di luar dugaan kaum Muslimin di Mekah. Para pemuda di sana dengan sangat berani mempermainkan berhala-berhala orang-orang yang masih musyrik.
Amr bin Jamuh adalah seorang bangsawan dari Banu Salamah. Ia mempunyai sebuah berhala bernama Manat yang terbuat dari kayu. Setelah itu para pemuda dari Banu Salamah masuk Islam, diam-diam mereka mengambil Manat pada malam hari dan memasukkan berhala kayu itu ke dalam lubang penuh lumpur.
"Manat! Kemana Tuhanku itu?" seru Amr bin Jamuh. Pagi-pagi sekali, ia sudah datang ke tempat penyembahan dan kebingungan mencari Manat yang hilang. Setelah mencari kesana kemari, ia menemukan Manat tersuruk di tempat yang sangat kotor.
Amr segera mengambil, mencuci, dan membersihkan tuhannya itu sampai bersih dan meletakkannya lagi di tempat semula.
"Siapa yang berani mengganggu Manat, akan kutebas lehernya!" ancam Amr bin Jamuh kepada orang-orang disekitarnya.
Namun, pada malam harinya para pemuda Muslim kembali mengambil dan memasukkan Manat ke lubang yang kotor dan berlumpur. Sambil menuduh-nuduh dan memgancam-ancam, Amr bin Jamuh kembali mencuci dan membersihkan tuhannya.
Begitulah terjadi berkali-kali sampai akhirnya rasa kesal Amr bin Jamuh berbalik pada Manat. Amr mengalungkan pedang pada Manat sambil berkata pada tuhannya itu, "Kalau kau memang berguna, bertahanlah! Kusertakan pedang ini bersamamu!"
Keesokan harinya, Amr sudah kembali kehilangan Manat. Ia menemukan tuhannya itu di dalam sumur bersama bangkai seekor anjing. Sementara itu, pedangnya hilang.
"Mengapa kau tidak membela dirimu? Mengapa kau biarkan dirimu terhina?" keluh Amr tidak berdaya.
Beberapa orang pemuka masyarakat yang sudah memeluk Islam mendekati Amr dan memgajaknya berbicara. Saat itu, sadarlah Amr bin Jamuh betapa sesatnya ia selama ini. Setelah itu, tanpa ragu lagi ia memeluk Islam dan menjadi Muslim yang taat.
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 64
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Rasulullah Tiba di Quba
Kaum Muslimin di Yatsrib sudah mendengar bahwa Rasulullah telah meninggalkan Mekah. Oleh sebab itu mereka menanti-nanti dan berharap-harap kedatangan beliau. Bahkan beberapa dari mereka pergi ke Quba, suatu kampung yang letaknya beberapa mil dari Yatsrib untuk menyambut Rasulullah.
Setiap pagi mereka pergi bersama-sama ke tempat itu. Jika sampai siang Rasulullah belum datang, mereka pergi dan berteduh sebentar di tempat lain. Ketika petang tiba, dan Rasulullah belum juga tiba, mereka pulang ke Yatsrib. Begitu terus setiap hari.
Rasulullah dan rombongan memang masih agak jauh dari Yatsrib. Suatu hari ketika panas matahari tengah begitu terik, Rasulullah tiba di Quba. Saat itu, penduduk Quba juga sudah banyak yang memeluk Islam. Mereka juga tengah menanti-nanti kedatangan Rasulullah. Namun, tidak seorang pun yang sudah mengenal wajah Rasulullah dan Abu Bakar. Oleh sebab itu, ketika beliau dan Abu Bakar berteduh di bawah pohon kurma, tidak seorang pun yang datang menyambut. Sampai akhirnya, lewatlah seorang Yahudi yang mengetahui Rasulullah dan Abu Bakar yang tengah berteduh itu. Yahudi itu segera naik ke tempat yang tinggi dan berteriak sekeras-kerasnya,
"Hai orang-orang Arab! Itulah orang yang kamu harap-harap dan kamu nanti-nanti kedatangannya! Ia telah berada di sini! Ia telah datang!"
Demikian teriak orang Yahudi itu berulang-ulang. Orang-orang Quba datang berduyun-duyun ke tempat Rasulullah berteduh. Ketika tiba, mereka memberi hormat kepada Abu Bakar. Melihat itu, Abu Bakar segera membuka selendangnya dan meneduhi Rasulullah. Barulah orang-orang sadar bahwa mereka telah salah menyalami orang.
Orang-orang meminta Rasulullah beristirahat selama beberapa hari di Quba. Rasulullah pun mengabulkan permintaan itu. Beliau tinggal di rumah seorang sahabat Anshar bernama Kaltsum bin Hadam.
Kerinduan pada Rasulullah
Banyak penduduk Muslim Yatsrib yang belum melihat Nabi Muhammad. Kerinduan akan sosok Rasulullah melambung saat menanti kedatangan beliau. Mereka ingin bertemu laki-laki yang telah menderita jiwa dan raga dalam berjuang, terusir dari kampung halaman, tetapi tetap bersemangat, percaya diri, kokoh, berhati tulus, dan terus berdakwah, tanpa pernah berhenti.
Hijrah Ali bin Abu Thalib
Bagaimana dengan Ali bin Abu Thalib, sesuai dengan pesan Rasulullah, setelah mengembalikan barang-barang titipan kepada pemiliknya, Ali bin Abu Thalib berangkat hijrah. Ali pergi mengawal keluarga Rasulullah dan keluarga Abu Bakar. Mereka adalah Fatimah, Ummu Kultsum, Saudah, Ummu Aiman dan anaknya, Usamah. Selain itu juga turut istri Abu Bakar, Ummu Ruman dan anak-anaknya, Aisyah, Asma, dan Abdullah. Juga ada orang-orang Muslim lain yang lemah dan tidak berdaya.
Terbayang dengan jelas betapa beratnya tugas Ali bin Abu Thalib saat berhijrah. Apalagi mereka semua kekurangan, sehingga Ali bin Abu Thalib harus berjalan kaki menempuh jarak lebih dari 400 kilometer di tengah padang pasir itu.
Selama perjalanan, mereka berhenti dan bersembunyi pada siang hari untuk menghindari kejaran pasukan Quraisy. Jika malam tiba, barulah mereka berangkat dan meneruskan perjalanan.
Akhirnya, tibalah rombongan hijrah Ali bin Abu Thalib di Quba. Di sana, mereka berjumpa dengan Rasulullah yang masih berada di tempat itu.
Begitu jauh dan beratnya perjalanan, kaki Ali bin Abu Thalib membengkak dan dipenuhi luka di sana-sini.
Rasulullah merasa sangat iba kepada sepupunya ini. Beliau berdoa kepada Allah memohon agar Allah berkenan menyembuhkan semua luka di kaki Ali dan memulihkan kekuatannya seperti sedia kala.
Dengan kedua tangan beliau yang mulia itu, Rasulullah mengusap kaki Ali bin Abu Thalib. Alhamdulillah, segera saja pulihlah semua luka, kempislah bengkak, dan lenyaplah semua rasa sakit dari kaki Ali bin Abu Thalib.
Saat Ali bin Abu Thalib dan orang-orang yang dikawalnya tiba di Quba, Rasulullah telah berhenti di sana selama lebih dari sepuluh hari. Dalam sepuluh hari itu, beliau dan para sahabat yang lain telah membangun sebuah masjid. Itulah masjid pertama dalam sejarah Islam. Di dalam Al Qur'an, Allah menyebut masjid itu dengan nama Masjid Taqwa. Sampai kini, masjid itu dikenal sebagai Masjid Quba.
Masjid Quba
Rasulullah adalah orang pertama yang meletakkan batu untuk mendirikan Masjid Quba. Setelah itu, beliau menyuruh Abu Bakar lalu Umar bin Khattab dan setelahnya Utsman bin Affan. Ammar bin Yasir adalah orang yang pertama kali membangun temboknya. Kemudian, para sahabat Muhajirin dan Anshar membangunnya bersama-sama.
Begitu masjid selesai kaum Muslimin di Quba menyangka Rasulullah akan tinggal di Quba lebih lama lagi. Namun, Allah memerintahkan Rasulullah untuk berangkat ke Yatsrib. Begitu mengetahui hal itu, dengan wajah sedih, Kaum Muslimin Quba mendatangi Rasulullah dan bertanya pelan,
"Ya Rasulullah apakah Tuan memang menghendaki rumah yang lebih baik daripada rumah kami?"
Rasulullah mengerti betapa besar rasa sayang kaum Muslimin Quba terhadap dirinya. Beliau pun menjawab dengan kata-kata yang sangat halus,
"Oh tidak begitu, Allah memerintahkan saya berangkat ke Yatsrib. Karenanya, hendaklah Tuan-Tuan membiarkan unta saya terus melanjutkan perjalanan."
Sebelum berangkat, Rasulullah berdiri di Masjid Quba. Para sahabat berkumpul dihadapan beliau. Rasulullah bertanya kepada mereka,
"Apakah Anda sekalian orang-orang beriman?"
Semuanya terdiam, tidak seorang pun yang berani menjawab. Kemudian, Rasulullah bertanya lagi,
"Apakah Anda sekalian orang-orang yang beriman?"
Kembali semua orang terdiam kecuali Umar bin Khattab. Saat itu Umar menjawab,
"Ya Rasulullah, sesungguhnya mereka semua orang-orang beriman dan saya termasuk salah seorang dari mereka."
Rasulullah bertanya lagi,
"Apakah anda sekalian percaya pada keputusan Allah?"
Kali ini semuanya menjawab, "Ya."
"Apakah Anda sekalian bersabar akan malapetaka yang menimpa?"
"Ya, ya Rasulullah."
"Dan apakah Anda sekalian bersyukur saat mendapat kebahagiaan?" "Bersyukur saat mendapat kebahagiaan?"
"Ya, kami bersyukur ya Rasulullah."
"Demi Tuhan, kalau begitu Anda sekalian orang-orang beriman."
Mengapa Masjid Dibangun Lebih Dulu?
Masyarakat Islam tidak akan tegak jika tidak ada masjid. Oleh karena itu, perbedaan pangkat, kekayaan, kedudukan, dan lainnya akan terhapus jika umat Islam selalu bertemu setiap hari di masjid untuk menyembah Allah. Masjid juga merupakan tempat berkumpulnya kaum Muslimin untuk mempelajari syariat Allah.
Rasulullah Tiba di Quba
Kaum Muslimin di Yatsrib sudah mendengar bahwa Rasulullah telah meninggalkan Mekah. Oleh sebab itu mereka menanti-nanti dan berharap-harap kedatangan beliau. Bahkan beberapa dari mereka pergi ke Quba, suatu kampung yang letaknya beberapa mil dari Yatsrib untuk menyambut Rasulullah.
Setiap pagi mereka pergi bersama-sama ke tempat itu. Jika sampai siang Rasulullah belum datang, mereka pergi dan berteduh sebentar di tempat lain. Ketika petang tiba, dan Rasulullah belum juga tiba, mereka pulang ke Yatsrib. Begitu terus setiap hari.
Rasulullah dan rombongan memang masih agak jauh dari Yatsrib. Suatu hari ketika panas matahari tengah begitu terik, Rasulullah tiba di Quba. Saat itu, penduduk Quba juga sudah banyak yang memeluk Islam. Mereka juga tengah menanti-nanti kedatangan Rasulullah. Namun, tidak seorang pun yang sudah mengenal wajah Rasulullah dan Abu Bakar. Oleh sebab itu, ketika beliau dan Abu Bakar berteduh di bawah pohon kurma, tidak seorang pun yang datang menyambut. Sampai akhirnya, lewatlah seorang Yahudi yang mengetahui Rasulullah dan Abu Bakar yang tengah berteduh itu. Yahudi itu segera naik ke tempat yang tinggi dan berteriak sekeras-kerasnya,
"Hai orang-orang Arab! Itulah orang yang kamu harap-harap dan kamu nanti-nanti kedatangannya! Ia telah berada di sini! Ia telah datang!"
Demikian teriak orang Yahudi itu berulang-ulang. Orang-orang Quba datang berduyun-duyun ke tempat Rasulullah berteduh. Ketika tiba, mereka memberi hormat kepada Abu Bakar. Melihat itu, Abu Bakar segera membuka selendangnya dan meneduhi Rasulullah. Barulah orang-orang sadar bahwa mereka telah salah menyalami orang.
Orang-orang meminta Rasulullah beristirahat selama beberapa hari di Quba. Rasulullah pun mengabulkan permintaan itu. Beliau tinggal di rumah seorang sahabat Anshar bernama Kaltsum bin Hadam.
Kerinduan pada Rasulullah
Banyak penduduk Muslim Yatsrib yang belum melihat Nabi Muhammad. Kerinduan akan sosok Rasulullah melambung saat menanti kedatangan beliau. Mereka ingin bertemu laki-laki yang telah menderita jiwa dan raga dalam berjuang, terusir dari kampung halaman, tetapi tetap bersemangat, percaya diri, kokoh, berhati tulus, dan terus berdakwah, tanpa pernah berhenti.
Hijrah Ali bin Abu Thalib
Bagaimana dengan Ali bin Abu Thalib, sesuai dengan pesan Rasulullah, setelah mengembalikan barang-barang titipan kepada pemiliknya, Ali bin Abu Thalib berangkat hijrah. Ali pergi mengawal keluarga Rasulullah dan keluarga Abu Bakar. Mereka adalah Fatimah, Ummu Kultsum, Saudah, Ummu Aiman dan anaknya, Usamah. Selain itu juga turut istri Abu Bakar, Ummu Ruman dan anak-anaknya, Aisyah, Asma, dan Abdullah. Juga ada orang-orang Muslim lain yang lemah dan tidak berdaya.
Terbayang dengan jelas betapa beratnya tugas Ali bin Abu Thalib saat berhijrah. Apalagi mereka semua kekurangan, sehingga Ali bin Abu Thalib harus berjalan kaki menempuh jarak lebih dari 400 kilometer di tengah padang pasir itu.
Selama perjalanan, mereka berhenti dan bersembunyi pada siang hari untuk menghindari kejaran pasukan Quraisy. Jika malam tiba, barulah mereka berangkat dan meneruskan perjalanan.
Akhirnya, tibalah rombongan hijrah Ali bin Abu Thalib di Quba. Di sana, mereka berjumpa dengan Rasulullah yang masih berada di tempat itu.
Begitu jauh dan beratnya perjalanan, kaki Ali bin Abu Thalib membengkak dan dipenuhi luka di sana-sini.
Rasulullah merasa sangat iba kepada sepupunya ini. Beliau berdoa kepada Allah memohon agar Allah berkenan menyembuhkan semua luka di kaki Ali dan memulihkan kekuatannya seperti sedia kala.
Dengan kedua tangan beliau yang mulia itu, Rasulullah mengusap kaki Ali bin Abu Thalib. Alhamdulillah, segera saja pulihlah semua luka, kempislah bengkak, dan lenyaplah semua rasa sakit dari kaki Ali bin Abu Thalib.
Saat Ali bin Abu Thalib dan orang-orang yang dikawalnya tiba di Quba, Rasulullah telah berhenti di sana selama lebih dari sepuluh hari. Dalam sepuluh hari itu, beliau dan para sahabat yang lain telah membangun sebuah masjid. Itulah masjid pertama dalam sejarah Islam. Di dalam Al Qur'an, Allah menyebut masjid itu dengan nama Masjid Taqwa. Sampai kini, masjid itu dikenal sebagai Masjid Quba.
Masjid Quba
Rasulullah adalah orang pertama yang meletakkan batu untuk mendirikan Masjid Quba. Setelah itu, beliau menyuruh Abu Bakar lalu Umar bin Khattab dan setelahnya Utsman bin Affan. Ammar bin Yasir adalah orang yang pertama kali membangun temboknya. Kemudian, para sahabat Muhajirin dan Anshar membangunnya bersama-sama.
Begitu masjid selesai kaum Muslimin di Quba menyangka Rasulullah akan tinggal di Quba lebih lama lagi. Namun, Allah memerintahkan Rasulullah untuk berangkat ke Yatsrib. Begitu mengetahui hal itu, dengan wajah sedih, Kaum Muslimin Quba mendatangi Rasulullah dan bertanya pelan,
"Ya Rasulullah apakah Tuan memang menghendaki rumah yang lebih baik daripada rumah kami?"
Rasulullah mengerti betapa besar rasa sayang kaum Muslimin Quba terhadap dirinya. Beliau pun menjawab dengan kata-kata yang sangat halus,
"Oh tidak begitu, Allah memerintahkan saya berangkat ke Yatsrib. Karenanya, hendaklah Tuan-Tuan membiarkan unta saya terus melanjutkan perjalanan."
Sebelum berangkat, Rasulullah berdiri di Masjid Quba. Para sahabat berkumpul dihadapan beliau. Rasulullah bertanya kepada mereka,
"Apakah Anda sekalian orang-orang beriman?"
Semuanya terdiam, tidak seorang pun yang berani menjawab. Kemudian, Rasulullah bertanya lagi,
"Apakah Anda sekalian orang-orang yang beriman?"
Kembali semua orang terdiam kecuali Umar bin Khattab. Saat itu Umar menjawab,
"Ya Rasulullah, sesungguhnya mereka semua orang-orang beriman dan saya termasuk salah seorang dari mereka."
Rasulullah bertanya lagi,
"Apakah anda sekalian percaya pada keputusan Allah?"
Kali ini semuanya menjawab, "Ya."
"Apakah Anda sekalian bersabar akan malapetaka yang menimpa?"
"Ya, ya Rasulullah."
"Dan apakah Anda sekalian bersyukur saat mendapat kebahagiaan?" "Bersyukur saat mendapat kebahagiaan?"
"Ya, kami bersyukur ya Rasulullah."
"Demi Tuhan, kalau begitu Anda sekalian orang-orang beriman."
Mengapa Masjid Dibangun Lebih Dulu?
Masyarakat Islam tidak akan tegak jika tidak ada masjid. Oleh karena itu, perbedaan pangkat, kekayaan, kedudukan, dan lainnya akan terhapus jika umat Islam selalu bertemu setiap hari di masjid untuk menyembah Allah. Masjid juga merupakan tempat berkumpulnya kaum Muslimin untuk mempelajari syariat Allah.
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 65
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Shalat Jum'at Pertama
Rasulullah berangkat dari Quba pada Jum'at pagi. Beliau diiringi para sahabat Muhajirin dan Anshar. Sebagian berkendaraan, sebagian lagi berjalan kaki. Ketika waktu shalat Jum'at tiba, Rasulullah tengah melewati Wadi Ranuna. Tempat itu dekat dengan perkampungan Bani Amr bin Auf. Rasulullah berhenti dan mendirikan shalat Jum'at bersama para sahabatnya. Itulah shalat Jum'at pertama yang didirikan Rasulullah.
Dalam shalat itu, Rasulullah berkhutbah,
"Wahai seluruh manusia hendaklah kalian mengerjakan amal kebaikan demi kalian sendiri. Sungguh kalian mengetahui, demi Allah, sesungguhnya akan datang suatu hari ketika salah satu dari kalian dikejutkan oleh suara gemuruh, sehingga ia akan melupakan harta apa pun yang dimilikinya. Pada hari itu, Allah akan berfirman kepadanya langsung tanpa ada yang menerjemahkan dan menghalang-halangi. Firman-Nya, "Tidaklah telah datang seorang Rasul kepadamu lalu ia menyampaikan ajaran kepadamu dan Aku telah memberikan harta kepadamu serta Aku telah memberikan banyak karunia kepadamu. Namun, semua itu kamu gunakan untuk dirimu sendiri."
"Saat itu, ia akan melihat ke kanan dan ke kiri, tetapi tidak melihat apa pun. Namun, ketika melihat ke muka, ia akan menatap Neraka Jahanam. Siapa pun yang dapat menjaga wajahnya dari bahaya api neraka, walaupun dengan separuh kurma, hendaklah ia banyak menyebut kalimat thayyibah karena kalimat thayyibah itu adalah sesuatu yang indah yang akan diberi balasan sampai tujuh ratus kali lipat. Keselamatan dan rahmat Allah serta barokah-Nya semoga dilimpahkan atas kamu dan atas Rasulullah."
Pada saat shalat Jum'at itu, Rasulullah berkhutbah setelah shalat didirikan. Baru pada kemudian hari, Rasulullah mengubah cara itu sehingga khutbah dilakukan sebelum shalat Jum'at dilakukan.
Rasulullah pun melanjutkan perjalanan. Setiap kali melewati sebuah perkampungan, orang-orang selalu berebut menawarkan tempat bersinggah dan beristirahat kepada beliau. Namun, selalu mengulang jawaban yang sama,
"Biarkanlah unta ini berjalan, sesungguhnya ia diperintah Allah agar berhenti ditempat yang dikehendaki-Nya."
Tiba di Madinah
Kota Yatsrib dipenuhi bermacam perhiasan indah untuk menyambut kedatangan Rasulullah. Ketika beliau tiba, seluruh kaum Muslimin perempuan dan laki-laki, anak-anak dan budak belian, keluar rumah untuk menyambut kedatangan Rasulullah yang telah lama mereka nantikan.
Anak-anak lelaki dan para budak laki-laki ramai-ramai berbaris di jalan seraya bersorak,
"Telah datang Muhammad! Telah datang Rasulullah! Ya Muhammad! Ya Rasulullah!"
Para pemuda dan laki-laki dewasa menghunus pedang dan tombak sebagai tanda siap mati membela Rasulullah.
Kaum Muslimin yang mengiringi Rasulullah dari Quba berseru bersama,
"Telah datang Nabi Allah! Telah datang Nabi Allah! Telah datang Nabi Allah!"
Sementara itu, anak-anak perempuan naik ke atas rumah seraya bersama membaca syair,
"Kami anak-anak perempuan keturunan Najjar, hai orang yang cinta bertetangga dengan Nabi Muhammad!"
Mendengar sambutan yang begitu hangat dan penuh sayang itu, Rasulullah bertanya,
"Apakah kalian semua cinta kepadaku?"
"Ya, sudah tentu ya Rasulullah!" jawab semuanya.
Dengan hati bergetar penuh kasih, Rasulullah bersabda,
"Allah mengetahui bahwa hatiku sangat mencintai kalian semua."
Ada orang yang menangis, ada juga orang yang tersenyum saat mendengar pernyataan cinta dari Rasulullah yang begitu mulia, yang begitu mereka cintai, dan yang begitu mereka rindukan. Maka rebana-rebana pun berbunyi dan kaum wanita berpantun.
طلع البدر علينا ¤ من ثنية الوداع
Thola’al badru ‘alaynâ min tsaniyyatil wadâ’i
وجب الشکر علينا ¤ ما دعا لله داع
Wajabasy-syukru ‘alaynâ mâ da’â lillâhi dâ’î
أيها المبعوث فينا ¤ جئت بالأمر المطاع
Ayyuhâl mab’ûtsu fînâ ji'ta bil amril muthô’i
Telah terbit purnama di atas kita.
Dari kampung Tsaniyyatil Wada.
Wajiblah kita bersyukur akan apa yang diserukan penyeru.
Duhai orang yang diutus kepada kami.
Engkau datang dengan perintah yang ditaati.
Demikian seterusnya, pantun-pantun kehormatan diucapkan oleh kaum Muslimin laki-laki dan perempuan ketika mereka menyambut kedatangan Rasulullah. Itu adalah suatu saat yang amat membahagiakan dan tidak akan pernah terulang lagi dalam sejarah, suatu penyambutan yang begitu tulus dan penuh cinta.
Muhajirin yang Pertama
Abu Salamah bin Abdul Asad adalah Muhajirin yang pertama tiba di Madinah. Setelah itu, menyusul Amir bin Rabi'ah bersama istrinya, Laila binti Abi Hasymah. Beliaulah wanita Muhajirin yang pertama tiba di Madinah.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Rasulullah berangkat dari Quba pada Jum'at pagi. Beliau diiringi para sahabat Muhajirin dan Anshar. Sebagian berkendaraan, sebagian lagi berjalan kaki. Ketika waktu shalat Jum'at tiba, Rasulullah tengah melewati Wadi Ranuna. Tempat itu dekat dengan perkampungan Bani Amr bin Auf. Rasulullah berhenti dan mendirikan shalat Jum'at bersama para sahabatnya. Itulah shalat Jum'at pertama yang didirikan Rasulullah.
Dalam shalat itu, Rasulullah berkhutbah,
"Wahai seluruh manusia hendaklah kalian mengerjakan amal kebaikan demi kalian sendiri. Sungguh kalian mengetahui, demi Allah, sesungguhnya akan datang suatu hari ketika salah satu dari kalian dikejutkan oleh suara gemuruh, sehingga ia akan melupakan harta apa pun yang dimilikinya. Pada hari itu, Allah akan berfirman kepadanya langsung tanpa ada yang menerjemahkan dan menghalang-halangi. Firman-Nya, "Tidaklah telah datang seorang Rasul kepadamu lalu ia menyampaikan ajaran kepadamu dan Aku telah memberikan harta kepadamu serta Aku telah memberikan banyak karunia kepadamu. Namun, semua itu kamu gunakan untuk dirimu sendiri."
"Saat itu, ia akan melihat ke kanan dan ke kiri, tetapi tidak melihat apa pun. Namun, ketika melihat ke muka, ia akan menatap Neraka Jahanam. Siapa pun yang dapat menjaga wajahnya dari bahaya api neraka, walaupun dengan separuh kurma, hendaklah ia banyak menyebut kalimat thayyibah karena kalimat thayyibah itu adalah sesuatu yang indah yang akan diberi balasan sampai tujuh ratus kali lipat. Keselamatan dan rahmat Allah serta barokah-Nya semoga dilimpahkan atas kamu dan atas Rasulullah."
Pada saat shalat Jum'at itu, Rasulullah berkhutbah setelah shalat didirikan. Baru pada kemudian hari, Rasulullah mengubah cara itu sehingga khutbah dilakukan sebelum shalat Jum'at dilakukan.
Rasulullah pun melanjutkan perjalanan. Setiap kali melewati sebuah perkampungan, orang-orang selalu berebut menawarkan tempat bersinggah dan beristirahat kepada beliau. Namun, selalu mengulang jawaban yang sama,
"Biarkanlah unta ini berjalan, sesungguhnya ia diperintah Allah agar berhenti ditempat yang dikehendaki-Nya."
Tiba di Madinah
Kota Yatsrib dipenuhi bermacam perhiasan indah untuk menyambut kedatangan Rasulullah. Ketika beliau tiba, seluruh kaum Muslimin perempuan dan laki-laki, anak-anak dan budak belian, keluar rumah untuk menyambut kedatangan Rasulullah yang telah lama mereka nantikan.
Anak-anak lelaki dan para budak laki-laki ramai-ramai berbaris di jalan seraya bersorak,
"Telah datang Muhammad! Telah datang Rasulullah! Ya Muhammad! Ya Rasulullah!"
Para pemuda dan laki-laki dewasa menghunus pedang dan tombak sebagai tanda siap mati membela Rasulullah.
Kaum Muslimin yang mengiringi Rasulullah dari Quba berseru bersama,
"Telah datang Nabi Allah! Telah datang Nabi Allah! Telah datang Nabi Allah!"
Sementara itu, anak-anak perempuan naik ke atas rumah seraya bersama membaca syair,
"Kami anak-anak perempuan keturunan Najjar, hai orang yang cinta bertetangga dengan Nabi Muhammad!"
Mendengar sambutan yang begitu hangat dan penuh sayang itu, Rasulullah bertanya,
"Apakah kalian semua cinta kepadaku?"
"Ya, sudah tentu ya Rasulullah!" jawab semuanya.
Dengan hati bergetar penuh kasih, Rasulullah bersabda,
"Allah mengetahui bahwa hatiku sangat mencintai kalian semua."
Ada orang yang menangis, ada juga orang yang tersenyum saat mendengar pernyataan cinta dari Rasulullah yang begitu mulia, yang begitu mereka cintai, dan yang begitu mereka rindukan. Maka rebana-rebana pun berbunyi dan kaum wanita berpantun.
طلع البدر علينا ¤ من ثنية الوداع
Thola’al badru ‘alaynâ min tsaniyyatil wadâ’i
وجب الشکر علينا ¤ ما دعا لله داع
Wajabasy-syukru ‘alaynâ mâ da’â lillâhi dâ’î
أيها المبعوث فينا ¤ جئت بالأمر المطاع
Ayyuhâl mab’ûtsu fînâ ji'ta bil amril muthô’i
Telah terbit purnama di atas kita.
Dari kampung Tsaniyyatil Wada.
Wajiblah kita bersyukur akan apa yang diserukan penyeru.
Duhai orang yang diutus kepada kami.
Engkau datang dengan perintah yang ditaati.
Demikian seterusnya, pantun-pantun kehormatan diucapkan oleh kaum Muslimin laki-laki dan perempuan ketika mereka menyambut kedatangan Rasulullah. Itu adalah suatu saat yang amat membahagiakan dan tidak akan pernah terulang lagi dalam sejarah, suatu penyambutan yang begitu tulus dan penuh cinta.
Muhajirin yang Pertama
Abu Salamah bin Abdul Asad adalah Muhajirin yang pertama tiba di Madinah. Setelah itu, menyusul Amir bin Rabi'ah bersama istrinya, Laila binti Abi Hasymah. Beliaulah wanita Muhajirin yang pertama tiba di Madinah.
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 66
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Tempat Rasulullah Menginap
Semua keluarga di Yatsrib berebut menawarkan diri menjadi tuan rumah kepada Rasulullah. Semuanya ingin agar Rasulullah bersedia tinggal di lingkungan mereka. Rasulullah mengetahui bahwa jika ia menentukan pilihan, keluarga yang tidak terpilih akan malu dan kecewa. Karena itu, beliau memasrahkan pilihan itu kepada Allah. Dengan halus, beliau berkata kepada semua kepala keluarga,
"Biarkanlah untaku ini berjalan karena ia diperintah oleh Allah dan akan berhenti ditempat yang Allah kehendaki."
Kaum Muslimin mengikuti Al Qushwa yang berjalan perlahan-lahan. Di suatu tempat milik dua orang anak yatim, unta Rasulullah itu berhenti dan merebahkan perutnya ke pasir. Rasulullah mengajak Al Qushwa berjalan lagi. Namun, tidak lama kemudian, ia kembali ke tempat semula dan merebahkan perutnya lagi ke pasir.
"Inilah tempat kediamanku, in syaa Allah," demikian sabda Rasulullah. Kemudian, beliau berdoa empat kali,
"Ya Allah, semoga Engkau menempatkan aku di tempat kediaman yang diberkahi dan Engkaulah sebaik-baik yang memberi tempat kediaman."
Rasulullah membeli tanah dari kedua anak yatim tersebut.
Rasulullah turun dan bertanya,
"Di mana rumah saudaraku yang paling dekat dari sini?"
Dengan penuh gembira,
"Abu Ayyub segera menjawab, "Saya, ya Rasulullah! Itu rumah saya!"
Rasulullah tersenyum dan berkata,
"Baiklah Abu Ayyub, jika Anda berkenan, aku akan tinggal di rumah Anda untuk sementara waktu. Silahkan sediakan tempat untukku."
Abu Ayyub tergopoh-gopoh memasuki rumahnya karena begitu gembira. Disiapkannya tempat untuk Rasulullah serapi mumgkin. Kemudian, ia kembali menghadap Rasulullah dan berkata,
"Ya Rasulullah, sungguh saya sudah menyediakan tempat beristirahat bagi Tuan. Dengan berkah Allah, silahkan berdiri dan masuk ke dalam."
Gentong Pecah
Rasulullah tinggal di rumah Abu Ayyub. Abu Ayyub ingin Rasulullah tinggal di lantai atas, tetapi Rasul menolak. Suatu ketika gentong Abu Ayyub pecah dan airnya tumpah. Abu Ayyub dan istrinya segera menggunakan selimut satu-satunya untuk menyerap air agar tidak menetes ke tempat tinggal Rasulullah. Setelah itu, Abu Ayyub mendesak Rasulullah agar tinggal di atas. Akhirnya Rasulullah pun bersedia tinggal di atas.
Mendirikan Masjid
Tujuh bulan lamanya, Rasulullah dan keluarganya tinggal di rumah Abu Ayyub. Selama itu, Abu Ayyub, Sa'ad bin Ubadah, As'ad bin Zurarah, dan yang lainya mengirim makanan untuk keluarga Rasulullah secukup-cukupnya. Setiap pagi dan petang, Ummu Ayyub memasak makanan dan tidak mereka makan sebelum terlebih dahulu mereka sajikan kepada Rasulullah dan keluarganya. Demikianlah budi Abu Ayyub dan keluarganya kepada Rasulullah.
Rasulullah tinggal di rumah Abu Ayyub sampai beliau mendirikan masjid dan rumah sendiri. Ketika akan mendirikan masjid, Rasulullah memgumpulkan Bani Najjar yang menjadi pemilik tanah ditempat itu.
"Wahai Bani Najjar," demikian sabda Rasulullah,
"hendaklah kalian tawarkan harga kebun-kebun ini kepadaku karena aku akan membelinya."
"Ya Rasulullah, kami tidak akan menghargai kebun-kebun itu karena mengharap ridha Allah saja."
Namun, Rasulullah tetap meminta mereka memberikan harga walaupun
rendah. Akhirnya, Abu Bakar membayar harganya sebesar sepuluh dinar.
Setelah itu, bersama para sahabat, Rasulullah membenahi tanah itu, membersihkan pohon, dan membongkar serta memindahkan kuburan yang sudah rusak. Setelah itu barulah mendirikan masjid.
Rasulullah meletakkan batu pertama, lalu beliau meminta Abu Bakar meletakkan batu selanjutnya, kemudian beliau menyuruh Umar bin Khattab, setelah itu Utsman bin Affan, dan terakhir Ali bin Abu Thalib. Beliau bersabda,
"Mereka itulah khalifah-khalifah setelah aku."
Setelah itu, semua orang bekerja keras dengan gembira dan penuh semangat. Sambil bekerja, Rasulullah bersyair,
"Ya Allah sesungguhnya pahala itu pahala akhirat,
maka kasihilah sahabat-sahabat Anshar dan Muhajirin."
Para sahabat menjawab syair Rasulullah,
"Jika kami duduk termenung, padahal Nabi bekerja,
yang demikian itu sungguh perbuatan yang tidak pantas."
Batu diangkat, diletakkan, disusun, dan disisipkan sampai akhirnya masjid pun selesai. Pagarnya dari batu dan tanah, tiangnya dari batang-batang kurma, atapnya pelepah kurma. Kiblatnya menghadap ke Baitul Maqdis. Ketika itu, Ka'bah belum menjadi kiblat.
Di sisi masjid, didirikan dua buah kamar untuk tempat tinggal Rasulullah dan keluarganya. Sungguh, sebuah masjid sederhana yang penuh berkah.
Warna Masjid
Umar bin Khattab pernah berkata tentang bagaimana sebuah masjid dibangun. Kata beliau,
"Lindungilah orang-orang dari tampias hujan. Janganlah kalian mewarnai (dinding masjid) dengan warna merah atau kuning sehingga dapat menimbulkan fitnah."
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Semua keluarga di Yatsrib berebut menawarkan diri menjadi tuan rumah kepada Rasulullah. Semuanya ingin agar Rasulullah bersedia tinggal di lingkungan mereka. Rasulullah mengetahui bahwa jika ia menentukan pilihan, keluarga yang tidak terpilih akan malu dan kecewa. Karena itu, beliau memasrahkan pilihan itu kepada Allah. Dengan halus, beliau berkata kepada semua kepala keluarga,
"Biarkanlah untaku ini berjalan karena ia diperintah oleh Allah dan akan berhenti ditempat yang Allah kehendaki."
Kaum Muslimin mengikuti Al Qushwa yang berjalan perlahan-lahan. Di suatu tempat milik dua orang anak yatim, unta Rasulullah itu berhenti dan merebahkan perutnya ke pasir. Rasulullah mengajak Al Qushwa berjalan lagi. Namun, tidak lama kemudian, ia kembali ke tempat semula dan merebahkan perutnya lagi ke pasir.
"Inilah tempat kediamanku, in syaa Allah," demikian sabda Rasulullah. Kemudian, beliau berdoa empat kali,
"Ya Allah, semoga Engkau menempatkan aku di tempat kediaman yang diberkahi dan Engkaulah sebaik-baik yang memberi tempat kediaman."
Rasulullah membeli tanah dari kedua anak yatim tersebut.
Rasulullah turun dan bertanya,
"Di mana rumah saudaraku yang paling dekat dari sini?"
Dengan penuh gembira,
"Abu Ayyub segera menjawab, "Saya, ya Rasulullah! Itu rumah saya!"
Rasulullah tersenyum dan berkata,
"Baiklah Abu Ayyub, jika Anda berkenan, aku akan tinggal di rumah Anda untuk sementara waktu. Silahkan sediakan tempat untukku."
Abu Ayyub tergopoh-gopoh memasuki rumahnya karena begitu gembira. Disiapkannya tempat untuk Rasulullah serapi mumgkin. Kemudian, ia kembali menghadap Rasulullah dan berkata,
"Ya Rasulullah, sungguh saya sudah menyediakan tempat beristirahat bagi Tuan. Dengan berkah Allah, silahkan berdiri dan masuk ke dalam."
Gentong Pecah
Rasulullah tinggal di rumah Abu Ayyub. Abu Ayyub ingin Rasulullah tinggal di lantai atas, tetapi Rasul menolak. Suatu ketika gentong Abu Ayyub pecah dan airnya tumpah. Abu Ayyub dan istrinya segera menggunakan selimut satu-satunya untuk menyerap air agar tidak menetes ke tempat tinggal Rasulullah. Setelah itu, Abu Ayyub mendesak Rasulullah agar tinggal di atas. Akhirnya Rasulullah pun bersedia tinggal di atas.
Mendirikan Masjid
Tujuh bulan lamanya, Rasulullah dan keluarganya tinggal di rumah Abu Ayyub. Selama itu, Abu Ayyub, Sa'ad bin Ubadah, As'ad bin Zurarah, dan yang lainya mengirim makanan untuk keluarga Rasulullah secukup-cukupnya. Setiap pagi dan petang, Ummu Ayyub memasak makanan dan tidak mereka makan sebelum terlebih dahulu mereka sajikan kepada Rasulullah dan keluarganya. Demikianlah budi Abu Ayyub dan keluarganya kepada Rasulullah.
Rasulullah tinggal di rumah Abu Ayyub sampai beliau mendirikan masjid dan rumah sendiri. Ketika akan mendirikan masjid, Rasulullah memgumpulkan Bani Najjar yang menjadi pemilik tanah ditempat itu.
"Wahai Bani Najjar," demikian sabda Rasulullah,
"hendaklah kalian tawarkan harga kebun-kebun ini kepadaku karena aku akan membelinya."
"Ya Rasulullah, kami tidak akan menghargai kebun-kebun itu karena mengharap ridha Allah saja."
Namun, Rasulullah tetap meminta mereka memberikan harga walaupun
rendah. Akhirnya, Abu Bakar membayar harganya sebesar sepuluh dinar.
Setelah itu, bersama para sahabat, Rasulullah membenahi tanah itu, membersihkan pohon, dan membongkar serta memindahkan kuburan yang sudah rusak. Setelah itu barulah mendirikan masjid.
Rasulullah meletakkan batu pertama, lalu beliau meminta Abu Bakar meletakkan batu selanjutnya, kemudian beliau menyuruh Umar bin Khattab, setelah itu Utsman bin Affan, dan terakhir Ali bin Abu Thalib. Beliau bersabda,
"Mereka itulah khalifah-khalifah setelah aku."
Setelah itu, semua orang bekerja keras dengan gembira dan penuh semangat. Sambil bekerja, Rasulullah bersyair,
"Ya Allah sesungguhnya pahala itu pahala akhirat,
maka kasihilah sahabat-sahabat Anshar dan Muhajirin."
Para sahabat menjawab syair Rasulullah,
"Jika kami duduk termenung, padahal Nabi bekerja,
yang demikian itu sungguh perbuatan yang tidak pantas."
Batu diangkat, diletakkan, disusun, dan disisipkan sampai akhirnya masjid pun selesai. Pagarnya dari batu dan tanah, tiangnya dari batang-batang kurma, atapnya pelepah kurma. Kiblatnya menghadap ke Baitul Maqdis. Ketika itu, Ka'bah belum menjadi kiblat.
Di sisi masjid, didirikan dua buah kamar untuk tempat tinggal Rasulullah dan keluarganya. Sungguh, sebuah masjid sederhana yang penuh berkah.
Warna Masjid
Umar bin Khattab pernah berkata tentang bagaimana sebuah masjid dibangun. Kata beliau,
"Lindungilah orang-orang dari tampias hujan. Janganlah kalian mewarnai (dinding masjid) dengan warna merah atau kuning sehingga dapat menimbulkan fitnah."
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 67
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Nama Yatsrib Menjadi Madinah
Yatsrib berasal dari nama Yatsrib bin Mahlail. Ia adalah keturunan raja-raja Amaliqah yang dahulu pernah berkuasa di kota itu. Setelah Rasulullah hijrah, beliau mengganti nama Yatsrib menjadi Madinah.
Cuaca di Kota Madinah sangat kering. Pada musim dingin suhunya sangat rendah dan pada musim panas suhunya jauh lebih panas dari pada Mekah. Banyak sahabat Muhajirin yang tidak kuat dengan cuaca tersebut dan jatuh sakit. Mereka dilanda demam tinggi yang melemahkan tubuh. Abu Bakar, Bilal, dan Amir bin Fuhairah termasuk yang jatuh sakit.
Saat sakit, Abu Bakar sering berkata,
".....mati itu lebih dekat dari pada tali sepatu kita."
Sementara itu, Bilal tidak suka berkata apa-apa jika sedang sakit. Namun, ketika sakitnya hilang, ia sering menangis karena merindukan Mekah sambil berkata,
"Apakah aku dapat berjalan malam hari di lembah yang di sekelilingku ada pohon-pohon idzkir dan jalil (nama pohon yang banyak terdapat di Mekah). Dan apakah pada suatu hari aku dapat sampai lagi ke tempat air Majinnah dan apakah dapat terlihat lagi olehku Gunung Syamah dan Gunung Thafil (dua buah gunung dekat Mekah)."
Akan halnya dengan Amir bin Fuhairah, jika menderita demam tinggi sering bersyair,
"Sungguh aku mendapati mati sebelum merasakannya...."
Rasulullah amat prihatin dengan sakit beberapa orang sahabat akibat cuaca panas tersebut. Beliau juga mendengar keluhan-keluhan mereka. Karena itu, Rasulullah pun berdoa kepada Allah,
"Ya Allah, berikanlah kami rasa cinta pada Kota Madinah sebesar rasa cinta kami pada Mekah, atau bahkan lebih! Ya Allah, berilah berkah pada pekerjaan kami untuk mencari nafkah, sehatkanlah Kota Madinah ini untuk kami, dan pindahkanlah panasnya ke tempat lain yang Engkau kehendaki."
Allah mengabulkan doa Rasulullah itu dan memindahkan panas Kota Madinah ke Dusun Juhfah yang letaknya 82 mil dari Madinah.
Selain berdoa dan mengatasi masalah cuaca, Rasulullah pun melakukan hal lain yang sangat indah agar kaum Muhajirin yang berasal dari Mekah tumbuh rasa cintanya pada Madinah.
Tabarruk
Tabarruk adalah mengaharapkan berkah.
Suatu ketika, saat Rasulullah tidur, datanglah Ummu Sulaim. Melihat keringat Rasulullah yang sangat harum menetes, Ummu Sulaim menadahnya. Tidak lama kemudian, Rasulullah bangun dan bertanya,
"Apa yang sedang kamu lakukan, wahai Ummu Sulaim?"
Ummu Sulaim menjawab,
"Kami mengharap berkahnya untuk anak-anak kecil kami,"
Rasulullah kemudian berkata, "Engkau benar."
Saling Bersaudara
Suatu hari, Rasulullah mengumpulkan para sahabat Muhajirin dan Anshar. Di hadapan mereka, beliau bersabda,
"Hendaklah kalian bersaudara dalam agama Allah dua orang - dua orang."
