MALAM HINGGA FAJAR
(Sebuah Puisi)
Oleh:
Riyadh Awibi
Mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi UIN Suka
(I)
Ketika senja mulai memudar,
Sebaris khayal yang tersingkap
Bayangan dirimu kembali terbayang
Seharusnya malam menghapus
Bayangan lewat tirai mimpi
Bersama kupejamkan seluas kedipan mata
Namun, kali ini dirimu datang
Mendekap mimpi dan membuka tirai itu
Membisikkan kesunyian yang kau iringi airmata
Kukecup hangat pipi disisi gerimis
Dan kurebahkan tubuh disamping malam


(II)
Ini sudah senja sayang
Tak seharusnya kau bersama malam dan juga airmata
Biarkan ku leburkan sisa mimpi bersama kesunyian
Aku baik-baik saja dengan atau
Tanpa bayangan mu saat ini
Kau adalah sosok yang seharusnya menjadikan ku tegar melawan waktu,
Setia pada air mata dan dingin oleh gerimis
Kau lah dimana ku harus melangkah dan terjatuh


(III)
Bisingnya air mata membuat mu kaku,
Menyibakkan kata-kata diantara makna
Dan disitu kau melangkah menjauh
Kutahan kau dengan dekapan erat
Namun, tak kuasa kau berontak tubuh dingin ku
Tak kusangka kau berjalan
Dengan senyuman di bibir manis mu yang kurindukan kehangatannya
Disitu ku mulai terdiam
Memakna oleh waktu, mewaktu oleh ratapan
Kira-kira dibalik wajah mu yang berpaling

(IV)
Aku sudah mulai lupa ketika pertama kali mencinta
Mendamba bintang yang kurasa kebahagiaan
Dan tak terasa senja memang sudah hilang
Dan malam memang menghapus bayang
Sedikit berkhayal kulihat dirimu tersenym dan terus berjalan
Sedangkan aku masih terkejut
Bahwa hujan belum reda hingga kupejam mata
Terbawa mimpi tapi dinginnya memang nyata
Seusai kau tawarkan kemenangan dilain sisi sebelum fajar tiba,
Diriku bukan lah apa-apa


(V)
Sayang, mungkin malam memang belum usai
Oleh fajar dan disitu segurat rindu masih sering menggelora
Menari di atas hujan malam itu
Seperti gambaran surgawi dalam syair rumput


(VI)
Fajar telah tiba sayang
Tak seharusnya kau ikuti langkah ku
Bayangmu hampir pudar oleh cahaya waktu
Masa lalu yang pernah tertinggal
Lebih baik memang tertinggal
Dan kita tak lebih dari sebutir cerita fiktif bayang cinta
Tak usah kau tanya kenapa angin menghempas daratan
Karna begitulah daratan seharusnya


(VII)
Semerbak nyiur melambai pada nafas  yang melayang
Dan hampir ku raih angin dan kudekapnya
Namun, bukankah sia-sia khayalan dan mimpi
Disisi mentari yang menghapus tirai kegelapan sepenuhnya,
mengilang dan tenggelam


(VIII)
Apa kabarmu disana
Sudah kah kau tersenyum untuk saat ini dan waktu itu
Sudahkah kau semai benih perasaan di lahan insani,
Atau kau masih ingin kembali melangkah dalam pencarian
Tinggalkan malam gelap tanpa bintang yang menemani
Merangkai hari disisa ku mewaktu oleh keadaan
Sampai kau jumpa senyum ku
Menyanding langkah yang tak ingin kembali
Bersama jalan yang telah terang hari itu

Tak ada alasan lagi sayang

0 Komentar