Silahkan Masjid Buka Tapi Utamakan Keselamatan Jiwa
Penutupan masjid selama pandemi Covid-19, bukan berarti melarang orang ke masjid. Hal ini dilakukan untuk mencegah penyebaran virus jahat, yang sedang melanda ke berbagai negara di dunia.
''Pada prinsipnya dibuka dan ditutupnya masjid untuk pelaksanaan shalat berjamaah selama masa pandemi, bukan berarti melarang orang ke masjid dan melarang orang shalat berjamaah,'' ujar Dr KH Shofiyullah Muzammil, Sekretaris Jenderal Majelis Permusyawaratan Pengasuh Pesantren se-Indonesia (MP3i), Kamis (4/6).
Dr KH Shofiyullah Muzammil, menyatakan itu ketika dimintai pendapat dibukanya kembali Masjid Nasional Al-Akbar Surabaya sejak akhir bulan suci Ramadan lalu. ''Ke masjid boleh. Shalat berjamaah baik. Kalau keselamatan jiwa terjaga silakan semuanya dilaksanakan,'' katanya.
''Tapi kalau keselamatan jiwa yang jadi ancaman, maka mengutamakan keselamatan jiwa itu wajib ain yang harus didahulukan dibanding mengejar keutamaan pahala shalat berjamaah di masjid,'' tambah pengasuh Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Sleman, Yogyakarta.
Dr KH Shofiyullah Muzammil, yang juga duduk sebagai Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Kerja Sama (Wadek III) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN (Universitas Islam Negeri) Sunan Kalijaga Yogyakarta, sekali lagi menyampaikan, bahwa penutupan masjid selama pandemic covid-19 bukan berarti melarang orang ke masjid.
''Ibarat demi shalat tahajud, tapi shalat subuh jadi korban kesiangan. Kalau dengan tahajud dipastikan menyebabkan Subuh kesiangan, maka shalat tahajud hukumnya jadi haram baginya,'' katanya.
''Demikian pula shalat berjamaah di masjid. Kalau menurut pemerintah atau ahli kesehatan dianggap berbahaya atas indikator kesehatan yang nyata, maka shalat berjamaah di rumah adalah pilihan terbaik untuk dilakukan,'' tegas Dr. Sofiyullah.
Seperti diberitakan diberbagai media setelah sekian bulan ditutup masjid–masjid di Indonesia, termasuk Masjid Nasional Al-Akbar Surabaya akhirnya dibuka kembali untuk menggelar Jumatan.
Seperti disampaikan Dr KH M Sudjak, Ketua Dewan Pelaksana Pengelola Masjid Nasional Al-Akbar Kota Surabaya, sejak Jumat akhir Ramadan lalu. Jumatan yang akan datang berarti jumatan yang keempat.
Sedangkan Dr Shofiyullah menambahkan, dibukanya masjid –masjid untuk melaksanakan shalat berjamaah harus mematuhi persyaratan keprotokolan kesehatan yang ketat demi keselamatan jemaahnya.
Seperti yang dilakukan oleh Pengelola Masjid Nasional Al-Akbar Kota Surabaya. Antara lain dengan jarak antara makmum dan makmum lainnya dua meter baik ke samping-ke muka dan ke belakang.
Menyediakan air pencuci tangan dan sabun atau hand satitizer di beranda masjid, jemaah harus memakai masker, membawa sajadah sendiri yang bersih, dan seterusnya. Aturan aturan tersebut dipasang di beranda masjid, yang mudah terbaca oleh jemaah.
Terutama masjid-masjid yang strategis dikunjungi banyak orang, seperti Masjid Nasional Al-Akbar Surabaya ini sangat strategis baik dalam dakwah maupun penyelenggaraan ritual keagamaan.
Masjid ini terletak di dekat pintu tol Surabaya-Porong-Kelurahan Pagesangan, Kecamatan Jambangan, Surabaya. Otomatis akses jalan dari luar kota sangat mudah.
Bahkan di masjid nasional inilah banyak sekali para muallaf mengikrarkan dua kalimat syahadat. Masjid Al-Akbar ini dibangun atas gagasan walikota Surabaya Soenarto Soemoprawiro.
Sedang peletakan batu pertamanya dilakukan Wakil Presiden Try Sutrisno. Masjid Nasional Al-Akbar yang luas bangunan dan fasilitas penunjangnya 22.300 meter persegi itu diresmikan Presiden RI ke-4 KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pada 10 Nopember 2000, demikian jelas Dr. Shofiyullah.
0 Komentar