Para sahabat saling pandang. Beberapa di anatara mereka tersenyum. Kemudian, Rasulullah bersabda,
"Hamzah bin Abdul Muthalib, singa Allah dan singa Rasul-Nya, bersaudara dengan Zaid bin Haritsah, putra angkat Rasulullah."
Kemudian Rasulullah menyebut nama-nama sahabat lain yang saling dipersaudarakan. Seorang Muhajirin dipersaudarakan dengan seorang dari Anshar. Tercatat dalam sejarah, ada seratus orang yang saling dipersaudarakan. Lima puluh dari Anshar dan lima puluh dari Mihajirin.
Tujuan Rasulullah mempersaudarakan para sahabatnya adalah untuk menghilangkan rasa asing dalam diri sahabat Muhajirin di Kota Madinah. Selama itu, persaudaraan ini ditujukan untuk menunjukkan bahwa semua orang Islam bersaudara. Selain itu, juga agar setiap Muslim menjadi saling menolong yang kuat menolong yang lemah, yang mampu menolong yang kekurangan.
Buah persaudaraan ini akan dirasakan terus selama tahun-tahun sulit yang kelak ditempuh Rasulullah dan para sahabatnya di Madinah. Ternyata, kalangan Anshar memperlihatkan sikap ramah yang luar biasa kepada saudara-saudara Muhajirin mereka.
Sudah sejak semula golongan Anshar menyambut gembira kaum Mihajirin. Mereka begitu mengerti bahwa kaum Muhajirin meninggalkan segala yang mereka miliki, termasuk harta benda dan seluruh kekayaan di Mekah. Sebagian besar dari mereka memasuki Madinah dengan perut lapar tanpa ada lagi yang dapat dimakan. Apalagi mereka memang bukan orang berada dan berkecukupan.
Tentu saja sebagai kaum yang berbudi, kaum Muhajirin tidak begitu saja terlena dengan bantuan saudara-saudara Anshar mereka. Kaum Muhajirin berusaha melakukan banyak pekerjaan agar mereka bisa kembali mandiri secepatnya.
Persaudaraan Sejati
Aqidah Islamiyah adalah dasar persaudaraan sejati. Tidak mungkin dua orang yang berlainan agama bisa bersaudara seerat dua orang yang sama agamanya. Rasulullah menghimpun hati para sahabatnya begitu dekat, sehingga tidak ada perbedaan di antara mereka kecuali ketakwaan dan amal shalih.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Yatsrib berasal dari nama Yatsrib bin Mahlail. Ia adalah keturunan raja-raja Amaliqah yang dahulu pernah berkuasa di kota itu. Setelah Rasulullah hijrah, beliau mengganti nama Yatsrib menjadi Madinah.
Cuaca di Kota Madinah sangat kering. Pada musim dingin suhunya sangat rendah dan pada musim panas suhunya jauh lebih panas dari pada Mekah. Banyak sahabat Muhajirin yang tidak kuat dengan cuaca tersebut dan jatuh sakit. Mereka dilanda demam tinggi yang melemahkan tubuh. Abu Bakar, Bilal, dan Amir bin Fuhairah termasuk yang jatuh sakit.
Saat sakit, Abu Bakar sering berkata,
".....mati itu lebih dekat dari pada tali sepatu kita."
Sementara itu, Bilal tidak suka berkata apa-apa jika sedang sakit. Namun, ketika sakitnya hilang, ia sering menangis karena merindukan Mekah sambil berkata,
"Apakah aku dapat berjalan malam hari di lembah yang di sekelilingku ada pohon-pohon idzkir dan jalil (nama pohon yang banyak terdapat di Mekah). Dan apakah pada suatu hari aku dapat sampai lagi ke tempat air Majinnah dan apakah dapat terlihat lagi olehku Gunung Syamah dan Gunung Thafil (dua buah gunung dekat Mekah)."
Akan halnya dengan Amir bin Fuhairah, jika menderita demam tinggi sering bersyair,
"Sungguh aku mendapati mati sebelum merasakannya...."
Rasulullah amat prihatin dengan sakit beberapa orang sahabat akibat cuaca panas tersebut. Beliau juga mendengar keluhan-keluhan mereka. Karena itu, Rasulullah pun berdoa kepada Allah,
"Ya Allah, berikanlah kami rasa cinta pada Kota Madinah sebesar rasa cinta kami pada Mekah, atau bahkan lebih! Ya Allah, berilah berkah pada pekerjaan kami untuk mencari nafkah, sehatkanlah Kota Madinah ini untuk kami, dan pindahkanlah panasnya ke tempat lain yang Engkau kehendaki."
Allah mengabulkan doa Rasulullah itu dan memindahkan panas Kota Madinah ke Dusun Juhfah yang letaknya 82 mil dari Madinah.
Selain berdoa dan mengatasi masalah cuaca, Rasulullah pun melakukan hal lain yang sangat indah agar kaum Muhajirin yang berasal dari Mekah tumbuh rasa cintanya pada Madinah.
Tabarruk
Tabarruk adalah mengaharapkan berkah.
Suatu ketika, saat Rasulullah tidur, datanglah Ummu Sulaim. Melihat keringat Rasulullah yang sangat harum menetes, Ummu Sulaim menadahnya. Tidak lama kemudian, Rasulullah bangun dan bertanya,
"Apa yang sedang kamu lakukan, wahai Ummu Sulaim?"
Ummu Sulaim menjawab,
"Kami mengharap berkahnya untuk anak-anak kecil kami,"
Rasulullah kemudian berkata, "Engkau benar."
Saling Bersaudara
Suatu hari, Rasulullah mengumpulkan para sahabat Muhajirin dan Anshar. Di hadapan mereka, beliau bersabda,
"Hendaklah kalian bersaudara dalam agama Allah dua orang - dua orang."
Para sahabat saling pandang. Beberapa di anatara mereka tersenyum. Kemudian, Rasulullah bersabda,
"Hamzah bin Abdul Muthalib, singa Allah dan singa Rasul-Nya, bersaudara dengan Zaid bin Haritsah, putra angkat Rasulullah."
Kemudian Rasulullah menyebut nama-nama sahabat lain yang saling dipersaudarakan. Seorang Muhajirin dipersaudarakan dengan seorang dari Anshar. Tercatat dalam sejarah, ada seratus orang yang saling dipersaudarakan. Lima puluh dari Anshar dan lima puluh dari Mihajirin.
Tujuan Rasulullah mempersaudarakan para sahabatnya adalah untuk menghilangkan rasa asing dalam diri sahabat Muhajirin di Kota Madinah. Selama itu, persaudaraan ini ditujukan untuk menunjukkan bahwa semua orang Islam bersaudara. Selain itu, juga agar setiap Muslim menjadi saling menolong yang kuat menolong yang lemah, yang mampu menolong yang kekurangan.
Buah persaudaraan ini akan dirasakan terus selama tahun-tahun sulit yang kelak ditempuh Rasulullah dan para sahabatnya di Madinah. Ternyata, kalangan Anshar memperlihatkan sikap ramah yang luar biasa kepada saudara-saudara Muhajirin mereka.
Sudah sejak semula golongan Anshar menyambut gembira kaum Mihajirin. Mereka begitu mengerti bahwa kaum Muhajirin meninggalkan segala yang mereka miliki, termasuk harta benda dan seluruh kekayaan di Mekah. Sebagian besar dari mereka memasuki Madinah dengan perut lapar tanpa ada lagi yang dapat dimakan. Apalagi mereka memang bukan orang berada dan berkecukupan.
Tentu saja sebagai kaum yang berbudi, kaum Muhajirin tidak begitu saja terlena dengan bantuan saudara-saudara Anshar mereka. Kaum Muhajirin berusaha melakukan banyak pekerjaan agar mereka bisa kembali mandiri secepatnya.
Persaudaraan Sejati
Aqidah Islamiyah adalah dasar persaudaraan sejati. Tidak mungkin dua orang yang berlainan agama bisa bersaudara seerat dua orang yang sama agamanya. Rasulullah menghimpun hati para sahabatnya begitu dekat, sehingga tidak ada perbedaan di antara mereka kecuali ketakwaan dan amal shalih.
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 68
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Bertani dan Berdagang
Pada awal kehidupan mereka di Madinah, kaum Muhajirin benar-benar mengalami masa yang sulit. Sampai suatu hari, pernah paman Rasulullah, Hamzah bin Abdul Muthalib, datang kepada beliau dengan perut lapar sambil bertanya kalau-kalau Rasulullah punya sesuatu untuk dimakan.
Berdagang adalah salah satu pekerjaan yang banyak dikuasai kaum Muhajirin. Abdurrahman bi Auf yang sudah dipersaudarakan Rasulullah dengan Sa'ad bin Rabi pernah ditawari Sa'ad separuh hartanya. Namun, Abdurrahman menolak pemberian itu. Ia hanya minta ditinjukkan jalan ke pasar. Di sana, mulailah Abdurrahman berdagang mentega dan keju. Dalam waktu tidak terlalu lama, berkat kepandaiannya berdagang, Abdurrahman bin Auf berhasil meraih kekayaannya kembali. Dapat pula ia menikahi dan memberikan mas kawin kepada seorang Muslimah dari Madinah. Sesudah itu, Abdurrahman bin Auf pun memiliki kafilah-kafilah yang pulang dan pergi membawa barang perdagangan.
Selain Abdurrahman, banyak pula kaum Muhajirin yang melakukan pekerjaan serupa. Begitu pandainya penduduk Mekah berdagang sampai orang mengatakan bahwa dengan perdagangan, orang Mekah dapat mengubah pasir menjadi emas.
Sementara itu, kaum Muhajirin yang lain, seperti Abu Dzar, Umar, dan Ali bin Abu Thalib memilih pekerjaan sebagai petani. Keluarga-keluarga mereka terjun menggarap tanah milik orang-orang Anshar bersama pemiliknya. Selain mereka, ada pula kaum Muhajirin yang tetap mengalami kesulitan hidup. Sungguh pun begitu, mereka tidak mau menjadi beban orang lain. Mereka membanting tulang melakukan pekerjaan apa pun yang halal.
Ada lagi segolongan orang Arab yang datang ke Madinah dan menyatakan masuk Islam. Namun, keadaan mereka amat miskin dan serba kekurangan sampai ada yang tidak mempunyai tempat tinggal. Rasulullah menyediakan tempat tinggal untuk mereka di selasar masjid yang di sebut shuffah. Mereka yang tinggal di tempat itu di sebut ahli Shuffah. Belanja mereka diberikan oleh kaum Muslimin yang berkecukupan, baik dari kaum Muhajirin maupun dari kaum Anshar.
Di Madinah kaum Muslimin sudah mengerjakan shalat lima waktu. Namun, dengan jumlah yang semakin banyak, sulitlah semua orang tahu bahwa waktu shalat telah tiba.
Riwayat Adzan
"Kita gunakan saja bendera, ya Rasulullah," usul seorang sahabat.
"Bendera tidak membangunkan orang tidur, gunakan saja terompet," usul yang lain.
"Terompet mungkin terlalu keras, bagaimana dengan lonceng?" tambah sesorang.
"Mungkin tidak perlu semua itu, cukuplah menyuruh seseorang berseru, 'Ash Shalah!" usul sahabat yang lain.
Rasulullah pun menyetujui usul terakhir ini. Lalu beliau bersabda, "Ya Bilal, bangunlah dan panggillah orang dengan 'Ash Shalah!"
Maka, apabila waktu shalat tiba, Bilal pun berseru-seru, "Ash shalatu jami'ah! Shalatlah berjamaah! Shalatlah berjamaah!"
Sampai suatu malam, Abdullah bin Zaid yang berada dalam keadaan setengah tertidur melihat seorang laki-laki membawa genta. Abdullah ingin membelinya untuk memanggil shalat.
Orang itu berkata,
"Akan kutunjukkan yang lebih baik daripada itu. Berserulah Allahu Akbar! Allahu Akbar! Asyhadu allaa ilaaha illallah! Asyhadu allaa ilaaha illallah! Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah! Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah! Hayya 'alasshalah! Hayya 'alasshalah! Hayya 'alal falah! Hayya 'alal falah! Allahu Akbar! Allahu Akbar! Laa ilaaha illallah!"
Kemudian, orang tersebut berdiri ke tempat yang agak jauh dan mengajarkan bacaan iqamat. Keesokan harinya, Abdullah bin Zaid mengabarkan mimpinya kepada Rasulullah. Dengan wajah berseri, Rasulullah bersabda,
"Itu mimpi yang benar, Insya Allah. Pergilah engkau menemui Bilal karena Bilal itu suaranya lebih tinggi dan lebih panjang. Ajarkanlah Bilal segala apa yang diucapkan orang dalam mimpimu itu. Hendaklah Bilal memanggil orang shalat dengan cara demikian itu!"
Bilal pun kemudian mengumandangkan adzan dan iqamat seperti yang diajarkan Abdullah bin Zaid kepadanya. Mendengar Bilal, Umar bin Khattab datang tergopoh-gopoh menemui Rasulullah sambil berkata,
"Ya Rasulullah! Demi Zat yang telah mengutus engkau dengan benar, sungguh semalam saya telah bermimpi bertemu seseorang dan berseru sebagaimana yang diucapkan Bilal."
Rasulullah pun bersabda,
"Segala puji bagi Allah, demikian itulah yang lebih tetap."
Seorang Laki-Laki Penduduk Syurga
Semakin lama, Bilal semakin dekat di hati Rasulullah, yang kemudian menyatakan Bilal sebagai seorang laki-laki penduduk surga. Akan tetapi, sikap Bilal tidak berubah. Ia tetap seorang yang mulia, besar hati, dan selalu memandang dirinya tidak lebih dari seorang Habasyah yang pernah menjadi budak belian.
Perjanjian dengan Kaum Yahudi
Sejak dari dulu Madinah bukan hanya dihuni oleh orang-orang Arab saja, melainkan juga kaum Yahudi. Ada tiga keluarga besar Yahudi yang menetap di Madinah. Bani Quraizhah, Bani Nadhir, dan Bani Qainuqa. Orang-orang Arab yang tinggal di Madinah dari suku Aus dan suku Khazraj pernah saling bermusuhan selama puluhan tahun. Setiap suku dipengaruhi oleh orang-orang Yahudi. Namun, ketika Islam datang mempersaudarakan mereka, lenyaplah rasa permusuhan itu untuk selamanya. Sejak saat itu, kaum Yahudi kehilangan pengaruh mereka atas orang Arab di Madinah.
Semakin hari, semakin gemilang dan majulah kaum Muslimin. Hal itu tidak diterima dengan rela oleh kaum Yahudi. Mereka pun mendirikan persatuan sendiri untuk menghalangi kemajuan Islam. Melihat gelagat tidak baik ini, Rasulullah pun mengirimkan surat perjanjian kepada orang Yahudi.
Isinya kurang lebih sebagai berikut :
1. Janganlah kaum Yahudi dan Muslimin saling mendengki.
2. Janganlah kaum Yahudi dan Muslimin saling membenci.
3. Hendaklah kaum Yahudi dan Muslimin hidup bersama satu bangsa.
4. Hendaklah kaum Yahudi dan Muslimin mengerjakan ajarannya masing-masing dan tidak saling mengganggu.
5. Jika kaum Yahudi di serang musuh dari luar, Muslimin wajib membantunya.
6. Jika kaum Muslimin yang diserang, Yahudi wajib datang membantu.
7. Jika Kota Madinah diserang dari luar, kaum Yahudi dan Muslimin harus mempertahankannya bersama-sama.
Pada bagian akhir perjanjian disepakati bahwa apabila timbul perselisihan antara kedua belah pihak, Rasulullah akan menjadi hakimnya.
Demikian dalam perjanjian ini tercantum kebebasan beragama, keselamatan harta benda, dan kebebasan mengutarakan pendapat. Kota Madinah dan sekitarnya menjadi tempat yang terhormat bagi seluruh penduduk karena penghuninya saling menghormati dan saling membela.
Perjanjian ini menunjukkan bahwa Rasulullah adalah pemimpin yang sangat cerdas. Perjanjian ini belum pernah dilakukan oleh rasul-rasul terdahulu.
Suka Menipu dan Berkhianat
Perjanjian antara kaum Muslimin dan Yahudi ini kemudian dirusak oleh tabiat kaum Yahudi yang suka menipu dan berkhianat. Makanya kaum Yahudi tidak senang dengan isi perjanjian yang telah disepakati tersebut, lalu mereka melanggarnya dengan berbagai penipuan dan pengkhianatan.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Pada awal kehidupan mereka di Madinah, kaum Muhajirin benar-benar mengalami masa yang sulit. Sampai suatu hari, pernah paman Rasulullah, Hamzah bin Abdul Muthalib, datang kepada beliau dengan perut lapar sambil bertanya kalau-kalau Rasulullah punya sesuatu untuk dimakan.
Berdagang adalah salah satu pekerjaan yang banyak dikuasai kaum Muhajirin. Abdurrahman bi Auf yang sudah dipersaudarakan Rasulullah dengan Sa'ad bin Rabi pernah ditawari Sa'ad separuh hartanya. Namun, Abdurrahman menolak pemberian itu. Ia hanya minta ditinjukkan jalan ke pasar. Di sana, mulailah Abdurrahman berdagang mentega dan keju. Dalam waktu tidak terlalu lama, berkat kepandaiannya berdagang, Abdurrahman bin Auf berhasil meraih kekayaannya kembali. Dapat pula ia menikahi dan memberikan mas kawin kepada seorang Muslimah dari Madinah. Sesudah itu, Abdurrahman bin Auf pun memiliki kafilah-kafilah yang pulang dan pergi membawa barang perdagangan.
Selain Abdurrahman, banyak pula kaum Muhajirin yang melakukan pekerjaan serupa. Begitu pandainya penduduk Mekah berdagang sampai orang mengatakan bahwa dengan perdagangan, orang Mekah dapat mengubah pasir menjadi emas.
Sementara itu, kaum Muhajirin yang lain, seperti Abu Dzar, Umar, dan Ali bin Abu Thalib memilih pekerjaan sebagai petani. Keluarga-keluarga mereka terjun menggarap tanah milik orang-orang Anshar bersama pemiliknya. Selain mereka, ada pula kaum Muhajirin yang tetap mengalami kesulitan hidup. Sungguh pun begitu, mereka tidak mau menjadi beban orang lain. Mereka membanting tulang melakukan pekerjaan apa pun yang halal.
Ada lagi segolongan orang Arab yang datang ke Madinah dan menyatakan masuk Islam. Namun, keadaan mereka amat miskin dan serba kekurangan sampai ada yang tidak mempunyai tempat tinggal. Rasulullah menyediakan tempat tinggal untuk mereka di selasar masjid yang di sebut shuffah. Mereka yang tinggal di tempat itu di sebut ahli Shuffah. Belanja mereka diberikan oleh kaum Muslimin yang berkecukupan, baik dari kaum Muhajirin maupun dari kaum Anshar.
Di Madinah kaum Muslimin sudah mengerjakan shalat lima waktu. Namun, dengan jumlah yang semakin banyak, sulitlah semua orang tahu bahwa waktu shalat telah tiba.
Riwayat Adzan
"Kita gunakan saja bendera, ya Rasulullah," usul seorang sahabat.
"Bendera tidak membangunkan orang tidur, gunakan saja terompet," usul yang lain.
"Terompet mungkin terlalu keras, bagaimana dengan lonceng?" tambah sesorang.
"Mungkin tidak perlu semua itu, cukuplah menyuruh seseorang berseru, 'Ash Shalah!" usul sahabat yang lain.
Rasulullah pun menyetujui usul terakhir ini. Lalu beliau bersabda, "Ya Bilal, bangunlah dan panggillah orang dengan 'Ash Shalah!"
Maka, apabila waktu shalat tiba, Bilal pun berseru-seru, "Ash shalatu jami'ah! Shalatlah berjamaah! Shalatlah berjamaah!"
Sampai suatu malam, Abdullah bin Zaid yang berada dalam keadaan setengah tertidur melihat seorang laki-laki membawa genta. Abdullah ingin membelinya untuk memanggil shalat.
Orang itu berkata,
"Akan kutunjukkan yang lebih baik daripada itu. Berserulah Allahu Akbar! Allahu Akbar! Asyhadu allaa ilaaha illallah! Asyhadu allaa ilaaha illallah! Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah! Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah! Hayya 'alasshalah! Hayya 'alasshalah! Hayya 'alal falah! Hayya 'alal falah! Allahu Akbar! Allahu Akbar! Laa ilaaha illallah!"
Kemudian, orang tersebut berdiri ke tempat yang agak jauh dan mengajarkan bacaan iqamat. Keesokan harinya, Abdullah bin Zaid mengabarkan mimpinya kepada Rasulullah. Dengan wajah berseri, Rasulullah bersabda,
"Itu mimpi yang benar, Insya Allah. Pergilah engkau menemui Bilal karena Bilal itu suaranya lebih tinggi dan lebih panjang. Ajarkanlah Bilal segala apa yang diucapkan orang dalam mimpimu itu. Hendaklah Bilal memanggil orang shalat dengan cara demikian itu!"
Bilal pun kemudian mengumandangkan adzan dan iqamat seperti yang diajarkan Abdullah bin Zaid kepadanya. Mendengar Bilal, Umar bin Khattab datang tergopoh-gopoh menemui Rasulullah sambil berkata,
"Ya Rasulullah! Demi Zat yang telah mengutus engkau dengan benar, sungguh semalam saya telah bermimpi bertemu seseorang dan berseru sebagaimana yang diucapkan Bilal."
Rasulullah pun bersabda,
"Segala puji bagi Allah, demikian itulah yang lebih tetap."
Seorang Laki-Laki Penduduk Syurga
Semakin lama, Bilal semakin dekat di hati Rasulullah, yang kemudian menyatakan Bilal sebagai seorang laki-laki penduduk surga. Akan tetapi, sikap Bilal tidak berubah. Ia tetap seorang yang mulia, besar hati, dan selalu memandang dirinya tidak lebih dari seorang Habasyah yang pernah menjadi budak belian.
Perjanjian dengan Kaum Yahudi
Sejak dari dulu Madinah bukan hanya dihuni oleh orang-orang Arab saja, melainkan juga kaum Yahudi. Ada tiga keluarga besar Yahudi yang menetap di Madinah. Bani Quraizhah, Bani Nadhir, dan Bani Qainuqa. Orang-orang Arab yang tinggal di Madinah dari suku Aus dan suku Khazraj pernah saling bermusuhan selama puluhan tahun. Setiap suku dipengaruhi oleh orang-orang Yahudi. Namun, ketika Islam datang mempersaudarakan mereka, lenyaplah rasa permusuhan itu untuk selamanya. Sejak saat itu, kaum Yahudi kehilangan pengaruh mereka atas orang Arab di Madinah.
Semakin hari, semakin gemilang dan majulah kaum Muslimin. Hal itu tidak diterima dengan rela oleh kaum Yahudi. Mereka pun mendirikan persatuan sendiri untuk menghalangi kemajuan Islam. Melihat gelagat tidak baik ini, Rasulullah pun mengirimkan surat perjanjian kepada orang Yahudi.
Isinya kurang lebih sebagai berikut :
1. Janganlah kaum Yahudi dan Muslimin saling mendengki.
2. Janganlah kaum Yahudi dan Muslimin saling membenci.
3. Hendaklah kaum Yahudi dan Muslimin hidup bersama satu bangsa.
4. Hendaklah kaum Yahudi dan Muslimin mengerjakan ajarannya masing-masing dan tidak saling mengganggu.
5. Jika kaum Yahudi di serang musuh dari luar, Muslimin wajib membantunya.
6. Jika kaum Muslimin yang diserang, Yahudi wajib datang membantu.
7. Jika Kota Madinah diserang dari luar, kaum Yahudi dan Muslimin harus mempertahankannya bersama-sama.
Pada bagian akhir perjanjian disepakati bahwa apabila timbul perselisihan antara kedua belah pihak, Rasulullah akan menjadi hakimnya.
Demikian dalam perjanjian ini tercantum kebebasan beragama, keselamatan harta benda, dan kebebasan mengutarakan pendapat. Kota Madinah dan sekitarnya menjadi tempat yang terhormat bagi seluruh penduduk karena penghuninya saling menghormati dan saling membela.
Perjanjian ini menunjukkan bahwa Rasulullah adalah pemimpin yang sangat cerdas. Perjanjian ini belum pernah dilakukan oleh rasul-rasul terdahulu.
Suka Menipu dan Berkhianat
Perjanjian antara kaum Muslimin dan Yahudi ini kemudian dirusak oleh tabiat kaum Yahudi yang suka menipu dan berkhianat. Makanya kaum Yahudi tidak senang dengan isi perjanjian yang telah disepakati tersebut, lalu mereka melanggarnya dengan berbagai penipuan dan pengkhianatan.
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 69
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Menikah dengan Aisyah
Suasana damai dan tentram menyelimuti Kota Madinah. Pada saat itulah Rasulullah yang sudah menikahi Aisyah binti Abu Bakar di Mekah, merayakan pernikahan beliau tersebut. Ketika itu, Aisyah sudah menjelang remaja. Beliau adalah seorang gadis yang lemah lembut dengan air muka yang manis dan sangat disukai banyak orang karena pandai bergaul. Pernikahan ini membuat persahabatan Rasulullah dengan Abu Bakar Ash Shiddiq semakin erat.
Setelah menikah, Aisyah berpindah dari rumah ayahnya ke rumah Rasulullah di samping masjid. Tidak terkira rasa bahagia Aisyah. Ia melihat pada diri Rasulullah ada sesuatu yang lain dibandingkan kebanyakan orang.
"Rasulullah adalah suami sekaligus ayahku," demikian pikir Aisyah dalam hati.
"Beliau adalah suami yang penuh cinta kasih tapi juga tidak berkeberatan ikut bermain-main bersamaku. Subhanallah, beliau benar-benar manusia yang luar biasa. Aku benar-benar mencintainya setulus hatiku untuk selamanya, dari dunia sampai akhirat kelak."
Setelah menikah dengan Aisyah yang cerdas dan periang, beban pikiran Rasulullah terkurangi. Mengurus umat satu kota penuh memerlukan konsentrasi yang amat tinggi hingga menyebabkan rasa lelah yang luar biasa. Namun, jika beliau pulang ke rumah dan bertemu Aisyah, segala lelah dan beban berat terasa hilang. Canda, senyum, dan bakti Aisyah menumbuhkan rasa riang dan semangat baru dalam hati Rasulullah. Tidak terkira besarnya kasih sayang Rasulullah kepada Aisyah.
Suasana hati Rasulullah yang tenteram mengimbas luas kepada penduduk Madinah. Mereka merasakan kehidupan bersama Rasulullah jauh lebih baik daripada kehidupan mereka dahulu. Mungkin saat ini sebagian orang justru dalam keadaan lebih miskin dari dahulu. Akan tetapi, ketenangan dan kebahagiaan hidup bersama Islam jauh lebih mahal daripada apa pun, tidak akan terbeli oleh seberapa besar pun harta yang dapat dikumpulkan.
Maka dari itu, kaum Muslimin pun melaksanakan tugas-tugas agama dengan penuh semangat. Mereka mulai menunaikan zakat dan mengerjakan shaum. Sedikit demi sedikit, ajaran Islam mulai menemukan kekuatannya.
Ummu Abdillah
Untuk menghibur Aisyah dari kesedihan karena tidak memiliki putra dan agar istri tercintanya itu merasa diperhatikan dan disayang, Rasulullah mengizinkan Aisyah mengangkat putra saudarinya, Asma binti Abu Bakar. Keponakan Aisyah itu bernama Abdillah sehingga Aisyah dikenal orang dengan panggilan Ummu Abdillah.
Akhlaq dan Budi Pekerti Rasulullah
Rasulullah mengajarkan bahwa kehidupan dalam Islam itu dilandasi oleh rasa persaudaraan. Beliau bahkan mengatakan bahwa tidak sempurna iman seseorang sebelum ia mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri.
Seseorang bertanya kepada Rasulullah,
"Perbuatan apakah yang baik dalam Islam?"
Beliau menjawab,
"Sudi memberi makan dan memberi salam kepada orang yang engkau kenal dan yang tidak engkau kenal."
Rasulullah menjadikan dirinya teladan tertinggi bagi setiap Muslim. Beliau amat rendah hati dan tidak mau diagung-agungkan walaupun beliau adalah manusia terbaik.
Beliau bersabda,
"Jangan memujaku seperti orang-orang Nasrani yang memuja anak Maryam. Aku adalah hamba Allah. Sebut saja aku hamba Allah dan utusan-Nya."
Pernah suatu ketika, beliau mengunjungi para sahabat yang sedang berkumpul. Serempak mereka berdiri menyambutnya seperti layaknya orang lain menyambut orang yang mereka hormati. Namun, Rasulullah tidak menyukai hal itu. Beliau bersabda,
"Jangan kamu berdiri seperti orang-orang asing yang mau saling diagungkan."
Setiap kali mengunjungi para sahabatnya, Rasulullah tidak pernah memilih-milih tempat duduk. Beliau duduk begitu saja di mana pun ada tempat luang. Ia bergurau dengan para sahabat, bergaul erat dengan mereka, diajaknya mereka berbincang-bincang. Jika para sahabat kebetulan disertai anak-anak mereka, Rasulullah mengajak anak-anak itu bermain-main. Kemudian, didudukkannya anak-anak itu dipangkuan beliau.
Rasulullah tidak pernah menolak undangan. Beliau selalu datang apabila diundang, baik oleh orang merdeka, budak sahaya, maupun orang miskin.
Dikunjunginya orang yang sakit walaupun letaknya jauh di ujung kota. Orang yang datang minta maaf selalu beliau maafkan. Beliau selalu yang memulai memberi salam kepada orang yang dijumpai. Beliau pasti selalu yang lebih dulu mengulurkan tangan menjabat sahabat-sahabatnya.
Tidak akan pernah lagi kita menjumpai seorang pemimpin yang begitu lembut dan begitu menyayangi rakyatnya, pemimpin yang hidup sederhana seperti kebanyakan rakyatnya, pemimpin yang mampu memberi nasihat dan teladan, pemimpin yang selalu siap memberi dan mendapat tempat di lubuk hati terdalam setiap orang yang mengenalnya.
لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
"Sungguh telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaan yang kamu alami, (dia) sangat menginginkan (keimanan dan keislaman) bagimu, penyantun dan penyayang terhadap orang-orang yang beriman."
Surah At-Taubah (9:128)
Shalat Rasulullah
Shalat Rasulullah adalah shalat yang paling indah dibanding semua sahabatnya. Beliau melakukan shalat seakan sedang berjumpa dengan orang yang paling ia sayangi sehingga sulit rasanya untuk berpisah. Shalat beliau seakan-akan merupakan suatu pertemuan terakhir dengan orang yang dicintainya. Shalat beliau begitu khusyuk, seolah-olah beliau sedang bercakap-cakap dan memandang Allah.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Suasana damai dan tentram menyelimuti Kota Madinah. Pada saat itulah Rasulullah yang sudah menikahi Aisyah binti Abu Bakar di Mekah, merayakan pernikahan beliau tersebut. Ketika itu, Aisyah sudah menjelang remaja. Beliau adalah seorang gadis yang lemah lembut dengan air muka yang manis dan sangat disukai banyak orang karena pandai bergaul. Pernikahan ini membuat persahabatan Rasulullah dengan Abu Bakar Ash Shiddiq semakin erat.
Setelah menikah, Aisyah berpindah dari rumah ayahnya ke rumah Rasulullah di samping masjid. Tidak terkira rasa bahagia Aisyah. Ia melihat pada diri Rasulullah ada sesuatu yang lain dibandingkan kebanyakan orang.
"Rasulullah adalah suami sekaligus ayahku," demikian pikir Aisyah dalam hati.
"Beliau adalah suami yang penuh cinta kasih tapi juga tidak berkeberatan ikut bermain-main bersamaku. Subhanallah, beliau benar-benar manusia yang luar biasa. Aku benar-benar mencintainya setulus hatiku untuk selamanya, dari dunia sampai akhirat kelak."
Setelah menikah dengan Aisyah yang cerdas dan periang, beban pikiran Rasulullah terkurangi. Mengurus umat satu kota penuh memerlukan konsentrasi yang amat tinggi hingga menyebabkan rasa lelah yang luar biasa. Namun, jika beliau pulang ke rumah dan bertemu Aisyah, segala lelah dan beban berat terasa hilang. Canda, senyum, dan bakti Aisyah menumbuhkan rasa riang dan semangat baru dalam hati Rasulullah. Tidak terkira besarnya kasih sayang Rasulullah kepada Aisyah.
Suasana hati Rasulullah yang tenteram mengimbas luas kepada penduduk Madinah. Mereka merasakan kehidupan bersama Rasulullah jauh lebih baik daripada kehidupan mereka dahulu. Mungkin saat ini sebagian orang justru dalam keadaan lebih miskin dari dahulu. Akan tetapi, ketenangan dan kebahagiaan hidup bersama Islam jauh lebih mahal daripada apa pun, tidak akan terbeli oleh seberapa besar pun harta yang dapat dikumpulkan.
Maka dari itu, kaum Muslimin pun melaksanakan tugas-tugas agama dengan penuh semangat. Mereka mulai menunaikan zakat dan mengerjakan shaum. Sedikit demi sedikit, ajaran Islam mulai menemukan kekuatannya.
Ummu Abdillah
Untuk menghibur Aisyah dari kesedihan karena tidak memiliki putra dan agar istri tercintanya itu merasa diperhatikan dan disayang, Rasulullah mengizinkan Aisyah mengangkat putra saudarinya, Asma binti Abu Bakar. Keponakan Aisyah itu bernama Abdillah sehingga Aisyah dikenal orang dengan panggilan Ummu Abdillah.
Akhlaq dan Budi Pekerti Rasulullah
Rasulullah mengajarkan bahwa kehidupan dalam Islam itu dilandasi oleh rasa persaudaraan. Beliau bahkan mengatakan bahwa tidak sempurna iman seseorang sebelum ia mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri.
Seseorang bertanya kepada Rasulullah,
"Perbuatan apakah yang baik dalam Islam?"
Beliau menjawab,
"Sudi memberi makan dan memberi salam kepada orang yang engkau kenal dan yang tidak engkau kenal."
Rasulullah menjadikan dirinya teladan tertinggi bagi setiap Muslim. Beliau amat rendah hati dan tidak mau diagung-agungkan walaupun beliau adalah manusia terbaik.
Beliau bersabda,
"Jangan memujaku seperti orang-orang Nasrani yang memuja anak Maryam. Aku adalah hamba Allah. Sebut saja aku hamba Allah dan utusan-Nya."
Pernah suatu ketika, beliau mengunjungi para sahabat yang sedang berkumpul. Serempak mereka berdiri menyambutnya seperti layaknya orang lain menyambut orang yang mereka hormati. Namun, Rasulullah tidak menyukai hal itu. Beliau bersabda,
"Jangan kamu berdiri seperti orang-orang asing yang mau saling diagungkan."
Setiap kali mengunjungi para sahabatnya, Rasulullah tidak pernah memilih-milih tempat duduk. Beliau duduk begitu saja di mana pun ada tempat luang. Ia bergurau dengan para sahabat, bergaul erat dengan mereka, diajaknya mereka berbincang-bincang. Jika para sahabat kebetulan disertai anak-anak mereka, Rasulullah mengajak anak-anak itu bermain-main. Kemudian, didudukkannya anak-anak itu dipangkuan beliau.
Rasulullah tidak pernah menolak undangan. Beliau selalu datang apabila diundang, baik oleh orang merdeka, budak sahaya, maupun orang miskin.
Dikunjunginya orang yang sakit walaupun letaknya jauh di ujung kota. Orang yang datang minta maaf selalu beliau maafkan. Beliau selalu yang memulai memberi salam kepada orang yang dijumpai. Beliau pasti selalu yang lebih dulu mengulurkan tangan menjabat sahabat-sahabatnya.
Tidak akan pernah lagi kita menjumpai seorang pemimpin yang begitu lembut dan begitu menyayangi rakyatnya, pemimpin yang hidup sederhana seperti kebanyakan rakyatnya, pemimpin yang mampu memberi nasihat dan teladan, pemimpin yang selalu siap memberi dan mendapat tempat di lubuk hati terdalam setiap orang yang mengenalnya.
لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
"Sungguh telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaan yang kamu alami, (dia) sangat menginginkan (keimanan dan keislaman) bagimu, penyantun dan penyayang terhadap orang-orang yang beriman."
Surah At-Taubah (9:128)
Shalat Rasulullah
Shalat Rasulullah adalah shalat yang paling indah dibanding semua sahabatnya. Beliau melakukan shalat seakan sedang berjumpa dengan orang yang paling ia sayangi sehingga sulit rasanya untuk berpisah. Shalat beliau seakan-akan merupakan suatu pertemuan terakhir dengan orang yang dicintainya. Shalat beliau begitu khusyuk, seolah-olah beliau sedang bercakap-cakap dan memandang Allah.
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 70
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Rasa Sayang Rasulullah
Rasulullah adalah orang yang paling penyayang. Apabila beliau tahu ada orang yang sedang menunggu, padahal beliau sedang shalat, beliau percepat shalat itu dan beliau tanya apa keperluannya. Sesudah beliau memenuhi keperluan orang tadi, beliau lanjutkan kembali ibadahnya.
Dalam rumah tangga, Rasulullah ikut memikul beban keluarga. Beliau ikut mencari pakaian, menambal baju yang berlubang, serta memerah susu kambing. Beliau juga membetulkan sendiri sepatunya yang rusak. Beliau penuhi sendiri semua keperluan beliau, mulai mengambil minum sampai mengurus unta.
Beliau duduk dan makan bersama dengan para pembantu dan mengurus keperluan orang yang lemah, menderita, dan miskin. Apalagi melihat ada orang yang membutuhkan sesuatu, beliau dan keluarganya mengalah, sekali pun beliau saat itu juga dalam kekurangan. Tidak ada sesuatu yang disimpan untuk esok, bahkan kelak ketika beliau wafat. Baju besi beliau sedang tergadai di tangan seorang Yahudi karena beliau memerlukan uang untuk belanja keluarga.
Beliau sangat baik hati, mudah tersenyum, dan selalu memenuhi janji. Suatu ketika ada delegasi dari Raja Najasyi dari Habasyah datang berkunjung. Beliau sendiri yang melayani mereka. Para sahabat datang menegur, "Wahai Rasulullah, sudah cukuplah, bukankah ada orang lain untuk mengerjakannya?"
"Mereka sangat menghormati sahabat-sahabat kita ketika berhijrah ke tempat mereka," jawab Rasulullah. "Saya ingin membalas sendiri kebaikan mereka."
Begitu setianya beliau sehingga selalu ada yang menyebut nama Khadijah, kenangan indah muncul bagai pelangi menghiasi hati beliau. Suatu ketika, ada seorang wanita datang. Beliau menyambutnya begitu gembira dan beliau tanyai wanita itu baik-baik. Ketika wanita itu sudah pergi, beliau berkata, "Ketika masih ada Khadijah, ia suka mengunjungi kami. Mengingat hubungan baik masa lampau adalah termasuk iman."
Begitu halus perasaan Rasulullah, begitu lembut hatinya, sampai beliau biarkan cucunya bermain-main dengannya ketika beliau sedang shalat. Bahkan beliau shalat dengan membawa Umamah, cucu beliau dari Zainab. Umamah beliau taruh di atas bahu. Saat beliau sujud, beliau letakkan Umamah, jika beliau berdiri, Umamah ditaruh lagi keatas bahunya.
Rasulullah Menyayangi Binatang
Kebaikan dan kasih sayang Rasulullah tidak terbatas kepada sesama manusia saja, tetapi juga kepada binatang. Suatu ketika, beliau pernah bangun dan membukakan pintu untuk seekor kucing yang sedang berlindung di tempat itu. Beliau juga pernah merawat seekor ayam jantan yang sedang sakit-sakitan.
Rasulullah juga mengelus-elus seekor kuda penuh rasa sayang dengan lengan baju beliau. Suatu ketika, dilihatnya Aisyah menaiki seekor unta. Aisyah merasa sukar mengendalikan unta yang agak bandel itu sehingga Aisyah menarik-narik tali kekang dengan tidak sabar. Kemudian, Rasulullah mendekat dan menegur lembut,
"Hendaknya engkau berlaku lemah lembut, ya Aisyah."
Meskipun demikian, kasih sayang, kelembutan, dan rasa persaudaraan yang Rasulullah ajarkan bukan berarti menunjukkan kelemahan. Rasa kasih sayang dan kelembutan selalu harus bersama sikap yang adil. Rasulullah mengajarkan bahwa tanpa keadilan, persaudaraan sejati tidak mungkin ada.
Sabda beliau,
"Barang siapa menyerang kamu, seranglah dengan seimbang, seperti mereka menyerang kamu."
Pada saat lain, Rasulullah juga berkata,
"Hukum qishas (membalas perbuatan dengan seimbang, misalnya pembunuh yang terbukti bersalah harus dibalas dibunuh pula) berarti kelangsungan hidup bagi kamu, hai orang-orang yang mengerti."
Jadi, kasih sayang yang diajarkan Rasulullah juga mengandung unsur kekuatan. Oleh sebab itu, seorang Muslim bisa bersikap lemah lembut sekaligus tegas jika memang diperlukan. Jika seseorang tidak dapat bersikap tegas, ia akan menjadi bulan-bulanan orang-orang berhati jahat.
Rasulullah mengajarkan bahwa jiwa seorang Muslim harus kuat, tidak mengenal kata menyerah kecuali kepada Allah. Seorang Muslim yang taat kepada Allah tidak merasa lemah apabila menghadapi rintangan.
Menagkap Burung untuk Permainan
Dalam hadist riwayat Nasa'i dan Ibnu Hibban, Rasulullah bersabda,
"Barang siapa menangkap seekor burung hanya untuk bermain-main, kelak pada hari kiamat, burung itu akan mengadu kepada Allah, "Wahai Tuhanku, orang itu telah membunuh aku untuk mainan belaka, tidak untuk mengambil manfaat dariku."
Keseharian Rasulullah
Rasulullah mengajarkan kepada kita bahwa, tidak boleh ada rasa takut dalam hati seorang Muslim, kecuali jika ia melakukan perbuatan maksiat dan dosa. Jiwa itu tidak akan menjadi kuat jika berada dalam kekuasaan orang lain. Karena itulah, Rasulullah mengajak para sahabatnya berhijrah ke Madinah.
Jiwa akan jadi lemah jika sudah dikuasai oleh hawa nafsu. Nafsu akan harta, kendaraan, pakaian, makanan, dan banyak lagi. Jika seseorang sudah mencintai harta dunia seperti itu, kekuatan rohaninya melemah dan tidak lagi mampu berjuang, beribadah, serta berbakti layaknya seorang Muslim sejati.
Rasulullah adalah contoh yang sangat ideal dalam mengendalikan hawa nafsu. Jiwa Rasulullah sudah begitu kuat sehingga tidak begitu peduli jika segala yang dimilikinya akan habis akibat beliau sangat suka memberi kepada orang lain. Sampai-sampai, ada orang yang berkata,
"Dalam memberi, Rasulullah seperti sudah tidak takut kekurangan."
Rasulullah mengajarkan agar kitalah yang menguasai kehidupan dunia, bukan kehidupan dunia yang menguasai kita. Beliau tidak menganjurkan kita agar hidup miskin, tetapi hidup sederhana dan tidak berlebihan.
Alas tidur Rasulullah bukanlah kasur yang empuk, melainkan hanya terdiri atas kulit yang dilapisi serat. Tidak pernah beliau makan sampai kenyang. Beliau selalu menyudahi makannya sebelum kenyang. Tidak pernah Rasulullah makan roti dari tepung gandum dua hari berturut-turut. Sebagian besar makanan beliau adalah bubur.
Pada hari lain, Rasul makan kurma. Jarang sekali beliau dan keluarganya dapat makan roti sop (roti yang dibasahi kuah kaldu dan daging). Bahkan sering sekali beliau harus menahan lapar. Beliau pernah mengganjal perutnya dengan batu yang dikaitkan dengan ikat pinggangnya agar rasa laparnya tertahan.
Namun, bukan berarti Rasulullah berpantang makan makanan enak. Beliau dikenal suka sekali makan kaki kambing muda, labu, madu, dan manisan walupun amat jarang beliau dapatkan. Begitulah cara Rasulullah mengendalikan diri terhadap makanan.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Rasulullah adalah orang yang paling penyayang. Apabila beliau tahu ada orang yang sedang menunggu, padahal beliau sedang shalat, beliau percepat shalat itu dan beliau tanya apa keperluannya. Sesudah beliau memenuhi keperluan orang tadi, beliau lanjutkan kembali ibadahnya.
Dalam rumah tangga, Rasulullah ikut memikul beban keluarga. Beliau ikut mencari pakaian, menambal baju yang berlubang, serta memerah susu kambing. Beliau juga membetulkan sendiri sepatunya yang rusak. Beliau penuhi sendiri semua keperluan beliau, mulai mengambil minum sampai mengurus unta.
Beliau duduk dan makan bersama dengan para pembantu dan mengurus keperluan orang yang lemah, menderita, dan miskin. Apalagi melihat ada orang yang membutuhkan sesuatu, beliau dan keluarganya mengalah, sekali pun beliau saat itu juga dalam kekurangan. Tidak ada sesuatu yang disimpan untuk esok, bahkan kelak ketika beliau wafat. Baju besi beliau sedang tergadai di tangan seorang Yahudi karena beliau memerlukan uang untuk belanja keluarga.
Beliau sangat baik hati, mudah tersenyum, dan selalu memenuhi janji. Suatu ketika ada delegasi dari Raja Najasyi dari Habasyah datang berkunjung. Beliau sendiri yang melayani mereka. Para sahabat datang menegur, "Wahai Rasulullah, sudah cukuplah, bukankah ada orang lain untuk mengerjakannya?"
"Mereka sangat menghormati sahabat-sahabat kita ketika berhijrah ke tempat mereka," jawab Rasulullah. "Saya ingin membalas sendiri kebaikan mereka."
Begitu setianya beliau sehingga selalu ada yang menyebut nama Khadijah, kenangan indah muncul bagai pelangi menghiasi hati beliau. Suatu ketika, ada seorang wanita datang. Beliau menyambutnya begitu gembira dan beliau tanyai wanita itu baik-baik. Ketika wanita itu sudah pergi, beliau berkata, "Ketika masih ada Khadijah, ia suka mengunjungi kami. Mengingat hubungan baik masa lampau adalah termasuk iman."
Begitu halus perasaan Rasulullah, begitu lembut hatinya, sampai beliau biarkan cucunya bermain-main dengannya ketika beliau sedang shalat. Bahkan beliau shalat dengan membawa Umamah, cucu beliau dari Zainab. Umamah beliau taruh di atas bahu. Saat beliau sujud, beliau letakkan Umamah, jika beliau berdiri, Umamah ditaruh lagi keatas bahunya.
Rasulullah Menyayangi Binatang
Kebaikan dan kasih sayang Rasulullah tidak terbatas kepada sesama manusia saja, tetapi juga kepada binatang. Suatu ketika, beliau pernah bangun dan membukakan pintu untuk seekor kucing yang sedang berlindung di tempat itu. Beliau juga pernah merawat seekor ayam jantan yang sedang sakit-sakitan.
Rasulullah juga mengelus-elus seekor kuda penuh rasa sayang dengan lengan baju beliau. Suatu ketika, dilihatnya Aisyah menaiki seekor unta. Aisyah merasa sukar mengendalikan unta yang agak bandel itu sehingga Aisyah menarik-narik tali kekang dengan tidak sabar. Kemudian, Rasulullah mendekat dan menegur lembut,
"Hendaknya engkau berlaku lemah lembut, ya Aisyah."
Meskipun demikian, kasih sayang, kelembutan, dan rasa persaudaraan yang Rasulullah ajarkan bukan berarti menunjukkan kelemahan. Rasa kasih sayang dan kelembutan selalu harus bersama sikap yang adil. Rasulullah mengajarkan bahwa tanpa keadilan, persaudaraan sejati tidak mungkin ada.
Sabda beliau,
"Barang siapa menyerang kamu, seranglah dengan seimbang, seperti mereka menyerang kamu."
Pada saat lain, Rasulullah juga berkata,
"Hukum qishas (membalas perbuatan dengan seimbang, misalnya pembunuh yang terbukti bersalah harus dibalas dibunuh pula) berarti kelangsungan hidup bagi kamu, hai orang-orang yang mengerti."
Jadi, kasih sayang yang diajarkan Rasulullah juga mengandung unsur kekuatan. Oleh sebab itu, seorang Muslim bisa bersikap lemah lembut sekaligus tegas jika memang diperlukan. Jika seseorang tidak dapat bersikap tegas, ia akan menjadi bulan-bulanan orang-orang berhati jahat.
Rasulullah mengajarkan bahwa jiwa seorang Muslim harus kuat, tidak mengenal kata menyerah kecuali kepada Allah. Seorang Muslim yang taat kepada Allah tidak merasa lemah apabila menghadapi rintangan.
Menagkap Burung untuk Permainan
Dalam hadist riwayat Nasa'i dan Ibnu Hibban, Rasulullah bersabda,
"Barang siapa menangkap seekor burung hanya untuk bermain-main, kelak pada hari kiamat, burung itu akan mengadu kepada Allah, "Wahai Tuhanku, orang itu telah membunuh aku untuk mainan belaka, tidak untuk mengambil manfaat dariku."
Keseharian Rasulullah
Rasulullah mengajarkan kepada kita bahwa, tidak boleh ada rasa takut dalam hati seorang Muslim, kecuali jika ia melakukan perbuatan maksiat dan dosa. Jiwa itu tidak akan menjadi kuat jika berada dalam kekuasaan orang lain. Karena itulah, Rasulullah mengajak para sahabatnya berhijrah ke Madinah.
Jiwa akan jadi lemah jika sudah dikuasai oleh hawa nafsu. Nafsu akan harta, kendaraan, pakaian, makanan, dan banyak lagi. Jika seseorang sudah mencintai harta dunia seperti itu, kekuatan rohaninya melemah dan tidak lagi mampu berjuang, beribadah, serta berbakti layaknya seorang Muslim sejati.
Rasulullah adalah contoh yang sangat ideal dalam mengendalikan hawa nafsu. Jiwa Rasulullah sudah begitu kuat sehingga tidak begitu peduli jika segala yang dimilikinya akan habis akibat beliau sangat suka memberi kepada orang lain. Sampai-sampai, ada orang yang berkata,
"Dalam memberi, Rasulullah seperti sudah tidak takut kekurangan."
Rasulullah mengajarkan agar kitalah yang menguasai kehidupan dunia, bukan kehidupan dunia yang menguasai kita. Beliau tidak menganjurkan kita agar hidup miskin, tetapi hidup sederhana dan tidak berlebihan.
Alas tidur Rasulullah bukanlah kasur yang empuk, melainkan hanya terdiri atas kulit yang dilapisi serat. Tidak pernah beliau makan sampai kenyang. Beliau selalu menyudahi makannya sebelum kenyang. Tidak pernah Rasulullah makan roti dari tepung gandum dua hari berturut-turut. Sebagian besar makanan beliau adalah bubur.
Pada hari lain, Rasul makan kurma. Jarang sekali beliau dan keluarganya dapat makan roti sop (roti yang dibasahi kuah kaldu dan daging). Bahkan sering sekali beliau harus menahan lapar. Beliau pernah mengganjal perutnya dengan batu yang dikaitkan dengan ikat pinggangnya agar rasa laparnya tertahan.
Namun, bukan berarti Rasulullah berpantang makan makanan enak. Beliau dikenal suka sekali makan kaki kambing muda, labu, madu, dan manisan walupun amat jarang beliau dapatkan. Begitulah cara Rasulullah mengendalikan diri terhadap makanan.
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 71
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Kesederhanaan Rasulullah
Kesederhanaan Rasulullah dalam berpakaian sama dengan kesederhanaan beliau dalam hal makanan. Suatu hari, ada seorang wanita memberikan sehelai pakaian kepada beliau. Kebetulan saat itu beliau memang memerlukan pakaian. Namun, kemudian datang seorang laki-laki yang meminta pakaian itu. Tanpa berpikir panjang lagi, Rasulullah pun memberikan pakaian itu.
Pakaian beliau biasanya terdiri atas sebuah baju dalam dan baju luar yang terbuat dari wol, katun, atau sebangsa serat. Sesekali, beliau tidak menolak pakaian agak mewah yang dibuat dari tenunan Yaman jika ada acara yang menghendaki demikian. Alas kaki yang digunakan Rasulullah juga amat sederhana. Tidak pernah beliau menggunakan sepatu kecuali hadiah dari Najasy.
Sungguh pun begitu, bukan berarti beliau menyiksa diri dengan semua kesederhanaan itu. Beliau hanya mengendalikan dan menjaga diri agar tidak berlebih-lebihan.
Allah berfirman,
وَظَلَّلْنَا عَلَيْكُمُ الْغَمَامَ وَأَنْزَلْنَا عَلَيْكُمُ الْمَنَّ وَالسَّلْوَىٰ ۖ كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ ۖ وَمَا ظَلَمُونَا وَلَٰكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ
Dan Kami naungi kamu dengan awan, dan Kami turunkan kepadamu manna dan salwa. Makanlah dari makanan yang baik-baik yang telah Kami berikan kepadamu; dan tidaklah mereka menganiaya Kami; akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.
Surah Al-Baqarah (2:57)
وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ ۖ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا ۖ وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ ۖ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.
Surah Al-Qasas (28:77)
Suatu ketika, Ali bin Abi Thalib bertanya tentang sunnah Rasulullah. Rasulullah pun menjawab,
"Makrifat (mendekatkan diri kepada Allah) adalah modalku, akal pikiran adalah sumber agamaku, cinta adalah dasar hidupku, rindu adalah kendaraanku, berzikir kepada Allah adalah kawan dekatku, keteguhan adalah perbendaharaanku, duka adalah kawanku, ilmu adalah senjataku, ketabahan adalah pakaianku, kerelaan adalah sasaranku, fakir adalah kebanggaanku, menahan diri adalah pekerjaanku, keyakinan adalah makananku, kejujuran adalah perantaraku, ketaatan adalah ukuranku, berjihad adalah perangaiku, dan hiburanku adalah shalat."
Rantai Emas
Suatu ketika Rasulullah melihat Fathimah Az-Zahra, putrinya, sedang memakai rantai emas. Rasulullah bersabda,
"Fathimah, gembirakah jika orang berkata, Di tangan putri Rasulullah ada seikat rantai dari api neraka?"
Fathimah kemudian menjual rantai itu dan uangnya digunakan untuk membebaskan seorang budak. Rasulullah pun berkata,
"Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan Fathimah dari api neraka."
Rasulullah Belajar Bertani
Rasulullah tidak menempatkan dirinya sebagai seorang raja, meskipun banyak orang Anshar menginginkannnya. Seorang raja biasanya tinggal menikmati uang dan makanan. Tidak demikian dengan Rasulullah. Beliau mewajibkan bagi dirinya sendiri bekerja agar bisa makan. Beliau ikut belajar bertani, padahal saat itu usianya sudah di atas 53 tahun. Apalagi seperti kebanyakan orang Mekah, bertani adalah suatu pekerjaan baru yang masih asing bagi beliau.
Rasulullah juga menganjurkan agar kaum pria meringankan beban pekerjaan kaum wanita. Demikian pula sebaliknya, beliau juga mempersilahkan kaum wanita yang tidak sedang sibuk dengan urusan rumah tangga, untuk turut membantu pria bekerja. Maka, banyaklah kaum wanita yang bekerja, termasuk mereka yang di Mekah dulu terbiasa hidup berkecukupan di balik dinding rumahnya.
Asma binti Abu Bakar adalah contoh Muslimah yang bekerja dengan tangannya sendiri. Ia tidak peduli meski ayahnya adalah saudagar kaya yang sukses. Abu Bakar membawa seluruh kekayaannya saat berhijrah, tetapi beliau infakkan semuanya untuk memberikan santunan kepada mereka yang tidak mampu bekerja.
Rasulullah segera menghimbau sahabat-sahabatnya yang mampu untuk mengikuti jejak Abu Bakar. Tidak pantas rasanya jika ada Muslim berpakaian mewah, sedangkan saudaranya keluar rumah dengan bajunya compang-camping. Malu rasanya jika ada Muslim kenyang memakan daging dan roti, sedangkan saudara-saudaranya hanya mampu memakan kurma basah.
Kesejahteraan kaum Muslimin pun meningkat dengan pasti. Apalagi setelah Rasulullah meminta para saudagar kaya dari Muhajirin dan Anshar membeli tanah-tanah kosong untuk dijadikan lahan pertanian. Maka, sejumlah besar kaum Muhajirin pun mendapat lahan pekerjaan. Akibatnya, hasil panen meningkat dan membanjiri pasar-pasar Madinah. Dengan cepat kaum Muhajirin sudah tidak lagi menjadi beban saudara-saudara Anshar mereka.
Namun, ada kalangan yang tidak menyukai perubahan ini.
"Jika dibiarkan begini, orang-orang miskin itu akan meremehkan kita! Bayangkan, Muhammad mengajarkan bahwa dalam tiap harta orang kaya ada hak orang miskin! Enak betul mereka!" demikian kata salah seorang yang tidak suka itu.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Kesederhanaan Rasulullah
Kesederhanaan Rasulullah dalam berpakaian sama dengan kesederhanaan beliau dalam hal makanan. Suatu hari, ada seorang wanita memberikan sehelai pakaian kepada beliau. Kebetulan saat itu beliau memang memerlukan pakaian. Namun, kemudian datang seorang laki-laki yang meminta pakaian itu. Tanpa berpikir panjang lagi, Rasulullah pun memberikan pakaian itu.
Pakaian beliau biasanya terdiri atas sebuah baju dalam dan baju luar yang terbuat dari wol, katun, atau sebangsa serat. Sesekali, beliau tidak menolak pakaian agak mewah yang dibuat dari tenunan Yaman jika ada acara yang menghendaki demikian. Alas kaki yang digunakan Rasulullah juga amat sederhana. Tidak pernah beliau menggunakan sepatu kecuali hadiah dari Najasy.
Sungguh pun begitu, bukan berarti beliau menyiksa diri dengan semua kesederhanaan itu. Beliau hanya mengendalikan dan menjaga diri agar tidak berlebih-lebihan.
Allah berfirman,
وَظَلَّلْنَا عَلَيْكُمُ الْغَمَامَ وَأَنْزَلْنَا عَلَيْكُمُ الْمَنَّ وَالسَّلْوَىٰ ۖ كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ ۖ وَمَا ظَلَمُونَا وَلَٰكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ
Dan Kami naungi kamu dengan awan, dan Kami turunkan kepadamu manna dan salwa. Makanlah dari makanan yang baik-baik yang telah Kami berikan kepadamu; dan tidaklah mereka menganiaya Kami; akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.
Surah Al-Baqarah (2:57)
وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ ۖ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا ۖ وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ ۖ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.
Surah Al-Qasas (28:77)
Suatu ketika, Ali bin Abi Thalib bertanya tentang sunnah Rasulullah. Rasulullah pun menjawab,
"Makrifat (mendekatkan diri kepada Allah) adalah modalku, akal pikiran adalah sumber agamaku, cinta adalah dasar hidupku, rindu adalah kendaraanku, berzikir kepada Allah adalah kawan dekatku, keteguhan adalah perbendaharaanku, duka adalah kawanku, ilmu adalah senjataku, ketabahan adalah pakaianku, kerelaan adalah sasaranku, fakir adalah kebanggaanku, menahan diri adalah pekerjaanku, keyakinan adalah makananku, kejujuran adalah perantaraku, ketaatan adalah ukuranku, berjihad adalah perangaiku, dan hiburanku adalah shalat."
Rantai Emas
Suatu ketika Rasulullah melihat Fathimah Az-Zahra, putrinya, sedang memakai rantai emas. Rasulullah bersabda,
"Fathimah, gembirakah jika orang berkata, Di tangan putri Rasulullah ada seikat rantai dari api neraka?"
Fathimah kemudian menjual rantai itu dan uangnya digunakan untuk membebaskan seorang budak. Rasulullah pun berkata,
"Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan Fathimah dari api neraka."
Rasulullah Belajar Bertani
Rasulullah tidak menempatkan dirinya sebagai seorang raja, meskipun banyak orang Anshar menginginkannnya. Seorang raja biasanya tinggal menikmati uang dan makanan. Tidak demikian dengan Rasulullah. Beliau mewajibkan bagi dirinya sendiri bekerja agar bisa makan. Beliau ikut belajar bertani, padahal saat itu usianya sudah di atas 53 tahun. Apalagi seperti kebanyakan orang Mekah, bertani adalah suatu pekerjaan baru yang masih asing bagi beliau.
Rasulullah juga menganjurkan agar kaum pria meringankan beban pekerjaan kaum wanita. Demikian pula sebaliknya, beliau juga mempersilahkan kaum wanita yang tidak sedang sibuk dengan urusan rumah tangga, untuk turut membantu pria bekerja. Maka, banyaklah kaum wanita yang bekerja, termasuk mereka yang di Mekah dulu terbiasa hidup berkecukupan di balik dinding rumahnya.
Asma binti Abu Bakar adalah contoh Muslimah yang bekerja dengan tangannya sendiri. Ia tidak peduli meski ayahnya adalah saudagar kaya yang sukses. Abu Bakar membawa seluruh kekayaannya saat berhijrah, tetapi beliau infakkan semuanya untuk memberikan santunan kepada mereka yang tidak mampu bekerja.
Rasulullah segera menghimbau sahabat-sahabatnya yang mampu untuk mengikuti jejak Abu Bakar. Tidak pantas rasanya jika ada Muslim berpakaian mewah, sedangkan saudaranya keluar rumah dengan bajunya compang-camping. Malu rasanya jika ada Muslim kenyang memakan daging dan roti, sedangkan saudara-saudaranya hanya mampu memakan kurma basah.
Kesejahteraan kaum Muslimin pun meningkat dengan pasti. Apalagi setelah Rasulullah meminta para saudagar kaya dari Muhajirin dan Anshar membeli tanah-tanah kosong untuk dijadikan lahan pertanian. Maka, sejumlah besar kaum Muhajirin pun mendapat lahan pekerjaan. Akibatnya, hasil panen meningkat dan membanjiri pasar-pasar Madinah. Dengan cepat kaum Muhajirin sudah tidak lagi menjadi beban saudara-saudara Anshar mereka.
Namun, ada kalangan yang tidak menyukai perubahan ini.
"Jika dibiarkan begini, orang-orang miskin itu akan meremehkan kita! Bayangkan, Muhammad mengajarkan bahwa dalam tiap harta orang kaya ada hak orang miskin! Enak betul mereka!" demikian kata salah seorang yang tidak suka itu.
Kesederhanaan Rasulullah dalam berpakaian sama dengan kesederhanaan beliau dalam hal makanan. Suatu hari, ada seorang wanita memberikan sehelai pakaian kepada beliau. Kebetulan saat itu beliau memang memerlukan pakaian. Namun, kemudian datang seorang laki-laki yang meminta pakaian itu. Tanpa berpikir panjang lagi, Rasulullah pun memberikan pakaian itu.
Pakaian beliau biasanya terdiri atas sebuah baju dalam dan baju luar yang terbuat dari wol, katun, atau sebangsa serat. Sesekali, beliau tidak menolak pakaian agak mewah yang dibuat dari tenunan Yaman jika ada acara yang menghendaki demikian. Alas kaki yang digunakan Rasulullah juga amat sederhana. Tidak pernah beliau menggunakan sepatu kecuali hadiah dari Najasy.
Sungguh pun begitu, bukan berarti beliau menyiksa diri dengan semua kesederhanaan itu. Beliau hanya mengendalikan dan menjaga diri agar tidak berlebih-lebihan.
Allah berfirman,
وَظَلَّلْنَا عَلَيْكُمُ الْغَمَامَ وَأَنْزَلْنَا عَلَيْكُمُ الْمَنَّ وَالسَّلْوَىٰ ۖ كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ ۖ وَمَا ظَلَمُونَا وَلَٰكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ
Dan Kami naungi kamu dengan awan, dan Kami turunkan kepadamu manna dan salwa. Makanlah dari makanan yang baik-baik yang telah Kami berikan kepadamu; dan tidaklah mereka menganiaya Kami; akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.
Surah Al-Baqarah (2:57)
وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ ۖ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا ۖ وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ ۖ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.
Surah Al-Qasas (28:77)
Suatu ketika, Ali bin Abi Thalib bertanya tentang sunnah Rasulullah. Rasulullah pun menjawab,
"Makrifat (mendekatkan diri kepada Allah) adalah modalku, akal pikiran adalah sumber agamaku, cinta adalah dasar hidupku, rindu adalah kendaraanku, berzikir kepada Allah adalah kawan dekatku, keteguhan adalah perbendaharaanku, duka adalah kawanku, ilmu adalah senjataku, ketabahan adalah pakaianku, kerelaan adalah sasaranku, fakir adalah kebanggaanku, menahan diri adalah pekerjaanku, keyakinan adalah makananku, kejujuran adalah perantaraku, ketaatan adalah ukuranku, berjihad adalah perangaiku, dan hiburanku adalah shalat."
Rantai Emas
Suatu ketika Rasulullah melihat Fathimah Az-Zahra, putrinya, sedang memakai rantai emas. Rasulullah bersabda,
"Fathimah, gembirakah jika orang berkata, Di tangan putri Rasulullah ada seikat rantai dari api neraka?"
Fathimah kemudian menjual rantai itu dan uangnya digunakan untuk membebaskan seorang budak. Rasulullah pun berkata,
"Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan Fathimah dari api neraka."
Rasulullah Belajar Bertani
Rasulullah tidak menempatkan dirinya sebagai seorang raja, meskipun banyak orang Anshar menginginkannnya. Seorang raja biasanya tinggal menikmati uang dan makanan. Tidak demikian dengan Rasulullah. Beliau mewajibkan bagi dirinya sendiri bekerja agar bisa makan. Beliau ikut belajar bertani, padahal saat itu usianya sudah di atas 53 tahun. Apalagi seperti kebanyakan orang Mekah, bertani adalah suatu pekerjaan baru yang masih asing bagi beliau.
Rasulullah juga menganjurkan agar kaum pria meringankan beban pekerjaan kaum wanita. Demikian pula sebaliknya, beliau juga mempersilahkan kaum wanita yang tidak sedang sibuk dengan urusan rumah tangga, untuk turut membantu pria bekerja. Maka, banyaklah kaum wanita yang bekerja, termasuk mereka yang di Mekah dulu terbiasa hidup berkecukupan di balik dinding rumahnya.
Asma binti Abu Bakar adalah contoh Muslimah yang bekerja dengan tangannya sendiri. Ia tidak peduli meski ayahnya adalah saudagar kaya yang sukses. Abu Bakar membawa seluruh kekayaannya saat berhijrah, tetapi beliau infakkan semuanya untuk memberikan santunan kepada mereka yang tidak mampu bekerja.
Rasulullah segera menghimbau sahabat-sahabatnya yang mampu untuk mengikuti jejak Abu Bakar. Tidak pantas rasanya jika ada Muslim berpakaian mewah, sedangkan saudaranya keluar rumah dengan bajunya compang-camping. Malu rasanya jika ada Muslim kenyang memakan daging dan roti, sedangkan saudara-saudaranya hanya mampu memakan kurma basah.
Kesejahteraan kaum Muslimin pun meningkat dengan pasti. Apalagi setelah Rasulullah meminta para saudagar kaya dari Muhajirin dan Anshar membeli tanah-tanah kosong untuk dijadikan lahan pertanian. Maka, sejumlah besar kaum Muhajirin pun mendapat lahan pekerjaan. Akibatnya, hasil panen meningkat dan membanjiri pasar-pasar Madinah. Dengan cepat kaum Muhajirin sudah tidak lagi menjadi beban saudara-saudara Anshar mereka.
Namun, ada kalangan yang tidak menyukai perubahan ini.
"Jika dibiarkan begini, orang-orang miskin itu akan meremehkan kita! Bayangkan, Muhammad mengajarkan bahwa dalam tiap harta orang kaya ada hak orang miskin! Enak betul mereka!" demikian kata salah seorang yang tidak suka itu.
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 72
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Orang Yahudi Khawatir
Mereka yang tidak suka itu adalah orang-orang Yahudi. Padahal, suasana damai di Madinah sejak Rasulullah datang sangatlah menguntungkan perdagangan kaum Yahudi. Namun, orang-orang Yahudi tidak rela melihat kaum Muslimin bertambah sejahtera dan Islam semakin menguat. Dakwah Islam sulit sekali menembus kalangan Yahudi karena kaum Yahudi tidak mengakui adanya seorang nabi yang bukan dari bangsa mereka. Itulah ajaran mereka.
Begitu pun, seandainya saja para pemimpin Yahudi sudah menghalangi dakwah Rasulullah, tentu banyak umat mereka yang memeluk Islam. Di antara segelintir yang berislam itu adalah seorang rabbi (pendeta Yahudi) yang bernama Abdullah bin Salam.
Setelah memeluk Islam, Abdullah bin Salam pun mengajak keluarganya untuk turut serta. Usahanya berhasil. Seluruh keluarga Abdullah bin Salam bersama-sama memeluk Islam. Namun, Abdullah bin Salam masih merahasiakan keislamannya kepada teman-teman Yahudinya.
"Ya Rasulullah, saya khawatir kaumku akan menghinaku dan merendahkan aku jika mereka tahu aku masuk Islam," demikian kata Abdullah kepada Rasulullah,
"sudikah kiranya Anda menanyakan tentang saya kepada kaum saya."
Rasulullah pun mengabulkan permintaan itu. Beliau menanyakan kepada orang Yahudi mengenai pendapat mereka tentang Abdullah bin Salam.
Ternyata orang-orang Yahudi berkata yang baik-baik tentang Abdullah bin Salam.
"Dia pemimpin kami, pendeta kami, dan cendekiawan kami."
Mendengar hal itu, Abdullah bin Salam pun keluar menemui kaumnya dan berkata,
"Aku telah memeluk Islam. Kalau kalian menganggapku sebagai pemimpin, pendeta, dan cendekiawan, kalian bisa memercayaiku bahwa sungguh agama yang dibawa Rasulullah adalah agama yang benar."
Namun, apa yang terjadi? Wajah orang-orang Yahudi pucat kehilangan darah karena begitu terkejut. Sesaat, tidak seorang pun yang bicara. Kemudian, bukannya berpikir jernih, mereka menanggapi Abdullah bin Salam dengan marah,
"Kamu pasti sudah dihinggapi kegilaan dengan meninggalkan agama kita."
Setelah itu, kata-kata kotor dan tidak baik mulai mereka lontarkan. Abdullah bin Salam dicaci dengan berbagai fitnah dan diumpat dengan kata-kata yang amat kasar.
Demikianlah, sejak saat itu, kaum Yahudi mulai bersepakat untuk menghancurkan Islam.
Orang Yahudi Kecewa
Sebelum Rasulullah diutus, orang-orang Yahudi sudah mengetahui dari Taurat bahwa dalam waktu dekat akan ada seorang nabi yang diangkat Allah. Namun, mereka menduga bahwa nabi itu akan lahir dari kalangan Yahudi. Mereka suka membanggakan diri terhadap orang-orang Arab,
"Sesungguhnya hampir datang seorang nabi yang akan segera dibangkitkan. Kami akan mengikutinya dan membantunya memerangi kalian, sebagaimana dulu kami memerangi kaum 'Ad dan 'Iram."
Namun, justru ketika nabi yang diharapkan itu datang, mereka malah ingkar, tidak mau percaya, dan mendustakan segala apa yang telah mereka katakan dan mereka ketahui sendiri. Para pendeta Yahudi mengejek dan menggunakan segala tipu daya untuk menghalangi seruan Rasulullah.
Beberapa ketua Yahudi mendatangi Rasulullah dan bertanya congkak,
"Hai Muhammad! Allah yang telah menciptakan segenap makhluk, lalu siapa yang menciptakan Allah?"
Mendengar pertanyaan sekeji itu, wajah Rasulullah berubah karena menahan marah. Seketika, turunlah Malaikat Jibril menenangkan Rasulullah seraya menyampaikan firman Allah yang pernah diturunkan di Mekah untuk menjawab,
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ
Katakanlah: Dialah Allah, Yang Maha Esa.
Surah Al-Ikhlas (112:1)
اللَّهُ الصَّمَدُ
Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
Surah Al-Ikhlas (112:2)
لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ
Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,
Surah Al-Ikhlas (112:3)
وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ
dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia.
Surah Al-Ikhlas (112:4)
Sesudah Rasulullah membaca ayat tersebut, para ketua Yahudi terdiam dan saling mengejek, ia berkata,
"Muhammad, coba engkau sifatkan kepada kami, bagaimana Allah itu. Berapa hasta tinggi-Nya, bagaimana lengan-Nya, bagaimana...."
Sudah tentu Rasulullah menjadi sangat marah, lebih marah daripada yang pertama. Namun, Jibril kembali turun memadamkan rasa marah Rasulullah sambil menyampaikan firman Allah untuk menjawab pertanyaan lancang itu,
وَمَا قَدَرُوا اللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِ وَالْأَرْضُ جَمِيعًا قَبْضَتُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَالسَّمَاوَاتُ مَطْوِيَّاتٌ بِيَمِينِهِ ۚ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَىٰ عَمَّا يُشْرِكُونَ
Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Maha Suci Tuhan dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan.
Surah Az-Zumar (39:67)
Ajaran Yahudi tidak pernah menarik hati orang Arab karena orang Yahudi kurang mengajarkan nilai-nilai kesatriaan yang dijunjung tinggi orang Arab. Mereka juga sering menyembunyikan Taurat dan tidak mau mengajarkannya kepada orang lain.
Bani Israil
Dalam Al Qur'an, orang Yahudi disebut Bani Israil, artinya keturunan Israil. Israil adalah panggilan orang untuk Nabi Ya'qub. Nabi Ya'qub-lah yang menurunkan bangsa Yahudi.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Mereka yang tidak suka itu adalah orang-orang Yahudi. Padahal, suasana damai di Madinah sejak Rasulullah datang sangatlah menguntungkan perdagangan kaum Yahudi. Namun, orang-orang Yahudi tidak rela melihat kaum Muslimin bertambah sejahtera dan Islam semakin menguat. Dakwah Islam sulit sekali menembus kalangan Yahudi karena kaum Yahudi tidak mengakui adanya seorang nabi yang bukan dari bangsa mereka. Itulah ajaran mereka.
Begitu pun, seandainya saja para pemimpin Yahudi sudah menghalangi dakwah Rasulullah, tentu banyak umat mereka yang memeluk Islam. Di antara segelintir yang berislam itu adalah seorang rabbi (pendeta Yahudi) yang bernama Abdullah bin Salam.
Setelah memeluk Islam, Abdullah bin Salam pun mengajak keluarganya untuk turut serta. Usahanya berhasil. Seluruh keluarga Abdullah bin Salam bersama-sama memeluk Islam. Namun, Abdullah bin Salam masih merahasiakan keislamannya kepada teman-teman Yahudinya.
"Ya Rasulullah, saya khawatir kaumku akan menghinaku dan merendahkan aku jika mereka tahu aku masuk Islam," demikian kata Abdullah kepada Rasulullah,
"sudikah kiranya Anda menanyakan tentang saya kepada kaum saya."
Rasulullah pun mengabulkan permintaan itu. Beliau menanyakan kepada orang Yahudi mengenai pendapat mereka tentang Abdullah bin Salam.
Ternyata orang-orang Yahudi berkata yang baik-baik tentang Abdullah bin Salam.
"Dia pemimpin kami, pendeta kami, dan cendekiawan kami."
Mendengar hal itu, Abdullah bin Salam pun keluar menemui kaumnya dan berkata,
"Aku telah memeluk Islam. Kalau kalian menganggapku sebagai pemimpin, pendeta, dan cendekiawan, kalian bisa memercayaiku bahwa sungguh agama yang dibawa Rasulullah adalah agama yang benar."
Namun, apa yang terjadi? Wajah orang-orang Yahudi pucat kehilangan darah karena begitu terkejut. Sesaat, tidak seorang pun yang bicara. Kemudian, bukannya berpikir jernih, mereka menanggapi Abdullah bin Salam dengan marah,
"Kamu pasti sudah dihinggapi kegilaan dengan meninggalkan agama kita."
Setelah itu, kata-kata kotor dan tidak baik mulai mereka lontarkan. Abdullah bin Salam dicaci dengan berbagai fitnah dan diumpat dengan kata-kata yang amat kasar.
Demikianlah, sejak saat itu, kaum Yahudi mulai bersepakat untuk menghancurkan Islam.
Orang Yahudi Kecewa
Sebelum Rasulullah diutus, orang-orang Yahudi sudah mengetahui dari Taurat bahwa dalam waktu dekat akan ada seorang nabi yang diangkat Allah. Namun, mereka menduga bahwa nabi itu akan lahir dari kalangan Yahudi. Mereka suka membanggakan diri terhadap orang-orang Arab,
"Sesungguhnya hampir datang seorang nabi yang akan segera dibangkitkan. Kami akan mengikutinya dan membantunya memerangi kalian, sebagaimana dulu kami memerangi kaum 'Ad dan 'Iram."
Namun, justru ketika nabi yang diharapkan itu datang, mereka malah ingkar, tidak mau percaya, dan mendustakan segala apa yang telah mereka katakan dan mereka ketahui sendiri. Para pendeta Yahudi mengejek dan menggunakan segala tipu daya untuk menghalangi seruan Rasulullah.
Beberapa ketua Yahudi mendatangi Rasulullah dan bertanya congkak,
"Hai Muhammad! Allah yang telah menciptakan segenap makhluk, lalu siapa yang menciptakan Allah?"
Mendengar pertanyaan sekeji itu, wajah Rasulullah berubah karena menahan marah. Seketika, turunlah Malaikat Jibril menenangkan Rasulullah seraya menyampaikan firman Allah yang pernah diturunkan di Mekah untuk menjawab,
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ
Katakanlah: Dialah Allah, Yang Maha Esa.
Surah Al-Ikhlas (112:1)
اللَّهُ الصَّمَدُ
Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
Surah Al-Ikhlas (112:2)
لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ
Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,
Surah Al-Ikhlas (112:3)
وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ
dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia.
Surah Al-Ikhlas (112:4)
Sesudah Rasulullah membaca ayat tersebut, para ketua Yahudi terdiam dan saling mengejek, ia berkata,
"Muhammad, coba engkau sifatkan kepada kami, bagaimana Allah itu. Berapa hasta tinggi-Nya, bagaimana lengan-Nya, bagaimana...."
Sudah tentu Rasulullah menjadi sangat marah, lebih marah daripada yang pertama. Namun, Jibril kembali turun memadamkan rasa marah Rasulullah sambil menyampaikan firman Allah untuk menjawab pertanyaan lancang itu,
وَمَا قَدَرُوا اللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِ وَالْأَرْضُ جَمِيعًا قَبْضَتُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَالسَّمَاوَاتُ مَطْوِيَّاتٌ بِيَمِينِهِ ۚ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَىٰ عَمَّا يُشْرِكُونَ
Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Maha Suci Tuhan dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan.
Surah Az-Zumar (39:67)
Ajaran Yahudi tidak pernah menarik hati orang Arab karena orang Yahudi kurang mengajarkan nilai-nilai kesatriaan yang dijunjung tinggi orang Arab. Mereka juga sering menyembunyikan Taurat dan tidak mau mengajarkannya kepada orang lain.
Bani Israil
Dalam Al Qur'an, orang Yahudi disebut Bani Israil, artinya keturunan Israil. Israil adalah panggilan orang untuk Nabi Ya'qub. Nabi Ya'qub-lah yang menurunkan bangsa Yahudi.
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 73
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Orang-orang Yahudi Mengejek Rasulullah
Suatu saat, Rasulullah berdakwah kepada orang Yahudi. Saat itu, beliau diiringi oleh beberapa orang sahabat. Setelah Rasulullah berseru dengan panjang lebar, orang-orang Yahudi menyangkal dan tidak mempercayai beliau. Maka dari itu, para sahabat maju dan berkata,
"Hai kaum Yahudi, hendaklah kamu sekalian takut kepada Allah! Demi Allah, sesungguhnya beliau adalah utusan Allah. Kamu dulu pernah menyebut-nyebut nama beliau kepada kami dan kamu dulu pernah juga menerangkan sifat-sifat beliau ini kepada kami, tetapi mengapa sekarang kamu ingkar?"
Saat itu, seorang Yahudi bernama Wahab bin Yahudi menyahut,
"Kami sekali-kali belum pernah berkata begitu kepada kamu. Dan Allah tidak akan menurunkan kitab lagi sesudah kitab Taurat dan tidak pula akan membangkitkan seorang utusan dan nabi lagi sesudah nabi Musa. Perkataanmu seluruhnya bohong! Begitu juga dengan seluruh perbuatan kamu, dan sahabatmu yang mengaku rasul itu?"
Seketika itu juga, Allah menurunkan wahyu kepada Rasulullah yang berbunyi:
يَا أَهْلَ الْكِتَابِ قَدْ جَاءَكُمْ رَسُولُنَا يُبَيِّنُ لَكُمْ عَلَىٰ فَتْرَةٍ مِنَ الرُّسُلِ أَنْ تَقُولُوا مَا جَاءَنَا مِنْ بَشِيرٍ وَلَا نَذِيرٍ ۖ فَقَدْ جَاءَكُمْ بَشِيرٌ وَنَذِيرٌ ۗ وَاللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Hai Ahli Kitab, sesungguhnya telah datang kepada kamu Rasul Kami, menjelaskan (syari´at Kami) kepadamu ketika terputus (pengiriman) rasul-rasul agar kamu tidak mengatakan: Tidak ada datang kepada kami baik seorang pembawa berita gembira maupun seorang pemberi peringatan. Sesungguhnya telah datang kepadamu pembawa berita gembira dan pemberi peringatan. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Surah Al-Ma'idah (5:19)
Masih sangat banyak ejekan dan bantahan orang Yahudi terhadap dakwah Rasulullah beserta para sahabatnya. Orang Yahudi mengatakan bahwa Allah itu fakir, sedangkan mereka kaya. Ada yang meminta agar Allah menurunkan Al Qur'an dalam bentuk catatan dari langit dan minta agar Allah memancarkan beberapa sungai di tanah Arab untuk orang Yahudi.
Dengan mengejek dan menghina, mereka menyangka bisa merendahkan Islam dan utusan-Nya. Mereka bahkan berharap kepercayaan kaum Muslimin kepada Rasulullah dan firman Allah bisa digoyah. Namun, Rasulullah dan para pengikutnya tetap tegar.
Kedengkian orang-orang Yahudi tidak berhenti sampai di situ. Mereka bahkan berani melakukan perbuatan yang sangat berbahaya bagi kaum Muslimin.
Merasa Lebih Tinggi
Keangkuhan orang Yahudi berasal dari kepercayaan mereka kepada Allah menjadikan mereka bangsa pilihan, bangsa yang lebih tinggi dari semua bangsa lain. Sikap ini membuat orang Yahudi sangat sulit menyatu dengan masyarakat di setiap negeri yang mereka tinggali.
Yahudi Menghasut
Syas bin Qais adalah salah satu pemimpin Yahudi yang paling keras memusuhi Rasulullah. Suatu hari, ia melewati tempat berkumpul kaum Muslimin. Hatinya panas melihat para pemuda Anshar dari suku Aus dan Khazraj duduk bersama dalam persaudaraan yang erat. Padahal, dahulu kedua suku itu bermusuhan.
Syas bin Qais berkata kepada kawan-kawannya ,
"Orang-orang Bani Qaila (Aus dan Khazraj) sudah bersatu. Demi Allah, kita tidak berarti apa-apa kalau para pemuka Aus dan Khazraj telah terikat persatuan."
Kemudian Syas mengirim seorang pemuda Yahudi yang berkawan karib dengan para pemuda Anshar. Dengan halus dan licik, pemuda Yahudi itu menyinggung-nyinggung kembali Perang Buath yang dahsyat di masa saat itu, pihak Aus dapat mengalahkan Khazraj. Ternyata, hal itu memang membangkitkan ingatan masa lampau yang pahit. Para pemuda Anshar dan Aus dan Khazraj lalu bersitegang, saling membanggakan diri, dan hanyut dalam pertengkaran.
"Demi Allah! Kalau kamu mau, mari kita hidupkan kembali peperangan hebat itu!" sahut salah satu pihak berteriak marah.
"Marilah kita lakukan! Marilah kita lakukan! Perjanjian kamu di Adh Dhahirah! Senjata! Senjata!" sahut yang lain panas.
Dengan cepat peristiwa itu sampai ke telinga Rasulullah. Segera saja beliau pergi menemui kedua kelompok itu bersama beberapa orang sahabat.
"Wahai kaum Muslimin! ALLAH! ALLAH!" demikian seru beliau.
"Apakah kamu menyerukan kembali ke masa jahiliah sedang saya masih ada di hadapan kamu? Setelah Allah memberi petunjuk Islam kepadamu? Dan setelah Allah memuliakan kamu dengan Agama ini? Dan Ia telah memutuskan dari kamu urusan-urusan jahiliah? Dan Ia telah menyelamatkan kamu dari kekafiran? Dan Ia telah mempersatukan dan menjinakkan hati-hati kamu dengan Islam?"
Rasulullah mengingatkan mereka bahwa Islam telah mempersatukan dan membuat mereka benar-benar bersaudara, membuat semua saling mencintai.
Lalu, luruhlah segala kemarahan. Di depan Rasulullah, mereka berpelukan sambil menangis. Semuanya lalu beristighfar dan memohon semoga kiranya Allah mengampuni mereka.
Wujud Ukhuwah
Ukhuwah adalah persaudaraan. Salah satu wujudnya dalam Islam adalah mengucapkan salam kepada sesama Muslim, menengok yang sakit, menghibur orang yang tertimpa musibah, bersama menolak kejahatan, berbagi kegembiraan, memaafkan orang yang bersalah, dan menghentikan gosip tentang tetangga, entah gosip itu baik atau buruk.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Suatu saat, Rasulullah berdakwah kepada orang Yahudi. Saat itu, beliau diiringi oleh beberapa orang sahabat. Setelah Rasulullah berseru dengan panjang lebar, orang-orang Yahudi menyangkal dan tidak mempercayai beliau. Maka dari itu, para sahabat maju dan berkata,
"Hai kaum Yahudi, hendaklah kamu sekalian takut kepada Allah! Demi Allah, sesungguhnya beliau adalah utusan Allah. Kamu dulu pernah menyebut-nyebut nama beliau kepada kami dan kamu dulu pernah juga menerangkan sifat-sifat beliau ini kepada kami, tetapi mengapa sekarang kamu ingkar?"
Saat itu, seorang Yahudi bernama Wahab bin Yahudi menyahut,
"Kami sekali-kali belum pernah berkata begitu kepada kamu. Dan Allah tidak akan menurunkan kitab lagi sesudah kitab Taurat dan tidak pula akan membangkitkan seorang utusan dan nabi lagi sesudah nabi Musa. Perkataanmu seluruhnya bohong! Begitu juga dengan seluruh perbuatan kamu, dan sahabatmu yang mengaku rasul itu?"
Seketika itu juga, Allah menurunkan wahyu kepada Rasulullah yang berbunyi:
يَا أَهْلَ الْكِتَابِ قَدْ جَاءَكُمْ رَسُولُنَا يُبَيِّنُ لَكُمْ عَلَىٰ فَتْرَةٍ مِنَ الرُّسُلِ أَنْ تَقُولُوا مَا جَاءَنَا مِنْ بَشِيرٍ وَلَا نَذِيرٍ ۖ فَقَدْ جَاءَكُمْ بَشِيرٌ وَنَذِيرٌ ۗ وَاللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Hai Ahli Kitab, sesungguhnya telah datang kepada kamu Rasul Kami, menjelaskan (syari´at Kami) kepadamu ketika terputus (pengiriman) rasul-rasul agar kamu tidak mengatakan: Tidak ada datang kepada kami baik seorang pembawa berita gembira maupun seorang pemberi peringatan. Sesungguhnya telah datang kepadamu pembawa berita gembira dan pemberi peringatan. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Surah Al-Ma'idah (5:19)
Masih sangat banyak ejekan dan bantahan orang Yahudi terhadap dakwah Rasulullah beserta para sahabatnya. Orang Yahudi mengatakan bahwa Allah itu fakir, sedangkan mereka kaya. Ada yang meminta agar Allah menurunkan Al Qur'an dalam bentuk catatan dari langit dan minta agar Allah memancarkan beberapa sungai di tanah Arab untuk orang Yahudi.
Dengan mengejek dan menghina, mereka menyangka bisa merendahkan Islam dan utusan-Nya. Mereka bahkan berharap kepercayaan kaum Muslimin kepada Rasulullah dan firman Allah bisa digoyah. Namun, Rasulullah dan para pengikutnya tetap tegar.
Kedengkian orang-orang Yahudi tidak berhenti sampai di situ. Mereka bahkan berani melakukan perbuatan yang sangat berbahaya bagi kaum Muslimin.
Merasa Lebih Tinggi
Keangkuhan orang Yahudi berasal dari kepercayaan mereka kepada Allah menjadikan mereka bangsa pilihan, bangsa yang lebih tinggi dari semua bangsa lain. Sikap ini membuat orang Yahudi sangat sulit menyatu dengan masyarakat di setiap negeri yang mereka tinggali.
Yahudi Menghasut
Syas bin Qais adalah salah satu pemimpin Yahudi yang paling keras memusuhi Rasulullah. Suatu hari, ia melewati tempat berkumpul kaum Muslimin. Hatinya panas melihat para pemuda Anshar dari suku Aus dan Khazraj duduk bersama dalam persaudaraan yang erat. Padahal, dahulu kedua suku itu bermusuhan.
Syas bin Qais berkata kepada kawan-kawannya ,
"Orang-orang Bani Qaila (Aus dan Khazraj) sudah bersatu. Demi Allah, kita tidak berarti apa-apa kalau para pemuka Aus dan Khazraj telah terikat persatuan."
Kemudian Syas mengirim seorang pemuda Yahudi yang berkawan karib dengan para pemuda Anshar. Dengan halus dan licik, pemuda Yahudi itu menyinggung-nyinggung kembali Perang Buath yang dahsyat di masa saat itu, pihak Aus dapat mengalahkan Khazraj. Ternyata, hal itu memang membangkitkan ingatan masa lampau yang pahit. Para pemuda Anshar dan Aus dan Khazraj lalu bersitegang, saling membanggakan diri, dan hanyut dalam pertengkaran.
"Demi Allah! Kalau kamu mau, mari kita hidupkan kembali peperangan hebat itu!" sahut salah satu pihak berteriak marah.
"Marilah kita lakukan! Marilah kita lakukan! Perjanjian kamu di Adh Dhahirah! Senjata! Senjata!" sahut yang lain panas.
Dengan cepat peristiwa itu sampai ke telinga Rasulullah. Segera saja beliau pergi menemui kedua kelompok itu bersama beberapa orang sahabat.
"Wahai kaum Muslimin! ALLAH! ALLAH!" demikian seru beliau.
"Apakah kamu menyerukan kembali ke masa jahiliah sedang saya masih ada di hadapan kamu? Setelah Allah memberi petunjuk Islam kepadamu? Dan setelah Allah memuliakan kamu dengan Agama ini? Dan Ia telah memutuskan dari kamu urusan-urusan jahiliah? Dan Ia telah menyelamatkan kamu dari kekafiran? Dan Ia telah mempersatukan dan menjinakkan hati-hati kamu dengan Islam?"
Rasulullah mengingatkan mereka bahwa Islam telah mempersatukan dan membuat mereka benar-benar bersaudara, membuat semua saling mencintai.
Lalu, luruhlah segala kemarahan. Di depan Rasulullah, mereka berpelukan sambil menangis. Semuanya lalu beristighfar dan memohon semoga kiranya Allah mengampuni mereka.
Wujud Ukhuwah
Ukhuwah adalah persaudaraan. Salah satu wujudnya dalam Islam adalah mengucapkan salam kepada sesama Muslim, menengok yang sakit, menghibur orang yang tertimpa musibah, bersama menolak kejahatan, berbagi kegembiraan, memaafkan orang yang bersalah, dan menghentikan gosip tentang tetangga, entah gosip itu baik atau buruk.
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 74
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Mengalihkan Kiblat ke Ka'bah
Orang-orang Yahudi pun mendatangi Rasulullah dan berkata, "Muhammad, tentu sudah engkau ketahui bahwa semua nabi dan rasul sebelummu pergi ke Baitul Maqdis. Di sanalah sebetulnya tempat tinggal mereka. Jika engkau benar-benar seorang rasul, engkau pasti akan pergi ke sana, bukan? Anggap saja Madinah ini sebagai perantara hijrah kamu dan umatmu dari Mekah ke Baitul Maqdis!"
Namun, saat itu juga Rasulullah tahu bahwa mereka berusaha melakukan tipu daya kepada beliau. Apalagi saat itu kiblat shalat kaum Muslimin adalah Baitul Maqdis, bukan Ka'bah di Mekah.
Namun, sekali lagi, pendapat orang-orang Yahudi tadi dipecahkan oleh firman Allah yang memerintahkan Rasulullah dan kaum Muslimin menghadap Ka'bah saat sedang shalat. Saat itu, genap tujuh belas bulan Rasulullah berhijrah ke Madinah. Allah berfirman,
قَدْ نَرَىٰ تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ ۖ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا ۚ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۚ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ ۗ وَإِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ ۗ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ
Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.
Surah Al-Baqarah (2:144)
Kaum Muslimin menyambut gembira peralihan kiblat ini. Sementara itu, orang-orang Yahudi sangat menyesalkan keputusan ini. Sekali lagi, mereka berusaha melakukan tipu daya dengan mengatakan,
"Kami akan menjadi pengikutmu Muhammad, apabila kamu berada kembali mengubah kiblat ke arah Baitul Maqdis!"
Kembali firman Allah turun membalas kata-kata berbisa ini:
سَيَقُولُ السُّفَهَاءُ مِنَ النَّاسِ مَا وَلَّاهُمْ عَنْ قِبْلَتِهِمُ الَّتِي كَانُوا عَلَيْهَا ۚ قُلْ لِلَّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ ۚ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ إِلَىٰ صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
Orang-orang yang kurang akalnya di antara manusia akan berkata: Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya? Katakanlah: Kepunyaan Allah-lah timur dan barat; Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus.
Surah Al-Baqarah (2:142)
وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا ۗ وَمَا جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِي كُنْتَ عَلَيْهَا إِلَّا لِنَعْلَمَ مَنْ يَتَّبِعُ الرَّسُولَ مِمَّنْ يَنْقَلِبُ عَلَىٰ عَقِبَيْهِ ۚ وَإِنْ كَانَتْ لَكَبِيرَةً إِلَّا عَلَى الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ ۗ وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَانَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوفٌ رَحِيمٌ
Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.
Surah Al-Baqarah (2:143)
Yahudi Mengejek Firman Allah
Di tengah pertentangan yang seru antara kaum Muslimin dan Yahudi di Madinah, datanglah delegasi Nasrani dari Najran. Mereka mengendarai enam puluh buah kendaraan. Dengan pakaian dari Yaman yang indah, memakai cincin emas dan selendang sutera, orang-orang Nasrani itu langsung menuju ke masjid dan mengerjakan shalat dengan menghadap ke Timur. Beberapa sahabat hendak menegur, tetapi Rasulullah mengisyaratkan agar mereka dibiarkan.
Setelah shalat, orang-orang Nasrani menghadap Rasulullah dan memberi hadiah berupa permadani indah yang bergambar dan beberapa buah tikar dari bulu. Rasulullah menolak permadani bergambar dan menerima tikar dari bulu.
Sebenarnya, tujuan orang-orang Nasrani ini adalah untuk menambah keributan antara kaum Muslimin dan orang Yahudi sehingga orang-orang Nasrani dapat diuntungkan. Begitu bertemu Rasulullah, orang-orang Nasrani berusaha menjelaskan mengapa mereka menganggap Nabi Isa adalah anak Allah dan mengapa mereka menyembah tiga tuhan. Satu per satu alasan itu dipatahkan Rasulullah. Bahkan, Rasulullah berbalik mengajak mereka menyembah Allah Yang Maha Esa dan menjelaskan kerasulannya.
Namun, walau sudah demikian jelas Rasulullah menyampaikan kebenaran, para pendeta Nasrani itu terus bersikeras mendustakan beliau. Mereka tetap mengatakan bahwa Nabi Isa adalah putra Allah dan Allah itu hanya salah satu dari tiga tuhan.
Akhirnya, atas perintah Allah, Rasulullah mengajak mereka ber-mubahalah dengan bersabda,
"Marilah, kami ajak anak-anak kami dan anak-anak kamu, wanita kami dan wanita kamu, diri-diri kami dan diri-diri kamu bersama sungguh-sungguh berdoa, lalu kita jadikan laknat Allah menimpa kepada siapa di antara kita yang berdusta."
Orang-orang Nasrani itu hendak menerima, namun Al Aqib, penasihat tertinggi mereka berkata,
"Sesungguhnya, Muhammad itu adalah nabi yang diutus dan kamu telah mengetahui itu dengan pasti. Tidak ada suatu kaum yang ber-mubahalah dengan seorang nabi kecuali ia pasti hancur binasa."
Mendengar itu, orang-orang Nasrani memutuskan untuk menolak usul Rasulullah. Mereka memilih untuk kembali ke Najran dengan tetap memeluk agama mereka.
Sepupu
Orang Arab dan Yahudi (Ibrani) bisa dikatakan merupakan sepupu. Nenek moyang mereka adalah Nabi Ibrahim. Putra sulung Nabi Ibrahim, yaitu Nabi Ismail ditempatkan di Mekah dan menjadi leluhur orang Arab. Sementara itu, putra Nabi Ibrahim yang lain, yaitu Nabi Ishaq, menurunkan bangsa Yahudi.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Orang-orang Yahudi pun mendatangi Rasulullah dan berkata, "Muhammad, tentu sudah engkau ketahui bahwa semua nabi dan rasul sebelummu pergi ke Baitul Maqdis. Di sanalah sebetulnya tempat tinggal mereka. Jika engkau benar-benar seorang rasul, engkau pasti akan pergi ke sana, bukan? Anggap saja Madinah ini sebagai perantara hijrah kamu dan umatmu dari Mekah ke Baitul Maqdis!"
Namun, saat itu juga Rasulullah tahu bahwa mereka berusaha melakukan tipu daya kepada beliau. Apalagi saat itu kiblat shalat kaum Muslimin adalah Baitul Maqdis, bukan Ka'bah di Mekah.
Namun, sekali lagi, pendapat orang-orang Yahudi tadi dipecahkan oleh firman Allah yang memerintahkan Rasulullah dan kaum Muslimin menghadap Ka'bah saat sedang shalat. Saat itu, genap tujuh belas bulan Rasulullah berhijrah ke Madinah. Allah berfirman,
قَدْ نَرَىٰ تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ ۖ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا ۚ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۚ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ ۗ وَإِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ ۗ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ
Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.
Surah Al-Baqarah (2:144)
Kaum Muslimin menyambut gembira peralihan kiblat ini. Sementara itu, orang-orang Yahudi sangat menyesalkan keputusan ini. Sekali lagi, mereka berusaha melakukan tipu daya dengan mengatakan,
"Kami akan menjadi pengikutmu Muhammad, apabila kamu berada kembali mengubah kiblat ke arah Baitul Maqdis!"
Kembali firman Allah turun membalas kata-kata berbisa ini:
سَيَقُولُ السُّفَهَاءُ مِنَ النَّاسِ مَا وَلَّاهُمْ عَنْ قِبْلَتِهِمُ الَّتِي كَانُوا عَلَيْهَا ۚ قُلْ لِلَّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ ۚ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ إِلَىٰ صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
Orang-orang yang kurang akalnya di antara manusia akan berkata: Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya? Katakanlah: Kepunyaan Allah-lah timur dan barat; Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus.
Surah Al-Baqarah (2:142)
وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا ۗ وَمَا جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِي كُنْتَ عَلَيْهَا إِلَّا لِنَعْلَمَ مَنْ يَتَّبِعُ الرَّسُولَ مِمَّنْ يَنْقَلِبُ عَلَىٰ عَقِبَيْهِ ۚ وَإِنْ كَانَتْ لَكَبِيرَةً إِلَّا عَلَى الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ ۗ وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَانَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوفٌ رَحِيمٌ
Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.
Surah Al-Baqarah (2:143)
Yahudi Mengejek Firman Allah
Di tengah pertentangan yang seru antara kaum Muslimin dan Yahudi di Madinah, datanglah delegasi Nasrani dari Najran. Mereka mengendarai enam puluh buah kendaraan. Dengan pakaian dari Yaman yang indah, memakai cincin emas dan selendang sutera, orang-orang Nasrani itu langsung menuju ke masjid dan mengerjakan shalat dengan menghadap ke Timur. Beberapa sahabat hendak menegur, tetapi Rasulullah mengisyaratkan agar mereka dibiarkan.
Setelah shalat, orang-orang Nasrani menghadap Rasulullah dan memberi hadiah berupa permadani indah yang bergambar dan beberapa buah tikar dari bulu. Rasulullah menolak permadani bergambar dan menerima tikar dari bulu.
Sebenarnya, tujuan orang-orang Nasrani ini adalah untuk menambah keributan antara kaum Muslimin dan orang Yahudi sehingga orang-orang Nasrani dapat diuntungkan. Begitu bertemu Rasulullah, orang-orang Nasrani berusaha menjelaskan mengapa mereka menganggap Nabi Isa adalah anak Allah dan mengapa mereka menyembah tiga tuhan. Satu per satu alasan itu dipatahkan Rasulullah. Bahkan, Rasulullah berbalik mengajak mereka menyembah Allah Yang Maha Esa dan menjelaskan kerasulannya.
Namun, walau sudah demikian jelas Rasulullah menyampaikan kebenaran, para pendeta Nasrani itu terus bersikeras mendustakan beliau. Mereka tetap mengatakan bahwa Nabi Isa adalah putra Allah dan Allah itu hanya salah satu dari tiga tuhan.
Akhirnya, atas perintah Allah, Rasulullah mengajak mereka ber-mubahalah dengan bersabda,
"Marilah, kami ajak anak-anak kami dan anak-anak kamu, wanita kami dan wanita kamu, diri-diri kami dan diri-diri kamu bersama sungguh-sungguh berdoa, lalu kita jadikan laknat Allah menimpa kepada siapa di antara kita yang berdusta."
Orang-orang Nasrani itu hendak menerima, namun Al Aqib, penasihat tertinggi mereka berkata,
"Sesungguhnya, Muhammad itu adalah nabi yang diutus dan kamu telah mengetahui itu dengan pasti. Tidak ada suatu kaum yang ber-mubahalah dengan seorang nabi kecuali ia pasti hancur binasa."
Mendengar itu, orang-orang Nasrani memutuskan untuk menolak usul Rasulullah. Mereka memilih untuk kembali ke Najran dengan tetap memeluk agama mereka.
Sepupu
Orang Arab dan Yahudi (Ibrani) bisa dikatakan merupakan sepupu. Nenek moyang mereka adalah Nabi Ibrahim. Putra sulung Nabi Ibrahim, yaitu Nabi Ismail ditempatkan di Mekah dan menjadi leluhur orang Arab. Sementara itu, putra Nabi Ibrahim yang lain, yaitu Nabi Ishaq, menurunkan bangsa Yahudi.
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 75
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Merindukan Mekah
Dapatkah kita bayangkan perasaan kaum Muhajirin yang terusir paksa dari Mekah, tanah kelahiran mereka sendiri. Rasa rindu akan Mekah semakin lama semakin besar. Banyak sekali hal yang membuat kaum Muhajirin merasa demikian sebab Mekah bukan sekedar tempat lahir, melainkan juga merupakan kota yang luar biasa.
Di Mekah terdapat Ka'bah, rumah Allah yang dibangun oleh Nabi Ibrahim, tempat para penduduk dan bahkan seluruh orang Arab berziarah. Kewajiban berziarah ke Ka'bah sudah begitu mendarah daging dalam diri orang Arab, baik itu Muslim maupun bukan. Kewajiban suci itu tidak bisa dilepaskan begitu saja, meski orang Quraisy pasti akan mencegah kedatangan setiap Muslim.
Selain itu, di Mekah masih tertinggal keluarga yang mereka cintai walaupun masih dalam kehidupan syirik karena menyembah berhala. Keluarga inilah yang sudah sangat ingin mereka ajak ke dalam kehidupan Islam. Di Mekah pula masih tertinggal harta benda dan barang perdagangan yang disita Quraisy tatkala mereka berhijrah.
Rasa rindu kaum Muhajirin pada Mekah semakin besar karena mereka telah keluar dari kota itu akibat tindakan keras Quraisy. Bukan menjadi adat orang-orang Mekah untuk menyerah terhadap ketidakadilan tanpa melakukan pembalasan.
Bahkan Rasulullah sendiri tidak kuasa melupakan Mekah. Di Mekah sana terkubur jasad Khadijah, kekasih yang sangat beliau cintai. Tidak ada negeri yang lebih beliau sayangi melebihi Mekah, tanah tumpah darah yang menimbulkan begitu banyak kenangan.
Suatu hari, seorang lelaki datang berhijrah dari Mekah. Ia menemui Rasulullah dan Aisyah.
"Bagaimana situasi Mekah saat kau tinggalkan?" tanya Aisyah.
Laki-laki itu menggambarkan keadaan rumah-rumah, padang-padang tandus, jalan, pasar-pasar yang hiruk pikuk, serta bunga-bunga yang tumbuh di tepi jalan menuju perbukitan. Suaranya penuh pilu dan sedih. Kerinduan Rasulullah begitu memuncak sehingga kedua mata beliau berkaca-kaca penuh linangan air mata.
"Cukuplah, jangan kau bangkitkan kerinduanku," demikian ucap Rasulullah.
Namun, di tengah kerinduan dan beban berat mengurus umat, Rasulullah juga dibahagiakan dengan pernikahan putri bungsunya, Fathimah Az Zahra.
Orang-orang Munafik
Salah satu tokoh paling berpengaruh yang ada di Madinah adalah Abdullah bin Ubay bin Salul Al-Aufi, salah seorang dari Bani Al-Hubla. Sebelum dan sesudahnya orang-orang Al-Aus dan Al-Khazraj tidak pernah menjadikan Pemimpin lain selain Abdullah bin Ubay bin Salul, sampai akhirnya Islam datang.
Selain itu di Al-Aus terdapat tokoh berpengaruh lainnya yg ditaati dan dihormati kaumnya yaitu Abu Amir Abdu Ann Bin Shaifi bin An Nu'man, beliau adalah orangtua dari sahabat Rasulullah ﷺ yang bernama Hanzhalar Al-Ghasil. Abu Amir Bin Shaifi biasa dipanggil sebagai Pendeta oleh kaumnya.
Adapun Abdullah bin Ubay bin Salul kaumnya telah mempersiapkan mutiara sebagai mahkota untuk disematkan padanya dan menjadikan dia Raja mereka. Maka ketika kaumnya berpaling kepada Islam, dia menaruh dendam permusuhan kepada Rasulullah ﷺ dan menuduh Rasul telah mengambil mahkota kepemimpinannya.
Tatkala kaumnya masuk Islam, Abdullah bin Ubay bin Salul ikut masuk Islam namun tetap menyimpan kemunafikan dan dendam kesumat.
Sementara Abu Amir Bin Shaifi memilih tetap pada kekafirannya, ia pergi bersama belasan kaumnya ke Mekah dengan meninggalkan Islam dan Rasulullah ﷺ.
Rasul bersabda
"Janganlah kalian memanggil dia Rahib (Pendeta), tetapi panggilah dia Fasiq."
Sebelum berangkat ke Mekah Abu Amir menemui Rasulullah dan bertanya,
"Agama apa yang engkau bawa?"
Rasulullah bersabda,
"Aku datang dengan agama yang lurus (hanifiyah). Agama Ibrahim."
Abu Amir berkata,
"Aku juga menganut agama Ibrahim."
Rasulullah bersabda,
"Engkau tidak menganut agama Ibrahim."
Abu Amir menjawab,
"Betul, aku menganut agama Ibrahim!"
"Wahai Muhammad, Engkau telah memasukkan hal-hal baru ke dalam agama yang lurus (hanifiyah) yang bukan merupakan bagian darinya."
Rasulullah bersabda,
"Aku tidak pernah melakukan itu semua. Aku datang dengan agama Ibrahim dalam keadaan putih suci."
Abu Amir berkata,
"Seorang pendusta akan Allah matikan dalam keadaan terusir, terasing, dan sendirian."
Rasulullah bersabda,
"Benar! Barangsiapa berdusta, Allah akan lakukan itu."
Demikianlah yang dilakukan musuh Allah, Abu Amir, ia beranjak ke Mekah.
Abdullah Bin Ubay
Abdullah Bin Ubay Bin Salul tetap terhormat pada pandangan kaumnya. Hanya saja dia selalu ragu-ragu hingga ia dikalahkan Islam. Dan dia masuk Islam secara terpaksa.
Suatu hari, Rasulullah ﷺ pergi menunggang keledai bersama Usamah bin Zaid bin Haritsah, di atas keledainya ada kain pelana yang di atasnya terdapat selimut asal Fadak yang diikat dengan serat palem.
Rasulullah berjalan melewati Abdullah Bin Ubay Bin Salul yang sedang bernaung di bawah benteng kecil yang bernama Muzahim.
Abdullah Bin Ubay Bin Salul sedang bersama beberapa orang dari kaumnya. Tatkala Rasulullah melihat Abdullah Bin Ubay Bin Salul, Beliau ﷺ merasa malu melewatinya dengan mengendarai keledai, maka Rasulullah turun dari keledainya, dan mengucapkan salam lalu duduk sejenak.
Rasulullah membacakan Al Quran kepada Abdullah Bin Ubay Bin Salul, dan mengajaknya kepada agama Allah, mengingatkannya tentang Allah, memberi peringatan keras, memberi kabar gembira, dan ancaman padanya.
Abdullah Bin Ubay Bin Salul diam seribu bahasa. Setelah Rasulullah selesai berbicara, Abdullah Bin Ubay Bin Salul berkata,
"Wahai Muhammad sesungguhnya tidak ada orang yang lebih baik perkatannya dari perkataanmu. Apabila yang engkau katakan itu benar, duduk sajalah di rumahmu. Siapa pun yang datang menemuimu, bicaralah engkau kepadanya. Sedangkan orang yang tidak datang menemuimu, tidak usahlah engkau bersusah payah datang kepadanya dan mengatakan sesuatu yang orang itu tidak menyukainya."
Abdullah bin Rawahah yang sedang berada bersama beberapa dari kaum Muslimin berkata,
"Benar sekali, biarkan kami yang mengajaknya ke majelis-majelis, kampung dan rumah-rumah kami. Demi Allah, inilah suatu hal yang kami sukai, sesuatu yang dengannya Allah jadikan kami mulia. Dan Dia memberi petunjuk bagi kami padanya."
Ketika Abdullah Bin Ubay Bin Salul mendengar kaumnya menentang pendapatnya, ia bersyair:
"Kala tuanmu menjadi musuhmu.
Kau akan senantiasa hina dan lawanmu akan menjatuhkanmu.
Biasakah burung elang harus terbang tanpa sayapnya.
Jika suatu hari bulunya dicabut, ia kan jatuh."
Rasulullah beranjak dari tempat tersebut lalu pergi ke rumah Sa'ad Bin Ubadah. Ucapan Abdullah Bin Ubay Bin Salul masih terbersit di wajah Rasulullah. Sa'ad Bin Ubadah berkata,
"Wahai Rasulullah, aku melihat sesuatu terbersit di wajahmu, apakah Engkau baru mendengar hal yang tidak engkau sukai?"
Rasulullah bersabda,
"Betul sekali."
Sa'ad Bin Ubadah berkata,
"Wahai Rasulullah, bersikap lemah lembutlah kepada Abdullah Bin Ubay Bin Salul. Demi Allah ketika engkau datang kepada kami, kami telah mempersiapkan mahkota yang akan kami berikan padanya sebagai pemimpin. Ia beranggapan Engkau telah merampas mahkota kepemimpinan itu darinya."
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Dapatkah kita bayangkan perasaan kaum Muhajirin yang terusir paksa dari Mekah, tanah kelahiran mereka sendiri. Rasa rindu akan Mekah semakin lama semakin besar. Banyak sekali hal yang membuat kaum Muhajirin merasa demikian sebab Mekah bukan sekedar tempat lahir, melainkan juga merupakan kota yang luar biasa.
Di Mekah terdapat Ka'bah, rumah Allah yang dibangun oleh Nabi Ibrahim, tempat para penduduk dan bahkan seluruh orang Arab berziarah. Kewajiban berziarah ke Ka'bah sudah begitu mendarah daging dalam diri orang Arab, baik itu Muslim maupun bukan. Kewajiban suci itu tidak bisa dilepaskan begitu saja, meski orang Quraisy pasti akan mencegah kedatangan setiap Muslim.
Selain itu, di Mekah masih tertinggal keluarga yang mereka cintai walaupun masih dalam kehidupan syirik karena menyembah berhala. Keluarga inilah yang sudah sangat ingin mereka ajak ke dalam kehidupan Islam. Di Mekah pula masih tertinggal harta benda dan barang perdagangan yang disita Quraisy tatkala mereka berhijrah.
Rasa rindu kaum Muhajirin pada Mekah semakin besar karena mereka telah keluar dari kota itu akibat tindakan keras Quraisy. Bukan menjadi adat orang-orang Mekah untuk menyerah terhadap ketidakadilan tanpa melakukan pembalasan.
Bahkan Rasulullah sendiri tidak kuasa melupakan Mekah. Di Mekah sana terkubur jasad Khadijah, kekasih yang sangat beliau cintai. Tidak ada negeri yang lebih beliau sayangi melebihi Mekah, tanah tumpah darah yang menimbulkan begitu banyak kenangan.
Suatu hari, seorang lelaki datang berhijrah dari Mekah. Ia menemui Rasulullah dan Aisyah.
"Bagaimana situasi Mekah saat kau tinggalkan?" tanya Aisyah.
Laki-laki itu menggambarkan keadaan rumah-rumah, padang-padang tandus, jalan, pasar-pasar yang hiruk pikuk, serta bunga-bunga yang tumbuh di tepi jalan menuju perbukitan. Suaranya penuh pilu dan sedih. Kerinduan Rasulullah begitu memuncak sehingga kedua mata beliau berkaca-kaca penuh linangan air mata.
"Cukuplah, jangan kau bangkitkan kerinduanku," demikian ucap Rasulullah.
Namun, di tengah kerinduan dan beban berat mengurus umat, Rasulullah juga dibahagiakan dengan pernikahan putri bungsunya, Fathimah Az Zahra.
Orang-orang Munafik
Salah satu tokoh paling berpengaruh yang ada di Madinah adalah Abdullah bin Ubay bin Salul Al-Aufi, salah seorang dari Bani Al-Hubla. Sebelum dan sesudahnya orang-orang Al-Aus dan Al-Khazraj tidak pernah menjadikan Pemimpin lain selain Abdullah bin Ubay bin Salul, sampai akhirnya Islam datang.
Selain itu di Al-Aus terdapat tokoh berpengaruh lainnya yg ditaati dan dihormati kaumnya yaitu Abu Amir Abdu Ann Bin Shaifi bin An Nu'man, beliau adalah orangtua dari sahabat Rasulullah ﷺ yang bernama Hanzhalar Al-Ghasil. Abu Amir Bin Shaifi biasa dipanggil sebagai Pendeta oleh kaumnya.
Adapun Abdullah bin Ubay bin Salul kaumnya telah mempersiapkan mutiara sebagai mahkota untuk disematkan padanya dan menjadikan dia Raja mereka. Maka ketika kaumnya berpaling kepada Islam, dia menaruh dendam permusuhan kepada Rasulullah ﷺ dan menuduh Rasul telah mengambil mahkota kepemimpinannya.
Tatkala kaumnya masuk Islam, Abdullah bin Ubay bin Salul ikut masuk Islam namun tetap menyimpan kemunafikan dan dendam kesumat.
Sementara Abu Amir Bin Shaifi memilih tetap pada kekafirannya, ia pergi bersama belasan kaumnya ke Mekah dengan meninggalkan Islam dan Rasulullah ﷺ.
Rasul bersabda
"Janganlah kalian memanggil dia Rahib (Pendeta), tetapi panggilah dia Fasiq."
Sebelum berangkat ke Mekah Abu Amir menemui Rasulullah dan bertanya,
"Agama apa yang engkau bawa?"
Rasulullah bersabda,
"Aku datang dengan agama yang lurus (hanifiyah). Agama Ibrahim."
Abu Amir berkata,
"Aku juga menganut agama Ibrahim."
Rasulullah bersabda,
"Engkau tidak menganut agama Ibrahim."
Abu Amir menjawab,
"Betul, aku menganut agama Ibrahim!"
"Wahai Muhammad, Engkau telah memasukkan hal-hal baru ke dalam agama yang lurus (hanifiyah) yang bukan merupakan bagian darinya."
Rasulullah bersabda,
"Aku tidak pernah melakukan itu semua. Aku datang dengan agama Ibrahim dalam keadaan putih suci."
Abu Amir berkata,
"Seorang pendusta akan Allah matikan dalam keadaan terusir, terasing, dan sendirian."
Rasulullah bersabda,
"Benar! Barangsiapa berdusta, Allah akan lakukan itu."
Demikianlah yang dilakukan musuh Allah, Abu Amir, ia beranjak ke Mekah.
Abdullah Bin Ubay
Abdullah Bin Ubay Bin Salul tetap terhormat pada pandangan kaumnya. Hanya saja dia selalu ragu-ragu hingga ia dikalahkan Islam. Dan dia masuk Islam secara terpaksa.
Suatu hari, Rasulullah ﷺ pergi menunggang keledai bersama Usamah bin Zaid bin Haritsah, di atas keledainya ada kain pelana yang di atasnya terdapat selimut asal Fadak yang diikat dengan serat palem.
Rasulullah berjalan melewati Abdullah Bin Ubay Bin Salul yang sedang bernaung di bawah benteng kecil yang bernama Muzahim.
Abdullah Bin Ubay Bin Salul sedang bersama beberapa orang dari kaumnya. Tatkala Rasulullah melihat Abdullah Bin Ubay Bin Salul, Beliau ﷺ merasa malu melewatinya dengan mengendarai keledai, maka Rasulullah turun dari keledainya, dan mengucapkan salam lalu duduk sejenak.
Rasulullah membacakan Al Quran kepada Abdullah Bin Ubay Bin Salul, dan mengajaknya kepada agama Allah, mengingatkannya tentang Allah, memberi peringatan keras, memberi kabar gembira, dan ancaman padanya.
Abdullah Bin Ubay Bin Salul diam seribu bahasa. Setelah Rasulullah selesai berbicara, Abdullah Bin Ubay Bin Salul berkata,
"Wahai Muhammad sesungguhnya tidak ada orang yang lebih baik perkatannya dari perkataanmu. Apabila yang engkau katakan itu benar, duduk sajalah di rumahmu. Siapa pun yang datang menemuimu, bicaralah engkau kepadanya. Sedangkan orang yang tidak datang menemuimu, tidak usahlah engkau bersusah payah datang kepadanya dan mengatakan sesuatu yang orang itu tidak menyukainya."
Abdullah bin Rawahah yang sedang berada bersama beberapa dari kaum Muslimin berkata,
"Benar sekali, biarkan kami yang mengajaknya ke majelis-majelis, kampung dan rumah-rumah kami. Demi Allah, inilah suatu hal yang kami sukai, sesuatu yang dengannya Allah jadikan kami mulia. Dan Dia memberi petunjuk bagi kami padanya."
Ketika Abdullah Bin Ubay Bin Salul mendengar kaumnya menentang pendapatnya, ia bersyair:
"Kala tuanmu menjadi musuhmu.
Kau akan senantiasa hina dan lawanmu akan menjatuhkanmu.
Biasakah burung elang harus terbang tanpa sayapnya.
Jika suatu hari bulunya dicabut, ia kan jatuh."
Rasulullah beranjak dari tempat tersebut lalu pergi ke rumah Sa'ad Bin Ubadah. Ucapan Abdullah Bin Ubay Bin Salul masih terbersit di wajah Rasulullah. Sa'ad Bin Ubadah berkata,
"Wahai Rasulullah, aku melihat sesuatu terbersit di wajahmu, apakah Engkau baru mendengar hal yang tidak engkau sukai?"
Rasulullah bersabda,
"Betul sekali."
Sa'ad Bin Ubadah berkata,
"Wahai Rasulullah, bersikap lemah lembutlah kepada Abdullah Bin Ubay Bin Salul. Demi Allah ketika engkau datang kepada kami, kami telah mempersiapkan mahkota yang akan kami berikan padanya sebagai pemimpin. Ia beranggapan Engkau telah merampas mahkota kepemimpinan itu darinya."
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 76
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Sahabat-sahabat Rasul yang sakit
Aisyah رضي الله عنهما mengisahkan saat Rasulullah sampai di Madinah, Madinah kala itu merupakan bumi Allah yang paling potensial untuk wabah penyakit demam. Dampaknya banyak sahabat Rasulullah yang terjangkit sakit demam.
Allah menjaga Rasulullah ﷺ sehingga beliau tidak terjangkit wabah demam.
Abu bakar, Amir bin Fuhairah, dan Bilal tinggal satu rumah. Mereka semua terjangkit wabah demam. Lalu Aisyah menjenguk mereka.
Peristiwa ini terjadi saat hijab belum diwajibkan.
Mereka bertiga diserang demam tinggi yang hanya Allah saja yang tahu.
Aisyah mendekat kepada Abu Bakar dan bertanya,
"Bagaimana kabar ayahanda?"
Abu bakar menjawab:
Semua manusia disambut ria oleh keluarganya di pagi hari.
Sementara maut lebih dekat padanya daripada tali sandalnya sendiri.
Aisyah berkata,
"Demi Allah, ayah tidak sadar akan apa yang ia katakan."
Aisyah mendekat kepada Amir bin Fuhairah, dan bertanya,
"Bagaimana kabarmu wahai Amir?"
Amir Bin Fuhairah menjawab:
Telah aku jumpai kematian sebelum mencicipinya.
Sesungguhnya kematian datang pada para pengecut dari atasnya
Setiap orang itu berjuang dengan kekuatannya
Sebagaimana sapi jantan menjaga kulitnya dengan tanduknya.
Aisyah berkata,
"Demi Allah, Amir tidak menyadari apa yang dikatakannya."
Adapun Bilal, bila demam menyerangnya, ia berbaring di emperan rumah, dengan mengangkat suaranya sambil berkata:
Wahai, bisakah aku kembali bermalam di Fakh (tempat di luar Mekah),
Sementara di sekitarku terdapat Idzkhir (nama pohon beraroma wangi) dan Jalil (nama tumbuh-tumbuhan),
Mampukah suatu saat aku berada di mata air Majannah?
Adakah Gunung Syamah dan Gunung Thafil terlihat olehku?
Aisyah lalu menceritakan apa yang ia dengar kepada Rasulullah.
Doa untuk Para Sahabat
Aisyah ra berkata kepada Rasulullah,
"Mereka bertiga bicara asal-asalan dan tidak sadar dengan apa yang mereka ucapkan akibat serangan demam tinggi."
Rasulullah SAW berdoa,
"Ya Allah, jadikanlah kami mencintai Madinah sebagaimana telah Engkau jadikan kami mencintai Mekah, atau kokohkanlah rasa cinta kami kepada Madinah. Berilah kami keberkahan di dalam mud, dan sha' Madinah (yakni makanannya). Alihkan serangan wabahnya ke Mahyaa'h."
Mahyaa'h adalah Al-Juhfah.
Akibat serangan demam ini banyak sahabat yang mengerjakan shalat dengan cara duduk.
Rasulullah SAW keluar menemui mereka yang kala itu menunaikan shalat dengan cara duduk dan berkata,
"Ketahuilah wahai sahabat-sahabatku bahwa shalat orang yang duduk itu pahalanya setengah shalat orang yang berdiri."
Maka para sahabat berupaya untuk berdiri sekuat mungkin walaupun mereka demikian lemah dan sedang sakit dengan harapan mendapatkan pahala.
Penanggalan Hijrah
Rasulullah sampai di Madinah pada hari senin 12 Rabiul Awwal. Pada saat waktu Dhuha berakhir, saat matahari tidak begitu panas.
Rasulullah sampai di Madinah saat usia beliau 53 tahun, 13 tahun setelah beliau diutus menjadi Nabi dan Rasul.
Rasulullah tinggal di Madinah pada akhir Rabiul Awwal, Rabiul Akhir, Jumadil Ula, Jumadil Akhir, Rajab, Sya'ban, Ramadhan, Syawal, Dzul Qa'dah, dan Dzul Hijjah.
Pada bulan-bulan inilah dan bulan Muharram tahun berikutnya Rasulullah tidak berperang melawan kaum musyrikin.
Pada bulan Shafar, tepat setahun setelah kedatangan Rasulullah ke Madinah, beliau keluar untuk berperang dan berjihad untuk melawan musuhnya sesuai yang Allah perintahkan, serta memerangi orang-orang musyrik.
Rasulullah menunjuk Sa'ad Bin Ubadah sebagai penggantinya di Madinah selama beliau berada di medan jihad.
Diijinkan Berperang
Dalam situasi genting yang dapat mengancam eksistensi kaum muslimin di Madinah di mana kaum Quraisy tidak sadar dari kesesatannya dan sama sekali tidak mau menghentikan kejahatannya, Allah mengizinkan kaum muslim untuk berperang. Allah berfirman,
أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا ۚ وَإِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ
Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu,
Surah Al-Hajj (22:39)
Ayat tersebut turun dalam rangkaian ayat yang menunjukkan kepada mereka bahwa izin tersebut hanyalah untuk menyingkirkan kebatilan dan menegakkan syiar-syiar Allah.
الَّذِينَ إِنْ مَكَّنَّاهُمْ فِي الْأَرْضِ أَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ وَأَمَرُوا بِالْمَعْرُوفِ وَنَهَوْا عَنِ الْمُنْكَرِ ۗ وَلِلَّهِ عَاقِبَةُ الْأُمُورِ
(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sholat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma´ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.
Surah Al-Hajj (22:41)
Pendapat yang benar dan tidak ada pilihan lain bahwa izin tersebut diturunkan di Madinah, setelah hijrah tidak di Mekah.
Sikap bijak harus diambil untuk menghadapi kondisi saat itu di mana sumber utamanya adalah kekuatan dan kesewenang-wenangan kaum Quraisy.
Kaum muslimin harus membentangkan kekuasaan mereka pada jalur perdagangan dari Mekkah ke Syam. Dalam hal ini Rasulullah ﷺ menempuh dua langkah yaitu:
Pertama mengadakan perjanjian persekutuan atau perjanjian untuk tidak melakukan permusuhan dengan kabilah-kabilah yang berdekatan dengan jalur perdagangan itu.
Di samping itu mengadakan perjanjian persekutuan atau tidak mengadakan permusuhan dengan kabilah Juhairah, sebelum melakukan kegiatan militer.
Kedua melakukan ekspedisi-ekspedisi secara bergantian ke jalur tersebut.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Aisyah رضي الله عنهما mengisahkan saat Rasulullah sampai di Madinah, Madinah kala itu merupakan bumi Allah yang paling potensial untuk wabah penyakit demam. Dampaknya banyak sahabat Rasulullah yang terjangkit sakit demam.
Allah menjaga Rasulullah ﷺ sehingga beliau tidak terjangkit wabah demam.
Abu bakar, Amir bin Fuhairah, dan Bilal tinggal satu rumah. Mereka semua terjangkit wabah demam. Lalu Aisyah menjenguk mereka.
Peristiwa ini terjadi saat hijab belum diwajibkan.
Mereka bertiga diserang demam tinggi yang hanya Allah saja yang tahu.
Aisyah mendekat kepada Abu Bakar dan bertanya,
"Bagaimana kabar ayahanda?"
Abu bakar menjawab:
Semua manusia disambut ria oleh keluarganya di pagi hari.
Sementara maut lebih dekat padanya daripada tali sandalnya sendiri.
Aisyah berkata,
"Demi Allah, ayah tidak sadar akan apa yang ia katakan."
Aisyah mendekat kepada Amir bin Fuhairah, dan bertanya,
"Bagaimana kabarmu wahai Amir?"
Amir Bin Fuhairah menjawab:
Telah aku jumpai kematian sebelum mencicipinya.
Sesungguhnya kematian datang pada para pengecut dari atasnya
Setiap orang itu berjuang dengan kekuatannya
Sebagaimana sapi jantan menjaga kulitnya dengan tanduknya.
Aisyah berkata,
"Demi Allah, Amir tidak menyadari apa yang dikatakannya."
Adapun Bilal, bila demam menyerangnya, ia berbaring di emperan rumah, dengan mengangkat suaranya sambil berkata:
Wahai, bisakah aku kembali bermalam di Fakh (tempat di luar Mekah),
Sementara di sekitarku terdapat Idzkhir (nama pohon beraroma wangi) dan Jalil (nama tumbuh-tumbuhan),
Mampukah suatu saat aku berada di mata air Majannah?
Adakah Gunung Syamah dan Gunung Thafil terlihat olehku?
Aisyah lalu menceritakan apa yang ia dengar kepada Rasulullah.
Doa untuk Para Sahabat
Aisyah ra berkata kepada Rasulullah,
"Mereka bertiga bicara asal-asalan dan tidak sadar dengan apa yang mereka ucapkan akibat serangan demam tinggi."
Rasulullah SAW berdoa,
"Ya Allah, jadikanlah kami mencintai Madinah sebagaimana telah Engkau jadikan kami mencintai Mekah, atau kokohkanlah rasa cinta kami kepada Madinah. Berilah kami keberkahan di dalam mud, dan sha' Madinah (yakni makanannya). Alihkan serangan wabahnya ke Mahyaa'h."
Mahyaa'h adalah Al-Juhfah.
Akibat serangan demam ini banyak sahabat yang mengerjakan shalat dengan cara duduk.
Rasulullah SAW keluar menemui mereka yang kala itu menunaikan shalat dengan cara duduk dan berkata,
"Ketahuilah wahai sahabat-sahabatku bahwa shalat orang yang duduk itu pahalanya setengah shalat orang yang berdiri."
Maka para sahabat berupaya untuk berdiri sekuat mungkin walaupun mereka demikian lemah dan sedang sakit dengan harapan mendapatkan pahala.
Penanggalan Hijrah
Rasulullah sampai di Madinah pada hari senin 12 Rabiul Awwal. Pada saat waktu Dhuha berakhir, saat matahari tidak begitu panas.
Rasulullah sampai di Madinah saat usia beliau 53 tahun, 13 tahun setelah beliau diutus menjadi Nabi dan Rasul.
Rasulullah tinggal di Madinah pada akhir Rabiul Awwal, Rabiul Akhir, Jumadil Ula, Jumadil Akhir, Rajab, Sya'ban, Ramadhan, Syawal, Dzul Qa'dah, dan Dzul Hijjah.
Pada bulan-bulan inilah dan bulan Muharram tahun berikutnya Rasulullah tidak berperang melawan kaum musyrikin.
Pada bulan Shafar, tepat setahun setelah kedatangan Rasulullah ke Madinah, beliau keluar untuk berperang dan berjihad untuk melawan musuhnya sesuai yang Allah perintahkan, serta memerangi orang-orang musyrik.
Rasulullah menunjuk Sa'ad Bin Ubadah sebagai penggantinya di Madinah selama beliau berada di medan jihad.
Diijinkan Berperang
Dalam situasi genting yang dapat mengancam eksistensi kaum muslimin di Madinah di mana kaum Quraisy tidak sadar dari kesesatannya dan sama sekali tidak mau menghentikan kejahatannya, Allah mengizinkan kaum muslim untuk berperang. Allah berfirman,
أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا ۚ وَإِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ
Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu,
Surah Al-Hajj (22:39)
Ayat tersebut turun dalam rangkaian ayat yang menunjukkan kepada mereka bahwa izin tersebut hanyalah untuk menyingkirkan kebatilan dan menegakkan syiar-syiar Allah.
الَّذِينَ إِنْ مَكَّنَّاهُمْ فِي الْأَرْضِ أَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ وَأَمَرُوا بِالْمَعْرُوفِ وَنَهَوْا عَنِ الْمُنْكَرِ ۗ وَلِلَّهِ عَاقِبَةُ الْأُمُورِ
(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sholat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma´ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.
Surah Al-Hajj (22:41)
Pendapat yang benar dan tidak ada pilihan lain bahwa izin tersebut diturunkan di Madinah, setelah hijrah tidak di Mekah.
Sikap bijak harus diambil untuk menghadapi kondisi saat itu di mana sumber utamanya adalah kekuatan dan kesewenang-wenangan kaum Quraisy.
Kaum muslimin harus membentangkan kekuasaan mereka pada jalur perdagangan dari Mekkah ke Syam. Dalam hal ini Rasulullah ﷺ menempuh dua langkah yaitu:
Pertama mengadakan perjanjian persekutuan atau perjanjian untuk tidak melakukan permusuhan dengan kabilah-kabilah yang berdekatan dengan jalur perdagangan itu.
Di samping itu mengadakan perjanjian persekutuan atau tidak mengadakan permusuhan dengan kabilah Juhairah, sebelum melakukan kegiatan militer.
Kedua melakukan ekspedisi-ekspedisi secara bergantian ke jalur tersebut.
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 77
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Peperangan dan Ekspedisi Sebelum Badr
Untuk melaksanakan kedua langkah tersebut, kaum muslimin mulai melakukan gerakan-gerakan militer. mereka melakukan patroli militer yang bertujuan menyingkap dan mengenal jalan-jalan yang mengelilingi Madinah, serta jalan-jalan yang dapat mengantarkan ke Mekah, mengadakan perjanjian-perjanjian dengan kabilah-kabilah yang berdomisili di sepanjang jalan tersebut, memberikan kesan kepada orang-orang Yahudi dan Arab badui yang berdomisili di sekitarnya bahwa kaum muslimin telah memiliki kekuatan dan mereka telah terbebas dari kelemahan mereka serta memperingatkan kepada orang-orang Quraisy terhadap akibat kebohongan mereka sehingga mereka sadar dari kesesatan mereka, dan merasakan adanya bahaya yang mengancam perekonomian mereka, agar mereka cenderung untuk berdamai dan menghentikan keinginan mereka untuk menyerang kaum muslimin, menghalangi jalan menuju Allah serta menyiksa kaum muslimin yang lemah di Mekah, agar kaum muslimin pun menjadi bebas untuk menyampaikan risalah Allah di seluruh Jazirah.
Secara ringkas ihwal ekspedisi-ekspedisi itu adalah sebagai berikut :
1. Ekspedisi Saiful Bahar yaitu pada Bulan Ramadhan tahun pertama Hijriah Rasulullah ﷺ mengangkat Hamzah bin Abdul Muthalib untuk memimpin ekspedisi ini, ekspedisi ini berkekuatan 30 orang yang terdiri atas kaum Muhajirin untuk mencegah kafilah Quraisy yang datang dari Syam yang dipimpin oleh Abu Jahal dengan kekuatan 300 Orang. Setelah sampai di Saiful Bahri di sekitar daerah Laut Merah bertemulah pasukan kaum muslimin dengan kafilah Quraisy dan siap untuk bertempur. Namun Majdi bin Amru al-juhani sekutu Quraisy dan kaum muslimin berjalan di tengah-tengah mereka dan menghalangi mereka sehingga pertempuran pun tidak terjadi.
Bendera Hamzah adalah bendera pertama yang dikibarkan oleh Rasulullah ﷺ warnanya putih dan dibawa oleh Abu Mursyid Kinas Bin Hushain Al Ghanawi.
Setelah ekspedisi Al Kharrar terjadi, ekspedisi selanjutnya adalah:
Perang Al Abwa' atau Waddan
Perang ini terjadi pada bulan Safar tahun kedua Hijriyah atau Agustus tahun 623 M. Setelah mewalikan urusan kota Madinah kepada Saad bin Ubadah Rasulullah ﷺ keluar memimpin langsung pasukan yang berkekuatan 70 orang, khusus orang-orang Muhajirin untuk mencegah kafilah Quraisy. Setelah tiba di Waddan, beliau tidak menjumpai pasukan Quraisy.
Dalam peperangan tersebut Beliau mengatakan perjanjian persekutuan dengan Bani Dhamrah, yang ketika itu pemimpinnya adalah Amru bin Makhsya Adh Dhamri. Naskah perjanjian tersebut adalah sebagai berikut
Ini adalah surat perjanjian dari Muhammad ﷺ kepada Bani Dhamrah, sesungguhnya harta dan diri mereka aman dan mereka berhak mendapatkan pertolongan jika diserang. Kecuali apabila mereka memerangi agama Allah.
Apabila Nabi ﷺ mengajak mereka untuk menolongnya, mereka akan menyambutnya.
Waddan terletak antara Mekah dan Madinah. Antara Waddan dan Rabigh setelah Madinah 29 mil dan Abwa' terletak di dekat Waddan.
Inilah peperangan pertama yang diikuti oleh Rasulullah. Kepergian beliau itu selama 15 malam benderanya berwarna putih dan pembawanya adalah Hamzah bin Abdul Mutholib.
Setelah Perang Al Abwa' atau Waddan terjadi, ekspedisi selanjutnya adalah:
Perang Buwath
Perang Buwath terjadi pada bulan Rabiul awal tahun kedua Hijriyah atau September 623 M. Rasulullah ﷺ keluar memimpin pasukan berkekuatan 200 orang dari para sahabatnya, untuk mencegah kafilah Quraisy yang berkekuatan 100 orang di bawah pimpinan Umayyah bin Khalaf Al-Jami.
Kafilah itu membawa 2500 unta. Setibanya di Buwath di sekitar Ridhwa, beliau tidak menjumpai kafilah.
Dalam peperangan tersebut beliau mewakilkan urusan kota Madinah kepada Saad bin Muadz. Benderanya berwarna putih dan dibawa oleh Saad bin Abi Waqqash radliyallahu anhu.
Perang Sawan
Perang Sawan terjadi pada bulan Rabiul awal tahun kedua Hijriyah atau September tahun 623 M. Karz bin Jabir Al Fihri dengan pasukannya dari kaum muslimin menyerang pinggiran kota Madinah dan merampas beberapa binatang ternak.
Karena itu Rasulullah ﷺ keluar dengan para sahabatnya bersekutukan 70 orang untuk mengejar pasukan Karz hingga tiba di lembah Safwan yang letaknya tidak jauh dari Badr. Namun beliau tidak menjumpai Karz dan teman-temannya, lalu pulang tanpa melakukan pertempuran. Perang ini disebut juga dengan Perang Badr pertama. Dalam perang ini urusan kota Madinah diwakilkan kepada Zaid bin Haritsah. Benderanya berwarna putih dan dibawa oleh Ali bin Abi Tholib.
Setelah Perang Buwath dan Perang Sawan terjadi, ekspedisi selanjutnya adalah:
Perang Dzil Usyairah
Perang Dzil Usyairah terjadi pada bulan Jumadil Ula dan bulan Jumadil Akhir tahun kedua Hijriyah atau November dan Desember tahun 623 M. Rasulullah ﷺ keluar memimpin pasukan berkekuatan 150 (dalam riwayat lain 200) orang kaum Muhajirin. Dalam hal ini bisa tidak memaksa seorang pun untuk ikut serta dalam peperangan tersebut.
Mereka keluar membawa 30 Onta yang dikendarai secara bergantian untuk mencegah kafilah Quraisy yang berangkat ke Syam. Telah terdengar berita tentang keberangkatan mereka dari Mekah membawa barang-barang dagangan kaum Quraisy. Setibanya di Dzil Usyairah, beliau tidak menjumpai kafillah tersebut, mereka telah lolos beberapa hari sebelumnya. Kafilah inilah yang dicari sepulang mereka dari Syam, dan menjadi penyebab terjadinya Perang Badr Kubro.
Menurut Ibnu Ishaq, Rasulullah ﷺ berangkat pada akhir Jumadil Ula dan kembali pada Awal Jumadil Akhir.
(inilah yang menjadi penyebab perbedaan pendapat ahli siroh dalam menentukan bulan terjadinya peperangan ini).
Dalam peperangan ini Rasulullah ﷺ mengadakan perjanjian perdamaian dengan Bani Mudlij dan sekutunya, yaitu Bani Dhamrah.
Pada saat peperangan itu urusan kota Madinah diwakilkan kepada Abu Salamah bin Abdul Asad Al Makhzumi. Bendera peperangan itu berwarna putih dan dibawa oleh Hamzah bin Abdul muththalib رضي الله عنه.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Untuk melaksanakan kedua langkah tersebut, kaum muslimin mulai melakukan gerakan-gerakan militer. mereka melakukan patroli militer yang bertujuan menyingkap dan mengenal jalan-jalan yang mengelilingi Madinah, serta jalan-jalan yang dapat mengantarkan ke Mekah, mengadakan perjanjian-perjanjian dengan kabilah-kabilah yang berdomisili di sepanjang jalan tersebut, memberikan kesan kepada orang-orang Yahudi dan Arab badui yang berdomisili di sekitarnya bahwa kaum muslimin telah memiliki kekuatan dan mereka telah terbebas dari kelemahan mereka serta memperingatkan kepada orang-orang Quraisy terhadap akibat kebohongan mereka sehingga mereka sadar dari kesesatan mereka, dan merasakan adanya bahaya yang mengancam perekonomian mereka, agar mereka cenderung untuk berdamai dan menghentikan keinginan mereka untuk menyerang kaum muslimin, menghalangi jalan menuju Allah serta menyiksa kaum muslimin yang lemah di Mekah, agar kaum muslimin pun menjadi bebas untuk menyampaikan risalah Allah di seluruh Jazirah.
Secara ringkas ihwal ekspedisi-ekspedisi itu adalah sebagai berikut :
1. Ekspedisi Saiful Bahar yaitu pada Bulan Ramadhan tahun pertama Hijriah Rasulullah ﷺ mengangkat Hamzah bin Abdul Muthalib untuk memimpin ekspedisi ini, ekspedisi ini berkekuatan 30 orang yang terdiri atas kaum Muhajirin untuk mencegah kafilah Quraisy yang datang dari Syam yang dipimpin oleh Abu Jahal dengan kekuatan 300 Orang. Setelah sampai di Saiful Bahri di sekitar daerah Laut Merah bertemulah pasukan kaum muslimin dengan kafilah Quraisy dan siap untuk bertempur. Namun Majdi bin Amru al-juhani sekutu Quraisy dan kaum muslimin berjalan di tengah-tengah mereka dan menghalangi mereka sehingga pertempuran pun tidak terjadi.
Bendera Hamzah adalah bendera pertama yang dikibarkan oleh Rasulullah ﷺ warnanya putih dan dibawa oleh Abu Mursyid Kinas Bin Hushain Al Ghanawi.
Setelah ekspedisi Al Kharrar terjadi, ekspedisi selanjutnya adalah:
Perang Al Abwa' atau Waddan
Perang ini terjadi pada bulan Safar tahun kedua Hijriyah atau Agustus tahun 623 M. Setelah mewalikan urusan kota Madinah kepada Saad bin Ubadah Rasulullah ﷺ keluar memimpin langsung pasukan yang berkekuatan 70 orang, khusus orang-orang Muhajirin untuk mencegah kafilah Quraisy. Setelah tiba di Waddan, beliau tidak menjumpai pasukan Quraisy.
Dalam peperangan tersebut Beliau mengatakan perjanjian persekutuan dengan Bani Dhamrah, yang ketika itu pemimpinnya adalah Amru bin Makhsya Adh Dhamri. Naskah perjanjian tersebut adalah sebagai berikut
Ini adalah surat perjanjian dari Muhammad ﷺ kepada Bani Dhamrah, sesungguhnya harta dan diri mereka aman dan mereka berhak mendapatkan pertolongan jika diserang. Kecuali apabila mereka memerangi agama Allah.
Apabila Nabi ﷺ mengajak mereka untuk menolongnya, mereka akan menyambutnya.
Waddan terletak antara Mekah dan Madinah. Antara Waddan dan Rabigh setelah Madinah 29 mil dan Abwa' terletak di dekat Waddan.
Inilah peperangan pertama yang diikuti oleh Rasulullah. Kepergian beliau itu selama 15 malam benderanya berwarna putih dan pembawanya adalah Hamzah bin Abdul Mutholib.
Setelah Perang Al Abwa' atau Waddan terjadi, ekspedisi selanjutnya adalah:
Perang Buwath
Perang Buwath terjadi pada bulan Rabiul awal tahun kedua Hijriyah atau September 623 M. Rasulullah ﷺ keluar memimpin pasukan berkekuatan 200 orang dari para sahabatnya, untuk mencegah kafilah Quraisy yang berkekuatan 100 orang di bawah pimpinan Umayyah bin Khalaf Al-Jami.
Kafilah itu membawa 2500 unta. Setibanya di Buwath di sekitar Ridhwa, beliau tidak menjumpai kafilah.
Dalam peperangan tersebut beliau mewakilkan urusan kota Madinah kepada Saad bin Muadz. Benderanya berwarna putih dan dibawa oleh Saad bin Abi Waqqash radliyallahu anhu.
Perang Sawan
Perang Sawan terjadi pada bulan Rabiul awal tahun kedua Hijriyah atau September tahun 623 M. Karz bin Jabir Al Fihri dengan pasukannya dari kaum muslimin menyerang pinggiran kota Madinah dan merampas beberapa binatang ternak.
Karena itu Rasulullah ﷺ keluar dengan para sahabatnya bersekutukan 70 orang untuk mengejar pasukan Karz hingga tiba di lembah Safwan yang letaknya tidak jauh dari Badr. Namun beliau tidak menjumpai Karz dan teman-temannya, lalu pulang tanpa melakukan pertempuran. Perang ini disebut juga dengan Perang Badr pertama. Dalam perang ini urusan kota Madinah diwakilkan kepada Zaid bin Haritsah. Benderanya berwarna putih dan dibawa oleh Ali bin Abi Tholib.
Setelah Perang Buwath dan Perang Sawan terjadi, ekspedisi selanjutnya adalah:
Perang Dzil Usyairah
Perang Dzil Usyairah terjadi pada bulan Jumadil Ula dan bulan Jumadil Akhir tahun kedua Hijriyah atau November dan Desember tahun 623 M. Rasulullah ﷺ keluar memimpin pasukan berkekuatan 150 (dalam riwayat lain 200) orang kaum Muhajirin. Dalam hal ini bisa tidak memaksa seorang pun untuk ikut serta dalam peperangan tersebut.
Mereka keluar membawa 30 Onta yang dikendarai secara bergantian untuk mencegah kafilah Quraisy yang berangkat ke Syam. Telah terdengar berita tentang keberangkatan mereka dari Mekah membawa barang-barang dagangan kaum Quraisy. Setibanya di Dzil Usyairah, beliau tidak menjumpai kafillah tersebut, mereka telah lolos beberapa hari sebelumnya. Kafilah inilah yang dicari sepulang mereka dari Syam, dan menjadi penyebab terjadinya Perang Badr Kubro.
Menurut Ibnu Ishaq, Rasulullah ﷺ berangkat pada akhir Jumadil Ula dan kembali pada Awal Jumadil Akhir.
(inilah yang menjadi penyebab perbedaan pendapat ahli siroh dalam menentukan bulan terjadinya peperangan ini).
Dalam peperangan ini Rasulullah ﷺ mengadakan perjanjian perdamaian dengan Bani Mudlij dan sekutunya, yaitu Bani Dhamrah.
Pada saat peperangan itu urusan kota Madinah diwakilkan kepada Abu Salamah bin Abdul Asad Al Makhzumi. Bendera peperangan itu berwarna putih dan dibawa oleh Hamzah bin Abdul muththalib رضي الله عنه.
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 78
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Perang Badr Kubra Peperangan Islam Pertama yang Menentukan
Dua Pasukan saling Berhadapan
Setelah selesai merapikan barisan beliau mengeluarkan instruksi kepada pasukannya agar tidak memulai peperangan sebelum menerima perintah terakhir dari beliau. Kemudian, beliau memberikan pengarahan kepada mereka secara khusus tentang persoalan perang. Beliau berkata:
"Apabila mereka mendekati kalian, hujanilah mereka dengan panah. Janganlah kalian menghunuskan pedang sebelum mereka mendatangi kalian."
Kemudian beliau kembali ke lembah ditemani oleh Abu Bakar secara khusus. Sa'ad bin Muadz pun dengan kelompoknya melakukan pengawalan di pintu kemah beliau.
Adapun kaum musyrikin pada hari itu, Abu Jahal meminta keputusan, beliau mengatakan,
"Ya Allah dia telah memutuskan tali persaudaraan dan membawa sesuatu yang tidak kami kenal, maka binasakanlah dia. Ya Allah tolonglah pada hari ini orang yang paling engkau cintai dan paling kau ridhoi di antara kami."
Tentang hal ini Allah berfirman:
إِنْ تَسْتَفْتِحُوا فَقَدْ جَاءَكُمُ الْفَتْحُ ۖ وَإِنْ تَنْتَهُوا فَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ ۖ وَإِنْ تَعُودُوا نَعُدْ وَلَنْ تُغْنِيَ عَنْكُمْ فِئَتُكُمْ شَيْئًا وَلَوْ كَثُرَتْ وَأَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُؤْمِنِينَ
Jika kamu (orang-orang musyrikin) mencari keputusan, maka telah datang keputusan kepadamu; dan jika kamu berhenti; maka itulah yang lebih baik bagimu; dan jika kamu kembali, niscaya Kami kembali (pula); dan angkatan perangmu sekali-kali tidak akan dapat menolak dari kamu sesuatu bahaya pun, biar pun dia banyak dan sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang beriman.
Surah Al-Anfal (8:19)
Awal pemicu pertempuran
Awal pemicu pertempuran adalah Al Aswad bin Abdul Asad al Makhzumi (orang yang berperangai buruk) keluar dengan mengatakan,
"Aku berjanji kepada Allah aku harus bisa minum dari tempat penampungan air mereka, atau aku harus menghancurkannya, dan aku harus mati karenanya."
Ketika ia keluar ia dihadapi oleh Hamzah bin Abdul Mutholib رضي الله عنه. Setelah bertemu, Hamzah segera menyabetkan pedangnya pada kaki Al Aswad, yaitu pada pertengahan betisnya ketika ia berada di depan penampungan air.
Al-Aswad pun jatuh dan kakinya mengucurkan darah, kemudian berangkat menuju penampungan air sambil memasukinya karena ingin memenuhi sumpahnya. Tetapi Hamzah mengulangi pukulannya pada bagian yang lain, ketika ia berada di dalam penampungan air.
Perang Tanding
Terbunuhnya Al Aswad merupakan pembunuhan pertama yang menyulut api pertempuran. Setelah itu tiga orang dari pasukan Quraisy tampil ke depan semuanya dari satu keluarga yaitu Utbah dan Saibah dua lelaki bersaudara anak Rabi'ah dan Al Walid anak Utbah.
Mereka menantang untuk perang tanding, maka untuk menghadapi mereka tampilah tiga pemuda ansor yaitu Auf dan Muawidz, dua lelaki bersaudara anak Al Haris dan ibunya bernama Afra dan Abdullah bin Rawahah.
Tiga orang dari pasukan musyrikin itu bertanya kepada tiga pemuda anshar itu,
"Siapa kalian?"
Mereka menjawab,
"Sekelompok orang dari kaum Anshar"
Tiga pasukan musyrikin itu berkata,
"Kami tidak butuh kalian, kami menginginkan orang-orang yang sepadan dari kaum kerabat kami sendiri."
Juru bicara mereka kemudian berteriak,
"Hai Muhammad keluarkanlah orang-orang yang sepadan dari kaum kerabat kami sendiri."
Selanjutnya, Rasulullah ﷺ berkata,
"Bangkitlah hai Ubaidillah bin Al Haris, bangkitlah hai Hamzah dan bangkitlah hai Ali."
Setelah ketiganya bangkit dan menghadapi pasukan-pasukan musyrikin itu, pasukan musyrikin itu bertanya kepada mereka,
"Siapa kalian?" Setelah dijawab mereka mengatakan,
"Kalian orang-orang yang sepadan dengan kami."
Ubaidillah orang yang tertua di antara mereka tampil berperang tanding dengan Utbah bin Rabi'ah, Hamzah melawan Saibah dan Ali melawan Alwalid
Hamzah dan Ali tidak menemui kesulitan untuk membunuh lawannya, Utbah dan kawannya masing-masing berhasil melukai lawannya, kemudian Ali dan Hamzah menyerang Utbah dan berhasil membunuhnya, lalu mengangkut Ubaidah yang terputus kakinya.
Ubaidah senantiasa diam sampai mati syahid di Shafra' setelah empat atau lima hari dari Perang Badr, dan dalam perjalanan pulang menuju Madinah.
Ali berkata bahwa ayat berikut ini turun berkenaan dengan mereka yaitu
هَٰذَانِ خَصْمَانِ اخْتَصَمُوا فِي رَبِّهِمْ ۖ فَالَّذِينَ كَفَرُوا قُطِّعَتْ لَهُمْ ثِيَابٌ مِنْ نَارٍ يُصَبُّ مِنْ فَوْقِ رُءُوسِهِمُ الْحَمِيمُ
Inilah dua golongan (golongan mukmin dan golongan kafir) yang bertengkar, mereka saling bertengkar mengenai Tuhan mereka. Maka orang kafir akan dibuatkan untuk mereka pakaian-pakaian dari api neraka. Disiramkan air yang sedang mendidih ke atas kepala mereka.
Surah Al-Hajj (22:19)
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Dua Pasukan saling Berhadapan
Setelah selesai merapikan barisan beliau mengeluarkan instruksi kepada pasukannya agar tidak memulai peperangan sebelum menerima perintah terakhir dari beliau. Kemudian, beliau memberikan pengarahan kepada mereka secara khusus tentang persoalan perang. Beliau berkata:
"Apabila mereka mendekati kalian, hujanilah mereka dengan panah. Janganlah kalian menghunuskan pedang sebelum mereka mendatangi kalian."
Kemudian beliau kembali ke lembah ditemani oleh Abu Bakar secara khusus. Sa'ad bin Muadz pun dengan kelompoknya melakukan pengawalan di pintu kemah beliau.
Adapun kaum musyrikin pada hari itu, Abu Jahal meminta keputusan, beliau mengatakan,
"Ya Allah dia telah memutuskan tali persaudaraan dan membawa sesuatu yang tidak kami kenal, maka binasakanlah dia. Ya Allah tolonglah pada hari ini orang yang paling engkau cintai dan paling kau ridhoi di antara kami."
Tentang hal ini Allah berfirman:
إِنْ تَسْتَفْتِحُوا فَقَدْ جَاءَكُمُ الْفَتْحُ ۖ وَإِنْ تَنْتَهُوا فَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ ۖ وَإِنْ تَعُودُوا نَعُدْ وَلَنْ تُغْنِيَ عَنْكُمْ فِئَتُكُمْ شَيْئًا وَلَوْ كَثُرَتْ وَأَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُؤْمِنِينَ
Jika kamu (orang-orang musyrikin) mencari keputusan, maka telah datang keputusan kepadamu; dan jika kamu berhenti; maka itulah yang lebih baik bagimu; dan jika kamu kembali, niscaya Kami kembali (pula); dan angkatan perangmu sekali-kali tidak akan dapat menolak dari kamu sesuatu bahaya pun, biar pun dia banyak dan sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang beriman.
Surah Al-Anfal (8:19)
Awal pemicu pertempuran
Awal pemicu pertempuran adalah Al Aswad bin Abdul Asad al Makhzumi (orang yang berperangai buruk) keluar dengan mengatakan,
"Aku berjanji kepada Allah aku harus bisa minum dari tempat penampungan air mereka, atau aku harus menghancurkannya, dan aku harus mati karenanya."
Ketika ia keluar ia dihadapi oleh Hamzah bin Abdul Mutholib رضي الله عنه. Setelah bertemu, Hamzah segera menyabetkan pedangnya pada kaki Al Aswad, yaitu pada pertengahan betisnya ketika ia berada di depan penampungan air.
Al-Aswad pun jatuh dan kakinya mengucurkan darah, kemudian berangkat menuju penampungan air sambil memasukinya karena ingin memenuhi sumpahnya. Tetapi Hamzah mengulangi pukulannya pada bagian yang lain, ketika ia berada di dalam penampungan air.
Perang Tanding
Terbunuhnya Al Aswad merupakan pembunuhan pertama yang menyulut api pertempuran. Setelah itu tiga orang dari pasukan Quraisy tampil ke depan semuanya dari satu keluarga yaitu Utbah dan Saibah dua lelaki bersaudara anak Rabi'ah dan Al Walid anak Utbah.
Mereka menantang untuk perang tanding, maka untuk menghadapi mereka tampilah tiga pemuda ansor yaitu Auf dan Muawidz, dua lelaki bersaudara anak Al Haris dan ibunya bernama Afra dan Abdullah bin Rawahah.
Tiga orang dari pasukan musyrikin itu bertanya kepada tiga pemuda anshar itu,
"Siapa kalian?"
Mereka menjawab,
"Sekelompok orang dari kaum Anshar"
Tiga pasukan musyrikin itu berkata,
"Kami tidak butuh kalian, kami menginginkan orang-orang yang sepadan dari kaum kerabat kami sendiri."
Juru bicara mereka kemudian berteriak,
"Hai Muhammad keluarkanlah orang-orang yang sepadan dari kaum kerabat kami sendiri."
Selanjutnya, Rasulullah ﷺ berkata,
"Bangkitlah hai Ubaidillah bin Al Haris, bangkitlah hai Hamzah dan bangkitlah hai Ali."
Setelah ketiganya bangkit dan menghadapi pasukan-pasukan musyrikin itu, pasukan musyrikin itu bertanya kepada mereka,
"Siapa kalian?" Setelah dijawab mereka mengatakan,
"Kalian orang-orang yang sepadan dengan kami."
Ubaidillah orang yang tertua di antara mereka tampil berperang tanding dengan Utbah bin Rabi'ah, Hamzah melawan Saibah dan Ali melawan Alwalid
Hamzah dan Ali tidak menemui kesulitan untuk membunuh lawannya, Utbah dan kawannya masing-masing berhasil melukai lawannya, kemudian Ali dan Hamzah menyerang Utbah dan berhasil membunuhnya, lalu mengangkut Ubaidah yang terputus kakinya.
Ubaidah senantiasa diam sampai mati syahid di Shafra' setelah empat atau lima hari dari Perang Badr, dan dalam perjalanan pulang menuju Madinah.
Ali berkata bahwa ayat berikut ini turun berkenaan dengan mereka yaitu
هَٰذَانِ خَصْمَانِ اخْتَصَمُوا فِي رَبِّهِمْ ۖ فَالَّذِينَ كَفَرُوا قُطِّعَتْ لَهُمْ ثِيَابٌ مِنْ نَارٍ يُصَبُّ مِنْ فَوْقِ رُءُوسِهِمُ الْحَمِيمُ
Inilah dua golongan (golongan mukmin dan golongan kafir) yang bertengkar, mereka saling bertengkar mengenai Tuhan mereka. Maka orang kafir akan dibuatkan untuk mereka pakaian-pakaian dari api neraka. Disiramkan air yang sedang mendidih ke atas kepala mereka.
Surah Al-Hajj (22:19)
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 79
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Serangan Umum
Perang tanding tersebut merupakan permulaan yang buruk bagi kaum musyrikin. Mereka kehilangan tiga Pemimpin sekaligus. Maka meluaplah kemarahan mereka, kemudian menyerang kaum muslimin secara serentak.
Adapun kaum muslimin setelah meminta pertolongan kepada Rabb mereka, mengikhlaskan niat kepada-Nya dan merendahkan diri kepada-Nya, mereka menerima serangan dari kaum musyrikin secara bertubi-tubi, dengan sikap bertahan. Tetapi mereka berhasil memberikan banyak kerugian kepada kaum musyrikin. Mereka meneriakkan kata-kata "Ahad, ahad."
Rasulullah memohon pertolongan kepada Rabbnya
Rasulullah ﷺ sendiri sekembalinya dari mengatur barisan, beliau memohon kepada Rabbnya pertolongan yang telah dijanjikan-Nya. Beliau berkata
"Wahai Allah, tunaikanlah apa yang telah Engkau janjikan kepada aku. Wahai Allah Sesungguhnya aku memohon janji-Mu,"
Ketika perang berkecamuk, dia berdoa
"Ya Allah, kalau pasukan (kaum muslimin) ini sampai binasa hari ini, engkau tidak akan di sembah lagi (oleh manusia) Wahai Allah, jika engkau menghendaki, engkau tidak di sembah lagi setelah ini."
Beliau bersungguh-sungguh dalam memohon, sehingga kain selendangnya jatuh dari pundaknya. Kain itu kemudian disampirkan kembali oleh Abu Bakar As Siddiq ke pundak beliau seraya berkata,
"Wahai Rasulullah, cukuplah permohonanmu kepada Rabbmu." Kemudian Allah wahyukan kepada para malaikat-nya
إِذْ يُوحِي رَبُّكَ إِلَى الْمَلَائِكَةِ أَنِّي مَعَكُمْ فَثَبِّتُوا الَّذِينَ آمَنُوا ۚ سَأُلْقِي فِي قُلُوبِ الَّذِينَ كَفَرُوا الرُّعْبَ فَاضْرِبُوا فَوْقَ الْأَعْنَاقِ وَاضْرِبُوا مِنْهُمْ كُلَّ بَنَانٍ
(Ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat: Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkan (pendirian) orang-orang yang telah beriman. Kelak akan Aku jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir, maka penggallah kepala mereka dan pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka.
Surah Al-Anfal (8:12)
Lalu Allah mewahyukan kepada Nabi-Nya, secara silih berganti, tidak sekaligus.
Jumat 17 Ramadhan
Seorang pemuka Quraisy bernama Utbah bin Rabi'ah tiba-tiba berpendapat bahwa berperang sekarang tidak ada gunanya. Abu Jahal kembali mengamuk. Ia yang menjuluki Utbah sebagai penakut. Pertengkaran itu terlihat dari jauh oleh Rasulullah ﷺ dan pasukannya. Perlahan keyakinan mereka akan pertolongan Allah semakin kuat.
Pendapat Utbah dibicarakan secara kilat oleh para pemuka Quraisy. Merasa malu jika mundur setelah berhadapan, para pemimpin Quraisy memutuskan untuk maju bertempur. Apalagi saat itu pasukan Quraisy jauh lebih banyak dengan persenjataan yang jauh lebih kuat.
Seorang penulis sejarah menyebutkan bahwa saat itu, datanglah iblis yang menyerupai wajah Suraqah bin Malik, pemimpin Bani Mudlij, bersama puluhan anak buahnya.
Iblis berkata kepada para pemuka Quraisy,
"Jangan takut memerangi Muhammad dan para sahabatnya. Kalau kamu kalah kami akan membantumu dari arah belakang!"
Tiba-tiba Malaikat Jibril turun dan mendatangi iblis dengan cepat. Seketika itu juga Suraqah gadungan dan anak buahnya melarikan diri. Seorang Quraisy berteriak heran,
"hendak kemana engkau, hai Suraqah? Bukankah engkau tadi hendak membela kami?"
"Mengapa engkau sekarang hendak pergi dari sini?"
"Sudahlah," jawab iblis gusar,
"Aku melihat sesuatu yang tidak kau lihat!"
Setelah itu kedua pasukan pun saling berhadapan. Hari itu hari Jumat tanggal 17 Ramadhan. Rasulullah bersabda,
"Demi Dia yang memegang hidup Muhammad. Setiap orang yang sekarang bertempur dengan tabah, bertahan mati-matian, terus maju dan pantang mundur, lalu ia gugur, dan Allah akan menempatkannya di dalam surga."
Semangat pasukan pun melambung kekuatan iman yang diberikan Allah melebihi kekuatan apa pun. Walaupun demikian, beberapa orang pahlawan Quraisy menunjukkan keberanian mereka.
Geram akibat tidak mendapatkan air, karena sumur-sumur yang ada telah ditutup oleh kaum muslimin, seorang pahlawan Quraisy bernama Aswad bin Abdul Asad Al makhzumi keluar dari barisan seraya berucap,
"Aku bersumpah demi nama Tuhan. Akan ku rusak kolam-kolam mereka! Jika tidak dapat melakukannya, lebih baik aku mati!"
Dengan tangkas Aswad berlari ke kolam kaum muslimin.
Bilal
Di dalam pertempuran sengit itu banyak sekali sesama saudara sedarah harus saling berhadapan. Beberapa orang pasukan muslim menahan pedangnya agar tidak mengenai saudara-saudara mereka dari pihak Quraisy. Namun beberapa pahlawan yang imannya telah begitu kuat tidak lagi peduli dengan siapa mereka berhadapan.
Mereka menyadari, apabila mereka baru melepaskan kesempatan untuk merobohkan musuh di hadapannya. Musuh itu bisa membunuh tentara Islam yang lain. Padahal, saudara Muslim itulah yang seharusnya mereka bela melebihi saudara sedarah.
Umar Bin Khattab berhadapan dengan pamannya sendiri dan berhasil membunuhnya.
Ali Bin Abi Thalib berhasil membunuh beberapa orang saudaranya.
Abu Ubaidah bin Jarrah berhadapan dengan ayahnya. Abu Ubaidah mencoba mengingatkan agar ayahnya pergi menjauh, tapi sang ayah malah berdiri menghadangnya dengan pedang terhunus. Mereka kemudian bertarung dan Abu Ubaidah berhasil mengalahkan ayahnya sendiri.
Bilal bin Rabah menemukan bekas majikannya Umayyah bin Khalaf yang dahulu pernah menyiksanya habis-habisan.
Bilal mendekat dengan cepat. Melihat mata Bilal yang menatapnya dengan sangat tajam, Umayyah ketakutan. Kemudian, ia meminta perlindungan seorang sahabat Rasulullah ﷺ. Abdurrahman bin Auf.
Di Mekah dulu Abdurrahman adalah sahabat baik Umayyah. Abdurrahman pun melindungi Umayyah dan hendak menjadikannya tawanan perang yang sudah menyerah. Namun, Bilal memprotes sambil berteriak,
"Saudara-saudara muslim! ini dia Umayyah bin khalaf, si Gembong kekafiran!"
Orang-orang yang dahulu pernah disiksa Umayyah berlari mendekat. Mereka memprotes tindakan Abdurrahman bin Auf.
"Tidak akan selamat aku jika Umayyah masih hidup!" demikian tekad kuat Bilal.
Akhirnya, Umayyah menerima tantangan Bilal untuk berduel, Keduanya bertarung dengan pedang terhunus. Bilal berhasil menusukkan pedangnya ke celah baju besi Umayyah dan mengalahkan dia.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Perang tanding tersebut merupakan permulaan yang buruk bagi kaum musyrikin. Mereka kehilangan tiga Pemimpin sekaligus. Maka meluaplah kemarahan mereka, kemudian menyerang kaum muslimin secara serentak.
Adapun kaum muslimin setelah meminta pertolongan kepada Rabb mereka, mengikhlaskan niat kepada-Nya dan merendahkan diri kepada-Nya, mereka menerima serangan dari kaum musyrikin secara bertubi-tubi, dengan sikap bertahan. Tetapi mereka berhasil memberikan banyak kerugian kepada kaum musyrikin. Mereka meneriakkan kata-kata "Ahad, ahad."
Rasulullah memohon pertolongan kepada Rabbnya
Rasulullah ﷺ sendiri sekembalinya dari mengatur barisan, beliau memohon kepada Rabbnya pertolongan yang telah dijanjikan-Nya. Beliau berkata
"Wahai Allah, tunaikanlah apa yang telah Engkau janjikan kepada aku. Wahai Allah Sesungguhnya aku memohon janji-Mu,"
Ketika perang berkecamuk, dia berdoa
"Ya Allah, kalau pasukan (kaum muslimin) ini sampai binasa hari ini, engkau tidak akan di sembah lagi (oleh manusia) Wahai Allah, jika engkau menghendaki, engkau tidak di sembah lagi setelah ini."
Beliau bersungguh-sungguh dalam memohon, sehingga kain selendangnya jatuh dari pundaknya. Kain itu kemudian disampirkan kembali oleh Abu Bakar As Siddiq ke pundak beliau seraya berkata,
"Wahai Rasulullah, cukuplah permohonanmu kepada Rabbmu." Kemudian Allah wahyukan kepada para malaikat-nya
إِذْ يُوحِي رَبُّكَ إِلَى الْمَلَائِكَةِ أَنِّي مَعَكُمْ فَثَبِّتُوا الَّذِينَ آمَنُوا ۚ سَأُلْقِي فِي قُلُوبِ الَّذِينَ كَفَرُوا الرُّعْبَ فَاضْرِبُوا فَوْقَ الْأَعْنَاقِ وَاضْرِبُوا مِنْهُمْ كُلَّ بَنَانٍ
(Ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat: Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkan (pendirian) orang-orang yang telah beriman. Kelak akan Aku jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir, maka penggallah kepala mereka dan pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka.
Surah Al-Anfal (8:12)
Lalu Allah mewahyukan kepada Nabi-Nya, secara silih berganti, tidak sekaligus.
Jumat 17 Ramadhan
Seorang pemuka Quraisy bernama Utbah bin Rabi'ah tiba-tiba berpendapat bahwa berperang sekarang tidak ada gunanya. Abu Jahal kembali mengamuk. Ia yang menjuluki Utbah sebagai penakut. Pertengkaran itu terlihat dari jauh oleh Rasulullah ﷺ dan pasukannya. Perlahan keyakinan mereka akan pertolongan Allah semakin kuat.
Pendapat Utbah dibicarakan secara kilat oleh para pemuka Quraisy. Merasa malu jika mundur setelah berhadapan, para pemimpin Quraisy memutuskan untuk maju bertempur. Apalagi saat itu pasukan Quraisy jauh lebih banyak dengan persenjataan yang jauh lebih kuat.
Seorang penulis sejarah menyebutkan bahwa saat itu, datanglah iblis yang menyerupai wajah Suraqah bin Malik, pemimpin Bani Mudlij, bersama puluhan anak buahnya.
Iblis berkata kepada para pemuka Quraisy,
"Jangan takut memerangi Muhammad dan para sahabatnya. Kalau kamu kalah kami akan membantumu dari arah belakang!"
Tiba-tiba Malaikat Jibril turun dan mendatangi iblis dengan cepat. Seketika itu juga Suraqah gadungan dan anak buahnya melarikan diri. Seorang Quraisy berteriak heran,
"hendak kemana engkau, hai Suraqah? Bukankah engkau tadi hendak membela kami?"
"Mengapa engkau sekarang hendak pergi dari sini?"
"Sudahlah," jawab iblis gusar,
"Aku melihat sesuatu yang tidak kau lihat!"
Setelah itu kedua pasukan pun saling berhadapan. Hari itu hari Jumat tanggal 17 Ramadhan. Rasulullah bersabda,
"Demi Dia yang memegang hidup Muhammad. Setiap orang yang sekarang bertempur dengan tabah, bertahan mati-matian, terus maju dan pantang mundur, lalu ia gugur, dan Allah akan menempatkannya di dalam surga."
Semangat pasukan pun melambung kekuatan iman yang diberikan Allah melebihi kekuatan apa pun. Walaupun demikian, beberapa orang pahlawan Quraisy menunjukkan keberanian mereka.
Geram akibat tidak mendapatkan air, karena sumur-sumur yang ada telah ditutup oleh kaum muslimin, seorang pahlawan Quraisy bernama Aswad bin Abdul Asad Al makhzumi keluar dari barisan seraya berucap,
"Aku bersumpah demi nama Tuhan. Akan ku rusak kolam-kolam mereka! Jika tidak dapat melakukannya, lebih baik aku mati!"
Dengan tangkas Aswad berlari ke kolam kaum muslimin.
Bilal
Di dalam pertempuran sengit itu banyak sekali sesama saudara sedarah harus saling berhadapan. Beberapa orang pasukan muslim menahan pedangnya agar tidak mengenai saudara-saudara mereka dari pihak Quraisy. Namun beberapa pahlawan yang imannya telah begitu kuat tidak lagi peduli dengan siapa mereka berhadapan.
Mereka menyadari, apabila mereka baru melepaskan kesempatan untuk merobohkan musuh di hadapannya. Musuh itu bisa membunuh tentara Islam yang lain. Padahal, saudara Muslim itulah yang seharusnya mereka bela melebihi saudara sedarah.
Umar Bin Khattab berhadapan dengan pamannya sendiri dan berhasil membunuhnya.
Ali Bin Abi Thalib berhasil membunuh beberapa orang saudaranya.
Abu Ubaidah bin Jarrah berhadapan dengan ayahnya. Abu Ubaidah mencoba mengingatkan agar ayahnya pergi menjauh, tapi sang ayah malah berdiri menghadangnya dengan pedang terhunus. Mereka kemudian bertarung dan Abu Ubaidah berhasil mengalahkan ayahnya sendiri.
Bilal bin Rabah menemukan bekas majikannya Umayyah bin Khalaf yang dahulu pernah menyiksanya habis-habisan.
Bilal mendekat dengan cepat. Melihat mata Bilal yang menatapnya dengan sangat tajam, Umayyah ketakutan. Kemudian, ia meminta perlindungan seorang sahabat Rasulullah ﷺ. Abdurrahman bin Auf.
Di Mekah dulu Abdurrahman adalah sahabat baik Umayyah. Abdurrahman pun melindungi Umayyah dan hendak menjadikannya tawanan perang yang sudah menyerah. Namun, Bilal memprotes sambil berteriak,
"Saudara-saudara muslim! ini dia Umayyah bin khalaf, si Gembong kekafiran!"
Orang-orang yang dahulu pernah disiksa Umayyah berlari mendekat. Mereka memprotes tindakan Abdurrahman bin Auf.
"Tidak akan selamat aku jika Umayyah masih hidup!" demikian tekad kuat Bilal.
Akhirnya, Umayyah menerima tantangan Bilal untuk berduel, Keduanya bertarung dengan pedang terhunus. Bilal berhasil menusukkan pedangnya ke celah baju besi Umayyah dan mengalahkan dia.
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 80
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Hamzah
Hamzah bin Abdul Muthalib bersama pasukannya berdiri melakukan penjagaan di dekat kolam pasukan muslim. Kolam itu merupakan tempat penting dalam pertempuran Badar. Jika pasukan Quraisy berhasil merebut kolam dan menghilangkan dahaga mereka, pasukan muslimlah yang akan kehausan.
Kemudian, sepasukan berkuda Quraisy mendekat. Dua penunggang kuda terdepan berhasil ditaklukan Hamzah. Namun, penunggang ketiga lolos dan berhasil membuka celah pertahanan untuk diterobos para penunggang lain yang terkenal tangguh. Namun Hamzah sendiri berdiri menutup celah tersebut dengan pedang siaga di tangan. Satu demi satu para penunggang Quraisy yang kehausan maju. Namun, semuanya tumbang di ujung pedang Hamzah.
Setelah memukul mundur para penunggang Quraisy, Hamzah menerjunkan diri ke medan tempur dengan niat untuk menghabisi para jagoan Quraisy yang dilihatnya. Tidak lama kemudian, Hamzah berhasil merobohkan Handhalah Bin Abu Sufyan dan Haris bin Amir.
Tiba-tiba Naufal Bin Khuwailid berhasil menerobos ke tengah barisan pasukan muslimin. Dengan kudanya yang menggila, ia menyerang beringas, menerjang dan menginjak-injak. Topi dan baju besi yang dipakai Naufal sulit ditembus pedang pasukan muslim. Namun Hamzah datang dan menyerangnya. Naufal segera menggebrak kudanya dan menyerang. Hamzah melompat ke belakang, berputar, dan balik menyerang. Pedangnya berkelebat membelah udara. Beberapa tentara kedua belah pihak berhenti bertempur dan memperhatikan pertarungan yang mengerikan itu. Kuda Naufal roboh, tetapi Naufal melompat berdiri dan meneruskan pertarungan dengan ganas. Akhirnya, Hamzah berhasil menebas leher Naufal.
Pekik takbir اَللّهُ اَكْبَرُ membahana. Selangkah demi selangkah, pasukan Quraisy mundur. Pasukan muslim yang tanpa perisai, topi, dan baju besi mendesak barisan musuh mundur yang kebanyakan mengenakan baju besi lengkap.
Demikian gagahnya Hamzah bertempur sampai beberapa pasukan Quraisy yang mundur saling bertanya,
"Siapakah laki-laki yang berbulu-bulu dadanya halus dan wajahnya tertutup debu?"
"Itulah Hamzah!" sahut yang lain dengan suara tercekat.
"Dialah yang sebenarnya banyak menyerang kita," Sahut yang lain sambil terus berlari.
Tewasnya Abu Jahal
Melihat pasukannya mulai terdesak, Abu Jahal berusaha menata kembali barisan. Ia mendengar seseorang berseru:
"Pasukan Muhammad cuma 300 Orang. Mereka tidak mengenakan pakaian pelindung, kecuali pedang belaka. Namun, setiap kali ada yang terbunuh di antara mereka, pasti ada yang terbunuh di pihak kita! Kemudian, jika dari pihak kita gugur 300 orang, kita tidak punya peluang untuk hidup! mundur! mundur!"
Abu Jahal mengutus Ikrimah untuk mendorong barisan-barisan Quraisy agar bertahan seraya mengingatkan bahwa merekalah para pemimpin Arab. Namun pasukan Muslim terus maju tidak tertahankan. Dua prajurit muda muslim bahkan berhasil mendekati Abu Jahal dan menyerangnya. Abu Jahal yang sombong dan gagah dengan senjata lengkap tak mampu mengalahkan dua pemuda itu dan ia pun terbunuh.
Kedua prajurit muda itu Muadz Bin Afra dan Abdullah Bin Mas'ud. Mereka membawa kepala Abu Jahal ke hadapan Rasulullah ﷺ seraya berkata,
"Ya Rasulullah, inilah kepala Abu Jahal si musuh Allah!"
Rasulullah ﷺ bersabda,
"Allah tidak ada Tuhan selain-Nya, Allah tidak ada Tuhan selain-Nya, Allah tidak ada Tuhan selain-Nya. Demi Allah, kalian lah yang membunuh Abu Jahal?"
Saat mereka menjawab,
" Ya."
segera Rasulullah ﷺ bersujud kepada Allah seraya mengucapkan,
"Segala puji bagi Allah yang benar janji-Nya dan yang telah menolong hambanya yang telah mengalahkan tentara musuhnya."
Setelah itu, pasukan musuh mundur dalam keadaan kocar-kacir. Pasukan besar dan persenjataan lengkap itu telah lumpuh, mundur tergesa-gesa meninggalkan benda-benda berharga di dalam perkemahan. Hanya keselamatan diri yang kini mereka pikirkan.
Strategi yang diterapkan Rasulullah ﷺ terhadap pasukannya adalah bertahan di tempat tanpa bergerak sedikit pun pada awal pertempuran. Maka untuk pertama kali dalam sejarah perangnya, orang Quraisy melihat ada pasukan pejalan kaki yang mampu menahan gelombang-gelombang serbuan pasukan berkuda.
Rasulullah ﷺ terus memerintahkan pasukannya bertahan sampai serangan musuh melemah. Setelah itu barulah beliau yang memerintahkan serangan balasan. Lalu pasukan muslim pun maju dan tidak memberikan kesempatan lagi kepada musuh untuk membenahi barisan.
Setelah Perang
Meski musuh mundur dengan tergesa-gesa, Rasulullah ﷺ mengutus beberapa pengintai untuk mengikuti ekor pasukan Quraisy. Rasulullah ﷺ ingin benar-benar yakin bahwa mereka benar-benar mundur ke Mekah, bukan melakukan tipu daya untuk kemudian menyerang kembali atau malah bergerak ke arah Madinah.
Setelah mendengarkan laporan dari pasukan pengintai barulah beliau benar-benar bisa merasa tenang karena ternyata musuh kembali ke kota mereka dengan menanggung semua beban kekalahan.
Rasulullah ﷺ mengajak Ammar bin Yasir Melihat mayat Abu Jahal Seraya bersabda,
"Allah telah membunuh orang yang dulu membunuh ibumu."
Kemudian, Rasulullah ﷺ meninjau langsung bekas medan pertempuran. Beliau menemukan 14 sahabatnya gugur sebagai syahid. Sedangkan 70 orang Quraisy terbunuh, 70 lainnya menjadi tawanan kaum muslimin. Beliau memerintahkan agar para syuhada yang gugur di kuburkan, sementara itu mayat-mayat Quraisy dimasukkan ke dalam sebuah sumur kering lalu ditimbun batu.
Pasukan muslim kembali ke Madinah dengan membawa kemenangan gemilang. Rasulullah ﷺ memperhatikan raut wajah para sahabat yang berseri-seri kecuali Hudzaifah bin Utbah yang telah membunuh ayahnya sendiri. Rasulullah ﷺ mendekati Hudzaifah dan bertanya,
"Barangkali saja duka menyelimuti hatimu karena kematian ayahmu?"
"Hatiku sama sekali tak merasa goyah, mengenai Ayahku atau kematiannya. Ya Rasulullah. Akan tetapi aku mengenal pemikiran kesabaran dan keutamaannya. Aku sebenarnya sangat berharap dia akan mendapat hidayah Allah. Setelah aku melihat kenyataan yang menimpa Ayahku, aku merasa sangat berduka," demikian jawab Hudaifah.
Rasulullah ﷺ mengangguk lalu menghibur hati Hudzaifah dan mendoakannya. Kemudian beliau mendekati barisan para tawanan. Kening beliau berkerut menyaksikan sebagian sahabatnya mengikat para tawanan dengan kuat dan menertawakan mereka.
"Hendaklah kalian memperlakukan para tawanan dengan baik, "demikian Sabda beliau.
Hamzah
Hamzah bin Abdul Muthalib bersama pasukannya berdiri melakukan penjagaan di dekat kolam pasukan muslim. Kolam itu merupakan tempat penting dalam pertempuran Badar. Jika pasukan Quraisy berhasil merebut kolam dan menghilangkan dahaga mereka, pasukan muslimlah yang akan kehausan.
Kemudian, sepasukan berkuda Quraisy mendekat. Dua penunggang kuda terdepan berhasil ditaklukan Hamzah. Namun, penunggang ketiga lolos dan berhasil membuka celah pertahanan untuk diterobos para penunggang lain yang terkenal tangguh. Namun Hamzah sendiri berdiri menutup celah tersebut dengan pedang siaga di tangan. Satu demi satu para penunggang Quraisy yang kehausan maju. Namun, semuanya tumbang di ujung pedang Hamzah.
Setelah memukul mundur para penunggang Quraisy, Hamzah menerjunkan diri ke medan tempur dengan niat untuk menghabisi para jagoan Quraisy yang dilihatnya. Tidak lama kemudian, Hamzah berhasil merobohkan Handhalah Bin Abu Sufyan dan Haris bin Amir.
Tiba-tiba Naufal Bin Khuwailid berhasil menerobos ke tengah barisan pasukan muslimin. Dengan kudanya yang menggila, ia menyerang beringas, menerjang dan menginjak-injak. Topi dan baju besi yang dipakai Naufal sulit ditembus pedang pasukan muslim. Namun Hamzah datang dan menyerangnya. Naufal segera menggebrak kudanya dan menyerang. Hamzah melompat ke belakang, berputar, dan balik menyerang. Pedangnya berkelebat membelah udara. Beberapa tentara kedua belah pihak berhenti bertempur dan memperhatikan pertarungan yang mengerikan itu. Kuda Naufal roboh, tetapi Naufal melompat berdiri dan meneruskan pertarungan dengan ganas. Akhirnya, Hamzah berhasil menebas leher Naufal.
Pekik takbir اَللّهُ اَكْبَرُ membahana. Selangkah demi selangkah, pasukan Quraisy mundur. Pasukan muslim yang tanpa perisai, topi, dan baju besi mendesak barisan musuh mundur yang kebanyakan mengenakan baju besi lengkap.
Demikian gagahnya Hamzah bertempur sampai beberapa pasukan Quraisy yang mundur saling bertanya,
"Siapakah laki-laki yang berbulu-bulu dadanya halus dan wajahnya tertutup debu?"
"Itulah Hamzah!" sahut yang lain dengan suara tercekat.
"Dialah yang sebenarnya banyak menyerang kita," Sahut yang lain sambil terus berlari.
Tewasnya Abu Jahal
Melihat pasukannya mulai terdesak, Abu Jahal berusaha menata kembali barisan. Ia mendengar seseorang berseru:
"Pasukan Muhammad cuma 300 Orang. Mereka tidak mengenakan pakaian pelindung, kecuali pedang belaka. Namun, setiap kali ada yang terbunuh di antara mereka, pasti ada yang terbunuh di pihak kita! Kemudian, jika dari pihak kita gugur 300 orang, kita tidak punya peluang untuk hidup! mundur! mundur!"
Abu Jahal mengutus Ikrimah untuk mendorong barisan-barisan Quraisy agar bertahan seraya mengingatkan bahwa merekalah para pemimpin Arab. Namun pasukan Muslim terus maju tidak tertahankan. Dua prajurit muda muslim bahkan berhasil mendekati Abu Jahal dan menyerangnya. Abu Jahal yang sombong dan gagah dengan senjata lengkap tak mampu mengalahkan dua pemuda itu dan ia pun terbunuh.
Kedua prajurit muda itu Muadz Bin Afra dan Abdullah Bin Mas'ud. Mereka membawa kepala Abu Jahal ke hadapan Rasulullah ﷺ seraya berkata,
"Ya Rasulullah, inilah kepala Abu Jahal si musuh Allah!"
Rasulullah ﷺ bersabda,
"Allah tidak ada Tuhan selain-Nya, Allah tidak ada Tuhan selain-Nya, Allah tidak ada Tuhan selain-Nya. Demi Allah, kalian lah yang membunuh Abu Jahal?"
Saat mereka menjawab,
" Ya."
segera Rasulullah ﷺ bersujud kepada Allah seraya mengucapkan,
"Segala puji bagi Allah yang benar janji-Nya dan yang telah menolong hambanya yang telah mengalahkan tentara musuhnya."
Setelah itu, pasukan musuh mundur dalam keadaan kocar-kacir. Pasukan besar dan persenjataan lengkap itu telah lumpuh, mundur tergesa-gesa meninggalkan benda-benda berharga di dalam perkemahan. Hanya keselamatan diri yang kini mereka pikirkan.
Strategi yang diterapkan Rasulullah ﷺ terhadap pasukannya adalah bertahan di tempat tanpa bergerak sedikit pun pada awal pertempuran. Maka untuk pertama kali dalam sejarah perangnya, orang Quraisy melihat ada pasukan pejalan kaki yang mampu menahan gelombang-gelombang serbuan pasukan berkuda.
Rasulullah ﷺ terus memerintahkan pasukannya bertahan sampai serangan musuh melemah. Setelah itu barulah beliau yang memerintahkan serangan balasan. Lalu pasukan muslim pun maju dan tidak memberikan kesempatan lagi kepada musuh untuk membenahi barisan.
Setelah Perang
Meski musuh mundur dengan tergesa-gesa, Rasulullah ﷺ mengutus beberapa pengintai untuk mengikuti ekor pasukan Quraisy. Rasulullah ﷺ ingin benar-benar yakin bahwa mereka benar-benar mundur ke Mekah, bukan melakukan tipu daya untuk kemudian menyerang kembali atau malah bergerak ke arah Madinah.
Setelah mendengarkan laporan dari pasukan pengintai barulah beliau benar-benar bisa merasa tenang karena ternyata musuh kembali ke kota mereka dengan menanggung semua beban kekalahan.
Rasulullah ﷺ mengajak Ammar bin Yasir Melihat mayat Abu Jahal Seraya bersabda,
"Allah telah membunuh orang yang dulu membunuh ibumu."
Kemudian, Rasulullah ﷺ meninjau langsung bekas medan pertempuran. Beliau menemukan 14 sahabatnya gugur sebagai syahid. Sedangkan 70 orang Quraisy terbunuh, 70 lainnya menjadi tawanan kaum muslimin. Beliau memerintahkan agar para syuhada yang gugur di kuburkan, sementara itu mayat-mayat Quraisy dimasukkan ke dalam sebuah sumur kering lalu ditimbun batu.
Pasukan muslim kembali ke Madinah dengan membawa kemenangan gemilang. Rasulullah ﷺ memperhatikan raut wajah para sahabat yang berseri-seri kecuali Hudzaifah bin Utbah yang telah membunuh ayahnya sendiri. Rasulullah ﷺ mendekati Hudzaifah dan bertanya,
"Barangkali saja duka menyelimuti hatimu karena kematian ayahmu?"
"Hatiku sama sekali tak merasa goyah, mengenai Ayahku atau kematiannya. Ya Rasulullah. Akan tetapi aku mengenal pemikiran kesabaran dan keutamaannya. Aku sebenarnya sangat berharap dia akan mendapat hidayah Allah. Setelah aku melihat kenyataan yang menimpa Ayahku, aku merasa sangat berduka," demikian jawab Hudaifah.
Rasulullah ﷺ mengangguk lalu menghibur hati Hudzaifah dan mendoakannya. Kemudian beliau mendekati barisan para tawanan. Kening beliau berkerut menyaksikan sebagian sahabatnya mengikat para tawanan dengan kuat dan menertawakan mereka.
"Hendaklah kalian memperlakukan para tawanan dengan baik, "demikian Sabda beliau.
Hamzah bin Abdul Muthalib bersama pasukannya berdiri melakukan penjagaan di dekat kolam pasukan muslim. Kolam itu merupakan tempat penting dalam pertempuran Badar. Jika pasukan Quraisy berhasil merebut kolam dan menghilangkan dahaga mereka, pasukan muslimlah yang akan kehausan.
Kemudian, sepasukan berkuda Quraisy mendekat. Dua penunggang kuda terdepan berhasil ditaklukan Hamzah. Namun, penunggang ketiga lolos dan berhasil membuka celah pertahanan untuk diterobos para penunggang lain yang terkenal tangguh. Namun Hamzah sendiri berdiri menutup celah tersebut dengan pedang siaga di tangan. Satu demi satu para penunggang Quraisy yang kehausan maju. Namun, semuanya tumbang di ujung pedang Hamzah.
Setelah memukul mundur para penunggang Quraisy, Hamzah menerjunkan diri ke medan tempur dengan niat untuk menghabisi para jagoan Quraisy yang dilihatnya. Tidak lama kemudian, Hamzah berhasil merobohkan Handhalah Bin Abu Sufyan dan Haris bin Amir.
Tiba-tiba Naufal Bin Khuwailid berhasil menerobos ke tengah barisan pasukan muslimin. Dengan kudanya yang menggila, ia menyerang beringas, menerjang dan menginjak-injak. Topi dan baju besi yang dipakai Naufal sulit ditembus pedang pasukan muslim. Namun Hamzah datang dan menyerangnya. Naufal segera menggebrak kudanya dan menyerang. Hamzah melompat ke belakang, berputar, dan balik menyerang. Pedangnya berkelebat membelah udara. Beberapa tentara kedua belah pihak berhenti bertempur dan memperhatikan pertarungan yang mengerikan itu. Kuda Naufal roboh, tetapi Naufal melompat berdiri dan meneruskan pertarungan dengan ganas. Akhirnya, Hamzah berhasil menebas leher Naufal.
Pekik takbir اَللّهُ اَكْبَرُ membahana. Selangkah demi selangkah, pasukan Quraisy mundur. Pasukan muslim yang tanpa perisai, topi, dan baju besi mendesak barisan musuh mundur yang kebanyakan mengenakan baju besi lengkap.
Demikian gagahnya Hamzah bertempur sampai beberapa pasukan Quraisy yang mundur saling bertanya,
"Siapakah laki-laki yang berbulu-bulu dadanya halus dan wajahnya tertutup debu?"
"Itulah Hamzah!" sahut yang lain dengan suara tercekat.
"Dialah yang sebenarnya banyak menyerang kita," Sahut yang lain sambil terus berlari.
Tewasnya Abu Jahal
Melihat pasukannya mulai terdesak, Abu Jahal berusaha menata kembali barisan. Ia mendengar seseorang berseru:
"Pasukan Muhammad cuma 300 Orang. Mereka tidak mengenakan pakaian pelindung, kecuali pedang belaka. Namun, setiap kali ada yang terbunuh di antara mereka, pasti ada yang terbunuh di pihak kita! Kemudian, jika dari pihak kita gugur 300 orang, kita tidak punya peluang untuk hidup! mundur! mundur!"
Abu Jahal mengutus Ikrimah untuk mendorong barisan-barisan Quraisy agar bertahan seraya mengingatkan bahwa merekalah para pemimpin Arab. Namun pasukan Muslim terus maju tidak tertahankan. Dua prajurit muda muslim bahkan berhasil mendekati Abu Jahal dan menyerangnya. Abu Jahal yang sombong dan gagah dengan senjata lengkap tak mampu mengalahkan dua pemuda itu dan ia pun terbunuh.
Kedua prajurit muda itu Muadz Bin Afra dan Abdullah Bin Mas'ud. Mereka membawa kepala Abu Jahal ke hadapan Rasulullah ﷺ seraya berkata,
"Ya Rasulullah, inilah kepala Abu Jahal si musuh Allah!"
Rasulullah ﷺ bersabda,
"Allah tidak ada Tuhan selain-Nya, Allah tidak ada Tuhan selain-Nya, Allah tidak ada Tuhan selain-Nya. Demi Allah, kalian lah yang membunuh Abu Jahal?"
Saat mereka menjawab,
" Ya."
segera Rasulullah ﷺ bersujud kepada Allah seraya mengucapkan,
"Segala puji bagi Allah yang benar janji-Nya dan yang telah menolong hambanya yang telah mengalahkan tentara musuhnya."
Setelah itu, pasukan musuh mundur dalam keadaan kocar-kacir. Pasukan besar dan persenjataan lengkap itu telah lumpuh, mundur tergesa-gesa meninggalkan benda-benda berharga di dalam perkemahan. Hanya keselamatan diri yang kini mereka pikirkan.
Strategi yang diterapkan Rasulullah ﷺ terhadap pasukannya adalah bertahan di tempat tanpa bergerak sedikit pun pada awal pertempuran. Maka untuk pertama kali dalam sejarah perangnya, orang Quraisy melihat ada pasukan pejalan kaki yang mampu menahan gelombang-gelombang serbuan pasukan berkuda.
Rasulullah ﷺ terus memerintahkan pasukannya bertahan sampai serangan musuh melemah. Setelah itu barulah beliau yang memerintahkan serangan balasan. Lalu pasukan muslim pun maju dan tidak memberikan kesempatan lagi kepada musuh untuk membenahi barisan.
Setelah Perang
Meski musuh mundur dengan tergesa-gesa, Rasulullah ﷺ mengutus beberapa pengintai untuk mengikuti ekor pasukan Quraisy. Rasulullah ﷺ ingin benar-benar yakin bahwa mereka benar-benar mundur ke Mekah, bukan melakukan tipu daya untuk kemudian menyerang kembali atau malah bergerak ke arah Madinah.
Setelah mendengarkan laporan dari pasukan pengintai barulah beliau benar-benar bisa merasa tenang karena ternyata musuh kembali ke kota mereka dengan menanggung semua beban kekalahan.
Rasulullah ﷺ mengajak Ammar bin Yasir Melihat mayat Abu Jahal Seraya bersabda,
"Allah telah membunuh orang yang dulu membunuh ibumu."
Kemudian, Rasulullah ﷺ meninjau langsung bekas medan pertempuran. Beliau menemukan 14 sahabatnya gugur sebagai syahid. Sedangkan 70 orang Quraisy terbunuh, 70 lainnya menjadi tawanan kaum muslimin. Beliau memerintahkan agar para syuhada yang gugur di kuburkan, sementara itu mayat-mayat Quraisy dimasukkan ke dalam sebuah sumur kering lalu ditimbun batu.
Pasukan muslim kembali ke Madinah dengan membawa kemenangan gemilang. Rasulullah ﷺ memperhatikan raut wajah para sahabat yang berseri-seri kecuali Hudzaifah bin Utbah yang telah membunuh ayahnya sendiri. Rasulullah ﷺ mendekati Hudzaifah dan bertanya,
"Barangkali saja duka menyelimuti hatimu karena kematian ayahmu?"
"Hatiku sama sekali tak merasa goyah, mengenai Ayahku atau kematiannya. Ya Rasulullah. Akan tetapi aku mengenal pemikiran kesabaran dan keutamaannya. Aku sebenarnya sangat berharap dia akan mendapat hidayah Allah. Setelah aku melihat kenyataan yang menimpa Ayahku, aku merasa sangat berduka," demikian jawab Hudaifah.
Rasulullah ﷺ mengangguk lalu menghibur hati Hudzaifah dan mendoakannya. Kemudian beliau mendekati barisan para tawanan. Kening beliau berkerut menyaksikan sebagian sahabatnya mengikat para tawanan dengan kuat dan menertawakan mereka.
"Hendaklah kalian memperlakukan para tawanan dengan baik, "demikian Sabda beliau.
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 81
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Masih dalam Perang Badar Kubra Peperangan Islam Pertama yang Menentukan
Meninggalnya Ruqayyah
Rasulullah ﷺ meminta pendapat para sahabat tentang para tawanan. Umar Bin Khattab mengusulkan agar para tawanan itu dibunuh. Sangat berbahaya jika melepaskan mereka, walau keluarganya menebus dengan gunung harta, sebab mereka dapat kembali memerangi kaum muslimin.
Abu Bakar berpendapat lain, yang mengusulkan agar para tawanan dibiarkan ditebus keluarganya, dengan harapan mudah-mudahan suatu saat kelak mereka mau mengikuti ajaran Islam. Lagipula uang yang dibayarkan dapat digunakan untuk melengkapi persenjataan kaum muslimin.
Rasulullah ﷺ cenderung pada pendapat Abu Bakar.
Beliau berdiam sementara di luar Madinah, untuk menunggu tebusan dari pihak Quraisy. Para tawanan pun ditebus dengan uang dan mereka kembali bebas, namun setelah itu Rasulullah ﷺ mendapat berita, bahwa pihak Quraisy sedang mengadakan persiapan penyerbuan dengan jumlah pasukan yang jauh lebih besar. Sebagian besar para tawanan bergabung dengan pasukan baru itu.
Akhirnya Rasulullah ﷺ menyadari bahwa saran Umar lebih tepat, tidak pantas bagi seorang Rasulullah ﷺ mempunyai tahanan sebelum menghancurkan musuh-musuhnya di muka bumi.
Setelah itu harta rampasan perang dibagikan dengan rata kepada pasukan. Mereka pun kembali ke Madinah, Rasulullah ﷺ langsung menuju masjid untuk memberitakan kemenangan serta mengumumkan nama-nama bangsawan Quraisy yang mati. Setelah itu Rasulullah ﷺ pergi ke rumah Utsman bin Affan untuk menjenguk Ruqayyah putrinya yang sudah lama terbaring sakit. Utsman bin Affan memang diminta Rasulullah menjaga istri dan anaknya sehingga Usman tidak mengerti pertempuran Badar. Saat Rasulullah ﷺ tiba, Usman malah menangis sambil memeluk Rasulullah ﷺ, karena ternyata Ruqayyah telah wafat ketika beliau masih di luar Madinah.
Rasulullah ﷺ diantar ke makam Ruqayyah, beberapa sahabat berusaha menghibur kesedihan yang membebani dada beliau. Mereka menemani pula beliau pulang ke rumah.
Di tengah permalink pulang, seorang Yahudi memandang Rasulullah dengan sinis, sambil berkata para bangsawan Quraisy memang tidak mempunyai keahlian dalam perang. Kalau saja kalian berperang melawan kami, Kalian baru akan mengetahui bahwa kamilah sebenar-benarnya prajurit.
Para sahabat tidak membalas perkataan sinis itu, karena tidak tega melukai kesedihan di hati Rasulullah ﷺ.
Rasulullah ﷺ pun tidak menghiraukan ejekan dengki itu dan terus melangkah menuju rumah.
▪Dzun Nuraini▪
Setelah duka ditinggal Ruqayyah, Utsman kemudian menikahi adik Ruqayyah, Ummu Khultsum. Ummu Khultsum juga diusir oleh kedua mertuanya, Abu Lahab dan istrinya Ummu Jamil serta suaminya Utaibah, adik Utbah. Karena menikahi dua putri nabi inilah Utsman digelari Dzun Nuraini, 'Si Pemilik Dua Cahaya'.
Rasulullah ﷺ Hampir Dikultuskan
Sudah beberapa lama putri Rasulullah, Ruqayyah terserang sakit dan tidak kunjung sembuh. Musuh-musuh Rasulullah dari kalangan Yahudi dan orang-orang munafik mulai menyebarkan desas-desus,
"Kalau memang Muhammad itu seorang nabi, tentu ia dengan mudah bisa menyembuhkan penyakit putrinya."
"Jangan-jangan, dia memang bukan seorang nabi, melainkan tukang sihir," timpal yang lain,
"Dulu di Mekah sihirnya berhasil memikat banyak orang, tetapi di sini ternyata tidak mempan."
Desas-desus yang beredar gencar, membuat keimanan sebagian orang mulai goyah. Orang-orang munafik yang dipimpin Abdullah bin Ubay semakin bersemangat mengatakan ini dan itu tentang pribadi Rasulullah. Mendengar itu, sebagian Muslim bangkit amarahnya. Mereka melawan desas-desus itu dengan sanjungan pujian, dan pemujaan kepada Rasulullah.
"Jangankan menyembuhkan penyakit, menghidupkan orang mati pun tentu Rasullulah bisa," demikian kata mereka.
Mendengar hal-hal seperti itu, Rasullulah ﷺ segera datang dan berkata, "Janganlah kalian menyanjung-nyanjung diriku."
"Bagaimana kami tidak akan menyanjung dirimu ya Rasulullah, bukankah engkau adalah pemimpin kami semua?"
Beliau menggeleng. Beliau kemudian berkata bahwa dirinya hanyalah manusia biasa, ia tidak dapat menolak atau menyembuhkan penyakit apabila hal itu memang sudah dikendaki Allah. Beliau adalah manusia yang juga dapat menangis, tertawa, kepayahan, kesegaran, tidur, marah, senang, lapar, dahaga, makan, dan perlu pergi ke pasar seperti orang lain.
Bahkan Rasulullah sendiri menderita sakit. Seorang tabib dipanggil datang untuk melakukan penyembuhan. Tabib itu melakukan pembekaman agar darah yang mengandung penyakit keluar. Namun, begitu darah Rasulullah keluar, tabib yang suka menyanjung itu menjilati darah beliau. Segera saja Rasulullah ﷺ melarang tabib itu dengan keras sambil berkata,
"Semua darah haram! Semua darah haram!"
Demikianlah, di satu sisi ada orang yang membenci Rasulullah, sementara disisi lain banyak orang yang justru memuja beliau secara berlebihan.
Sehari sebelum Rasulullah ﷺ tiba di Madinah, berita kemenangan dibawa oleh Zaid bin Haritsah dan Abdullah bin Rawahah dari dua jurusan yang berlainan. Kaum Muslimin segera keluar rumah dan bergembira menyambut kemenangan besar ini.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Meninggalnya Ruqayyah
Rasulullah ﷺ meminta pendapat para sahabat tentang para tawanan. Umar Bin Khattab mengusulkan agar para tawanan itu dibunuh. Sangat berbahaya jika melepaskan mereka, walau keluarganya menebus dengan gunung harta, sebab mereka dapat kembali memerangi kaum muslimin.
Abu Bakar berpendapat lain, yang mengusulkan agar para tawanan dibiarkan ditebus keluarganya, dengan harapan mudah-mudahan suatu saat kelak mereka mau mengikuti ajaran Islam. Lagipula uang yang dibayarkan dapat digunakan untuk melengkapi persenjataan kaum muslimin.
Rasulullah ﷺ cenderung pada pendapat Abu Bakar.
Beliau berdiam sementara di luar Madinah, untuk menunggu tebusan dari pihak Quraisy. Para tawanan pun ditebus dengan uang dan mereka kembali bebas, namun setelah itu Rasulullah ﷺ mendapat berita, bahwa pihak Quraisy sedang mengadakan persiapan penyerbuan dengan jumlah pasukan yang jauh lebih besar. Sebagian besar para tawanan bergabung dengan pasukan baru itu.
Akhirnya Rasulullah ﷺ menyadari bahwa saran Umar lebih tepat, tidak pantas bagi seorang Rasulullah ﷺ mempunyai tahanan sebelum menghancurkan musuh-musuhnya di muka bumi.
Setelah itu harta rampasan perang dibagikan dengan rata kepada pasukan. Mereka pun kembali ke Madinah, Rasulullah ﷺ langsung menuju masjid untuk memberitakan kemenangan serta mengumumkan nama-nama bangsawan Quraisy yang mati. Setelah itu Rasulullah ﷺ pergi ke rumah Utsman bin Affan untuk menjenguk Ruqayyah putrinya yang sudah lama terbaring sakit. Utsman bin Affan memang diminta Rasulullah menjaga istri dan anaknya sehingga Usman tidak mengerti pertempuran Badar. Saat Rasulullah ﷺ tiba, Usman malah menangis sambil memeluk Rasulullah ﷺ, karena ternyata Ruqayyah telah wafat ketika beliau masih di luar Madinah.
Rasulullah ﷺ diantar ke makam Ruqayyah, beberapa sahabat berusaha menghibur kesedihan yang membebani dada beliau. Mereka menemani pula beliau pulang ke rumah.
Di tengah permalink pulang, seorang Yahudi memandang Rasulullah dengan sinis, sambil berkata para bangsawan Quraisy memang tidak mempunyai keahlian dalam perang. Kalau saja kalian berperang melawan kami, Kalian baru akan mengetahui bahwa kamilah sebenar-benarnya prajurit.
Para sahabat tidak membalas perkataan sinis itu, karena tidak tega melukai kesedihan di hati Rasulullah ﷺ.
Rasulullah ﷺ pun tidak menghiraukan ejekan dengki itu dan terus melangkah menuju rumah.
▪Dzun Nuraini▪
Setelah duka ditinggal Ruqayyah, Utsman kemudian menikahi adik Ruqayyah, Ummu Khultsum. Ummu Khultsum juga diusir oleh kedua mertuanya, Abu Lahab dan istrinya Ummu Jamil serta suaminya Utaibah, adik Utbah. Karena menikahi dua putri nabi inilah Utsman digelari Dzun Nuraini, 'Si Pemilik Dua Cahaya'.
Rasulullah ﷺ Hampir Dikultuskan
Sudah beberapa lama putri Rasulullah, Ruqayyah terserang sakit dan tidak kunjung sembuh. Musuh-musuh Rasulullah dari kalangan Yahudi dan orang-orang munafik mulai menyebarkan desas-desus,
"Kalau memang Muhammad itu seorang nabi, tentu ia dengan mudah bisa menyembuhkan penyakit putrinya."
"Jangan-jangan, dia memang bukan seorang nabi, melainkan tukang sihir," timpal yang lain,
"Dulu di Mekah sihirnya berhasil memikat banyak orang, tetapi di sini ternyata tidak mempan."
Desas-desus yang beredar gencar, membuat keimanan sebagian orang mulai goyah. Orang-orang munafik yang dipimpin Abdullah bin Ubay semakin bersemangat mengatakan ini dan itu tentang pribadi Rasulullah. Mendengar itu, sebagian Muslim bangkit amarahnya. Mereka melawan desas-desus itu dengan sanjungan pujian, dan pemujaan kepada Rasulullah.
"Jangankan menyembuhkan penyakit, menghidupkan orang mati pun tentu Rasullulah bisa," demikian kata mereka.
Mendengar hal-hal seperti itu, Rasullulah ﷺ segera datang dan berkata, "Janganlah kalian menyanjung-nyanjung diriku."
"Bagaimana kami tidak akan menyanjung dirimu ya Rasulullah, bukankah engkau adalah pemimpin kami semua?"
Beliau menggeleng. Beliau kemudian berkata bahwa dirinya hanyalah manusia biasa, ia tidak dapat menolak atau menyembuhkan penyakit apabila hal itu memang sudah dikendaki Allah. Beliau adalah manusia yang juga dapat menangis, tertawa, kepayahan, kesegaran, tidur, marah, senang, lapar, dahaga, makan, dan perlu pergi ke pasar seperti orang lain.
Bahkan Rasulullah sendiri menderita sakit. Seorang tabib dipanggil datang untuk melakukan penyembuhan. Tabib itu melakukan pembekaman agar darah yang mengandung penyakit keluar. Namun, begitu darah Rasulullah keluar, tabib yang suka menyanjung itu menjilati darah beliau. Segera saja Rasulullah ﷺ melarang tabib itu dengan keras sambil berkata,
"Semua darah haram! Semua darah haram!"
Demikianlah, di satu sisi ada orang yang membenci Rasulullah, sementara disisi lain banyak orang yang justru memuja beliau secara berlebihan.
Sehari sebelum Rasulullah ﷺ tiba di Madinah, berita kemenangan dibawa oleh Zaid bin Haritsah dan Abdullah bin Rawahah dari dua jurusan yang berlainan. Kaum Muslimin segera keluar rumah dan bergembira menyambut kemenangan besar ini.
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 82
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Mekah Terkejut
Sementara itu keadaan sebaliknya menimpa Mekah, Al Haisuman bin Abdullah Al Khuza'i tergesa-gesa memasuki Mekah. Diberitakannya kehancuran pasukan Quraisy dan bencana yang telah menimpa para pemimpin, pembesar, dan bangsawan mereka. Mulanya orang Mekah tidak percaya, tetapi setelah yakin bahwa Al Haisuman tidak mengigau, seluruh kota menjadi penuh dengan jerit tangis.
Abu Lahab yang tidak ikut berperang sangat terpukul mendengarkan berita mengerikan itu.
"Tidak mungkin!"
"Tidak mungkin!" demikian igaunya. Keesokan harinya, ia jatuh sakit dan menderita demam selama tujuh hari sebelum akhirnya meninggal.
Para pemuka Quraisy pun berkumpul untuk memutuskan yang akan mereka lakukan.
"Ingat sesedih apa pun hati kita jangan menunjukkan duka cita secara berlebihan," demikian kata salah seorang di antara mereka.
"Jika Muhammad dan teman-temannya mendengar ini, mereka akan mengejek kita habis-habisan,"
"Jangan cepat-cepat datang membawa tebusan untuk membebaskan para tawanan," usul yang lain.
"Nanti Muhammad akan meminta harga yang terlampau tinggi! Kita tunggu kesempatan baik untuk menebus mereka."
Setelah beberapa lama barulah orang-orang Quraisy berdatangan untuk menebus para tawanan. Salah seorang di antaranya adalah Mikraz bin Hafz. Dia datang untuk menebus Suhail bin Amir. Suhail dikenal suka menjelek-jelekkan Rasulullah ﷺ. Begitu mengetahui Suhail akan dibebaskan Umar Bin Khattab menjadi sangat geram.
Ia mendatangi Rasulullah ﷺ sambil berkata,
"Rasulullah ijinkan saya mencabut 2 gigi seri Suhail bin Amir supaya lidahnya tidak terjulur keluar dan tidak lagi berpidato mencercamu di mana-mana."
Namun Rasulullah ﷺ menjawab permintaan Umar itu dengan kata-kata yang sangat agung,
"Aku tidak akan memperlakukannya secara kejam, supaya Allah tidak memperlakukan aku demikian, Sekali pun aku seorang nabi.
Hindun
Seberapa pun kuatnya orang-orang Quraisy menutupi kesedihannya, luka yang dalam itu tidak terbendung juga. Para wanita Quraisy selama sebulan penuh menangisi mayat-mayat para pejuang mereka. Mereka menggunting rambutnya sendiri, lalu membawa kuda dan unta orang yang sudah mati. Setelah itu mereka menangis sambil mengelilinginya.
Hampir semua wanita yang kehilangan kerabatnya berlaku demikian, kecuali Hindun binti utbah, Istri Abu Sufyan.
Ketiga orang yang mati dalam duel sebelum pertempuran adalah orang-orang terdekat yang sangat disayangi Hindun. Utbah bin Rabiah adalah ayahnya, Syaibah bin Rabiah adalah pamannya, dan Walid Bin Utbah adalah kakaknya.
Belum lagi beberapa keluarganya yang lain yang juga mati dalam pertempuran. Bisa dikatakan di antara wanita Quraisy Hindunlah yang paling banyak kehilangan sehingga pantaslah jika ia menunjukkan duka cita lebih banyak dibanding yang lain.
Melihat Hindun tidak menangis, para wanita Quraisy keheranan. Beberapa dari mereka mendatangi Hindun sambil bertanya,
"Kau tidak menangisi ayahmu, saudaramu, pamanmu, dan keluargamu yang lain?"
Hindun berpaling dan menatap kawan-kawannya dengan tajam. Para wanita itu terkejut mengetahui bahwa bukan air mata yang mereka lihat di mata Hindun, melainkan api dendam yang berkobar-kobar.
Hindun menjawab dengan kata-kata keras,
"Aku menangisi mereka supaya nanti didengar oleh Muhammad dan teman-temannya sehingga mereka bisa menyoraki kita, begitu? Dan supaya wanita-wanita Khazraj juga bisa menyoraki kita? Tidak! Aku harus menuntut balas kepada Muhammad dan teman-temannya! Haram bagi kita memakai minyak wangi sebelum kita dapat memerangi Muhammad."
"Sungguh kalau aku dapat mengetahui bahwa kesedihan dapat hilang dari hatiku, tentu aku menangis. Tetapi kesedihan ini baru akan hilang, kalau mayat orang yang telah membunuh orang-orang yang kucinta itu sudah kulihat dengan mata kepalaku sendiri!"
Setelah itu, Hindun benar-benar menjalankan sumpahnya. Ia tidak memakai minyak wangi atau mendekati suaminya. Ia terus dan terus membakar semangat dendam orang-orang Quraisy sampai kemudian tiba saat Perang Uhud. Abu Sufyan sendiri bersumpah tidak akan mencuci kepala dengan air sebelum ia memerangi kembali Rasulullah.
Kisah Menantu Rasulullah
Salah seorang tawanan perang Badar adalah Abul Ash bin Rabi Ia adalah menantu Rasulullah. Karena ia menikahi Putri beliau Zainab, untuk menebus suaminya, Zainab mengirimkan Seuntai kalung peninggalan ibunya kepada Rosulullah. Ketika melihat kalung milik Khadijah itu, Rasulullah ﷺ amat terharu, air mata pun menetes di pipi beliau.
Melihat duka Rasulullah ﷺ, para sahabat setuju untuk membebaskan Abul Ash bin Rabi tanpa harus membayar tebusan. Rasulullah ﷺ mengembalikan kalung Khadijah kepada Abul Ash dan meminta agar Abul Ash menceraikan Zainab.
Menurut hukum Islam, seorang wanita Mukmin memang tidak boleh menikahi laki-laki kafir. Abul Ash menyetujui permintaan itu.
Mekah Terkejut
Sementara itu keadaan sebaliknya menimpa Mekah, Al Haisuman bin Abdullah Al Khuza'i tergesa-gesa memasuki Mekah. Diberitakannya kehancuran pasukan Quraisy dan bencana yang telah menimpa para pemimpin, pembesar, dan bangsawan mereka. Mulanya orang Mekah tidak percaya, tetapi setelah yakin bahwa Al Haisuman tidak mengigau, seluruh kota menjadi penuh dengan jerit tangis.
Abu Lahab yang tidak ikut berperang sangat terpukul mendengarkan berita mengerikan itu.
"Tidak mungkin!"
"Tidak mungkin!" demikian igaunya. Keesokan harinya, ia jatuh sakit dan menderita demam selama tujuh hari sebelum akhirnya meninggal.
Para pemuka Quraisy pun berkumpul untuk memutuskan yang akan mereka lakukan.
"Ingat sesedih apa pun hati kita jangan menunjukkan duka cita secara berlebihan," demikian kata salah seorang di antara mereka.
"Jika Muhammad dan teman-temannya mendengar ini, mereka akan mengejek kita habis-habisan,"
"Jangan cepat-cepat datang membawa tebusan untuk membebaskan para tawanan," usul yang lain.
"Nanti Muhammad akan meminta harga yang terlampau tinggi! Kita tunggu kesempatan baik untuk menebus mereka."
Setelah beberapa lama barulah orang-orang Quraisy berdatangan untuk menebus para tawanan. Salah seorang di antaranya adalah Mikraz bin Hafz. Dia datang untuk menebus Suhail bin Amir. Suhail dikenal suka menjelek-jelekkan Rasulullah ﷺ. Begitu mengetahui Suhail akan dibebaskan Umar Bin Khattab menjadi sangat geram.
Ia mendatangi Rasulullah ﷺ sambil berkata,
"Rasulullah ijinkan saya mencabut 2 gigi seri Suhail bin Amir supaya lidahnya tidak terjulur keluar dan tidak lagi berpidato mencercamu di mana-mana."
Namun Rasulullah ﷺ menjawab permintaan Umar itu dengan kata-kata yang sangat agung,
"Aku tidak akan memperlakukannya secara kejam, supaya Allah tidak memperlakukan aku demikian, Sekali pun aku seorang nabi.
Hindun
Seberapa pun kuatnya orang-orang Quraisy menutupi kesedihannya, luka yang dalam itu tidak terbendung juga. Para wanita Quraisy selama sebulan penuh menangisi mayat-mayat para pejuang mereka. Mereka menggunting rambutnya sendiri, lalu membawa kuda dan unta orang yang sudah mati. Setelah itu mereka menangis sambil mengelilinginya.
Hampir semua wanita yang kehilangan kerabatnya berlaku demikian, kecuali Hindun binti utbah, Istri Abu Sufyan.
Ketiga orang yang mati dalam duel sebelum pertempuran adalah orang-orang terdekat yang sangat disayangi Hindun. Utbah bin Rabiah adalah ayahnya, Syaibah bin Rabiah adalah pamannya, dan Walid Bin Utbah adalah kakaknya.
Belum lagi beberapa keluarganya yang lain yang juga mati dalam pertempuran. Bisa dikatakan di antara wanita Quraisy Hindunlah yang paling banyak kehilangan sehingga pantaslah jika ia menunjukkan duka cita lebih banyak dibanding yang lain.
Melihat Hindun tidak menangis, para wanita Quraisy keheranan. Beberapa dari mereka mendatangi Hindun sambil bertanya,
"Kau tidak menangisi ayahmu, saudaramu, pamanmu, dan keluargamu yang lain?"
Hindun berpaling dan menatap kawan-kawannya dengan tajam. Para wanita itu terkejut mengetahui bahwa bukan air mata yang mereka lihat di mata Hindun, melainkan api dendam yang berkobar-kobar.
Hindun menjawab dengan kata-kata keras,
"Aku menangisi mereka supaya nanti didengar oleh Muhammad dan teman-temannya sehingga mereka bisa menyoraki kita, begitu? Dan supaya wanita-wanita Khazraj juga bisa menyoraki kita? Tidak! Aku harus menuntut balas kepada Muhammad dan teman-temannya! Haram bagi kita memakai minyak wangi sebelum kita dapat memerangi Muhammad."
"Sungguh kalau aku dapat mengetahui bahwa kesedihan dapat hilang dari hatiku, tentu aku menangis. Tetapi kesedihan ini baru akan hilang, kalau mayat orang yang telah membunuh orang-orang yang kucinta itu sudah kulihat dengan mata kepalaku sendiri!"
Setelah itu, Hindun benar-benar menjalankan sumpahnya. Ia tidak memakai minyak wangi atau mendekati suaminya. Ia terus dan terus membakar semangat dendam orang-orang Quraisy sampai kemudian tiba saat Perang Uhud. Abu Sufyan sendiri bersumpah tidak akan mencuci kepala dengan air sebelum ia memerangi kembali Rasulullah.
Kisah Menantu Rasulullah
Salah seorang tawanan perang Badar adalah Abul Ash bin Rabi Ia adalah menantu Rasulullah. Karena ia menikahi Putri beliau Zainab, untuk menebus suaminya, Zainab mengirimkan Seuntai kalung peninggalan ibunya kepada Rosulullah. Ketika melihat kalung milik Khadijah itu, Rasulullah ﷺ amat terharu, air mata pun menetes di pipi beliau.
Melihat duka Rasulullah ﷺ, para sahabat setuju untuk membebaskan Abul Ash bin Rabi tanpa harus membayar tebusan. Rasulullah ﷺ mengembalikan kalung Khadijah kepada Abul Ash dan meminta agar Abul Ash menceraikan Zainab.
Menurut hukum Islam, seorang wanita Mukmin memang tidak boleh menikahi laki-laki kafir. Abul Ash menyetujui permintaan itu.
Sementara itu keadaan sebaliknya menimpa Mekah, Al Haisuman bin Abdullah Al Khuza'i tergesa-gesa memasuki Mekah. Diberitakannya kehancuran pasukan Quraisy dan bencana yang telah menimpa para pemimpin, pembesar, dan bangsawan mereka. Mulanya orang Mekah tidak percaya, tetapi setelah yakin bahwa Al Haisuman tidak mengigau, seluruh kota menjadi penuh dengan jerit tangis.
Abu Lahab yang tidak ikut berperang sangat terpukul mendengarkan berita mengerikan itu.
"Tidak mungkin!"
"Tidak mungkin!" demikian igaunya. Keesokan harinya, ia jatuh sakit dan menderita demam selama tujuh hari sebelum akhirnya meninggal.
Para pemuka Quraisy pun berkumpul untuk memutuskan yang akan mereka lakukan.
"Ingat sesedih apa pun hati kita jangan menunjukkan duka cita secara berlebihan," demikian kata salah seorang di antara mereka.
"Jika Muhammad dan teman-temannya mendengar ini, mereka akan mengejek kita habis-habisan,"
"Jangan cepat-cepat datang membawa tebusan untuk membebaskan para tawanan," usul yang lain.
"Nanti Muhammad akan meminta harga yang terlampau tinggi! Kita tunggu kesempatan baik untuk menebus mereka."
Setelah beberapa lama barulah orang-orang Quraisy berdatangan untuk menebus para tawanan. Salah seorang di antaranya adalah Mikraz bin Hafz. Dia datang untuk menebus Suhail bin Amir. Suhail dikenal suka menjelek-jelekkan Rasulullah ﷺ. Begitu mengetahui Suhail akan dibebaskan Umar Bin Khattab menjadi sangat geram.
Ia mendatangi Rasulullah ﷺ sambil berkata,
"Rasulullah ijinkan saya mencabut 2 gigi seri Suhail bin Amir supaya lidahnya tidak terjulur keluar dan tidak lagi berpidato mencercamu di mana-mana."
Namun Rasulullah ﷺ menjawab permintaan Umar itu dengan kata-kata yang sangat agung,
"Aku tidak akan memperlakukannya secara kejam, supaya Allah tidak memperlakukan aku demikian, Sekali pun aku seorang nabi.
Hindun
Seberapa pun kuatnya orang-orang Quraisy menutupi kesedihannya, luka yang dalam itu tidak terbendung juga. Para wanita Quraisy selama sebulan penuh menangisi mayat-mayat para pejuang mereka. Mereka menggunting rambutnya sendiri, lalu membawa kuda dan unta orang yang sudah mati. Setelah itu mereka menangis sambil mengelilinginya.
Hampir semua wanita yang kehilangan kerabatnya berlaku demikian, kecuali Hindun binti utbah, Istri Abu Sufyan.
Ketiga orang yang mati dalam duel sebelum pertempuran adalah orang-orang terdekat yang sangat disayangi Hindun. Utbah bin Rabiah adalah ayahnya, Syaibah bin Rabiah adalah pamannya, dan Walid Bin Utbah adalah kakaknya.
Belum lagi beberapa keluarganya yang lain yang juga mati dalam pertempuran. Bisa dikatakan di antara wanita Quraisy Hindunlah yang paling banyak kehilangan sehingga pantaslah jika ia menunjukkan duka cita lebih banyak dibanding yang lain.
Melihat Hindun tidak menangis, para wanita Quraisy keheranan. Beberapa dari mereka mendatangi Hindun sambil bertanya,
"Kau tidak menangisi ayahmu, saudaramu, pamanmu, dan keluargamu yang lain?"
Hindun berpaling dan menatap kawan-kawannya dengan tajam. Para wanita itu terkejut mengetahui bahwa bukan air mata yang mereka lihat di mata Hindun, melainkan api dendam yang berkobar-kobar.
Hindun menjawab dengan kata-kata keras,
"Aku menangisi mereka supaya nanti didengar oleh Muhammad dan teman-temannya sehingga mereka bisa menyoraki kita, begitu? Dan supaya wanita-wanita Khazraj juga bisa menyoraki kita? Tidak! Aku harus menuntut balas kepada Muhammad dan teman-temannya! Haram bagi kita memakai minyak wangi sebelum kita dapat memerangi Muhammad."
"Sungguh kalau aku dapat mengetahui bahwa kesedihan dapat hilang dari hatiku, tentu aku menangis. Tetapi kesedihan ini baru akan hilang, kalau mayat orang yang telah membunuh orang-orang yang kucinta itu sudah kulihat dengan mata kepalaku sendiri!"
Setelah itu, Hindun benar-benar menjalankan sumpahnya. Ia tidak memakai minyak wangi atau mendekati suaminya. Ia terus dan terus membakar semangat dendam orang-orang Quraisy sampai kemudian tiba saat Perang Uhud. Abu Sufyan sendiri bersumpah tidak akan mencuci kepala dengan air sebelum ia memerangi kembali Rasulullah.
Kisah Menantu Rasulullah
Salah seorang tawanan perang Badar adalah Abul Ash bin Rabi Ia adalah menantu Rasulullah. Karena ia menikahi Putri beliau Zainab, untuk menebus suaminya, Zainab mengirimkan Seuntai kalung peninggalan ibunya kepada Rosulullah. Ketika melihat kalung milik Khadijah itu, Rasulullah ﷺ amat terharu, air mata pun menetes di pipi beliau.
Melihat duka Rasulullah ﷺ, para sahabat setuju untuk membebaskan Abul Ash bin Rabi tanpa harus membayar tebusan. Rasulullah ﷺ mengembalikan kalung Khadijah kepada Abul Ash dan meminta agar Abul Ash menceraikan Zainab.
Menurut hukum Islam, seorang wanita Mukmin memang tidak boleh menikahi laki-laki kafir. Abul Ash menyetujui permintaan itu.
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 83
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Ketika kembali ke Mekkah, keluarganya berkata,
"Biarlah engkau menceraikan istri mu itu, dan kami akan mencarikan bagimu gadis yang jauh lebih cantik daripada nya".
Namun Abul Ash amat mencintai Zainab sehingga ia berkata,
"Di Suku Quraisy tidak ada gadis yang dapat menandingi istriku,"
Walau dihalang-halangi orang Quraisy, Abul Ash melepaskan Zainab ke Madinah. Di tengah jalan beberapa orang Quraisy mengganggu unta Zainab sehingga putri Rasulullah ﷺ yang sedang hamil itu jatuh. Ketika itulah Zainab mengalami keguguran kandungannya.
Beberapa waktu kemudian, Abul Ash pergi membawa barang-barang dagangan Quraisy, namun saat tiba di dekat Madinah, sebuah pasukan patroli muslim memergokinya. Mereka pun menyita semua barang bawaan.
Abul Ash diam-diam berlindung dalam gelapnya malam. Abul Ash masuk ke Madinah dan meminta perlindungan kepada Zaenab. Zainab pun melindunginya.
Mengetahui hal itu kaum muslimin mengembalikan barang-barang dagangan yang dibawa Abul Ash, dia pun segera pulang ke Mekah dan mengembalikan semua barang itu, kemudian berkata,
"Masyarakat Quraisy! Masih adakah dari kamu yang belum mengambil barangnya?"
"Tidak ada," jawab mereka.
"Engkau ternyata orang jujur dan murah hati."
Ketika itu Abul Ash pun masuk Islam dan kembali ke Madinah. Dengan bahagia Rasulullah ﷺ mengembalikan Zainab kepada Abul Ash sebagai seorang istri.
Al Qur'an Berbicara Seputar Peperangan
Berkenaan dengan peperangan tersebut turunlah surat Al Anfal. Surat ini merupakan "komentar Ilahi" terhadap peperangan tersebut. Komentar tersebut sangat berbeda dengan komentar-komentar yang dikemukakan oleh para raja dan panglima perang setelah meraih kemenangan.
Pertama, Allah mengalihkan pandangan kaum muslimin untuk melihat segala kekurangan akhlak yang masih ada pada diri mereka dan sebagainya, agar mereka berupaya untuk menyempurnakan jiwa mereka dan membersihkannya dari kekurangan kekurangan tersebut.
Kemudian, Allah memuji segala hal yang ada dalam kemenangan tersebut berupa Pertolongan Allah secara ghaib kepada kaum muslimin. Hal itu dikemukakan kepada mereka agar mereka tidak terpedaya dengan keberanian mereka, sehingga jiwa mereka menjadi sombong. Bahkan agar mereka bertawakkal kepada Allah, menaati-Nya dan menaati Rasulullah ﷺ.
Kemudian, Dia menjelaskan tujuan mulia yang melandasi Rasulullah ﷺ terjun dalam peperangan berdarah tersebut, dan menunjukkan kepada mereka sifat-sifat dan akhlak yang dapat menyebabkan kemenangan dalam peperangan.
Kemudian, berbicara kepada kaum musyrikin, orang-orang munafik, orang-orang Yahudi, dan para tawanan perang. Dia menasehati mereka secara baik, dan membimbing mereka untuk tunduk kepada kebenaran. Selanjutnya, berbicara kepada kaum muslimin seputar masalah perampasan barang dan menetapkan prinsip-prinsip masalah tersebut kepada mereka.
Setelah itu Dia menjelaskan dan menetapkan undang-undang peperangan dan perdamaian yang sangat mereka butuhkan setelah dakwah Islam memasuki fase tersebut, sehingga peperangan kaum muslimin berbeda dengan peperangan orang-orang jahiliyah. Kaum muslimin memiliki kelebihan dalam hal akhlak dan nilai dan menegaskan kepada dunia bahwa Islam bukan sekedar teori namun juga mendidik penganutnya secara praktis di atas asas dan prinsip yang diserukan oleh-Nya.
Kemudian menetapkan beberapa ketentuan dari undang-undang negara Islam yang menjelaskan tentang perbedaan antara kaum muslimin yang tinggal di dalam batas negara Islam dan kaum muslimin yang tinggal di luar batas negara Islam.
Pada tahun kedua Hijriah diwajibkan Shaum Ramadhan, diwajibkan zakat fitrah dan dijelaskan nisab-nisab zakat yang lain. Diwajibkannya zakat fitrah, serta meringankan beban yang dipikul oleh sejumlah besar kaum Muhajirin, karena mereka adalah kaum fuqara yang tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.
Di antara peristiwa yang terindah adalah hari raya pertama bagi kaum muslimin jatuh pada bulan Syawal tahun kedua Hijriyah setelah meraih kemenangan dalam Perang Badar.
Alangkah indahnya hari raya yang membahagiakan itu, yang Allah berikan kepada mereka setelah mereka meraih kemenangan dan kemuliaan. Alangkah indahnya pemandangan sholat Ied yang mereka lakukan setelah mereka keluar dari rumah-rumah mereka sambil mengumandangkan takbir, tauhid, dan Tahmid. Hati mereka penuh dengan harapan kepada Allah rindu kepada rahmat dan keridhaan-Nya. Setelah Allah berikan berbagai nikmat kepada mereka dan didukung dengan pertolongan-Nya. Hal itu diingatkan kepada mereka dengan firman-Nya: Quran surat
Al-Anfal (الأنفال) / 8:26
وَ اذۡکُرُوۡۤا اِذۡ اَنۡتُمۡ قَلِیۡلٌ مُّسۡتَضۡعَفُوۡنَ فِی الۡاَرۡضِ تَخَافُوۡنَ اَنۡ یَّتَخَطَّفَکُمُ النَّاسُ فَاٰوٰىکُمۡ وَ اَیَّدَکُمۡ بِنَصۡرِہٖ وَ رَزَقَکُمۡ مِّنَ الطَّیِّبٰتِ لَعَلَّکُمۡ تَشۡکُرُوۡنَ
"Dan ingatlah para Muhajirin ketika kamu masih berjumlah sedikit lagi tertindas di muka bumi (Mekah) kamu takut orang-orang Mekah akan menculik kamu maka Allah memberikan kamu tempat menetap (Madinah), mendukung kamu dengan pertolongan-Nya dan memberi rizki kamu dari yang baik-baik agar kamu bersyukur.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
"Biarlah engkau menceraikan istri mu itu, dan kami akan mencarikan bagimu gadis yang jauh lebih cantik daripada nya".
Namun Abul Ash amat mencintai Zainab sehingga ia berkata,
"Di Suku Quraisy tidak ada gadis yang dapat menandingi istriku,"
Walau dihalang-halangi orang Quraisy, Abul Ash melepaskan Zainab ke Madinah. Di tengah jalan beberapa orang Quraisy mengganggu unta Zainab sehingga putri Rasulullah ﷺ yang sedang hamil itu jatuh. Ketika itulah Zainab mengalami keguguran kandungannya.
Beberapa waktu kemudian, Abul Ash pergi membawa barang-barang dagangan Quraisy, namun saat tiba di dekat Madinah, sebuah pasukan patroli muslim memergokinya. Mereka pun menyita semua barang bawaan.
Abul Ash diam-diam berlindung dalam gelapnya malam. Abul Ash masuk ke Madinah dan meminta perlindungan kepada Zaenab. Zainab pun melindunginya.
Mengetahui hal itu kaum muslimin mengembalikan barang-barang dagangan yang dibawa Abul Ash, dia pun segera pulang ke Mekah dan mengembalikan semua barang itu, kemudian berkata,
"Masyarakat Quraisy! Masih adakah dari kamu yang belum mengambil barangnya?"
"Tidak ada," jawab mereka.
"Engkau ternyata orang jujur dan murah hati."
Ketika itu Abul Ash pun masuk Islam dan kembali ke Madinah. Dengan bahagia Rasulullah ﷺ mengembalikan Zainab kepada Abul Ash sebagai seorang istri.
Al Qur'an Berbicara Seputar Peperangan
Berkenaan dengan peperangan tersebut turunlah surat Al Anfal. Surat ini merupakan "komentar Ilahi" terhadap peperangan tersebut. Komentar tersebut sangat berbeda dengan komentar-komentar yang dikemukakan oleh para raja dan panglima perang setelah meraih kemenangan.
Pertama, Allah mengalihkan pandangan kaum muslimin untuk melihat segala kekurangan akhlak yang masih ada pada diri mereka dan sebagainya, agar mereka berupaya untuk menyempurnakan jiwa mereka dan membersihkannya dari kekurangan kekurangan tersebut.
Kemudian, Allah memuji segala hal yang ada dalam kemenangan tersebut berupa Pertolongan Allah secara ghaib kepada kaum muslimin. Hal itu dikemukakan kepada mereka agar mereka tidak terpedaya dengan keberanian mereka, sehingga jiwa mereka menjadi sombong. Bahkan agar mereka bertawakkal kepada Allah, menaati-Nya dan menaati Rasulullah ﷺ.
Kemudian, Dia menjelaskan tujuan mulia yang melandasi Rasulullah ﷺ terjun dalam peperangan berdarah tersebut, dan menunjukkan kepada mereka sifat-sifat dan akhlak yang dapat menyebabkan kemenangan dalam peperangan.
Kemudian, berbicara kepada kaum musyrikin, orang-orang munafik, orang-orang Yahudi, dan para tawanan perang. Dia menasehati mereka secara baik, dan membimbing mereka untuk tunduk kepada kebenaran. Selanjutnya, berbicara kepada kaum muslimin seputar masalah perampasan barang dan menetapkan prinsip-prinsip masalah tersebut kepada mereka.
Setelah itu Dia menjelaskan dan menetapkan undang-undang peperangan dan perdamaian yang sangat mereka butuhkan setelah dakwah Islam memasuki fase tersebut, sehingga peperangan kaum muslimin berbeda dengan peperangan orang-orang jahiliyah. Kaum muslimin memiliki kelebihan dalam hal akhlak dan nilai dan menegaskan kepada dunia bahwa Islam bukan sekedar teori namun juga mendidik penganutnya secara praktis di atas asas dan prinsip yang diserukan oleh-Nya.
Kemudian menetapkan beberapa ketentuan dari undang-undang negara Islam yang menjelaskan tentang perbedaan antara kaum muslimin yang tinggal di dalam batas negara Islam dan kaum muslimin yang tinggal di luar batas negara Islam.
Pada tahun kedua Hijriah diwajibkan Shaum Ramadhan, diwajibkan zakat fitrah dan dijelaskan nisab-nisab zakat yang lain. Diwajibkannya zakat fitrah, serta meringankan beban yang dipikul oleh sejumlah besar kaum Muhajirin, karena mereka adalah kaum fuqara yang tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.
Di antara peristiwa yang terindah adalah hari raya pertama bagi kaum muslimin jatuh pada bulan Syawal tahun kedua Hijriyah setelah meraih kemenangan dalam Perang Badar.
Alangkah indahnya hari raya yang membahagiakan itu, yang Allah berikan kepada mereka setelah mereka meraih kemenangan dan kemuliaan. Alangkah indahnya pemandangan sholat Ied yang mereka lakukan setelah mereka keluar dari rumah-rumah mereka sambil mengumandangkan takbir, tauhid, dan Tahmid. Hati mereka penuh dengan harapan kepada Allah rindu kepada rahmat dan keridhaan-Nya. Setelah Allah berikan berbagai nikmat kepada mereka dan didukung dengan pertolongan-Nya. Hal itu diingatkan kepada mereka dengan firman-Nya: Quran surat
Al-Anfal (الأنفال) / 8:26
وَ اذۡکُرُوۡۤا اِذۡ اَنۡتُمۡ قَلِیۡلٌ مُّسۡتَضۡعَفُوۡنَ فِی الۡاَرۡضِ تَخَافُوۡنَ اَنۡ یَّتَخَطَّفَکُمُ النَّاسُ فَاٰوٰىکُمۡ وَ اَیَّدَکُمۡ بِنَصۡرِہٖ وَ رَزَقَکُمۡ مِّنَ الطَّیِّبٰتِ لَعَلَّکُمۡ تَشۡکُرُوۡنَ
"Dan ingatlah para Muhajirin ketika kamu masih berjumlah sedikit lagi tertindas di muka bumi (Mekah) kamu takut orang-orang Mekah akan menculik kamu maka Allah memberikan kamu tempat menetap (Madinah), mendukung kamu dengan pertolongan-Nya dan memberi rizki kamu dari yang baik-baik agar kamu bersyukur.
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 84
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Berbagai Operasi Militer Antara Badar dan Uhud
Perang Badar merupakan awal pertarungan bersenjata antara kaum muslimin dan kaum musyrikin, dan merupakan peperangan yang menentukan, kaum muslimin memperoleh kemenangan besar yang diakui oleh seluruh orang Arab. Orang yang menyesali akibat perang tersebut adalah mereka yang secara langsung memperoleh kerugian berat, yaitu kaum musyrikin atau orang-orang yang memandang kemuliaan dan kemenangan kaum muslimin merupakan pukulan telak terhadap eksistensi keagamaan dan perekonomian mereka yaitu kaum Yahudi.
Sejak kaum muslimin meraih kemenangan dalam Perang Badar dua kelompok tersebut menyimpan amarah terhadap kaum muslimin.
لَتَجِدَنَّ أَشَدَّ النَّاسِ عَدَاوَةً لِلَّذِينَ آمَنُوا الْيَهُودَ وَالَّذِينَ أَشْرَكُوا ۖ وَلَتَجِدَنَّ أَقْرَبَهُمْ مَوَدَّةً لِلَّذِينَ آمَنُوا الَّذِينَ قَالُوا إِنَّا نَصَارَىٰ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّ مِنْهُمْ قِسِّيسِينَ وَرُهْبَانًا وَأَنَّهُمْ لَا يَسْتَكْبِرُونَ
Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik. Dan sesungguhnya kamu dapati yang paling dekat persahabatannya dengan orang-orang yang beriman ialah orang-orang yang berkata: Sesungguhnya kami ini orang Nasrani. Yang demikian itu disebabkan karena di antara mereka itu (orang-orang Nasrani) terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib, (juga) karena sesungguhnya mereka tidak menyombongkan diri.
Surah Al-Ma'idah (5:82)
Di Madinah terdapat para pendukung dua kelompok tersebut, dan mereka berpura-pura masuk Islam tatkala tidak ada tempat lagi untuk meraih kewibawaan mereka. Mereka adalah Abdullah bin Ubay dan teman-temannya, kelompok ketiga ini lebih besar lagi kemarahannya daripada dua kelompok di atas.
Di samping itu terdapat kelompok keempat, mereka adalah orang-orang Baduy yang tinggal di sekitar Madinah. Masalah kekufuran dan keimaman mereka tidaklah menjadi perhatian bagi mereka, tetapi mereka adalah para perampok dan perampas. Mereka mulai goncang karena kemenangan yang diraih kaum muslimin. Mereka khawatir akan tegak di Madinah suatu negara yang kuat, yang akan menghalangi mereka untuk meraih kesuksesan atau kekuatan melalui perampokan dan perampasan. Sehingga mereka pun membenci kaum muslimin dan menjadi musuh mereka.
Perang Bani Sulaim
Berita pertama yang disampaikan oleh utusan dari Madinah kepada Nabi ﷺ setelah Perang Badar adalah Bani Sulaim. Bani Sulaim ini berasal dari kabilah Ghathafan. Mereka menggalang kekuatannya untuk menyerang Madinah.
Nabi ﷺ dengan pasukan kavaleri yang berkekuatan 200 personel mendatangi kabilah tersebut di perkampungannya. Sesampainya beliau di wilayah mereka di daerah al-Kudr, Bani Sulaim melarikan diri dan meninggalkan 500 ekor unta. Mereka meninggalkan untanya di suatu lembah yang dikuasai oleh pasukan Madinah.
Unta-unta tersebut diambil seperlimanya oleh Rasulullah ﷺ . Rasulullah membagikan unta-unta tersebut kepada para sahabatnya. Setiap orang mempunyai dua ekor onta.
Beliau juga mendapatkan seorang budak yang bernama Yasar yang kemudian dibebaskan.
Di perkampungan Bani Sulaim tersebut Nabi ﷺ tinggal selama tiga hari. Kemudian beliau kembali ke Madinah.
Peperangan tersebut terjadi pada bulan Syawal tahun kedua Hijriyah 7 hari setelah pulang dari Perang Badar. Dalam peperangan tersebut Nabi ﷺ menyerahkan urusan Madinah kepada Siba' bin Arfatah.
Persekongkolan untuk Membunuh Nabi Muhammad
Kekalahan kaum musyrikin dalam Perang Badar menimbulkan dampak yang mendalam. Kaum Quraisy di Mekah menjadi marah dan mulai meluap-luap emosinya terhadap Nabi Muhammad ﷺ.
Ada dua orang tokoh Quraisy yang melakukan persekongkolan untuk membunuh nabi Muhammad ﷺ.
Tidak beberapa lama seusai Perang Badar, Umair bin Wahab Al jami' dan Safwan Bin Umayyah duduk bersama di sebuah batu. Umair adalah salah seorang "Syaithan" Quraisy yang selalu menyakiti Nabi Muhammad ﷺ dan para sahabat beliau ketika masih berada di Mekkah. Sedangkan anaknya yang bernama Wahab bin Umair menjadi tawanan Badar. Umair menyebutkan para tokoh korban perang Badar, lalu Sofwan berkata,
"Sesungguhnya setelah kematian mereka akan datang kehidupan yang baik."
Umair berkata kepadanya,
"Sungguh, kamu benar. Demi Allah, seandainya aku tidak mempunyai tanggungan hutang, dan tidak khawatir terlantar setelah aku mati, pasti aku akan mendatangi Muhammad dan membunuhnya. Aku mempunyai alasan yaitu anakku yang menjadi tawanan mereka."
Safwan pun menjawab,
"Utangmu aku tanggung, aku yang akan melunasinya, dan keluargamu
bersama keluargaku selama mereka masih hidup. Hal itu tidak berat bagiku".
Umair kemudian berkata,
"Rahasiakanlah persoalan ini, Akan kulakukan,"
Selanjutnya Umair mengambil pedangnya, lalu dia berangkat ke Madinah. Ketika sudah sampai di pintu masjid dia menderumkan untanya. Terlihat olehnya Umar Ibnul Khattab yang sedang berbincang-bincang dengan beberapa orang dari kaum muslimin tentang kemenangan perang Badr.
Maka Umar berkata,
"Ini musuh Allah."
"Umair tidaklah datang kecuali untuk maksud jahat."
Kemudian Umar masuk mendatangi Nabi Muhammad ﷺ seraya berkata,
"Wahai nabi Allah, Umair musuh Allah telah datang dengan menyandang pedangnya."
Nabi menjawab,
"Suruhlah masuk menemui aku."
Umar pun menemui Umair, dan sambil menarik tali pedang Umair ia berkata kepada beberapa orang dari kaum Anshor,
"Masuklah, temui Rasulullah ﷺ dan duduklah di sisi beliau, serta jagalah beliau dari orang jahat ini, karena dia perlu diwaspadai."
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Perang Badar merupakan awal pertarungan bersenjata antara kaum muslimin dan kaum musyrikin, dan merupakan peperangan yang menentukan, kaum muslimin memperoleh kemenangan besar yang diakui oleh seluruh orang Arab. Orang yang menyesali akibat perang tersebut adalah mereka yang secara langsung memperoleh kerugian berat, yaitu kaum musyrikin atau orang-orang yang memandang kemuliaan dan kemenangan kaum muslimin merupakan pukulan telak terhadap eksistensi keagamaan dan perekonomian mereka yaitu kaum Yahudi.
Sejak kaum muslimin meraih kemenangan dalam Perang Badar dua kelompok tersebut menyimpan amarah terhadap kaum muslimin.
لَتَجِدَنَّ أَشَدَّ النَّاسِ عَدَاوَةً لِلَّذِينَ آمَنُوا الْيَهُودَ وَالَّذِينَ أَشْرَكُوا ۖ وَلَتَجِدَنَّ أَقْرَبَهُمْ مَوَدَّةً لِلَّذِينَ آمَنُوا الَّذِينَ قَالُوا إِنَّا نَصَارَىٰ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّ مِنْهُمْ قِسِّيسِينَ وَرُهْبَانًا وَأَنَّهُمْ لَا يَسْتَكْبِرُونَ
Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik. Dan sesungguhnya kamu dapati yang paling dekat persahabatannya dengan orang-orang yang beriman ialah orang-orang yang berkata: Sesungguhnya kami ini orang Nasrani. Yang demikian itu disebabkan karena di antara mereka itu (orang-orang Nasrani) terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib, (juga) karena sesungguhnya mereka tidak menyombongkan diri.
Surah Al-Ma'idah (5:82)
Di Madinah terdapat para pendukung dua kelompok tersebut, dan mereka berpura-pura masuk Islam tatkala tidak ada tempat lagi untuk meraih kewibawaan mereka. Mereka adalah Abdullah bin Ubay dan teman-temannya, kelompok ketiga ini lebih besar lagi kemarahannya daripada dua kelompok di atas.
Di samping itu terdapat kelompok keempat, mereka adalah orang-orang Baduy yang tinggal di sekitar Madinah. Masalah kekufuran dan keimaman mereka tidaklah menjadi perhatian bagi mereka, tetapi mereka adalah para perampok dan perampas. Mereka mulai goncang karena kemenangan yang diraih kaum muslimin. Mereka khawatir akan tegak di Madinah suatu negara yang kuat, yang akan menghalangi mereka untuk meraih kesuksesan atau kekuatan melalui perampokan dan perampasan. Sehingga mereka pun membenci kaum muslimin dan menjadi musuh mereka.
Perang Bani Sulaim
Berita pertama yang disampaikan oleh utusan dari Madinah kepada Nabi ﷺ setelah Perang Badar adalah Bani Sulaim. Bani Sulaim ini berasal dari kabilah Ghathafan. Mereka menggalang kekuatannya untuk menyerang Madinah.
Nabi ﷺ dengan pasukan kavaleri yang berkekuatan 200 personel mendatangi kabilah tersebut di perkampungannya. Sesampainya beliau di wilayah mereka di daerah al-Kudr, Bani Sulaim melarikan diri dan meninggalkan 500 ekor unta. Mereka meninggalkan untanya di suatu lembah yang dikuasai oleh pasukan Madinah.
Unta-unta tersebut diambil seperlimanya oleh Rasulullah ﷺ . Rasulullah membagikan unta-unta tersebut kepada para sahabatnya. Setiap orang mempunyai dua ekor onta.
Beliau juga mendapatkan seorang budak yang bernama Yasar yang kemudian dibebaskan.
Di perkampungan Bani Sulaim tersebut Nabi ﷺ tinggal selama tiga hari. Kemudian beliau kembali ke Madinah.
Peperangan tersebut terjadi pada bulan Syawal tahun kedua Hijriyah 7 hari setelah pulang dari Perang Badar. Dalam peperangan tersebut Nabi ﷺ menyerahkan urusan Madinah kepada Siba' bin Arfatah.
Persekongkolan untuk Membunuh Nabi Muhammad
Kekalahan kaum musyrikin dalam Perang Badar menimbulkan dampak yang mendalam. Kaum Quraisy di Mekah menjadi marah dan mulai meluap-luap emosinya terhadap Nabi Muhammad ﷺ.
Ada dua orang tokoh Quraisy yang melakukan persekongkolan untuk membunuh nabi Muhammad ﷺ.
Tidak beberapa lama seusai Perang Badar, Umair bin Wahab Al jami' dan Safwan Bin Umayyah duduk bersama di sebuah batu. Umair adalah salah seorang "Syaithan" Quraisy yang selalu menyakiti Nabi Muhammad ﷺ dan para sahabat beliau ketika masih berada di Mekkah. Sedangkan anaknya yang bernama Wahab bin Umair menjadi tawanan Badar. Umair menyebutkan para tokoh korban perang Badar, lalu Sofwan berkata,
"Sesungguhnya setelah kematian mereka akan datang kehidupan yang baik."
Umair berkata kepadanya,
"Sungguh, kamu benar. Demi Allah, seandainya aku tidak mempunyai tanggungan hutang, dan tidak khawatir terlantar setelah aku mati, pasti aku akan mendatangi Muhammad dan membunuhnya. Aku mempunyai alasan yaitu anakku yang menjadi tawanan mereka."
Safwan pun menjawab,
"Utangmu aku tanggung, aku yang akan melunasinya, dan keluargamu
bersama keluargaku selama mereka masih hidup. Hal itu tidak berat bagiku".
Umair kemudian berkata,
"Rahasiakanlah persoalan ini, Akan kulakukan,"
Selanjutnya Umair mengambil pedangnya, lalu dia berangkat ke Madinah. Ketika sudah sampai di pintu masjid dia menderumkan untanya. Terlihat olehnya Umar Ibnul Khattab yang sedang berbincang-bincang dengan beberapa orang dari kaum muslimin tentang kemenangan perang Badr.
Maka Umar berkata,
"Ini musuh Allah."
"Umair tidaklah datang kecuali untuk maksud jahat."
Kemudian Umar masuk mendatangi Nabi Muhammad ﷺ seraya berkata,
"Wahai nabi Allah, Umair musuh Allah telah datang dengan menyandang pedangnya."
Nabi menjawab,
"Suruhlah masuk menemui aku."
Umar pun menemui Umair, dan sambil menarik tali pedang Umair ia berkata kepada beberapa orang dari kaum Anshor,
"Masuklah, temui Rasulullah ﷺ dan duduklah di sisi beliau, serta jagalah beliau dari orang jahat ini, karena dia perlu diwaspadai."
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 85
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Umar kemudian membawa masuk Umair kepada Rasulullah ﷺ .
Setelah melihatnya dan Umar memegang tali pedang yang berada di lehernya, Nabi ﷺ berkata,
"Lepaskanlah wahai Umar, dan mendekatlah hai Umair."
Umair kemudian mendekat dan berkata,
"Selamat pagi."
Nabi ﷺ menjawab,
"Allah telah memuliakan kami dengan suatu penghormatan yang lebih baik dari penghormatanmu hai Umair, yaitu dengan salam penghormatan penduduk surga."
Beliau kemudian bertanya,
"Hai Umair, ada keperluan apa kamu datang?"
Umair menjawab,
"Aku datang karena anakku menjadi tawananmu."
"Perlakukanlah ia secara baik."
Nabi ﷺ bertanya,
"Lalu untuk apa pedang yang ada di lehermu itu."
Umair menjawab,
"Semoga Allah memperburuk pedang tersebut. Apakah pedang ini berguna bagi kami?"
Nabi ﷺ berkata,
"Berkatalah secara jujur, kamu datang dalam rangka apa?"
Umair menjawab,
"Aku tidaklah datang kecuali untuk keperluan tersebut."
Nabi ﷺ berkata,
"Tidak, kamu dengan Safwan bin Umayyah telah duduk di sebuah batu, dan kalian telah menyebut-nyebut tentang para korban Perang Badar dari kaum Quraisy, kemudian kamu berkata, "Seandainya aku tidak mempunyai tanggungan hutang dan keluarga, aku akan keluar untuk membunuh Muhammad." Kemudian Sofwan menanggung hutang dan menjamin keluargamu dengan syarat kamu membunuhku. Allah pasti menghalangi rencanamu itu."
Umair berkata,
"Saya bersaksi bahwa Engkau adalah Rasulullah wahai Rasulullah, sebelumnya aku mendustakan berita-berita langit yang Kau bawa kepada kami dan wahyu yang diturunkan kepadaMu. Rencanaku ini tidak ada yang mengetahui selain aku dan Sofwan, demi Allah aku mengetahui tidak ada yang memberitahukan padaMu kecuali Allah."
"Segala puji bagi Allah yang telah menunjukkan aku kepada Islam dan membawa aku ke tempat ini kemudian mengucapkan syahadat secara benar."
Rasulullah ﷺ lalu berkata
"Ajarilah saudara kalian ini tentang agama, ajarkan Alquran kepadanya dan bebaskanlah tawanannya."
Adapun Sofwan mengatakan,
"Bergembiralah dengan suatu peristiwa yang datang kepada kalian sekarang, pada hari-hari yang akan melupakan kalian dari peristiwa Badar."
Dia bertanya tentang Umair kepada orang-orang yang berpergian, sehingga salah seorang yang berpergian memberitahukan kepadanya tentang keislaman Umair.
Sofwan bersumpah untuk tidak berbicara kepadanya selamanya, dan tidak akan memberikan suatu manfaat kepadanya selamanya.
Umair kembali ke Mekah dan tinggal di sana menyerukan Islam. Kemudian banyak orang yang masuk Islam melalui dakwahnya.
Perang Bani Qainuqa
Pada perjanjian yang lalu yang diadakan oleh Rasulullah dengan orang-orang Yahudi, telah disebutkan bahwa beliau dan kaum muslimin sudah berusaha untuk melaksanakan isi perjanjian tersebut.
Tetapi sebaliknya orang-orang Yahudi tak ada seorang pun yang mematuhi isi perjanjian. Mereka selalu melakukan penghianatan sehingga meresahkan kaum muslimin.
Ibnu Ishaq berkata Syas bin Qais seorang tokoh Yahudi yang sangat kufur dan sangat membenci serta dengki kepada kaum muslimin melewati beberapa orang sahabat Rasulullah ﷺ dari kabilah Aus dan Khazraj yang berada dalam suatu majelis yang telah menyatukan mereka.
Mereka sedang berbincang-bincang di dalam majelis tersebut. Melihat persatuan dan hubungan baik sesama mereka di atas dasar Islam, telah membangkitkan kemarahan Syas bin Qais. Dia berkata dalam hati,
"Para tokoh telah bersatu di negeri ini. Demi Allah, saya tidak akan bersama mereka Apabila para tokoh mereka bersatu di negeri ini karena suatu ketetapan".
Ia kemudian menyuruh seorang pemuda Yahudi yang ikut bersamanya untuk mendatangi mereka dengan mengatakan,
"Datanglah kepada mereka dan duduklah bersama mereka, kemudian Ingatkan akan peristiwa Bu'ats dan peristiwa-peristiwa sebelumnya, dan alunkan kepada mereka beberapa syair yang berisi tentang pertengkaran mereka."
Pemuda Yahudi itu pun melakukannya, maka kaum muslimin ketika itu menjadi bertengkar sampai dua orang dari dua kabilah itu melompat ke atas suatu kendaraan lalu terjadi perang mulut. Dua kelompok tersebut menjadi marah semuanya dan berkata,
"Telah kami lakukan janji kalian yang menyakitkan."
"Senjata, senjata."
Mereka lalu keluar mendatangi lawannya dan hampir terjadi peperangan.
Peristiwa tersebut sampai kepada Rasulullah ﷺ lalu Beliau bersama para sahabat mendatangi mereka seraya mengatakan,
"Wahai kaum muslimin, ingat Allah, Allah! Apakah kalian menyerahkan seruan jahiliyah sementara aku masih di tengah-tengah kalian, setelah Allah menunjukkan kalian kepada Islam dan memuliakan kalian dengannya, memutuskan kalian dari perkara jahiliyah, menyelamatkan kalian dari kekufuran dan menyatukan hati kalian?"
Mendengar itu semua, akhirnya kaum muslimin pun sadar bahwa apa yang terjadi itu merupakan tipu daya setan dari musuh mereka.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Setelah melihatnya dan Umar memegang tali pedang yang berada di lehernya, Nabi ﷺ berkata,
"Lepaskanlah wahai Umar, dan mendekatlah hai Umair."
Umair kemudian mendekat dan berkata,
"Selamat pagi."
Nabi ﷺ menjawab,
"Allah telah memuliakan kami dengan suatu penghormatan yang lebih baik dari penghormatanmu hai Umair, yaitu dengan salam penghormatan penduduk surga."
Beliau kemudian bertanya,
"Hai Umair, ada keperluan apa kamu datang?"
Umair menjawab,
"Aku datang karena anakku menjadi tawananmu."
"Perlakukanlah ia secara baik."
Nabi ﷺ bertanya,
"Lalu untuk apa pedang yang ada di lehermu itu."
Umair menjawab,
"Semoga Allah memperburuk pedang tersebut. Apakah pedang ini berguna bagi kami?"
Nabi ﷺ berkata,
"Berkatalah secara jujur, kamu datang dalam rangka apa?"
Umair menjawab,
"Aku tidaklah datang kecuali untuk keperluan tersebut."
Nabi ﷺ berkata,
"Tidak, kamu dengan Safwan bin Umayyah telah duduk di sebuah batu, dan kalian telah menyebut-nyebut tentang para korban Perang Badar dari kaum Quraisy, kemudian kamu berkata, "Seandainya aku tidak mempunyai tanggungan hutang dan keluarga, aku akan keluar untuk membunuh Muhammad." Kemudian Sofwan menanggung hutang dan menjamin keluargamu dengan syarat kamu membunuhku. Allah pasti menghalangi rencanamu itu."
Umair berkata,
"Saya bersaksi bahwa Engkau adalah Rasulullah wahai Rasulullah, sebelumnya aku mendustakan berita-berita langit yang Kau bawa kepada kami dan wahyu yang diturunkan kepadaMu. Rencanaku ini tidak ada yang mengetahui selain aku dan Sofwan, demi Allah aku mengetahui tidak ada yang memberitahukan padaMu kecuali Allah."
"Segala puji bagi Allah yang telah menunjukkan aku kepada Islam dan membawa aku ke tempat ini kemudian mengucapkan syahadat secara benar."
Rasulullah ﷺ lalu berkata
"Ajarilah saudara kalian ini tentang agama, ajarkan Alquran kepadanya dan bebaskanlah tawanannya."
Adapun Sofwan mengatakan,
"Bergembiralah dengan suatu peristiwa yang datang kepada kalian sekarang, pada hari-hari yang akan melupakan kalian dari peristiwa Badar."
Dia bertanya tentang Umair kepada orang-orang yang berpergian, sehingga salah seorang yang berpergian memberitahukan kepadanya tentang keislaman Umair.
Sofwan bersumpah untuk tidak berbicara kepadanya selamanya, dan tidak akan memberikan suatu manfaat kepadanya selamanya.
Umair kembali ke Mekah dan tinggal di sana menyerukan Islam. Kemudian banyak orang yang masuk Islam melalui dakwahnya.
Perang Bani Qainuqa
Pada perjanjian yang lalu yang diadakan oleh Rasulullah dengan orang-orang Yahudi, telah disebutkan bahwa beliau dan kaum muslimin sudah berusaha untuk melaksanakan isi perjanjian tersebut.
Tetapi sebaliknya orang-orang Yahudi tak ada seorang pun yang mematuhi isi perjanjian. Mereka selalu melakukan penghianatan sehingga meresahkan kaum muslimin.
Ibnu Ishaq berkata Syas bin Qais seorang tokoh Yahudi yang sangat kufur dan sangat membenci serta dengki kepada kaum muslimin melewati beberapa orang sahabat Rasulullah ﷺ dari kabilah Aus dan Khazraj yang berada dalam suatu majelis yang telah menyatukan mereka.
Mereka sedang berbincang-bincang di dalam majelis tersebut. Melihat persatuan dan hubungan baik sesama mereka di atas dasar Islam, telah membangkitkan kemarahan Syas bin Qais. Dia berkata dalam hati,
"Para tokoh telah bersatu di negeri ini. Demi Allah, saya tidak akan bersama mereka Apabila para tokoh mereka bersatu di negeri ini karena suatu ketetapan".
Ia kemudian menyuruh seorang pemuda Yahudi yang ikut bersamanya untuk mendatangi mereka dengan mengatakan,
"Datanglah kepada mereka dan duduklah bersama mereka, kemudian Ingatkan akan peristiwa Bu'ats dan peristiwa-peristiwa sebelumnya, dan alunkan kepada mereka beberapa syair yang berisi tentang pertengkaran mereka."
Pemuda Yahudi itu pun melakukannya, maka kaum muslimin ketika itu menjadi bertengkar sampai dua orang dari dua kabilah itu melompat ke atas suatu kendaraan lalu terjadi perang mulut. Dua kelompok tersebut menjadi marah semuanya dan berkata,
"Telah kami lakukan janji kalian yang menyakitkan."
"Senjata, senjata."
Mereka lalu keluar mendatangi lawannya dan hampir terjadi peperangan.
Peristiwa tersebut sampai kepada Rasulullah ﷺ lalu Beliau bersama para sahabat mendatangi mereka seraya mengatakan,
"Wahai kaum muslimin, ingat Allah, Allah! Apakah kalian menyerahkan seruan jahiliyah sementara aku masih di tengah-tengah kalian, setelah Allah menunjukkan kalian kepada Islam dan memuliakan kalian dengannya, memutuskan kalian dari perkara jahiliyah, menyelamatkan kalian dari kekufuran dan menyatukan hati kalian?"
Mendengar itu semua, akhirnya kaum muslimin pun sadar bahwa apa yang terjadi itu merupakan tipu daya setan dari musuh mereka.
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 86
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Mereka kemudian menangis dan saling berangkulan antara kaum Aus dan kaum Khazraj, kemudian meninggalkan tempat bersama Rasulullah ﷺ dengan penuh ketaatan. Allah telah memadamkan dari mereka tipu daya musuh Allah, Ibnu Qais.
Itulah, apa yang dilakukan dan diupayakan oleh Yahudi untuk menimbulkan keresahan dan permusuhan di tengah-tengah kaum muslim, dan menghalangi jalan dakwah islam. Dalam hal ini mereka memiliki berbagai program. Mereka menebarkan berbagai isu, beriman pada pagi hari dan kufur di sore harinya, untuk menanamkan benih-benih keraguan di dalam hati kaum yang lemah.
Mereka mempersempit jalan-jalan kehidupan terhadap orang yang memiliki hubungan keuangan dengan mereka. Apabila mereka mempunyai tanggungan hutang kepada orang mukmin dan tidak dapat melunasinya mereka mengatakan sesungguhnya hutangku kepadamu hanya kubayar ketika kamu masih berada di atas agama nenek moyangmu, apabila kamu telah keluar dari agama nenek moyangmu tidak akan kubayar lagi.
Mereka melakukan itu sebelum Perang Uhud sekali pun mereka terikat perjanjian dengan Rasulullah ﷺ. Rasulullah dan para sahabat tetap bersabar atas hal itu semua, agar mereka mau sadar, di samping untuk mewujudkan keamanan di dalam negeri.
Tetapi, mereka tidak melihat bahwa Allah telah menolong orang-orang yang beriman di medan Badar dan mereka telah memiliki kekuatan dan kewibawaan orang-orang yang jauh maupun yang dekat. Maka mereka menyatakan kejahatan dan permusuhannya secara terang-terangan.
Orang Yahudi yang paling dengki dan paling jahat adalah saat Kaab bin Asyraf, sebagaimana halnya Bani Qainuqa merupakan kelompok yang paling jahat di antara ketiga kelompok Yahudi. Bani Qainuqa tinggal di dalam Madinah. Profesi mereka adalah tukang sepuh dan pembuat bejana. Dengan profesi tersebut setiap orang dari mereka memiliki alat-alat perang. Jumlah prajurit mereka adalah 700 orang. Mereka adalah Yahudi Madinah yang paling berani dan Yahudi pertama yang melanggar perjanjian.
Ketika Allah memberikan kemenangan kepada kaum muslimin di Badar, ulah mereka semakin brutal. Mereka membangkitkan keributan dengan mencela dan mengganggu setiap muslim yang mendatangi pasar mereka, sampai mereka berani mengganggu para wanita kaum muslimin.
Tatkala kejahatan mereka sudah memuncak, Rasulullah ﷺ mengumpulkan mereka, menasehati mereka, dan mengajak mereka kepada kebenaran. Tetapi kejahatan dan kesombongan mereka semakin menjadi.
Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan dari jalur Ibnu Abbas رضي الله عنه berkata,
"Setelah Rasulullah ﷺ berhasil menundukkan orang-orang Quraisy dalam Perang Badar, beliau mengumpulkan orang-orang Yahudi di pasar Bani Qainuqa dan berkata,
"Wahai orang-orang Yahudi, masuklah kedalam Islam sebelum kalian ditimpa oleh apa yang telah menimpa kaum Quraisy."
Mereka mengatakan,
"Hai Muhammad, Janganlah Engkau membanggakan kemenangan terhadap kaum Quraisy mereka itu tidak mengerti ilmu peperangan. Seandainya kami yang Engkau hadapi dalam peperangan niscaya Engkau akan mengetahui siapa sebenarnya kami. Kemudian Allah تَعَالَى menurunkan ayat
قُلْ لِلَّذِينَ كَفَرُوا سَتُغْلَبُونَ وَتُحْشَرُونَ إِلَىٰ جَهَنَّمَ ۚ وَبِئْسَ الْمِهَادُ
Katakanlah kepada orang-orang yang kafir: Kamu pasti akan dikalahkan (di dunia ini) dan akan digiring ke dalam neraka Jahannam. Dan itulah tempat yang seburuk-buruknya.
Surah Ali 'Imran (3:12)
قَدْ كَانَ لَكُمْ آيَةٌ فِي فِئَتَيْنِ الْتَقَتَا ۖ فِئَةٌ تُقَاتِلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَأُخْرَىٰ كَافِرَةٌ يَرَوْنَهُمْ مِثْلَيْهِمْ رَأْيَ الْعَيْنِ ۚ وَاللَّهُ يُؤَيِّدُ بِنَصْرِهِ مَنْ يَشَاءُ ۗ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَعِبْرَةً لِأُولِي الْأَبْصَارِ
Sesungguhnya telah ada tanda bagi kamu pada dua golongan yang telah bertemu (bertempur). Segolongan berperang di jalan Allah dan (segolongan) yang lain kafir yang dengan mata kepala melihat (seakan-akan) orang-orang muslimin dua kali jumlah mereka. Allah menguatkan dengan bantuan-Nya siapa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai mata hati.
Surah Ali 'Imran (3:13)
Makna jawaban dari Bani Qainuqa itu merupakan pernyataan terbuka untuk berperang, tetapi Nabi ﷺ menahan amarahnya dan bersabar, demikian pula kaum muslimin. Mereka menunggu sampai orang-orang Yahudi berbuat kejahatan melampau batas.
Orang-orang Yahudi dari Bani Bani Qainuqa bertambah berani. Tidak lama kemudian mereka berbuat kerusuhan di Madinah. Mereka berusaha untuk membinasakan kaum Muslimin dan menutup celah-celah kehidupan mereka.
Diriwayatkan oleh Ibnu Hisyam dari Abu Aun bahwasanya seorang wanita Arab datang ke pasar Bani Qainuqa untuk menjual barang dagangannya. Dia mendatangi tukang sepuh dan duduk di sana. Tiba-tiba beberapa orang Yahudi menginginkan wanita itu untuk membuka penutup mukanya. Tetapi wanita itu menolak. Tanpa diketahui oleh wanita itu secara diam-diam tukang sepuh itu menyangkutkan ujung pakaian yang menutup seluruh tubuh wanita Arab itu pada bagian punggungnya. Ketika wanita itu berdiri terbukalah aurat bagian belakangnya.
Orang-orang Yahudi yang melihatnya tertawa terbahak-bahak. Wanita itu kemudian berteriak meminta pertolongan. Mendengar teriakan itu salah seorang dari kaum Muslimin menyerang tukang sepuh Yahudi itu dan membunuhnya.
Orang-orang Yahudi yang berada di tempat itu kemudian mengeroyoknya dan membunuhnya. Peristiwa itulah yang menyebabkan terjadinya peperangan antara kaum muslimin dan orang-orang Yahudi dari Bani Qainuqa.
Melihat peristiwa biadab yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi dari Bani Qainuqa, Rasulullah hilang kesabaran. Beliau menyerahkan urusan Madinah kepada Abu Lubabah bin Abdul Mundzir, menyerahkan bendera kaum muslimin kepada Hamzah bin Abdul Mutholib, dan bersama tentara Allah beliau berangkat menuju Bani Qainuqa.
Ketika Yahudi dari Bani Qainuqa melihatnya, mereka segera berlindung di dalam benteng benteng mereka.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Itulah, apa yang dilakukan dan diupayakan oleh Yahudi untuk menimbulkan keresahan dan permusuhan di tengah-tengah kaum muslim, dan menghalangi jalan dakwah islam. Dalam hal ini mereka memiliki berbagai program. Mereka menebarkan berbagai isu, beriman pada pagi hari dan kufur di sore harinya, untuk menanamkan benih-benih keraguan di dalam hati kaum yang lemah.
Mereka mempersempit jalan-jalan kehidupan terhadap orang yang memiliki hubungan keuangan dengan mereka. Apabila mereka mempunyai tanggungan hutang kepada orang mukmin dan tidak dapat melunasinya mereka mengatakan sesungguhnya hutangku kepadamu hanya kubayar ketika kamu masih berada di atas agama nenek moyangmu, apabila kamu telah keluar dari agama nenek moyangmu tidak akan kubayar lagi.
Mereka melakukan itu sebelum Perang Uhud sekali pun mereka terikat perjanjian dengan Rasulullah ﷺ. Rasulullah dan para sahabat tetap bersabar atas hal itu semua, agar mereka mau sadar, di samping untuk mewujudkan keamanan di dalam negeri.
Tetapi, mereka tidak melihat bahwa Allah telah menolong orang-orang yang beriman di medan Badar dan mereka telah memiliki kekuatan dan kewibawaan orang-orang yang jauh maupun yang dekat. Maka mereka menyatakan kejahatan dan permusuhannya secara terang-terangan.
Orang Yahudi yang paling dengki dan paling jahat adalah saat Kaab bin Asyraf, sebagaimana halnya Bani Qainuqa merupakan kelompok yang paling jahat di antara ketiga kelompok Yahudi. Bani Qainuqa tinggal di dalam Madinah. Profesi mereka adalah tukang sepuh dan pembuat bejana. Dengan profesi tersebut setiap orang dari mereka memiliki alat-alat perang. Jumlah prajurit mereka adalah 700 orang. Mereka adalah Yahudi Madinah yang paling berani dan Yahudi pertama yang melanggar perjanjian.
Ketika Allah memberikan kemenangan kepada kaum muslimin di Badar, ulah mereka semakin brutal. Mereka membangkitkan keributan dengan mencela dan mengganggu setiap muslim yang mendatangi pasar mereka, sampai mereka berani mengganggu para wanita kaum muslimin.
Tatkala kejahatan mereka sudah memuncak, Rasulullah ﷺ mengumpulkan mereka, menasehati mereka, dan mengajak mereka kepada kebenaran. Tetapi kejahatan dan kesombongan mereka semakin menjadi.
Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan dari jalur Ibnu Abbas رضي الله عنه berkata,
"Setelah Rasulullah ﷺ berhasil menundukkan orang-orang Quraisy dalam Perang Badar, beliau mengumpulkan orang-orang Yahudi di pasar Bani Qainuqa dan berkata,
"Wahai orang-orang Yahudi, masuklah kedalam Islam sebelum kalian ditimpa oleh apa yang telah menimpa kaum Quraisy."
Mereka mengatakan,
"Hai Muhammad, Janganlah Engkau membanggakan kemenangan terhadap kaum Quraisy mereka itu tidak mengerti ilmu peperangan. Seandainya kami yang Engkau hadapi dalam peperangan niscaya Engkau akan mengetahui siapa sebenarnya kami. Kemudian Allah تَعَالَى menurunkan ayat
قُلْ لِلَّذِينَ كَفَرُوا سَتُغْلَبُونَ وَتُحْشَرُونَ إِلَىٰ جَهَنَّمَ ۚ وَبِئْسَ الْمِهَادُ
Katakanlah kepada orang-orang yang kafir: Kamu pasti akan dikalahkan (di dunia ini) dan akan digiring ke dalam neraka Jahannam. Dan itulah tempat yang seburuk-buruknya.
Surah Ali 'Imran (3:12)
قَدْ كَانَ لَكُمْ آيَةٌ فِي فِئَتَيْنِ الْتَقَتَا ۖ فِئَةٌ تُقَاتِلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَأُخْرَىٰ كَافِرَةٌ يَرَوْنَهُمْ مِثْلَيْهِمْ رَأْيَ الْعَيْنِ ۚ وَاللَّهُ يُؤَيِّدُ بِنَصْرِهِ مَنْ يَشَاءُ ۗ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَعِبْرَةً لِأُولِي الْأَبْصَارِ
Sesungguhnya telah ada tanda bagi kamu pada dua golongan yang telah bertemu (bertempur). Segolongan berperang di jalan Allah dan (segolongan) yang lain kafir yang dengan mata kepala melihat (seakan-akan) orang-orang muslimin dua kali jumlah mereka. Allah menguatkan dengan bantuan-Nya siapa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai mata hati.
Surah Ali 'Imran (3:13)
Makna jawaban dari Bani Qainuqa itu merupakan pernyataan terbuka untuk berperang, tetapi Nabi ﷺ menahan amarahnya dan bersabar, demikian pula kaum muslimin. Mereka menunggu sampai orang-orang Yahudi berbuat kejahatan melampau batas.
Orang-orang Yahudi dari Bani Bani Qainuqa bertambah berani. Tidak lama kemudian mereka berbuat kerusuhan di Madinah. Mereka berusaha untuk membinasakan kaum Muslimin dan menutup celah-celah kehidupan mereka.
Diriwayatkan oleh Ibnu Hisyam dari Abu Aun bahwasanya seorang wanita Arab datang ke pasar Bani Qainuqa untuk menjual barang dagangannya. Dia mendatangi tukang sepuh dan duduk di sana. Tiba-tiba beberapa orang Yahudi menginginkan wanita itu untuk membuka penutup mukanya. Tetapi wanita itu menolak. Tanpa diketahui oleh wanita itu secara diam-diam tukang sepuh itu menyangkutkan ujung pakaian yang menutup seluruh tubuh wanita Arab itu pada bagian punggungnya. Ketika wanita itu berdiri terbukalah aurat bagian belakangnya.
Orang-orang Yahudi yang melihatnya tertawa terbahak-bahak. Wanita itu kemudian berteriak meminta pertolongan. Mendengar teriakan itu salah seorang dari kaum Muslimin menyerang tukang sepuh Yahudi itu dan membunuhnya.
Orang-orang Yahudi yang berada di tempat itu kemudian mengeroyoknya dan membunuhnya. Peristiwa itulah yang menyebabkan terjadinya peperangan antara kaum muslimin dan orang-orang Yahudi dari Bani Qainuqa.
Melihat peristiwa biadab yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi dari Bani Qainuqa, Rasulullah hilang kesabaran. Beliau menyerahkan urusan Madinah kepada Abu Lubabah bin Abdul Mundzir, menyerahkan bendera kaum muslimin kepada Hamzah bin Abdul Mutholib, dan bersama tentara Allah beliau berangkat menuju Bani Qainuqa.
Ketika Yahudi dari Bani Qainuqa melihatnya, mereka segera berlindung di dalam benteng benteng mereka.
Sejarah Rasulullah Muhammad SAW
Bagian 87
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Kemudian kaum muslimin mengepung mereka dengan ketat yaitu pada hari Sabtu pertengahan bulan Syawal tahun kedua Hijrah.
Pengepungan itu berlangsung selama 15 hari sampai awal bulan Dzulqaidah. Allah timpakan rasa takut ke dalam hati mereka.
Akhirnya mereka menyerah dan bersedia menerima hukumannya yang akan diputuskan oleh Rasulullah ﷺ menyangkut budak, harta, istri, dan anak keturunan mereka.
Ketika itu Bangkitlah Abdullah bin Ubay bin Salul memainkan peran kemunafikannya. Dia mendesak Rasulullah ﷺ agar memaafkan mereka, dengan mengatakan,
"Wahai Muhammad perlakukanlah para sahabatku itu dengan baik". (Mereka adalah para sekutu kabilah Khazraj yang salah seorang pemimpin nya adalah Abdullah bin Ubay).
Permintaannya itu tidak ditanggapi oleh Rasulullah ﷺ . Abdullah bin Ubay mengulangi permintaannya tetapi beliau berpaling darinya, sambil memasukkan tangannya ke dalam baju besinya lalu berkata kepadanya,
"Tinggalkan aku!" Beliau marah dan wajahnya tampak berubah, lalu berkata lagi,
"Celakalah kau, tinggalkan aku!"
Tetapi sang munafik tersebut tetap saja pada keinginannya dan berkata,
"Tidak, demi Allah aku tidak akan meninggalkan Engkau sebelum Engkau memperlakukan para sahabatku itu dengan baik."
"400 orang tanpa perisai dan 300 orang bersenjata lengkap yang telah membelaku terhadap semua musuh-musuhku itu, apakah Engkau habisi nyawanya dalam waktu sehari? Demi Allah aku betul-betul menghawatirkan terjadinya bencana itu."
Rasulullah ﷺ memperlakukan si munafik tersebut yang baru sebulan menampakkan keislamannya dengan memberikan perhatian kepadanya.
Dia serahkan orang-orang Yahudi itu kepadanya dengan syarat mereka harus keluar dari Madinah dan tidak boleh hidup berdekatan dengan kota Madinah.
Mereka pun keluar menuju daerah di sekitar Syam, dan tidak lama kemudian sebagian besar dari mereka meninggal dunia.
Rasulullah ﷺ menerima harta kekayaan mereka. Dari harta tersebut beliau mengambil tiga keping uang, dua baju besi, tiga pedang, tiga tombak, dan seperlima ghanimah. Orang yang bertanggung jawab mengumpulkan ghanimah adalah Muhammad bin Maslamah.
Perang Sawiq
Ketika Shafwan bin Umayyah, orang-orang Yahudi, dan orang-orang munafik melakukan makar, Abu Sufyan berfikir untuk melakukan suatu tindakan yang kecil resikonya, tetapi jelas pengaruhnya.
Ia berupaya untuk segera melakukan tindakan untuk memelihara kedudukan kaumnya, dan menunjukkan kekuatan mereka.
Abu Sufyan bernazar tidak akan membasahi rambutnya dengan air karena junub sebelum menyerang Muhammad. Maka ia pun keluar membawa 200 tentara untuk memenuhi nadzarnya.
Mereka tiba di suatu terusan yang menghadap ke gunung Naib, dari Madinah sekitar satu barid atau 12 mil. Tetapi ia tidak berani menyerang Madinah secara terang-terangan.
Ia melakukan suatu tindakan seperti tindakan pembajakan yaitu memasuki pinggiran Madinah secara sembunyi-sembunyi di tengah-tengah kegelapan malam.
Dia mendatangi Huyai bin Al-Khattab dan meminta dibukakan pintu, namun Huyai tak mau dan merasa ketakutan. Kemudian ia mendatangi Salam bin Musykam, pemimpin Bani Nadlir pada saat itu.
Setelah meminta izin ke Salam bin Musykam, Ia pun diberi izin, diberi minum khamer dan memperoleh informasi tentang keadaan kaum muslimin pada saat ini darinya.
Kemudian pada malam itu juga Abu Sufyan keluar dan menemui para sahabatnya, lalu mengutus satu pasukan dari mereka dan menyerang suatu tempat di pinggiran kota Madinah yang bernama Aridl.
Mereka menebang dan membakar beberapa pohon kurma dan di sana mereka membunuh seorang lelaki Anshor dan sekutunya yang sedang berada di kebun mereka. Setelah itu mereka melarikan diri ke Mekah.
Peristiwa tersebut sampailah ke telinga Rasulullah ﷺ. Lalu Beliau segera mengejar Abu Sufyan dan kawan-kawannya.
Akan tetapi, mereka segera melarikan diri dengan sangat cepat, mereka melemparkan bekal makanan mereka yang berupa tepung (sawiq) dalam jumlah yang banyak untuk memperingan beban dan agar dapat lari lebih cepat lagi.
Rasulullah ﷺ pun sampai di Qarqaratul Kadar, kemudian kembali pulang, dan kaum muslimin membawa tepung (sawiq) yang dilemparkan oleh orang-orang kafir itu. Sehingga peristiwa ini dinamakan dengan perang sawiq.
Peristiwa ini terjadi pada bulan Dzulqaidah tahun kedua Hijriyah dua bulan setelah peristiwa Badar.
Dalam perang ini Rasulullah menyerahkan urusan Madinah kepada Abu Lubabah bin Abdul Mundzir.
Bersambung dihalaman selanjutnya >>>
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Kemudian kaum muslimin mengepung mereka dengan ketat yaitu pada hari Sabtu pertengahan bulan Syawal tahun kedua Hijrah.
Pengepungan itu berlangsung selama 15 hari sampai awal bulan Dzulqaidah. Allah timpakan rasa takut ke dalam hati mereka.
Akhirnya mereka menyerah dan bersedia menerima hukumannya yang akan diputuskan oleh Rasulullah ﷺ menyangkut budak, harta, istri, dan anak keturunan mereka.
Ketika itu Bangkitlah Abdullah bin Ubay bin Salul memainkan peran kemunafikannya. Dia mendesak Rasulullah ﷺ agar memaafkan mereka, dengan mengatakan,
"Wahai Muhammad perlakukanlah para sahabatku itu dengan baik". (Mereka adalah para sekutu kabilah Khazraj yang salah seorang pemimpin nya adalah Abdullah bin Ubay).
Permintaannya itu tidak ditanggapi oleh Rasulullah ﷺ . Abdullah bin Ubay mengulangi permintaannya tetapi beliau berpaling darinya, sambil memasukkan tangannya ke dalam baju besinya lalu berkata kepadanya,
"Tinggalkan aku!" Beliau marah dan wajahnya tampak berubah, lalu berkata lagi,
"Celakalah kau, tinggalkan aku!"
Tetapi sang munafik tersebut tetap saja pada keinginannya dan berkata,
"Tidak, demi Allah aku tidak akan meninggalkan Engkau sebelum Engkau memperlakukan para sahabatku itu dengan baik."
"400 orang tanpa perisai dan 300 orang bersenjata lengkap yang telah membelaku terhadap semua musuh-musuhku itu, apakah Engkau habisi nyawanya dalam waktu sehari? Demi Allah aku betul-betul menghawatirkan terjadinya bencana itu."
Rasulullah ﷺ memperlakukan si munafik tersebut yang baru sebulan menampakkan keislamannya dengan memberikan perhatian kepadanya.
Dia serahkan orang-orang Yahudi itu kepadanya dengan syarat mereka harus keluar dari Madinah dan tidak boleh hidup berdekatan dengan kota Madinah.
Mereka pun keluar menuju daerah di sekitar Syam, dan tidak lama kemudian sebagian besar dari mereka meninggal dunia.
Rasulullah ﷺ menerima harta kekayaan mereka. Dari harta tersebut beliau mengambil tiga keping uang, dua baju besi, tiga pedang, tiga tombak, dan seperlima ghanimah. Orang yang bertanggung jawab mengumpulkan ghanimah adalah Muhammad bin Maslamah.
Perang Sawiq
Ketika Shafwan bin Umayyah, orang-orang Yahudi, dan orang-orang munafik melakukan makar, Abu Sufyan berfikir untuk melakukan suatu tindakan yang kecil resikonya, tetapi jelas pengaruhnya.
Ia berupaya untuk segera melakukan tindakan untuk memelihara kedudukan kaumnya, dan menunjukkan kekuatan mereka.
Abu Sufyan bernazar tidak akan membasahi rambutnya dengan air karena junub sebelum menyerang Muhammad. Maka ia pun keluar membawa 200 tentara untuk memenuhi nadzarnya.
Mereka tiba di suatu terusan yang menghadap ke gunung Naib, dari Madinah sekitar satu barid atau 12 mil. Tetapi ia tidak berani menyerang Madinah secara terang-terangan.
Ia melakukan suatu tindakan seperti tindakan pembajakan yaitu memasuki pinggiran Madinah secara sembunyi-sembunyi di tengah-tengah kegelapan malam.
Dia mendatangi Huyai bin Al-Khattab dan meminta dibukakan pintu, namun Huyai tak mau dan merasa ketakutan. Kemudian ia mendatangi Salam bin Musykam, pemimpin Bani Nadlir pada saat itu.
Setelah meminta izin ke Salam bin Musykam, Ia pun diberi izin, diberi minum khamer dan memperoleh informasi tentang keadaan kaum muslimin pada saat ini darinya.
Kemudian pada malam itu juga Abu Sufyan keluar dan menemui para sahabatnya, lalu mengutus satu pasukan dari mereka dan menyerang suatu tempat di pinggiran kota Madinah yang bernama Aridl.
Mereka menebang dan membakar beberapa pohon kurma dan di sana mereka membunuh seorang lelaki Anshor dan sekutunya yang sedang berada di kebun mereka. Setelah itu mereka melarikan diri ke Mekah.
Peristiwa tersebut sampailah ke telinga Rasulullah ﷺ. Lalu Beliau segera mengejar Abu Sufyan dan kawan-kawannya.
Akan tetapi, mereka segera melarikan diri dengan sangat cepat, mereka melemparkan bekal makanan mereka yang berupa tepung (sawiq) dalam jumlah yang banyak untuk memperingan beban dan agar dapat lari lebih cepat lagi.
Rasulullah ﷺ pun sampai di Qarqaratul Kadar, kemudian kembali pulang, dan kaum muslimin membawa tepung (sawiq) yang dilemparkan oleh orang-orang kafir itu. Sehingga peristiwa ini dinamakan dengan perang sawiq.
Peristiwa ini terjadi pada bulan Dzulqaidah tahun kedua Hijriyah dua bulan setelah peristiwa Badar.
Dalam perang ini Rasulullah menyerahkan urusan Madinah kepada Abu Lubabah bin Abdul Mundzir.
9 Komentar
Nama.jurjanbude.
BalasHapusNegara:indonesia
Jenis kelamin.:pria
pekerjaan.:::::bisnis
WhatsApp.(*(*)*)* +447723553516
Daftar Sekarang :(aasimahaadilaahmed.loanfirm@gmail.com)
DAFTAR SEKARANG:info@aasimahaadilaahmed.loanfirm.site
situs web ::: https: //www.aasimahaadilaahmed.loanfirm.site
BAGAIMANA CARA MENGETAHUI KREDIT PINJAMAN YANG PALSU
Peminjam palsu tidak perlu meminta jaminan dan tidak ada situs web.Peminjam palsu tidak memiliki sertifikat bisnis. Peminjam palsu tidak peduli dengan gaji bulanan Anda yang membuat Anda memenuhi syarat untuk pinjaman.Peminjam palsu tidak menggunakan gmail, tidak ada domine.Peminjam palsu tidak memiliki alamat kantor fisik.Pemberi pinjaman palsu meminta biaya pendaftaran dan biaya trans.AASIMAHA ADILA AHMED LOAN FIRM adalah pemberi pinjaman uang yang sah dan memiliki reputasi baik. Mereka meminjamkan uang kepada perusahaan besar dan pabrik yang membutuhkan dukungan keuangan, mereka memberikan pinjaman kepada orang-orang yang memiliki kredit buruk atau membutuhkan uang untuk membayar tagihan mereka untuk berinvestasi dalam bisnis. Jadi, apakah Anda mencari pinjaman mendesak? Anda tidak perlu khawatir karena Anda berada di tempat yang tepat kami menawarkan pinjaman dengan suku bunga rendah 1% jadi jika Anda membutuhkan pinjaman.saya mendapat pinjaman 2 miliar untuk membayar hutang saya dan melakukan bisnis saya. mohon, berhati-hatilah di sini di blog ini, jangan mencari pinjaman dari pemberi pinjaman yang tidak memiliki situs web yang diverifikasi. Saya akan menipu 3 kali oleh pemberi pinjaman palsu. semoga allah membantu Anda.
Email;jurjanibude0811@gmail.com
kesaksian keluarga:WhatsApp: +6281617538564
Waalaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh.
KABAR BAIK!!!
HapusNama saya Lady Mia, saya ingin menggunakan media ini untuk mengingatkan semua pencari pinjaman agar sangat berhati-hati, karena ada penipuan di mana-mana, mereka akan mengirim dokumen perjanjian palsu kepada Anda dan mereka akan mengatakan tidak ada pembayaran di muka, tetapi mereka adalah penipu , karena mereka kemudian akan meminta pembayaran biaya lisensi dan biaya transfer, jadi berhati-hatilah terhadap Perusahaan Pinjaman yang curang itu.
Perusahaan pinjaman yang nyata dan sah, tidak akan menuntut pembayaran konstan dan mereka tidak akan menunda pemrosesan transfer pinjaman, jadi harap bijak.
Beberapa bulan yang lalu saya tegang secara finansial dan putus asa, saya telah ditipu oleh beberapa pemberi pinjaman online, saya hampir kehilangan harapan sampai Tuhan menggunakan teman saya yang merujuk saya ke pemberi pinjaman yang sangat andal bernama Ms. Cynthia, yang meminjamkan saya pinjaman tanpa jaminan sebesar Rp800,000,000 (800 juta) dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa konstan pembayaran atau tekanan dan tingkat bunga hanya 2%.
Saya sangat terkejut ketika saya memeriksa saldo rekening bank saya dan menemukan bahwa jumlah yang saya terapkan dikirim langsung ke rekening bank saya tanpa penundaan.
Karena saya berjanji bahwa saya akan membagikan kabar baik jika dia membantu saya dengan pinjaman, sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman dengan mudah tanpa stres atau penipuan
Jadi, jika Anda memerlukan pinjaman apa pun, silakan hubungi dia melalui email nyata: cynthiajohnsonloancompany@gmail.com dan atas karunia Allah, ia tidak akan pernah mengecewakan Anda dalam mendapatkan pinjaman jika Anda mematuhi perintahnya.
Anda juga dapat menghubungi saya di email saya: ladymia383@gmail.com dan Sety yang memperkenalkan dan memberi tahu saya tentang Ibu Cynthia, ini emailnya: arissetymin@gmail.com
Yang akan saya lakukan adalah mencoba untuk memenuhi pembayaran cicilan pinjaman saya yang akan saya kirim langsung ke rekening perusahaan setiap bulan.
Sepatah kata cukup untuk orang bijak.
HARI BAIK UNTUK SEMUA ORANG!
BalasHapusNama saya Amisha Chahaya Saya dari Indonesia Saya telah mencari perusahaan pemberi pinjaman nyata selama 5 bulan terakhir, untuk membeli rumah dan membangun bisnis. Semua yang saya dapatkan adalah banyak penipuan yang membuat saya percaya mereka dengan kata-kata manis mereka. dan pada akhirnya mereka mengambil semua uang saya tanpa memberi saya imbalan apa pun,
Harapan saya hilang, saya bingung dan kecewa, saya tidak pernah ingin melakukan apa pun dengan perusahaan pinjaman di internet, jadi saya pergi untuk meminjam uang dari teman, saya mengatakan kepadanya semua yang terjadi dan dia berkata dia bisa membantu saya, bahwa dia tahu perusahaan pinjaman yang dapat membantu saya dengan jumlah pinjaman yang saya butuhkan dengan tingkat bunga sangat rendah 2%, dia baru saja mendapatkan pinjaman dari mereka, dia mengatakan kepada saya bagaimana mengajukan pinjaman, saya melakukan apa yang dia katakan kepada saya , Saya melamar bersama mereka di Email: (mariaalexander818@gmail.com) Saya tidak pernah percaya tetapi saya mencoba dan kejutan terbesar saya adalah bahwa saya mendapat pinjaman dalam waktu 24 jam, saya tidak percaya,
Saya sangat bahagia dan kaya lagi dan saya bersyukur kepada Tuhan bahwa perusahaan pinjaman seperti ini masih ada selama penipuan ini di mana-mana, tolong beri tahu semua orang di luar sana yang membutuhkan Pinjaman untuk mengunjungi Email mereka (mariaalexander818@gmail.com) mereka tidak akan pernah gagal,Dan hidup Anda akan berubah seperti yang saya lakukan, Jadi, berhubunganlah dengan cepat (mariaalexander818@gmail.com) hari ini dan dapatkan pinjaman Anda dari mereka, Tuhan memberkati perusahaan pemberi pinjaman Anda untuk penawaran pinjaman asli mereka. Pastikan Anda menghubungi Peminjam untuk pinjaman Anda karena saya berhasil mendapatkan pinjaman dari perusahaan ini tanpa tekanan apa pun.
MANAJER CABANG: MARIA ALEXANDER
EMAIL: mariaalexander818@gmail.com
HUBUNGI NUMBER: +1 (651) 243-8090
WHATSAPP: +1 (651) 243-8090
Silakan Anda juga dapat menghubungi saya untuk informasi apa pun melalui email saya: (amishachahaya8@gmail.com)
Terima kasih semuanya mendengarkan kesaksian saya
Semoga ALLAH memberkati Anda semua.
HARI BAIK UNTUK SEMUA ORANG!
BalasHapusNama saya Amisha Chahaya Saya dari Indonesia Saya telah mencari perusahaan pemberi pinjaman nyata selama 5 bulan terakhir, untuk membeli rumah dan membangun bisnis. Semua yang saya dapatkan adalah banyak penipuan yang membuat saya percaya mereka dengan kata-kata manis mereka. dan pada akhirnya mereka mengambil semua uang saya tanpa memberi saya imbalan apa pun,
Harapan saya hilang, saya bingung dan kecewa, saya tidak pernah ingin melakukan apa pun dengan perusahaan pinjaman di internet, jadi saya pergi untuk meminjam uang dari teman, saya mengatakan kepadanya semua yang terjadi dan dia berkata dia bisa membantu saya, bahwa dia tahu perusahaan pinjaman yang dapat membantu saya dengan jumlah pinjaman yang saya butuhkan dengan tingkat bunga sangat rendah 2%, dia baru saja mendapatkan pinjaman dari mereka, dia mengatakan kepada saya bagaimana mengajukan pinjaman, saya melakukan apa yang dia katakan kepada saya , Saya melamar bersama mereka di Email: (mariaalexander818@gmail.com) Saya tidak pernah percaya tetapi saya mencoba dan kejutan terbesar saya adalah bahwa saya mendapat pinjaman dalam waktu 24 jam, saya tidak percaya,
Saya sangat bahagia dan kaya lagi dan saya bersyukur kepada Tuhan bahwa perusahaan pinjaman seperti ini masih ada selama penipuan ini di mana-mana, tolong beri tahu semua orang di luar sana yang membutuhkan Pinjaman untuk mengunjungi Email mereka (mariaalexander818@gmail.com) mereka tidak akan pernah gagal,Dan hidup Anda akan berubah seperti yang saya lakukan, Jadi, berhubunganlah dengan cepat (mariaalexander818@gmail.com) hari ini dan dapatkan pinjaman Anda dari mereka, Tuhan memberkati perusahaan pemberi pinjaman Anda untuk penawaran pinjaman asli mereka. Pastikan Anda menghubungi Peminjam untuk pinjaman Anda karena saya berhasil mendapatkan pinjaman dari perusahaan ini tanpa tekanan apa pun.
MANAJER CABANG: MARIA ALEXANDER
EMAIL: mariaalexander818@gmail.com
HUBUNGI NUMBER: +1 (651) 243-8090
WHATSAPP: +1 (651) 243-8090
Silakan Anda juga dapat menghubungi saya untuk informasi apa pun melalui email saya: (amishachahaya8@gmail.com)
Terima kasih semuanya mendengarkan kesaksian saya
Semoga ALLAH memberkati Anda semua.
Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.
BalasHapusNama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.
Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.
Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.
Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut
Nama saya Suyono Ratha, saya ingin menggunakan media ini untuk menyarankan semua orang agar berhati-hati dalam mendapatkan pinjaman internet karena begitu banyak peminjam internet di sini semuanya penipu dan mereka hanya berbagi cerita untuk menipu uang Anda, saya meminta pinjaman sebesar Rp750.000,000, 00 dari seorang wanita di Turki dan saya kehilangan Rp25.000.000 tanpa mendapatkan pinjaman,
BalasHapusPada 12 Januari 2020, teman saya KABU-LAYU di tempat kerja saya memberi tahu saya bagaimana dia mengajukan pinjaman dari ACCESS LOAN FIRM dan dia akhirnya menerima pinjaman. Saya tidak pernah percaya sampai saya pergi dengannya ke bank untuk mengkonfirmasinya dan saya kagum bahwa saya telah kehilangan begitu banyak uang hanya untuk mendapatkan pinjaman untuk keluarga saya.
Semoga Tuhan memberkati Ny. MARIA ALEXANDER atas apa yang telah dia lakukan pada saya dan keluarga saya, saya memberi tahu teman-teman saya untuk memperkenalkan saya kepada seorang ibu yang baik. 750.000,000.00
Saya mematuhi syarat dan ketentuan pinjaman perusahaan dan permohonan pinjaman saya disetujui untuk saya tanpa tekanan dan kesulitan.
Akhirnya, saya menerima pinjaman di rekening bank saya dan saya menelepon teman saya KABU-LAYU untuk menerima pinjaman dan saya juga memperkenalkan banyak orang kepada Ibu MARIA ALEXANDER ibu yang baik berharap mereka juga mendapatkan pinjaman tanpa penundaan ..Saya ingin Anda yang membaca kesaksian saya menghubungi seorang ibu yang baik jika Anda membutuhkan pinjaman sehingga Anda juga akan memberikan bukti niat baik ibu yang baik.
jadi saya menggunakan cara ini untuk memberi tahu setiap orang Indonesia dan orang lain yang pantas yang membaca kesaksian saya dan dia membutuhkan pinjaman untuk menghubungi
Mrs. MARIA ALEXANDER via EMAIL: (mariaalexander818@gmail.com) (Whatsapp: + 1 651-243-8090)
Anda masih dapat menghubungi saya jika Anda memerlukan informasi lebih lanjut melalui EMAIL: suyonoratha@gmail.com
Anda juga dapat menghubungi teman saya KABU-LAYU melalui EMAIL-nya: kabulayu18@gmail.com
terima kasih sekali lagi untuk membaca kesaksian saya, dan semoga Tuhan terus memberkati kita dan memberi kita kehidupan dan kemakmuran.
Halo semuanya, Nama saya Siska wibowo saya tinggal di Surabaya di Indonesia, saya seorang mahasiswa, saya ingin menggunakan kesempatan ini untuk mengingatkan semua pencari pinjaman untuk sangat berhati-hati karena ada banyak perusahaan pinjaman penipuan dan kejahatan di sini di internet , Sampai saya melihat posting Bapak Suryanto tentang Nyonya Esther Patrick dan saya menghubunginya melalui email: (estherpatrick83@gmail.com)
BalasHapusBeberapa bulan yang lalu, saya putus asa untuk membantu biaya sekolah dan proyek saya tetapi tidak ada yang membantu dan ayah saya hanya dapat memperbaiki beberapa hal yang bahkan tidak cukup, jadi saya mencari pinjaman online tetapi scammed.
Saya hampir tidak menyerah sampai saya mencari saran dari teman saya Pak Suryanto memanggil saya pemberi pinjaman yang sangat andal yang meminjamkan dengan pinjaman tanpa jaminan sebesar Rp200.000.000 dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa tekanan atau tekanan dengan tingkat bunga rendah 2 %. Saya sangat terkejut ketika saya memeriksa rekening bank saya dan menemukan bahwa nomor saya diterapkan langsung ditransfer ke rekening bank saya tanpa penundaan atau kekecewaan, segera saya menghubungi ibu melalui (estherpatrick83@gmail.com)
Dan juga saya diberi pilihan apakah saya ingin cek kertas dikirim kepada saya melalui jasa kurir, tetapi saya mengatakan kepada mereka untuk mentransfer uang ke rekening bank saya, karena saya berjanji bahwa saya akan membagikan kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres atau penundaan.
Yakin dan yakin bahwa ini asli karena saya memiliki semua bukti pemrosesan pinjaman ini termasuk kartu ID, dokumen perjanjian pinjaman, dan semua dokumen. Saya sangat mempercayai Madam ESTHER PATRICK dengan penghargaan dan kepercayaan perusahaan yang sepenuh hati karena dia benar-benar telah membantu hidup saya membayar proyek saya. Anda sangat beruntung memiliki kesempatan untuk membaca kesaksian ini hari ini. Jadi, jika Anda membutuhkan pinjaman, silakan hubungi Madam melalui email: (estherpatrick83@gmail.com)
Anda juga dapat menghubungi saya melalui email saya di (siskawibowo71@gmail.com) jika Anda merasa kesulitan atau menginginkan prosedur untuk mendapatkan pinjaman
Sekarang, yang saya lakukan adalah mencoba untuk memenuhi pembayaran pinjaman bulanan yang saya kirim langsung ke rekening bulanan Nyonya seperti yang diarahkan. Tuhan akan memberkati Nyonya ESTHER PATRICK untuk Segalanya. Saya bersyukur
Halo semuanya, saya Rika Nadia, saat ini tinggal orang Indonesia dan saya warga negara, saya tinggal di JL. Baru II Gg. Jaman Keb. Lama Utara RT.004 RW.002 No. 26. Saya ingin menggunakan media ini untuk memberikan saran nyata kepada semua warga negara Indonesia yang mencari pinjaman online untuk berhati-hati karena internet penuh dengan penipuan, kadang-kadang saya benar-benar membutuhkan pinjaman , karena keuangan saya buruk. statusnya tidak begitu baik dan saya sangat ingin mendapatkan pinjaman, jadi saya jatuh ke tangan pemberi pinjaman palsu, dari Nigeria dan Singapura dan Ghana. Saya hampir mati, sampai seorang teman saya bernama EWITA YUDA (ewitayuda1@gmail.com) memberi tahu saya tentang pemberi pinjaman yang sangat andal bernama Ny. ESTHER PATRICK Manajer cabang dari Access loan Firm, Dia adalah pemberi pinjaman global; yang saya hubungi dan dia meminjamkan saya pinjaman Rp600.000.000 dalam waktu kurang dari 12 jam dengan tingkat bunga 2% dan itu mengubah kehidupan seluruh keluarga saya.
BalasHapusSaya menerima pinjaman saya di rekening bank saya setelah Nyonya. LADY ESTHER telah mentransfer pinjaman kepada saya, ketika saya memeriksa saldo rekening bank saya dan menemukan bahwa jumlah Rp600.000.000 yang saya terapkan telah dikreditkan ke rekening bank saya. dan saya punya buktinya dengan saya, karena saya masih terkejut, emailnya adalah (ESTHERPATRICK83@GMAIL.COM)
Jadi untuk pekerjaan yang baik, LADY ESTHER telah melakukannya dalam hidup saya dan keluarga saya, saya memutuskan untuk memberi tahu dan membagikan kesaksian saya tentang LADY ESTHER, sehingga orang-orang dari negara saya dan kota saya dapat memperoleh pinjaman dengan mudah tanpa stres. Jadi, jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi LADY ESTHER melalui email: (estherpatrick83@gmail.com) silakan hubungi LADY ESTHER Dia tidak tahu bahwa saya melakukan ini tetapi saya sangat senang sekarang dan saya memutuskan untuk memberi tahu orang lain tentang dia, Dia menawarkan semua jenis pinjaman baik untuk perorangan maupun perusahaan dan juga saya ingin Tuhan memberkati dia lebih banyak,
Anda juga dapat menghubungi saya di email saya: (rikanadia6@gmail.com). Sekarang, saya adalah pemilik bangga seorang wanita bisnis yang baik dan besar di kota saya, Semoga Tuhan Yang Mahakuasa terus memberkati LADY ESTHER atas pekerjaannya yang baik dalam hidup dan keluarga saya.
Tolong lakukan dengan baik untuk meminta saya untuk rincian lebih lanjut tentang Ibu dan saya akan menginstruksikan, dan ada bukti pinjaman, hubungi LADY ESTHER melalui email: (estherpatrick83@gmail.com) Terima kasih semua
Saya Suryanto dari Indonesia di Kota Palu, saya mencurahkan waktu saya di sini karena janji yang saya berikan kepada LADY ESTHER PATRICK yang kebetulan adalah Tuhan yang mengirim pemberi pinjaman online dan saya berdoa kepada TUHAN untuk dapat melihat posisi saya hari ini.
BalasHapusBeberapa bulan yang lalu saya melihat komentar yang diposting oleh seorang wanita bernama Nurul Yudianto dan bagaimana dia telah scammed meminta pinjaman online, menurut dia sebelum ALLAH mengarahkannya ke tangan Mrs. ESTHER PATRICK. (ESTHERPATRICK83@GMAIL.COM)
Saya memutuskan untuk menghubungi NURUL YUDIANTO untuk memastikan apakah itu benar dan untuk membimbing saya tentang cara mendapatkan pinjaman dari LADY ESTHER PATRICK, dia mengatakan kepada saya untuk menghubungi Lady. Saya bersikeras bahwa dia harus memberi tahu saya proses dan kriteria yang dia katakan sangat mudah. dari Mrs. ESTHER, yang perlu saya lakukan adalah menghubunginya, mengisi formulir untuk mengirim pengembalian, mengirim saya scan kartu identitas saya, kemudian mendaftar dengan perusahaan setelah itu saya akan mendapatkan pinjaman saya. . Lalu saya bertanya kepadanya bagaimana Anda mendapatkan pinjaman Anda? Dia menjawab bahwa hanya itu yang dia lakukan, yang sangat mengejutkan.
Saya menghubungi Mrs ESTHER PATRICK dan saya mengikuti instruksi dengan hati-hati untuk saya, saya memenuhi persyaratan mereka dan pinjaman saya disetujui dengan sukses tetapi sebelum pinjaman dipindahkan ke akun saya, saya diminta membuat janji untuk membagikan kabar baik tentang Mrs. ESTHER PATRICK dan itulah mengapa Anda melihat posting ini hari ini untuk kejutan terbesar saya, saya menerima peringatan Rp350.000.000. jadi saya menyarankan semua orang yang mencari sumber tepercaya untuk mendapatkan pinjaman untuk menghubungi Mrs. ESTHER PATRICK melalui email: (estherpatrick83@gmail.com) untuk mendapatkan pinjaman yang dijamin, Anda juga dapat menghubungi saya di Email saya: (suryantosuryanto524@gmail.com)